BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian...

30
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya Kriminologi, “Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan atau penjahat dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat” 1 . W.A Bonger berpendapat bahwa Kriminologi menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Bersifat teoritis murni yang mencoba memaparkan sebab-sebab kejahatan menurut berbagai aliran dan melihat berbagai gejala sosial seperti penyakit masyarakat yang dinilai berpengaruh terhadap perkembangan kejahatan 2 . E. H. Sutherland dan Donald R. Cressey, mendefinisikan kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial dan meliputi sebagai berikut: a).Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah atas kondisi-kondisi perkembangan hukum pidana; b).Etiologi kriminal yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab- sebab kejahatan; c).Penologi yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana 3 . 1 Topo Santoso, 2003. Kriminologi, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2 Soedjono Dirdjosisworo, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung : CV Mandar Maju, 1994 3 Ibid. hal.11

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.Pengertian Kriminologi

Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya Kriminologi, “Kriminologi

merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama

kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli

antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata crimen yang berarti

kejahatan atau penjahat dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka

kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat”1.

W.A Bonger berpendapat bahwa Kriminologi menyelidiki gejala kejahatan

seluas-luasnya. Bersifat teoritis murni yang mencoba memaparkan sebab-sebab

kejahatan menurut berbagai aliran dan melihat berbagai gejala sosial seperti

penyakit masyarakat yang dinilai berpengaruh terhadap perkembangan kejahatan2.

E. H. Sutherland dan Donald R. Cressey, mendefinisikan kriminologi adalah

ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai

fenomena sosial dan meliputi sebagai berikut:

a).Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah atas kondisi-kondisi perkembangan

hukum pidana;

b).Etiologi kriminal yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-

sebab kejahatan;

c).Penologi yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana3.

1 Topo Santoso, 2003. Kriminologi, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

2 Soedjono Dirdjosisworo, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung : CV Mandar Maju, 1994 3 Ibid. hal.11

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

7

Paul Mudigdo Mulyono4, tidak sependapat dengan definisi yang diberikan

oleh E. H. Sutherland. Menurut definisi itu seakan-akan tidak memberikan

gambaran bahwa pelaku kejahatan mempunyai andil atas terjadinya suatu

kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang

ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk

melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Menurut Paul

Mudigdo Mulyono, “Kriminologi merupakan sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia”.

Michael dan Adler5 membuat definisi, “Kriminologi meliputi keseluruhan

pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian

dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari

masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat”.

Noach merumuskan, “Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan tentang

perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat

dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu6”.

Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The Sociology of Crime and

Delinquency, memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu

pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan

dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan

menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman,

pola-pola dam faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku

4 Topo Santoso, 2003. Kriminologi, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

5 Ibid. hal.12

6 Ibid hal.12

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

8

kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya. Jadi obyek dari studi

kriminologi meliputi sebagai berikut:

1).Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan;

2). Pelaku kejahatan; dan

3).Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap

pelakunya7.

Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya Sinopsis Kriminologi Indonesia,

memilih rumusan E. H. Sutherland dan Kathrine S. Williams, sehingga rumusan

dan ruang lingkupnya menjadi sebagai berikut:

Criminology is the body of knowledge, regarding crime as a social

phenomenon; includes the study of: the characteristics of the criminal law,

the extent of crime, the effects of crime on victims and on society, methods

of crime prevention, the attributes of criminals and the characteristics and

workings of the criminal justice system.

(Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial yang meliputi studi

mengenai: karakteristik hukum pidana, keberadaan kriminalitas, pengaruh

kejahatan terhadap korbannya dan terhadap masyarakat, metoda

penanggulangan kejahatan, atribut penjahat, karakteristik dan bekerjanya

sistem peradilan pidana).

7 Ibid.hal 12

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

9

C. S. T. Kansil8 dalam bukunya Hukum Pidana mendefinisikan bahwa,

“Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan dan

bagaimana menanggulanginya”.

Definisi lain dari kriminologi juga dikemukakan oleh Savitri dan Jahn

(Romli Atmasasmita, 1987 : 83) bahwa:

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempergunakan

metode-metode ilmiah dalam mempelajari dan menganalisa keteraturan,

keseragaman pola-pola dan faktor-faktor sebab musabab yang berhubungan

dengan kejahatan dan pejahat, serta reaksi sosial terhadap keduanya.

2.Pengertian Tindak Pidana

R. Abdoel Djamali menyatakan, dalam kehidupan sehari-hari manusia

sering dihadapkan kepada kebutuhan yang mendesak, sehingga dalam

pemenuhannya biasa sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang berakibat

dapat merugikan manusia yang lain. Hal seperti itu akan menimbulkan suatu

akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dan kehidupan yang bernilai

baik9.

Untuk mengembalikan suasana dan kehidupan yang bernilai baik itu, maka

diperlukan suatu pertanggungjawaban dari pelaku. Dan pertanggungjawaban yang

wajib dilaksanakan oleh pelaku berupa pelimpahan rasa ketidakenakan

masyarakat supaya dapat merasakan juga penderitaan atau kerugian yang dialami

8Christine S. T. Kansil, Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2001.

9 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

10

oleh masyarakat. Pertanggungjawaban dari pelaku berupa hukuman, itulah yang

disebut dengan “dipidanakan”.

Menurut Adami Chazawi, Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang

dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Istilah strafbaar feit

terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), akan tetapi tidak ada penjelasan

resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu10

.

Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang

ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah

strafbaar feit adalah sebagai berikut:

1. Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-

undangan pidana kita;

2. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa pakar/ahli hukum, misalnya R.

Tresna, H. J. van Schravendijk dan Zainal Abidin;

3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan

untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit;

4. Pelanggaran pidana, yang digunakan oleh M. H. Tirtaamidjaja;

5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni dan

Schravendijk;

6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh pembentuk Undang-Undang

dalam Undang-Undang No. 12/Drt/1951 tentang Senjata Api dan Bahan

Peledak (Pasal 3);

7. Perbuatan pidana, digunakan oleh Moeljatno; dan

10 Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

11

8. Jarimah, digunakan dalam Hukum Pidana Islam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Delik adalah perbuatan yang

dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap Undang-

Undang, tindak pidana11

”.

Andi Hamzah merumuskan bahwa “Delict…strafbaar feit, vergrijp (tindak

pidana), misdrijf (kejahatan). Lebih luas lagi dalam bidang hak kewarganegaraan

onrectmatigedaad, perbuatan melanggar hukum….12

”.

Moeljatno13

, menggunakan istilah perbuatan pidana, yang mengartikan

bahwa “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barang siapa melanggar larangan tersebut”.

Sedangkan Menurut Simons:

Pengertian delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah

dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang, yang tindakan

tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan

sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.

Pada umumnya orang menyebut delik, biasanya yang mereka maksudkan

adalah delik pidana saja, padahal delik bukan hanya delik pidana, melainkan juga

ada delik perdata atau privat. Delik pidana adalah pelanggaran dan kejahatan,

sedangkan yang dimaksud dengan delik privat/perdata adalah perbuatan melawan

hukum (Pasal 1365 BW).

11 Leden Marpaung, Asas, Teori dan Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2005.

12 Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001.

13 Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

12

Menurut Achmad Ali bahwa “Delik adalah pengertian umum tentang

semua perbuatan yang melanggar hukum ataupun undang-undang dengan tidak

membedakan apakah pelanggaran itu di bidang hukum privat ataupun hukum

publik, termasuk hukum pidana”.

R. Tresna menyatakan, walapun sangat sulit untuk merumuskan atau

memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik

suatu definisi, yang menyatakan bahwa peristwa pidana itu adalah suatu perbuatan

atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau

peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan

tindakan penghukuman.

Menurut Wirjono Prodjodokoro menyatakan, bahwa “Tindak pidana adalah

suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana”14

.

“Peristiwa pidana/jarimah adalah melakukan setiap perbuatan yang

menyimpang dari kebenaran, keadilan dan jalan yang lurus (agama)”15

.

R. Abdoel Djamali (1993 : 159) menyatakan, “Peristiwa pidana yang juga

disebut tindak pidana (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang

dapat dikenakan hukuman pidana”. Suatu perbuatan yang melawan hukum dapat

dinyatakan sebagai sebagai tindak pidana kalau memenuhi unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Unsur Obyektif Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan

hukum dan mengindahkam akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman

14

Adami cazawi, 2001, Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada. 15 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2004. Hal.9

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

13

hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif adalah

tindakannya.

2. Unsur Subyektif Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki

oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seorang

atau beberapa orang).

Menurut Moeljatno (Leden Marpaung, 2005 : 10), tiap perbuatan pidana

harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu perbuatan yang mengandung

kelakukan dan akibat yang ditimbulkan adalah suatu kejadian dalam alam lahir.

Disamping kelakukan dan akibat untuk adanya perbuatan pidana, biasa diperlukan

juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. unsur

delik terdiri atas dua macam, yakni sebagai berikut:

1. Unsur Subyektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu

yang terkandung di dalam hatinya.

Unsur-unsur subyektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai berikut:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;

c. Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam

kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti yang

terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

14

e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak

pidana menurut Pasal 308 KUHP.

2. Unsur Obyektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus

dilakukan.

Unsur-unsur obyektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid;

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri

dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus

suatu perseroan terbatas, dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; dan

c. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan

suatu kenyataan sebagai akibat16

.

3. Pengertian Kepolisian

Istilah polisi mempunyai arti yang berbeda-beda. Pengertian polisi sekarang

berbeda dengan pengertian polisi yang ada pada awal ditemukannya istilah polisi.

Menurut Momo Kelana (1994 : 13)17

dalam bukunya Hukum Kepolisian,

tiap-tiap negara berbeda-beda dalam mengartikan istilah polisi, oleh karena

masing-masing negara cenderung untuk memberikan istilah dalam bahasanya

sendiri atau menurut kebiasaan-kebiasaannya sendiri.

16 Leden Marpaung, Asas, Teori dan Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2005. Hal.11

17 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta : PT Gramedia, 2002.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

15

Warsito Hadi Utomo (2005 : 5) menyatakan, “Pertama kali ditemukannya

polisi dari perkataan Yunani Politea yang berarti seluruh pemerintahan negara

kota”.

Pengertian Kepolisian di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, “Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang

berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan”.

Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History, “Mengartikan polisi

sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau mentertibkan tata susunan

kehidupan masyarakat”.

Momo Kelana, (1994 : 19) mengemukakan bahwa istilah polisi

mengandung arti sebagai berikut:

1. Badan pemerintahan (sekelompok pegawai negeri) yang bertugas memelihara

keamanan dan ketertiban umum,

2. Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan18

.

Anton Tabah, 1991 : 15, mengemukakan bahwa, “Polisi adalah suatu

kelompok sosial yang menjadi bagian dari masyarakat yang berfungsi sebagai

penindak dan pemelihara kedamaian yang merupakan bagian dari fungsi

Kamtibnas (Keamanan dan Ketertiban Nasional)”.

Dalam Encyclopaedia and Social Science (H. Warsito Hadi Utomo, 2005 :

6), dikemukakan bahwa pengertian polisi meliputi bidang fungsi, tugas yang luas,

18

Ibid.hal.19

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

16

yang digunakan untuk menjelaskan berbagai aspek daripada pengawasan

keseharian umum.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, Pasal 4 adalah sebagai

berikut19

:

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan

keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentaraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tentunya tidak

seorangpun di Indonesia yang belum pernah mendengar perkataan polisi.

Dimanapun orang berada, baik di kota maupun di pelosok-pelosok desa tentu

pernah berjumpa dengan polisi. Akan tetapi banyak dari masyarakat kita

mengetahui polisi hanya dari jauh dan gambaran tentang polisi yang diperoleh

amat tergantung pada pengetahuan masing-masing orang. Menurut Undang-

Undang No. 2 Tahun 2002 bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pegawai

negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri dari :

a.Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

b.Pegawai Negeri Sipil.

Momo Kelana (2002 : 118) menyatakan, syarat-syarat yang tercantum untuk

menjadi calon anggota Polri telah memberikan isyarat bahwa pekerjaan

“Kepolisian” telah dijadikan sebagai suatu profesi20

.

19

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 20 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta : PT Gramedia, 2002.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

17

4. Tugas dan Wewenang Kepolisian

Menurut pendapat Johann Stephan Putter, “Sebaiknya tugas Polisi jangan

lagi menjadi urusan pemeliharaan kesejahteraan akan tetapi harus dibatasi pada

usaha-usaha penolakan bahaya yang mengancam masyarakat atau individu”.

Menurut B. Gewin Tugas Polisi adalah melakukan tugas tertentu daripada

tugas negara, melaksanakan perundang-undangan untuk menjamin tata tertib,

ketentraman dan keamanan, menegakkan kewibawaan negara, menanamkan

pengertian ketaatan dan kepatuhan kepada masyarakat.

Menurut J. Bool “Tugas polisi meliputi seluruh usaha negara dan

merupakan bagian penolakan dan perlindungannya”21

.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, Tugas Pokok Polri adalah

sebagai berikut:

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

2. Menegakkan hukum;

3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam Melaksanakan tugas pokok, Polri bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,

dan kelancaran lalu lintas jalan;

21

Ibid.30

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

18

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran

hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

Peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan;

h. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, Kedokteran Kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas

Kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan

hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan

bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya

dalam lingkup tugas Kepolisian;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang

Hukum Acara Pidana, terdapat wewenang-wewenang Polri dalam penyelidikan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

19

suatu perkara. Wewenang yang sifatnya umum tidak terdapat di dalamnya dan

dalam kata-kata secara logis dapat dipastikan bahwa dimana ada penugasan

haruslah ada wewenang-wewenang yang menyertainya. Sebab tanpa ada tugas

yang mendasari Polisi untuk bertindak, tugas tidak akan dapat dilaksanakan

dengan baik.

Warsito Hadi Utomo (2005 : 98) menyatakan bahwa wewenang untuk

melakukan tindakan yang diberikan kepada Polri umumnya dapat dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu22

:

1. Wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakan yang dilakukan

polisi dengan asas legalitas dan plichmatigheid yang sebagian besar bersifat

preventif,

2. Wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan tugas sebagai alat

negara penegak hukum khususnya untuk kepentingan penyelidikan, dimana

sebagian besar sifatnya represif.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, dalam rangka

menyelenggarakan tugas, Polri secara umum berwenang:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;

22 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian Di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2005.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

20

e. Mengeluarkan peraturan perundang-undangan Kepolisian dalam lingkup

kewenangan administrasi Kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan Kepolisian

dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

Pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpang barang temuan untuk sementara waktu.

Menyelenggarakan tugas dibidang proses pidana, Polri berwenang:

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

21

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan dalam keadaan mendesak atau mendadak

untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak

pidana;

k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai

negeri sipil serta menerima hasil penyidikan pegawai negeri sipil untuk

diserahkan kepada penuntut umum;

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Menurut H. Warsito Hadi Utomo (2005 : 159) dalam bukunya Hukum

Kepolisian di Indonesia, tugas Polri dalam kemasyarakatan di luar peradilan

adalah sebagai berikut23

:

1. Melaksanakan upaya penanggulangan terhadap setiap gejolak dan

kecenderungan seluruh aspek dalam kehidupan masyarakat yang mengarah

kepada terjadinya tindak kejahatan, dan

2. Mengutamakan pencegahan dan penangkalan sehingga menimbulkan dan

meningkatkan kesadaran hukum dalam bentuk bimbingan masyarakat yang

preventif.

23 Ibid.hal. 159

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

22

5. Pengertian Kode Etik Profesi Polri

WJS Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

mengemukakan bahwa “Pengertian etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-

asas akhlak (moral)”.

James J. Spillane SJ. Mengatakan bahwa pengertian etika adalah sebagai

berikut:

Etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku

manusia dalam mengambil keputusan moral. Etika mengarahkan atau

menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan obyektivitas untuk

menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap

orang lain.

H. Hamzah Ya`kup dalam bukunya Etika Islam, merumuskan bahwa “Etika

adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan

memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh

pikiran24

”.

Dalam buku Module I Kepolisian Profesional Bab II Etika Polisi, ”Etika

diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan/peradaban. Etika adalah

bagian tapi tidak sama dengan hukum, agama, atau etiket”.

1. Etika bukan merupakan hukum

Etika termasuk dalam hukum dan begitupun sebaliknya. Hukum dapat

dibedakan dengan etika dalam cara sebagai berikut:

24

Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2002.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

23

a. Etika sebagian besar berhubungan dengan pertimbangan nilai dan

keputusan moral, sementara hukum adalah berupa tindakan-tindakan

khusus;

b. Manusia dipaksa oleh hati nurani mereka untuk bertindak secara etis dan

benar, sementara hukum ditegakkan/dilaksanakan oleh negara; dan

c. Tingkah laku yang tidak etis tidak selamanya dapat dikenakan hukum

sedangkan tindakan kriminal dikenakan.

2. Etika bukan merupakan Agama

Etika merupakan studi hubungan horizontal antara seseorang dengan orang

lain, sedangkan agama merupakan studi tentang hubungan secara vertikal.

3. Etika bukan merupakan Etiket

Etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang etis dan tidak etis.

Etiket merupakan suatu peraturan konvensional dan tata cara yang benar,

yang berupa kode tata cara yang benar yang tidak tertulis.

Istilah etika secara umum, digunakan dalam hubungannya dengan tindakan-

tindakan yang baik dan buruk, benar atau salah yang dilakukan terhadap orang

lain atau terhadap dirinya sendiri. Suatu ringkasan yang lebih pendek adalah etik

meliputi perlakuan terhadap seseorang oleh orang lain. Belum ada kata sepakat

tentang apa sebenarnya yang menjadi definisi profesi, sebab tidak ada suatu

standar (yang telah disepakati) pekerjaan atau tugas yang bagaimanakah yang

dikatakan dengan profesi tersebut.

Suhrawardi K. Lubis (2002 : 10) menyatakan, sebagai pegangan dapat

diutarakan pendapat yang dikemukakan oleh J. Spillane SJ. dalam Nilai-Nilai Etis

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

24

Dan Kekuasaan Utopis, “Suatu profesi dapat didefinisikan secara singkat sebagai

jabatan seseorang kalau profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis,

pertanian dan sebagainya25

”.

Menurut Momo Kelana (2002 : 131), adapun yang menjadi indikator

profesi adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan pengetahuan dengan spesialisas/keahlian;

2. Adanya persyaratan minimal sebelum masuk;

3. Kebebasan mengembangkan teknik, tetapi prosedur umum distandarisasi;

4. Adanya skrining yang tegas dan teliti26

;

5. Adanya kode etik; dan

6. Pengakuan oleh masyarakat.

Menurut Suhrawardi K. Lubis (2002 : 12) bahwa, etika profesi merupakan

suatu bentuk kaidah/norma yang memiliki nilai, dimana nilai etika ini

dilaksanakan oleh pemegang profesi. Hubungan etika dengan profesi adalah

bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan

untuk memberikan pelayanan professional di bidangnya terhadap masyarakat

dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka

melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang

membutuhkan27

.

Kedudukan Kode Etik Profesi Polri terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 34 yang berbunyi:

25

Ibid.hal.10 26 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta : PT Gramedia, 2002.

27

Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2002.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

25

Ayat (1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat (2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat

menjadi pedoman bagi pengembangan fungsi kepolisian lainnya dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dilingkungannya”

Ayat (3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Momo Kelana (2002 : 137) menyatakan bahwa, kode etik profesi Polri

merupakan himpunan nilai-nilai normatif yang dapat digunakan untuk pedoman

sikap dan perilaku dalam pelaksanaan teknis profesi Kepolisian. Dilihat dari segi

kepentingan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kode etik profesi merupakan

peraturan/kaidah internal yang harus ditaati oleh setiap pejabat Kepolisian28

.

Liliana Tedjosaputro (2003 : 105) menyatakan, di dalam pedoman

pengamalan Bhakti Dharma Waspada, pedoman pengamalan seorang Polisi

adalah Rastra Sewakotama Negara Janata – Casanadharma, yaitu sebagai

berikut29

:

1. Setiap anggota polri adalah Insan Rastra Sewakotama:

a. Mengabdi kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh ketakwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa;

b. Berbakti demi keagungan Nusa dan Bangsa yang bersendikan Pancasila

dan UUD 1945, sebagai kehormatan yang tertinggi;

28

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta : PT Gramedia, 2002. 29 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang : Aneka Ilmu, 2003.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

26

c. Membela tanah air, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD

1945 dengan tekad juang pantang menyerah;

d. Menegakkan hukum dan menghormati kaidah-kaidah yang hidup di dalam

masyarakat secara adil dan bijaksana;

e. Melindungi, mengayomi serta membimbing masyarakat sebagai wujud

panggilan tugas pengayoman yang luhur;

2. Setiap anggota Polri adalah Insan Janotama:

a. Berdharma untuk menjamin ketentraman umum bersama-sama warga

masyarakat membina ketertiban dan keamanan demi terwujudnya

kegairahan kerja dan kesejahteraan lahir batin;

b. Menampilkan dirinya sebagai warga negara yang berwibawa dan dicintai

oleh sesama warga negara;

c. Bersikap disiplin, percaya diri, tanggung jawab, penuh keikhlasan dalam

tugas kesanggupan, serta selalu menyadari bahwa dirinya adalah warga

masyarakat;

d. Selalu peka dan tanggap dalam tugas, mengembangkan kemampuan

dirinya, menilai tinggi mutu kerja penuh keaktifan dan efisiensi serta

menempatkan kepentingan tugas secara wajar di atas kepentingan

pribadinya;

e. Memupuk rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan serta kesetiakawanan

dalam lingkungan masyarakat;

f. Menjauhkan diri dari perbuatan dan sikap tercela serta mempelopori setiap

tindakan mengatasi kesulitan-kesulitan masyarakat sekelilingnya.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

27

3. Setiap anggota Polri adalah Insan Casanadharma:

a. Selalu waspada, siap sedia dan sanggup menghadapi setiap kemungkinan

dalam tugas;

b. Mampu mengendalikan diri dari segala perbuatan-perbuatan

penyalahgunaan;

c. Tidak mengenal berhenti dalam memberantas kejahatan dan

mendahulukan cara-cara pencegahan daripada penindakan secara hukum;

d. Memelihara dan meningkatkan peran serta warga masyarakat dalam upaya

memelihara ketertiban dan keamanan di dalam masyarakat;

e. Bersama-sama segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan lainnya

dan peran serta warga masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

Kemanunggalan ABRI – Rakyat;

f. Meletakkan setiap langkah tugas sebagai bagian dari pencapaian tujuan

Pembangunan Nasional sesuai dengan Amanat Penderitaan Rakyat.

Menurut Liliana Tedjosaputro (2003 : 107), memperhatikan kode etik

profesi Polri ini dapat dipahami bahwa kode etik ini bertujuan meningkatkan

kualitas dalam arti kemampuan profesional para anggotanya dan usaha

meningkatkan mental anggotanya, karena kode etik Polri ini memberikan suatu

sikap dan pola hidup serta gaya hidup yang wajib dilaksanakan oleh anggota

Polri30

.

6. Pengertian penganiayaan

30 Ibid. hal.107

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

28

Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut

“penganiayaan”, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak

perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan

sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit

(pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain. (satochid kartanegara : 509)

Penganiayaan adalah “dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka,

kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan” (Soenarto Soerodibroto,

1994: 211), sedangkan dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana

penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut.

a. Adanya kesengajaan

b. Adanya perbuatan

c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni

*rasa sakit pada tubuh

*luka pada tubuh ,Unsur pertama adalah berupa unsur subjektif (kesalahan),

unsur kedua dan ketiga berupa unsur objektif.

Kejahatan terhadap tubuh (Penganiayaan), Kejahatan tindak pidana yang

dilakukan terhadap tubuh dalam segala perbuatan-perbuatannya sehinnga

menjadikan luka atau rasa sakit pada tubuh bahkan sampai menimbulkan

kematian bila kita lihat dari unsur kesalahannya, dan kesengajaannya diberikan

kualifikasi sebagai penganiayaan (mishandeling), yang dimuat dalam BAB XX

Buku II, pasal 351 s/d 355.

Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II, pasal 351s/d 355 adalah

sebagai berikut:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

29

1. Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP

2. Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP

3. Panganiayaan berencana pasal 353 KUHP

4. penganiayaan berat pasal 354 KUHP

5. penganiayaan berat pasal 355 KUHP

Dari beberapa macam penganiayaan diatas kami mencoba untuk

menjelaskaannya satu persatu :

1. Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP

pasal 351 KUHP telah menerangkan penganiayaan ringan sebagai berikut :

1. Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupih.

2. Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan

pidana penjara paling lama lima tahun

3. Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun.

4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

5. Percobaan untuk melakukan kejahatan tindak pidana. Kembali lagi dari arti

sebuah penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang melawan hukum,

memang semuanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subyek hukum

akan berakibat kepada dirinya sendiri. Mengenai penganiayaan biasa ini

merupakan suatu tindakan hukum yang bersumber dari sebuah kesengajaan.

Kesengajaan ini berari bahwa akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata

apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

30

yang menyebabkan rasa sakit, luka, sehingga menimbulkan kematian. Tidak

semua perbuatan memukul atau lainnya yang menimbulkan rasa sakit dikatakan

sebuah penganiayaan.

Oleh karena mendapatkan perizinan dari pemerintah dalam melaksanakan

tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang guru yang memukul anak

didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai pasiennya dan menyebabkan

luka, tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai penganiayaan, karena ia

bermaksud untuk mendidik dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh

pasiennya. Adapula timbulnya rasa sakit yang terjadi pada sebuah pertandingan

diatas ring seperti tinju, pencak silat, dan lain sebagainya. Tetapi perlu digaris

bawahi apabila semua perbuatan tersebut diatas telah malampui batas yang telah

ditentukan karena semuanya itu meskipun telah mendapatkan izin dari pemerintah

ada peraturan yang membatasinya diatas perbuatan itu, mengenai orang tua yang

memukili anaknya dilihat dari ketidak wajaran terhadap cara mendidiknya.

Oleh sebab dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu yang telah

diatur dalam hukum pemerintah yang asalnya pebuatan itu bukan sebuah

penganiayaan, karena telah melampaui batas-batas aturan tertentu maka berbuatan

tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang dinamakan dengan “penganiayaan

biasa”. Yang bersalah pada perbuatan ini diancam dengan hukuman lebih berat,

apabila perbuatan ini mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban. Mengenai

tentang luka berat lihat pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud

disini hanya sebagai akibat dari perbuatan penganiayaan itu.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

31

Mengenai tindakan hukum ini yang akan diberikan kepada yang bersalah

untuk menentukan pasal 351 KUHP telah mempunyai rumusan dalam

penganiayaan biasa dapat di bedakan menjadi:

1. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun kematian

2. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

3.Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

4. penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan.

2. Penganiayaan ringan pasal 352 KUPH

Disebut penganiayaan ringan Karena penganiayaan ini tidak menyebabkan

luka atau penyakit dan tidak menyebabkan si korban tidak bisa menjalankan

aktivitas sehari-harinya. Rumusan dalam penganiayaan ringan telah diatur dalam

pasal 352 KUHP sebagai berikut:

1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling

lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus.

2. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu

terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.

3. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Melihat pasal 352

ayat (2) bahwa “percobaan melakukan kejahatan itu (penganiyaan ringan) tidak

dapat di pidana” meskipun dalam pengertiannya menurut para ahli hukum,

percobaan adalah menuju kesuatu hal, tetapi tidak sampai pada sesuatu hal yang

di tuju, atau hendak berbuat sesuatu dan sudah dimulai akan tetapi tidak sampai

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

32

selesai. Disini yang dimaksud adalah percobaan untuk melakukan kejahatan yang

bisa membahayakan orang lain dan yang telah diatur dalam pasal 53 ayat (1).

Sedangkan percobaan yang ada dalam penganiyaan ini tidak akan membahayakan

orang lain.

3. Penganiayaan berencana pasal 353 KUHP sebagai berikut :

1. Penganiayaan dengan berencana lebih dulu, di pidana dengan pidana penjara

paling lama empat tahun.

2. Jika perbutan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah di pidana dengan

pidana penjara palang lama tujuh tahun

3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan

pidana penjara paling lama Sembilan tahun. Menurut Tiirtamidjaja Menyatakan

arti di rencanakan lebih dahulu adalah : “bahwa ada suatu jangka waktu,

bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan

tenang”. Apabila kita fahami tentang arti dari di rencanakan diatas, bermaksud

sebelum melakukan penganiayaan tersebut telah di rencanakan terlebih dahulu,

oleh sebab terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu (meet voor bedachte rade)

sebelum perbuatan dilakukan, direncanakan lebih dulu (disingkat berencana),

adalah berbentuk khusus dari kesengajaan (opzettielijk) dan merupakan alas an

pemberat pidana pada penganiayaan yang bersifat subjektif, dan juga terdapat

pada pembunuhan berencana (340).

Perkataan berpikir dengan tenang, sebelum melakukan penganiayaan, si

pelaku tidak langsung melakukan kejahatan itu tetapi ia masih berfikir dengan

batin yang tenang apakah resiko/akibat yang akan terjadi yang disadarinya baik

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

33

bagi dirinya maupun orang lain, sehingga si pelaku sudah berniat untuk

melakukan kejahatan tersebut sesuai dengan kehendaknya yang telah menjadi

keputusan untuk melakukannya. Maksud dari niat dan rencana tersebut tidak di

kuasai oleh perasaan emosi yang tinggi, was-was/takut, tergesa-gesa atau terpaksa

dan lain sebagainya.

Penganiayaan berencana yang telah dijelaskan diatas dan telah diatur dala pasal

353 apabila mengakibatkan luka berat dan kematian adalah berupa faktor/alas an

pembuat pidana yang bersifat objektif, penganiayaan berencana apabila

menimbulkan luka berat yang di kehendaki sesuai dengan (ayat 2) bukan disebut

lagi penganiayaan berencana tetapi penganiayaan berat berencana (pasal 355

KUHP), apabila kejahatan tersebut bermaksud dan ditujukan pada kematian (ayat

3) bukan disebut lagi penganiayaan berencana tetapi pembunuhan berencana

(pasal 340 KUHP).

4. Penganiayaan berat pasal 354 KUHP

Penganiayaan berat dirumuskan dalam pasal 354 yang rumusannya adalah

sebagai berikut :

1. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain dipidana penjara paling lama

delapan tahun

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan

pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Perbuatan berat (zwar lichamelijk letsel

toebrengt) atau dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain.

Haruslah dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur

dari tindak pidana yaitu: pebuatan yang dilarang, akibat yang menjadi pokok

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

34

alasan diadakan larangan itu dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum. Ketiga

unsur diatas harus disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan

pidana, seorang jaksa harus teliti dalam merumuskan apakah yang telah dilakukan

oleh seorang terdakwah dan ia harus menyebukan pula tuduhan pidana semua

unsur yang disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan pidana.

Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini

harus sekaligus ditujukan baik tehadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan

pisau), maupun terhadap akibatnya, yakni luka berat. Mengenai luka berat disini

bersifat abstrak bagaimana bentuknya luka berat, kita hanya dapat merumuskan

luka berat yang telah di jelaskan pada pasal 90 KUHP Luka berat berarti, Jatuh

sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau

yang dapat mendatangkan bahaya maut. Pada pasal 90 KUHP diatas telah

dijelaskan tentang golongan yang bisa dikatakan sebagi luka berat, sedangkan

akibat kematian pada penganiayaan berat bukanlah merupakan unsur

penganiayaan berat, melainkan merupakan faktor atau alasan memperberat pidana

dalam penganiayaan berat.

5. Penganiayaan berat berencana pasal 355 KUHP sebagai berikut :

1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun;

2. Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dilihat dari penjelasan yang telah

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Kriminologieprints.ung.ac.id/534/6/2013-2-74201-271409032-bab2-10012014094132.pdf · 1.Pengertian Kriminologi Topo Santoso (2003 : 9) dalam bukunya

35

ada diatas tentang kejahatan yang berupa penganiayaan berencana, dan

penganiayaan berat, maka penganiayaan berat berencana ini merupakan bentuk

gabungan antara penganiayaan berat (354 ayat 1) dengan penganiyaan berencana

(pasal 353 ayat 1), dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjadi dalam

penganiayaan berencana, kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara

serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi

baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.