BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian...

25
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasia Bidang medis membagi proses kematian ke dalam tiga cara yaitu : pertama, Orthothansia ialah proses kematian yang terjadi karena proses ilmiah atau secara wajar, seperti proses ketuaan, penyakit dan sebagainya. Kedua, dysthanasia ialah proses kematian yang terjadi secara tidak wajar, seperti pembunuhan, bunuh diri dan lain-lain. Ketiga, euthanasia ialah proses kematian yang terjadi karena pertolongan dokter. 1 Euthanasia atau jenis kematian ketiga yang disebutkan diatas merupakan jenis kematian yang hingga saat ini menimbulkan dilema bagi para petugas medis khususnya dokter karena belum adanya ketetapan hukum. Karena tidak jarang pasien yang menderita penyakit parah dan sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh menginginkan dokter melakukan euthanasia terhadap dirinya atau pasien yang tidak sadarkan diri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sehingga keluarganya tidak tega melihat penderitaan yang dialami oleh pasien tersebut sehingga keluarga meminta kepada dokter untuk melakukan tindakan euthanasia. Baik itu dengan cara menghentikan pengobatan, memberikan obat dengan dosis yang berlebihan (over dosis), dan dengan berbagai macam cara lainnya. Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Euthanatos.” Eu berarti baik, tanpa penderitaan dan Thanatos berarti mati. Jadi dapat disimpulkan bahwa Euthanasia artinya mati dengan baik, atau mati dengan tanpa penderitaan atau 1. Bajang Tukul, 2008, Perdebatan Etis atas Euthanasia (Perspektif Filsafat Moral), Yogyakarta, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 4

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Euthanasia

Bidang medis membagi proses kematian ke dalam tiga cara yaitu : pertama,

Orthothansia ialah proses kematian yang terjadi karena proses ilmiah atau secara

wajar, seperti proses ketuaan, penyakit dan sebagainya. Kedua, dysthanasia ialah

proses kematian yang terjadi secara tidak wajar, seperti pembunuhan, bunuh diri

dan lain-lain. Ketiga, euthanasia ialah proses kematian yang terjadi karena

pertolongan dokter.1

Euthanasia atau jenis kematian ketiga yang disebutkan diatas merupakan

jenis kematian yang hingga saat ini menimbulkan dilema bagi para petugas medis

khususnya dokter karena belum adanya ketetapan hukum. Karena tidak jarang

pasien yang menderita penyakit parah dan sudah tidak ada harapan lagi untuk

sembuh menginginkan dokter melakukan euthanasia terhadap dirinya atau pasien

yang tidak sadarkan diri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sehingga

keluarganya tidak tega melihat penderitaan yang dialami oleh pasien tersebut

sehingga keluarga meminta kepada dokter untuk melakukan tindakan euthanasia.

Baik itu dengan cara menghentikan pengobatan, memberikan obat dengan dosis

yang berlebihan (over dosis), dan dengan berbagai macam cara lainnya.

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Euthanatos.” Eu berarti

baik, tanpa penderitaan dan Thanatos berarti mati. Jadi dapat disimpulkan bahwa

Euthanasia artinya mati dengan baik, atau mati dengan tanpa penderitaan atau

1.

Bajang Tukul, 2008, Perdebatan Etis atas Euthanasia (Perspektif Filsafat Moral), Yogyakarta,

Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 4

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

8

mati cepat tanpa derita. Menurut kamus hukum, Euthanasia adalah

menghilangkan nyawa tanpa rasa sakit untuk meringankan sakaratul maut seorang

penderita yang tak ada kemungkinan sembuh lagi. Menurut pandangan dokter,

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang

hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup

atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan dilakukan untuk kepentingan pasien

sendiri. Profesinya seorang dokter tidak boleh melakukan penguguran kandungan

(Abortus Provocatus), mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu

dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Euthanasia dalam

Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut dan

nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan

tak tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis

pembunuhan ini.

Sementara itu menurut Kamus Kedokteran euthanasia mengandung dua

pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,

pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang

menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara

hati-hati dan disengaja.

Munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban

tersendiri bagi aparat penegak hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah

persoalan euthanasia akan bermuara. Kejelasan tentang sejauh mana hukum

positif mengatur persoalan euthanasia akan sangat membantu masyarakat di

dalam menyikapi persoalan tersebut. Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

9

formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk

euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu

sendiri (voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal

344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa

pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi

pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia

euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan melihat

konteks hukum positif di Indonesia maka tidak memungkinkan untuk melakukan

euthanasia bahkan adanya larangan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas

permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dianggap sebagai tindak

pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang

melanggar larangan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu KUHP.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

Euthanasia merupakan tindakan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak

sengaja untuk mempermudah atau meringankan kematian seseorang pasien yang

tingkat kesembuhannya kecil agar tidak merasakan penderitaan yang

berkepanjangan atau untuk memperpanjang hidupnya dan hal ini dilakukan untuk

kepentingan pasien itu sendiri. Akan tetapi menurut Dr. Richard Lamerton,

mantan direktur St. Joseph’s Hospice Home Care Service, London, Inggris, istilah

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

10

Euthanasia tersebut ditafsirkan pada abad ke-20 sebagai “pembunuhan belas

kasihan” (mercy killing) yang berasal dari pembunuhan yang didasarkan hukum.2

Unsur-unsur euthanasia dilihat dari beberapa definisi di atas, antara lain :

1) Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

2) Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup

pasien.

3) Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.

4) Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.

5) Demi kepentingan pasien dan keluarganya.3

2.2 Jenis-Jenis Euthanasia

Euthanasia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, sesuai dari mana sudut

pandangnya atau cara melihatnya.

a. Euthanasia dilihat dari cara dilaksanakannya

Berdasarkan cara pelaksanaannya, Euthanasia dapat dibedakan menjadi :

1) Euthanasia pasif

Euthanasia pasif adalah menghentikan atau mencabut segala tindakan

pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidupnya. Menurut

kamus hukum, Euthanasia pasif adalah pihak dokter menghentikan segala obat

yang diberikan kepada pasien, kecuali obat untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa sakit atas permintaan pasien. Berdasarkan kedua pengertian

2.

Soerjono Soekanto, 1990, Segi-Segi Hukum Hak dan Kewajiban Pasien, Bandung, Penerbit

Mandar Maju, hlm. 44 3.

Muh. Rofiq Nasihudin, Euthanasia Dalam Hukum Pidana, 8 September 2013, http://pendidikan-

hukum.blogspot.com/2010/10/euthanasia-dalam-hukum-pidana_25.html, (11.28).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

11

di atas maka dapat disimpulkan bahwa Euthanasia pasif adalah tindakan

mempercepat kematian pasien dengan cara menolak memberikan pertolongan

seperti menghentikan atau mencabut segala pengobatan yang menunjang hidup si

pasien.

Hal ini sudah jelas, karena seorang pasien yang sedang menjalani perawatan

pastilah didukung oleh obat-obatan sebagai salah satu tindakan medis yang

dilakukan oleh petugas medis atau dokter demi kesembuhan pasien. Apabila

petugas medis/dokter membiarkan pasien meninggal atau pasien menolak untuk

diberikan pertolongan oleh dokter dengan cara menghentikan pemberian obat-

obatan bagi pasien, misalnya seperti memberhentikan alat bantu pernapasan (alat

respirator) maka secara otomatis pasien meninggal. Cara yang dilakukan oleh

dokter tersebut merupakan euthanasia pasif.

2) Euthanasia aktif

Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara

medis melalui intervensi atau tindakan aktif oleh seorang petugas medis (dokter),

bertujuan untuk mengakhiri hidup pasien. Dengan kata lain, Euthanasia aktif

sengaja dilakukan untuk membuat pasien yang bersangkutan meninggal, baik

dengan cara memberikan obat bertakaran tinggi (over dosis) atau menyuntikkan

obat dengan dosis atau cara lain yang dapat mengakibatkan kematian.

Euthanasia dibagi lagi menjadi euthanasia aktif langsung (direct) dan

euthanasia aktif tidak langsung (indirect). Euthanasia aktif langsung adalah

dilakukannya tindakan medik secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri

hidup pasien atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini biasa disebut

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

12

mercy killing. Contohnya, dokter memberikan suntikan zat yang dapat segera

mematikan pasien. Euthanasia aktif tidak langsung adalah keadaan dimana dokter

atau tenaga medis melakukan tindakan medik tidak secara langsung untuk

mengakhiri hidup pasien, namun mengetahui adanya resiko yang dapat

memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Contohnya, mencabut oksigen atau

alat bantu kehidupan lainnya.4

b. Ditinjau dari permintaan

Bagi pasien yang harapannya untuk sembuh sangat kecil biasanya

mengajukan permintaan kepada petugas medis untuk mengakhiri hidupnya agar

pasien tersebut tidak mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Berdasarkan

hal tersebut, maka Euthanasia dapat dibedakan menjadi :

1) Euthanasia voluntir

Euthanasia voluntir adalah euthanasia yang dilakukan oleh petugas medis

berdasarkan permintaan dari pasien sendiri. Permintaan ini dilakukan oleh pasien

dalam kondisi sadar dan berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun. Dengan

kata lain, pasien menginginkan dilakukannya euthanasia secara sukarela karena

berdasarkan permintaannya sendiri dan tanpa adanya paksaan dari pihak

manapun.

2) Euthanasia involuntir

Euthanasia involuntir ini dilakukan oleh petugas medis kepada pasien yang

sudah tidak sadar. Biasanya permintaan untuk dilakukannya euthanasia ini berasal

dari pihak ketiga yaitu keluarga pasien dengan berbagai alasan, antara lain : biaya

4.

Ibid.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

13

perawatan yang mahal sehingga tidak bisa ditanggung lagi oleh keluarga pasien,

kasihan terhadap penderitaan pasien, dan beberapa alasan lainnya.5

Menurut Leenen, seperti dikutip oleh Chrisdiono,6 terdapat beberapa kasus

yang disebut pseudo-euthanasia atau euthanasia semu, yang tidak dapat

dimasukkan pada larangan hukum pidana. Empat pseudo-euthanasia menurut

Leneen adalah :

1) Pengakhiran perawatan medis karena gejala mati batang otak. Jantung masih

berdenyut, peredaran darah dan pernapasan masih berjalan, tetapi tidak ada

kesadaran karena otak seratus persen tidak berfungsi, misalnya akibat

kecelakaan berat.

2) Pasien menolak perawatan atau bantuan medis terhadap dirinya.

3) Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan

(force majure).

4) Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan medis yang diketahui tidak ada

gunanya.

2.3 Euthanasia Menurut Ajaran Agama

a) Dalam ajaran gereja Katolik Roma

Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk

memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka

yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja

5.

Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, hlm.

146 6.

Ari Yunanto dan Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta, Penerbit ANDI

Offset, hlm. 58

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

14

mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya

menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi,

melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang

hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan

menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980, kongregasi untuk ajaran

iman telah menerbitkan Dekalarasi tentang eutanasia ("Declaratio de

euthanasia") yang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, khususnya dengan

semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang hidup dan

gencarnya promosi eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri

hidup. Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya

praktik eutanasia, dalam ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) nomor 64

yang memperingatkan kita agar melawan "gejala yang paling mengkhawatirkan

dari `budaya kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang

meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu." Paus Yohanes Paulus

II juga menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan belas kasihan yang

keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut

menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang

penderitaannya tidak dapat kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66).

b) Dalam ajaran agama Hindu

Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan pada ajaran

tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah merupakan suatu konsekuensi

murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang

buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

15

akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah menjadi penghalang

"moksa" yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu

tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti

kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.

Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu

dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu faktor yang

mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk.

Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga

untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. Berdasarkan

kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya

tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana

sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan.

c) Dalam ajaran agama Buddha

Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari

kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup

adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran Buddha. Berdasarkan pada hal

tersebut di atas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan

yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Buddha. Selain daripada hal

tersebut, ajaran Buddha sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna").

Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan

pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Buddha yang dengan demikian dapat

menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan

keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

16

d) Dalam ajaran Islam

Dalam Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak

tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat

menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22 : 66; 2 : 243). Oleh

karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks

dalam Al Quran maupun Hadits yang secara eksplisit melarang bunuh diri.

Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan

belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu

sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain

disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang

makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan

demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya

(pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.

Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-

maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan

sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan

penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif. Pada konferensi

pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak

ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan

berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.

Euthanasia aktif menurut agama islam biasa disebut dengan taisir al-maut

al-fa'al. Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

17

memudahkan kematian si sakit karena kasih sayang yang dilakukan oleh dokter

dengan mempergunakan instrumen (alat). Memudahkan proses kematian secara

aktif (eutanasia positif) adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam

tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan

membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara

overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan

termasuk dosa besar yang membinasakan.

Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan

meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk

meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih

pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu serahkanlah

urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan

kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah

ditetapkan-Nya.

Eutanasia pasif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia

pasif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri

kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk

memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa

pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan

kepada si sakit.

Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah

bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

18

menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka

mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah.

e) Dalam ajaran agama Kristen Protestan

Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki

pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang

yang membantu pelaksanaan eutanasia.

Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :

Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya

menyatakan bahwa : "penggunaan teknologi kedokteran untuk

memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan

yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan

penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan

hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".

Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi

sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan

fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia

dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau

dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.

Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang

unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya

bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke

kehidupan yang lebih baik. Pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

19

bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu

pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi

dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.

Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam

menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan

(mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian

Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan

maksud dan tujuan pemberian tersebut.7

2.4 Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran

Bartens8 menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “ethos”

dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik.

Bentuk jamak dari ethos adalah “ta etha” artinya adat kebiasaan. Lebih lanjut,

Poerwadarminta menyimpulkan bahwa : etika adalah sama dengan akhlak, yaitu

pemahaman tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta pemahaman tentang

hak dan kewajiban orang. Etika sebagai kajian ilmu membahas tentang moralitas

atau tentang manusia terkait dengan perilakunya terhadap makhluk lain dan

sesama manusia.9 James J. Spillane SJ

10 mengungkapkan bahwa etika atau ethic

memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam

7.

Wikipedia, Euthanasia, tanggal 2 Desember 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia, (20.54).

8.Supriadi, 2006, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Penerbit Sinar

Grafika, hlm. 7 9.

Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, hlm.1 10.

Supriadi, Op. Cit, hlm. 7

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

20

pengambilan keputusan moral. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa etika merupakan suatu aturan yang mengatur tingkah laku

dalam bermasyarakat sehingga bisa menmbedakan apa yang baik dan apa yang

buruk serta mana yang hak dan mana kewajiban.

Secara garis besar etika dikelompokkan menjadi dua, yaitu etika umum dan

etika khusus. Etika umum merupakan aturan bertindak secara umum dalam

kelompok masyarakat tertentu. Etika khusus, yang selanjutnya berkembang

menjadi etika profesi adalah aturan bertindak pada kelompok-kelompok

masyarakat yang bersifat khusus, yakni kelompok profesi.11

Tujuan dari etika

profesi ini adalah agar tidak terjadi penyimpangan dalam menjalankan profesi.

Oleh karena itu, etika profesi ini harus ditaati dan dipatuhi oleh setiap orang yang

menjalankan profesi tertentu, misalnya seorang dokter yang harus tunduk dan taat

pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

Segala tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter harus sesuai dengan

keahliannya yang diperoleh dari pendidikan kedokteran yang telah ditempuhnya

serta perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Sebagaimana diatur dalam

Pasal 2 Kode Etik Kedokteran, yaitu “seorang dokter harus senantiasa berupaya

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.” Standar

profesi tertinggi yang dimaksud adalah melakukan profesi sesuai dengan ilmu

pengetahuan kedokteran yang mutakhir atau sesuai dengan perkembangan IPTEK

kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama. Pendidikan

kedokteran mutakhir yang dimaksud di atas adalah sesuai dengan Pasal 28 ayat

11.

Soekidjo Notoatmodjo, Op. Cit, hlm. 34

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

21

(1) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, yaitu

“setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan

pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan

oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi

dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran atau kedokteran gigi.”

Selain itu, dalam Kode Etik Kedokteran yaitu pada Pasal 7c bahwa “seorang

dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.” Hak pasien yang

dimaksud pada Pasal tersebut salah satunya adalah hak untuk hidup dan hak atas

tubuhnya sendiri.12

Maka berdasarkan Pasal 7c seorang dokter harus memenuhi

permintaan pasien yang ingin dieutahanasia sebab pasien tersebut berhak atas

hidup dan tubuhnya sendiri. Tetapi pada Pasal 7d menyatakan bahwa “setiap

dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup insani.” Artinya,

dalam tindakan medis yang dilakukan oleh dokter bertujuan untuk memelihara

kesehatan dan mempertahankan hidup pasien. Sehingga dokter tidak boleh

melakukan tindakan yang tidak memelihara atau mempertahankan hidup pasien

salah satunya adalah Euthanasia.

Terjadi ketidakharmonisan antara Pasal 7c dengan Pasal 7d Kode Etik

Kedokteran Indonesia apabila dikaitkan dengan Euthanasia, yaitu berdasarkan

Pasal 7c seorang dokter harus memenuhi permintaan pasien untuk dilakukan

Euthanasia sesuai dengan hak pasien atas hidup dan tubuhnya sendiri. Menurut

12.

Anni Isfandyarie, 2011, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku I, Cetakan Ke-6,

Jakarta, Penerbit Prestasi Pustaka, hlm. 98

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

22

Pasal 7d seorang dokter harus memelihara kesehatan dan mempertahankan hidup

seorang pasien.

Menurut Frans13

, beberapa tantangan etika kedokteran meliputi : penetapan

norma-norma etika kedokteran, otonomi pasien, janin manusia dan euthanasia.

Mengenai kasus euthanasia, sampai saat ini masih menimbulkan dilema antara

etika kedokteran dan problem hidup yang sangat sulit diselesaikan. Selain Kode

Etik Kedokteran Indonesia landasan etika kedokteran yang lain yaitu Sumpah

Hipocrates (460-377 SM), Deklarasi Geneva (1948) mengenai lafal sumpah

dokter, International Code of Medical Ethics (1949), Lafal Sumpah Dokter

Indonesia (1960), Deklarasi Helsinki (1964) mengenai riset klinik, Deklarasi

Sydney (1968) mengenai saat kematian, Deklarasi Oslo (1970) mengenai

pengguguran kandungan atas indikasi medik dan Deklarasi Tokyo (1975)

mengenai penyiksaan.14

2.4 Tanggung Jawab Dokter

Berkaitan dengan kasus euthanasia maka pihak yang bertanggung jawab

dalam pelaksanaannya adalah dokter. Tanggung jawab tersebut didasarkan pada

implikasi yuridis terjadinya kesalahan atau kelalaian dalam perawatan atau

pelayanan pasien. Kesalahan dokter timbul sebagai akibat terjadinya tindakan

yang tidak sesuai, atau tidak memenuhi prosedur medis yang seharusnya

dilakukan, yang dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau kelalaian dari

13.

Bajang Tukul, Op. cit, hlm. 4 14.

Apriyansya Panjaitan, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 11 September 2013,

http://www.slideshare.net/AprinsyaPanjaitan/etika-dan-dukum-kkedokteran#btnNext, (13.45).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

23

seorang dokter.15

Menurut C. Berkhouwer dan L. D. Vorstman,16

suatu kesalahan

dalam melakukan profesi bisa terjadi karena adanya tiga faktor, yaitu :

1) Kurangnya pengetahuan.

2) Kurangnya pengalaman.

3) Kurangnya pengertian.

Tanggung jawab dokter dari sudut hukum meliputi tanggung jawab hukum

pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Tanggung jawab hukum pidana

apabila terjadi kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas maka dokter

harus bertanggung jawab. Tanggung jawab hukum perdata bersumber pada 2

dasar, yaitu : Pertama, berdasarkan pada wanprestasi (contractual liability)

sebagaimana diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata; Kedua, berdasarkan

perbuatan melanggar hukum (onrechmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal

1365 KUHPerdata. Tanggung jawab hukum administrasi yaitu apabila tindakan

dokter atau tenaga medis lain mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pasien.17

Unsur kesalahan merupakan unsur mutlak dalam penjatuhan hukum pidana

pada seseorang yang dengan sengaja atau karena kelalaian telah melakukan

perbuatan atau menimbulkan keadaan-keadaan yang dilarang oleh hukum pidana.

Hal ini jika dikaitkan dengan euthanasia yang dilakukan dengan sengaja oleh

dokter baik itu melalui tindakan aktif maupun membiarkan penghentian

pengobatan atas dasar permintaan pasien maupun keluarga pasien, maka dokter

dapat dikenakan sanksi pidana atas unsur kesalahan yang dilakukan dengan

15.

Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, hlm. 62 16.

Ibid. 17.

Ibid, hlm. 63

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

24

sengaja tersebut. Seperti penjelasan yang terkandung dalam Pasal 344 yang

mengatur tentang euthanasia aktif yaitu “Barang siapa merampas nyawa orang

lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan

hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Unsur

kesengajaan dalam pasal ini tidak dituliskan secara nyata melainkan tersirat di

dalam Pasal tersebut.

Menurut ketentuan yang diatur dalam hukum pidana, bentuk-bentuk

kesalahan terdiri dari berikut ini18

:

1) Kesengajaan, yang dibagi menjadi :

a) Kesengajaan dengan maksud, yakni dimana akibat dari perbuatan itu

diharapkan timbul, atau agar peristiwa pidana itu sendiri terjadi;

b) Kesengajaan dengan kesadaran sebagai suatu keharusan atau kepastian

bahwa akibat dari perbuatan itu sendiri akan terjadi, atau dengan

kesadaran sebagai suatu kemungkinan saja;

c) Kesengajaan bersyarat (dolus eventualis), artinya perbuatan yang

dilakukan dengan sengaja dan diketahui akibatnya.

2) Kealpaan, untuk menentukan adanya kesalahan yang mengakibatkan

dipidananya seseorang harus dipenuhi empat unsur, yaitu : Pertama, terang

melakukan perbuatan pidana, perbuatan itu bersifat melawan hukum; Dua,

mampu bertanggung jawab; Tiga, melakukan perbuatan tersebut dengan

sengaja atau karena kealpaan; Empat, tidak adanya alasan pemaaf.

18.

Ibid, hlm. 54-55

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

25

Kelalaian juga bisa terjadi di dalam praktek kedokteran begitu juga pada

kasus euthanasia. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau pelakunya.

Dalam kesehatan faktor penyebab timbulnya kelalaian adalah karena kurangnya

pengetahuan, kurangnya kesungguhan serta kurangnya ketelitian dokter pada

waktu melaksanakan perawatan.19

Kelalaian dalam hukum pidana terbagi dua

macam. Pertama, “kealpaan perbuatan” artinya apabila hanya dengan melakukan

perbuatannya itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu

melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal

205 KUHP. Kedua, “kealpaan akibat” artinya suatu peristiwa pidana kalau akibat

dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum

pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain seperti Pasal 359 KUHP.20

2.5 Hak Asasi Manusia

Manusia sejak lahir telah dianugrahi hak asasi yang sama tiap-tiap individu

oleh Tuhan untuk menjamin harkat dan martabat dirinya. Hak asasi tersebut

memberikan jaminan bagi setiap orang agar tidak diperlakukan seenaknya,

diperbudak, dianiaya, maupun diperlakukan secara kejam sesuai dengan Pasal 33

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.

Hak asasi manusia merupakan istilah dari Declaration Des Droits de

I’homme et du Citoyen atau Droits de I’homme yaitu hak manusia yang

merupakan pernyataan hak-hak manusia dan warganegara Perancis yang

diproklamirkan pada tahun 1789, sebagai pencerminan keberhasilan revolusi

19.

Ibid, hlm. 56 20.

Ibid.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

26

warganegaranya yang bebas dari kekangan kekuasaan penguasa tunggal, atau

dalam bahasa Inggrisnya human rights, dalam bahasa Belanda disebut Menselijke

Rechten. Di Indonesia menggunakan istilah “hak-hak asasi” yang merupakan

terjemahan dari basic rights dalam bahasa Inggris dan grondrechten dalam bahasa

Belanda.21

Hak yang dimaksud dalam istilah-istilah diatas adalah hak yang

melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang merupakan anugrah dan

hak-hak tersebut tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya. Undang-Undang Nomor

39 tahun 1999 menjelaskan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi

oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.

Sejarah perkembangan hak asasi manusia dimulai di Inggris pada tahun

1215 dengan lahirnya Piagam Magna Charta oleh Raja John Lackland. Prinsip

dasar piagam tersebut antara lain memuat : Pertama, kekuasaan raja harus

dibatasi; Kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan Raja. Tak

seorang pun dari warga negara dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya

atau diperkosa atau diasingkan, atau dengan cara apapun diperkosa hak-haknya

kecuali berdasarkan pertimbangan hukum.22

Perkembangan selanjutnya adalah

dengan ditanda tanganinya Petition of Rights pada tahun 1628 oleh Raja Charles I.

Perjuangan yang lebih nyata dan terpenting dalam sejarah perkembangan HAM

21.

Ramdlon Naning, 1983, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta, Penerbit

Lembaga Kriminologi UI dan Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia, hlm. 7 22.

Ibid, hlm. 9

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

27

ialah dengan ditanda tanganinya Bill of Rights oleh Raja William II suami dari

Mary II pada tahun 1689 sebagai hasil dari Glorius Revolution (Revolusi Besar)

dari hasil perebutan kekuasaan antara Raja James II (katolik) dengan Mary II

(protestan) yang dimenangkan oleh Mary II dan William II. Bill of Rights berisi

pengakuan bahwa hak-hak rakyat dan anggota parlemen tidak boleh diganggu

gugat atas dasar ucapan-ucapannya.23

Demikian juga Bill of Rights (piagam hak-

hak) di Virginia, Amerika Serikat yang disahkan tanggal 12 Juni 1776.24

Piagam

ini diterima baik tanpa perubahan oleh Konvensi tahun 1929-1830 dan diterima

kembali dengan amandemen oleh Konvensia dalam tahun 1850-1951.

Revolusi di Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4

Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13

negara bagian yang juga merupakan Piagam HAM, karena mengandung

pernyataan “bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh

Maha Penciptanya. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak

hidup, kemerdekaan dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.”25

Perkembangan sejarah HAM di atas menurut Majda El-Muhtaj, M.Hum

dapat dilihat terdapat perbedaan filosofi baik dari segi nilai maupun orientasi. Di

Inggris menekankan pada pembatasan Raja, di Amerika Serikat mengutamakan

kebebasan individu, di Prancis memprioritaskan egalitarianisme persamaan

kedudukan di hadapan hukum (equality before the law). Sementara itu, PBB

merangkum berbagai nilai dan orientasi karena UDHR sebagai konsensus dunia

23.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta,

Penerbit CV. Sinar Bakti, hlm. 307 24.

Ramdlon Naning, Op. Cit, hlm. 10 25.

Ibid, hlm. 10-11

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

28

setelah mengalami perang dunia II, yang menciptakan pengakuan prinsip

kebebasan perseorangan, kekuasaan hukum dan demokrasi.26

Dengan kata lain,

rangkaian kesaksian sejarah tersebut menunjukkan bahwa HAM, meminjam

istilah Bambang Sutiyoso adalah “Konstitusi Kehidupan”, karena HAM

meruapakn prasyarat yang harus ada dalam setiap kehidupan manusia untuk dapat

hidup sesuai dengan fitrah kemanusiannya.27

2.6 Euthanasia dan Hak Asasi Manusia

Hak hidup adalah hak untuk menjalani kehidupan tanpa adanya gangguan

yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Hak ini merupakan hak

mutlak yang tidak dapat diganggu gugat dan paling penting dari keseluruhan hak

yang dimiliki oleh manusia. Piagam PBB mengenai HAM pun menempatkan hak

hidup sebagai bagian utama Hak Asasi Manusia sebelum hak-hak yang lainnya.28

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 4 menjelaskan bahwa

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar

hukum yang berlaku surut adalah hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apa pun dan oleh siapa pun.” Hak atas kehidupan ini bahkan sudah

melekat pada bayi yang masih berada di dalam kandungan ibu, sehingga adanya

larangan untuk melakukan abortus. Pada Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor

26.

Majda El-Muhtaj, 2009, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Cetakan ke-3, Jakarta,

Penerbit Kencana Prenada, hlm. 53 27.

Ibid, hlm. 54 28.

Ahmad Zaelani, 2008, Euthanasia Menurut Ham dan Hukum Islam, Jakarta, hlm. 23

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

29

39 tahun 1999 juga menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup,

mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.”

Undang-Undang HAM maupun Piagam PBB menjelaskan bahwa hak hidup

merupakan hak manusia yang utama tetapi jika dihubungkan dengan euthanasia

aktif maka hal tersebut saling bertentangan, karena di dalam euthanasia aktif

maupun euthanasia pasif merupakan sebuah usaha untuk menghilangkan hak

hidup manusia. Apabila dokter mengabulkan permintaan pasien untuk

dilakukannya euthanasia maka secara tidak langsung dokter telah melanggar Hak

Asasi Manusia sehingga tindakan dokter tersebut harus mempertanggung

jawabkan perbuatannya pada Pengadilan HAM atau Komisi Nasional HAM. Hal

ini didasari pada hakekat euthanasia itu sendiri yaitu menghilangkan nyawa

manusia berdasarkan atas permintaannya sendiri ataupun tidak. Namun, dilain sisi

euthanasia merupakan satu-satunya jalan keluar dari suatu masalah yang

menyangkut dengan kehidupan manusia dalam hal ini pasien. Euthanasia juga jika

dihubungkan dengan HAM maka tidak lepas dari hak untuk menentukan nasib

sendiri (the right self of determination) pada diri pasien.29

Hak ini termasuk pada

salah satu unsur utama di dalam HAM.

Selain melanggar ketentuan dalam Undang-Undang HAM juga melanggar

Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi “Barang siapa

merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama

dua belas tahun.” Delik dalam pasal di atas termasuk pada delik terhadap nyawa

29.

Pingkan Paulus, “Kajian Euthanasia Menurut HAM (Studi Banding Hukum Nasional

Belanda)”, Artikel Vol.XXI/No.3 (April-Juni, 2013), 3.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

30

yang dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan di dalam pasal tersebut tidak secara

tertulis melainkan tersirat pada unsur-unsur delik itu sendiri. Selain itu akan

mendapatkan kesulitan dalam membuktikan unsur permintaan dari pasien itu

sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati seperti yang terkandung dalam

Pasal 344 KUHP.

Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain yang tidak dijelaskan secara

rinci didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini sehingga

menimbulkan beberapa pendapat :

1. Pendapat Simon,30

bahwa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain atas

permintaan yang tegas dan sungguh-sungguh dari korban itu “dapat terjadi

tanpa harus melakukan suatu perbuatan”, atau dengan kata lain dengan sikap

pasif itu seseorang dapat dipandang telah menghilangkan nyawa orang lain

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana.

Pendapat Simon ini jika dikaitkan dengan Euthanasia, maka yang dimaksud

dengan kesengajaan tersebut adalah menghentikan pemberian obat-obatan

yang menunjang hidup pasien seperti menghentikan alat bantu pernapasan

dimana hal tersebut termasuk dalam jenis Euthanasia Pasif.

2. Pendapat Noyon,31

bahwa sesuai dengan rumusan ketentuan pidana yang

diatur dalam Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri,

30.

Suwarto, “Euthanasia dan Perkembangannya dalam KUHP”, Jurnal Hukum Pro Justicia,

Volume 27 No. 2 (Oktober, 2009), 174. 31.

Ibid.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Euthanasiaeprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf · pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa

31

kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu hanya dapat diberlakukan

bagi orang yang secara aktif telah melakukan sesuatu perbuatan yang

menyebabkan meninggalnya orang lain atas permintaan yang tegas dan

sungguh-sungguh dari orang lain itu sendiri. Pendapat Noyon ini jika

dikaitkan dengan Euthanasia maka dapat kita lihat pada jenis euthanasia aktif,

dimana perbuatan dilakukan dengan sengaja oleh petugas medis atau dokter

untuk mengakhiri hidup pasien yang bersangkutan.

Sehingga pengambilan keputusan pada permohonan euthanasia perlu

dilakukan dengan hati-hati, sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku dan harus

dituang dalam pernyataan tertulis agar dapat dijadikan bukti yang kuat. Jika ada

jalan lain yang bisa dilakukan oleh dokter, pihak rumah sakit maupun pemerintah

maka sebaiknya euthanasia ini tidak dilakukan, seperti bantuan dana dari

pemerintah untuk melanjutkan biaya rumah sakit pasien karena negara memiliki

kewajiban untuk melindungi warga negaranya.