BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang...

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Pengertian pola asuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merupakan suatu bentuk (struktur), sistem dalam menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak kecil (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sunarti, dkk (2004) mendefinisikan pola asuh sebagai suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Pola asuh merupakan pola pengasuhan yang diberikan orangtua untuk membentuk kepribadian anak. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan anak dari segi negatif maupun segi positif (Sunarti, 2004). Peranan ibu dalam pola pengasuhan anak berupa sikap dan praktek pengasuhan ibu dalam kedekatannya dengan anak, merawat, cara memberi makan, serta kasih sayang. Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagai kelompok sosial dan kelompok budaya. Peranan ibu dalam pola pengasuhan anak juga meliputi pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti memberi makan, mandi, menyediakan dan memakaikan pakaian buat anak. Termasuk didalamnya adalah 7

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan

2.1.1 Pengertian Pola Asuh

Pengertian pola asuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

merupakan suatu bentuk (struktur), sistem dalam menjaga, merawat, mendidik

dan membimbing anak kecil (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sunarti,

dkk (2004) mendefinisikan pola asuh sebagai suatu model atau cara mendidik

anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha

membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya.

Pola asuh merupakan pola pengasuhan yang diberikan orangtua untuk

membentuk kepribadian anak. Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang

diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola

perilaku ini dapat dirasakan anak dari segi negatif maupun segi positif (Sunarti,

2004).

Peranan ibu dalam pola pengasuhan anak berupa sikap dan praktek

pengasuhan ibu dalam kedekatannya dengan anak, merawat, cara memberi makan,

serta kasih sayang. Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagai

kelompok sosial dan kelompok budaya. Peranan ibu dalam pola pengasuhan anak

juga meliputi pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti memberi makan, mandi,

menyediakan dan memakaikan pakaian buat anak. Termasuk didalamnya adalah

7

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

8

memantau kesehatan anak, menyediakan obat, dan membawanya ke petugas

kesehatan profesional (Soekirman, 2006).

2.1.2 Pengertian Pola Asuh Makan

Pola asuh makan adalah cara makan seseorang atau sekelompok orang

dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh

fisiologi, psikologi budaya dan sosial (Waryana, 2010). Untuk kebutuhan

pangan/gizi balita, ibu menyiapkan diri sejak prenatal dalam mengatur dietnya

selama kehamilan, masa neonatal berupa pemberian air susu ibu (ASI),

menyiapkan makanan tambahan berupa makanan padat yang lebih bervariasi

bahannya atau makanan yang diperkaya, dan dukungan emosional untuk anak

(Kartini, 2006).

Pengasuhan makanan anak fase enam bulan pertama adalah pemenuhan

kebutuhan anak oleh ibu dalam bentuk pemberian ASI atau makanan pendamping

air susu ibu (MP-ASI) pada anak. Pengasuhan makanan dinyatakan cukup bila

diberi ASI semata sejak lahir sampai usia 4-6 bulan dengan frekuensi kapan saja

anak minta dan dinyatakan kurang bila tidak memenuhi kriteria tersebut.

Pengasuhan makanan anak pada fase enam bulan kedua adalah pemenuhan

kebutuhan makanan untuk bayi yang dilakukan ibu, dinyatakan cukup bila anak

diberikan ASI plus makanan lumat (berupa bubur atau nasi biasa) bersama ikan,

daging atau putih telur ditambah sayuran (dalam bentuk kombinasi atau tunggal)

diberi dalam frekuensi sama atau lebih 3 kali per hari, dan kurang bila tidak

memenuhi kriteria tersebut. Pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

9

dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur, sari buah, buah segar, makanan lumat,

makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Soekirman, 2006).

Pada prinsipnya pemberian makanan kepada bayi bertujuan untuk

mencukupi zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi. Menurut Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi (2004), jumlah zat gizi, terutama energi dan protein yang harus

dikonsumsi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 kalori dan 16 gram protein.

Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka

kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 6 gram protein.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2006), kandungan gizi ASI adalah

sekitar 350 kalori dan 8 gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-

ASI adalah sekitar 500 Kalori dan 12 gram protein.

Hasil penelitian Tati (2008), mengungkapkan bahwa di Indonesia jenis

MP-ASI yang umum diberikan kepada bayi sebelum usia empat bulan adalah

pisang 57,3%. Disamping itu akibat rendahnya sanitasi dan higiene MP-ASI

memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan

resiko infeksi yang lain pada bayi. Ada perbedaan antara proporsi berat badan

bayi yang diberi ASI Eksklusif dan yang diberi MP-ASI dibawah usia empat

bulan, sedangkan berdasarkan panjang badan tidak ada perbedaan.

Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan

umur.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

10

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan

makanan yang tersedia di tempat tinggal, kebiasaan makan dan selera

terhadap makanan tersebut.

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan

keadaan faal bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia/Persagi (1992) yang dikutip oleh

Kristiadi (2007), berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia dari 1-3 tahun yang dikenal dengan anak

bawah tiga tahun (batita) dan anak usia dari 3-5 tahun yang dikenal dengan usia

prasekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, yaitu anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya.

Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan

terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian

makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau

takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari.

Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul

07.00-08.00, siang hari pada pukul 12.00-13.00, dan malam hari pada pukul

18.00-19.00. Pemberian makanan selingan yaitu antara dua waktu makan yaitu

pukul 10.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00 (Depkes RI, 2006). Waktu penyajian

makanan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

11

Tabel 2.1 Pola Pemberian Makanan Balita

Umur Bentuk Makanan Frekuensi

0 - 6 bulan ASI eksklusif Sesering mungkin minimal 8 kali/hari

6 - 9 bulan Makanan lumat/lembek 2 kali sehari, 2 sendok makan setiap kali

makan

9 - 12 bulan Makanan lembek 3 kali sehari ditambah 2 kali makanan

selingan

1 - 3 tahun Makanan keluarga

1 - 1½ piring nasi/pengganti

2 - 3 potong sedang lauk

hewani

1 – 2 potong sedang lauk

nabati

½mangkuk sayur

2 – 3 potong buah-buahan

1 gelas susu

3 kali sehari ditambah 2 kali makanan

selingan

3 - 5 tahun 1 - 3 piring nasi/pengganti

2 - 3 potong lauk hewani

1 - 2 potong lauk nabati

1 - 1½ mangkuk sayur

2 - 3 potong buah-buahan

1 - 2 gelas susu

3 kali sehari ditambah 2 kali makanan

selingan

Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2006

Tabel 2.2 Pola Pemberian Makanan Balita Menurut Kecukupan Energi

Umur

Balita

Total

Energi

(kkal)

Waktu Pemberian Makanan Sehari Balita Menurut Kecukupan

Energi

Pagi Selingan Pagi Siang Selingan

Siang

Malam

0 – 6 bulan 550

6 – 8 bulan 650 84 - 97 - 28

9 – 11 bulan 900 122 36 123 25 143

12 bulan 1100 144 50 218 126 253

1 – 3 tahun 1300 221 149 261 87 235

3 – 5 tahun 1550 318,75 125 06,25 325 375

Sumber: Soekirman, 2006

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat

adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan,

kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan, dan toleransi anak terhadap

makanan yang diberikan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

12

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut di

atas umumnya tidak akan terjadi kekeliruan dalam mengatur makanan untuk

balita. Pada umumnya, anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu makan tiga

kali makan sehari dan diantaranya dua kali makanan selingan (Soekirman, 2006).

2.1.3 Asupan Kalori Total

Energi merupakan hasil dari metabolism karbohidrat, lemak, dan protein.

Fungsi energi adalah sebagai sumber tenaga untuk metabolisme, pengaturan suhu

tubuh, pertumbuhan dan kegiatan fisik. Keseimbangan energi dicapai bila energi

yang masuk ke dalam tubuh sama dengan energi yang dikeluarkan. Bila energi

dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh

melebihi jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan bertambah, dan sebagian

besar kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai lemak. Begitu pula

sebaliknya jika energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk

ke dalam tubuh kurang dari jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan menurun

dan akan terjadi gangguan gizi (Guyton, 2006).

2.1.4 Pola Asuh Makan Karbohidrat

Karbohidrat memiliki fungsi utama dalam tubuh manusia yaitu sebagai

sumber energi. Kandungan kalori pada setiap 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal.

Contoh bahan makanan yang mengandung karbohidrat yaitu, beras, jagung,

gandum, ubi, kentang, sagu, roti, dan mie. Pencernaan karbohidrat dimulai dari

amilum (zat tepung) yang sudah mulai mengalami prosesnya di mulut oleh enzim

ptyalin. Makanan hanya sebentar berada di dalam mulut sehingga proses

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

13

pencernaan amilum berlanjut ke digaster. Cairan yang disekresi lambung tidak

mengandung enzim yang dapat memecah karbohidrat, makanan hanya akan

tinggal di lambung sementara. Selanjutnya pencernaan karbohidrat lebih banyak

terjadi pada usus bagian atas. Di dalam duodenum chymus dicampur dengan

sekresi pankreas dan sekresi dinding duodenum yang keduanya mengandung

enzim yang dapat memecah karbohidrat dan menghasilkan energi. Sisa

karbohidrat yang ada dibuang sebagai tinja (Sulistyaningsih, 2011).

Karbohidrat tersusun atas untaian molekul glukosa. Apabila kadar glukosa

berlebih di dalam tubuh maka kelebihannya akan disimpan sebagai glikogen atau

diubah menjadi lemak. Kelebihan tersebut dengan cepat diubah menjadi

trigliserida (lemak) dan kemudian disimpan dalam jaringan adipose. Pada

manusia, kebanyakan sintesis trigliserida terjadi di dalam hati, tetapi sejumlah

kecil juga dibentuk di dalam jaringan adipose (Guyton, 2006). Konsumsi

karbohidrat atau makanan pokok yang dianjurkan adalah 50-60% dari kebutuhan

total energi/hari (Depkes RI, 2002).

2.1.5 Pola Asuh Makan Protein

Protein merupakan zat gizi sebagai pelengkap makanan pokok yang

memberikan rasa pada makanan. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan

pemeliharaan sel-sel tubuh. Terdapat dua sumber zat gizi protein, yaitu (1) berasal

dari hewan, contohnya daging, ikan, telur, susu, udang dan hasil olahannya; dan

(2) berasal dari tumbuhan, contohnya kacang-kacangan, serta hasil olahannya.

Selain membantu pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh, protein juga

memiliki fungsi lain, yaitu sebagai penghasil energi utama, menyediakan asam

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

14

amino yang diperlukan dalam membentukan enzim pencernaan dan metabolisme

serta antibodi yang dibutuhkan tubuh, mengangkut zat gizi dari saluran cerna, dan

mengatur keseimbangan air (Sulistyaningsih, 2011).

Proses pencernaan protein akan terjadi di lambung, dengan adanya enzim

pepsin yang bekerjasama dengan hidrogen klorida/asam klorida (HCL) untuk

memecah protein. Protein makanan dicerna total menjadi asam amino di dalam

usus halus. Semua asam amino larut dalam air sehingga dapat berdifusi secara

pasif ke dalam membran sel (Sulistyaningsih, 2011). Konsumsi protein yang

dianjurkan adalah 10-15% dari kebutuhan total energi/hari (Depkes RI, 2002).

Menurut Almatsier (2003) dalam Sulistyaningsih (2011), maksimal asupan

protein yang boleh dikonsumsi adalah dua kali dari Angka Kecukupan Gizi

(AKG). Apabila pemenuhan kebutuhan energi tidak tercukupi dari karbohidrat

maka protein dapat digunakan sebagai sumber energi. Protein melalui proses

glukoneogenesis akan merubah asam amino menjadi glukosa. Kekurangan energi

dari karbohidrat akan meningkatkan sekresi kortikotropin. Kortikotropin

merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan sejumlah besar hormon

glukokortikoid, terutama kortisol. Kortisol memobilisasi protein terutama dari

seluruh sel tubuh dan segera mengalami desimilasi dalam hati dan menghasilkan

zat untuk diubah menjadi glukosa. Hampir 60% asam amino dalam protein tubuh

dapat diubah menjadi karbohidrat (Guyton, 2006).

2.1.6 Pola Asuh Makan Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang memiliki fungsi sebagai sumber energi,

sumber asam lemak esensial, membantu hantaran absorpsi vitamin A, D, E, dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

15

K, sebagai bantalan organ tubuh, serta membantu memelihara suhu tubuh dan

melindungi tubuh dari hawa dingin (Sulistyaningsih, 2011). Sejumlah besar lemak

disimpan dalam dua jaringan tubuh utama, jaringan adiposa (deposit lemak) dan

hati. Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserida sampai

diperlukan kembali menjadi energi dalam tubuh. Sumber lemak diantaranya

diperoleh dari minyak kelapa, minyak sawit, telur, susu, dan keju. Konsumsi

lemak yang dianjurkan sebanyak 15-25% dari kebutuhan energi total/hari

(Depkes, 2002). Sebagian lemak yang dikonsumsi sehari-hari sebaiknya tidak

lebih dari 10% berasal dari lemak jenuh dan 3-7% berasal dari lemak tidak jenuh

ganda, sedangkan konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah kurang dari 300

mg dalam sehari (Almatsier, 2003).

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita

1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari perilaku

yang didasari oleh pengetahuan, akan lebih “langgeng” dibandingkan perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo, 2003). Jika tingkat

pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya baik,

sebab gangguan gizi adalah karena kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi

(Almatsier, 2011).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

16

2. Pendidikan ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anaknya.

Pendidikan ibu sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan

yang dikonsumsi oleh anak dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan gizi ibu

bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Hal ini

dapat diartikan bahwa tingkat kecukupan zat gizi pada anak tinggi bila pendidikan

ibu tinggi (Almatsier, 2011)

3. Pekerjaan ibu

Status ekonomi rumah tangga dapat dilihat dari pekerjaan yang dilakukan

oleh kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga yang lain. Jenis

pekerjaan yang dilakukan oleh kepala rumah tangga dan anggota keluarga lain

akan menentukan seberapa besar sumbangan mereka terhadap keuangan rumah

tangga yang kemudian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

seperti pangan yang bergizi dan perawatan kesehatan. Jadi, terdapat hubungan

antara konsumsi pangan dan status ekonomi rumah tangga serta status gizi

masyarakat (Almatsier, 2011)

Tingkat pendapatan akan menentukan jenis dan ragam makanan yang akan

dibeli dengan uang tambahan. Keluarga dengan penghasilan rendah akan

menggunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan

bahan makanan. Penghasilan yang rendah berarti rendah pula jumlah uang yang

akan dibelanjakan untuk makanan, sehingga bahan makanan yang dibeli untuk

keluarga tersebut tidak mencukupi untuk mendapat dan memelihara kesehatan

seluruh keluarga. Apabila pendapatan meningkat, maka akan terjadi perubahan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

17

dalam susunan makanan, karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan

mereka mampu membeli pangan yang berkualitas dan berkuantitas lebih baik.

Namun perlu diketahui, bahwa pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan

tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang perubahan utama

yang terjadi dalam kebiasaan makan yaitu pangan yang dimakan itu lebih mahal.

Asupan makanan yang tidak cukup baik dari segi jumlah maupun kulaitas dalam

jangka lama akan menyebabkan terjadinya gangguan gizi. Keadaan kurang gizi

akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, mempengaruhi tingkat

kecerdasan dan prestasi belajar, produktifitas kerja dan pendapatan (Almatsier,

2011).

2.2 Metode Pengukuran Pola Asuh Makan

Metode pengukuran pola asuh makan atau konsumsi individu ada dua

jenis, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif meliputi metode

food recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food records), penimbangan

makanan (food weighing), food account, metode inventaris (inventory method),

dan metode pencatatan (household food records). Adapun metode kualitatif

meliputi metode food frequency, metode dietary history, metode telepon dan

metode food list (Gibson, 2005).

2.2.1 Metode Food Recall 24 Jam

Metode food recall 24 jam adalah salah satu metode kuantitatif

pengukuran konsumsi pangan. Prinsip metode food recall 24 jam yaitu mencatat

jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

18

Bahan makanan dan minuman yang ditanyakan adalah bahan makanan dan

minuman yang dikonsumsi sejak responden bangun pagi kemarin sampai dia

istirahat tidur malam harinya atau dapat dimulai dari waktu saat dilakukan

wawancara mundur sampai 24 jam penuh. Data bahan makanan yang telah

dikumpulkan kemudian dikonversikan ke dalam zat gizi dengan menggunakan

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya, hasil yang diperoleh

dibandingkan dengan Daftar Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan di Indonesia

(Gibson, 2005).

Kelebihan metode food recall 24 jam adalah mudah dilaksanakan dan

tidak terlalu membebani responden, biaya relatif murah, cepat dan dapat

memberikan gambaran nyata tentang makanan yang benar-benar dikonsumsi

individu, sehingga dapat dihitung intake gizi sehari. Kekurangan metode food

recall 24 jam adalah tidak dapat dilakukan pada hari besar (masa panen dan pada

saat melakukan upacara keagamaan atau selamatan), ketepatan hasil pengukuran

sangat tergantung pada daya ingat dan kejujuran responden (Supariasa, 2002).

Langkah-langkah pelaksanaan food recall 24 jam (Supariasa, 2002)

adalah:

a. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua

makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah

tangga selama kurun waktu 24 jam yang lalu.

b. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

19

c. Membandingkan dengan daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DGKA)

atau Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Agar wawancara berjalan secara sistematis, perlu dipersiapkan kuisioner

sehingga wawancara terarah menurut urutan waktu dan pengelompokan bahan

makanan. Untuk waktu makan sehari dapat disusun berupa makanan pagi, siang,

malam dan selingan.

Data food recall berupa jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam

ukuran rumah tangga (URT) atau dalam satuan gram, kemudian dikonversi dalam

satuan energy (kkal), protein (gr), lemak (gr), karbohidrat (gr) dengan merujuk

pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) tahun 2004. Konversi dihitung

dengan menggunakan rumus (Hardinsyah & Briawan, 1994 dalam Rakhmawati

2009) sebagai berikut:

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100)

Keterangan:

Kgij : Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j

Bj : Berat makanan j yang dikonsumsi

Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j

BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Selanjutnya, tingkat kecukupan zat gizi yang diperoleh dengan cara

membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut

rumus tingkat kecukupan zat gizi yang digunakan:

TKG = (K/AKG) x 100%

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

20

Keterangan:

TKG : Tingkat kecukupan zat gizi

K : Konsumsi pangan

AKG : Kecukupan zat gizi yang dianjurkan

2.2.2 Metode Food Frequency

Metode frekuensi makanan (food frequency) adalah salah satu metode

kualitatif pengukuran konsumsi pangan. Metode frekuensi makanan digunakan

untuk memperoleh data frekuensi makanan konsumsi sejumlah bahan makanan

atau makanan jadi selama periode waktu tertentu seperti hari, minggu, bulan dan

tahun. Metode frekuensi makanan dapat menggambarkan pola konsumsi bahan

makanan secara kualitatif. Metode frekuensi makanan dapat membedakan

individu berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi karena periode

pengamatannya lebih lama, sehingga cara ini sering digunakan dalam penelitian

gizi (Supariasa, 2002).

Metode frekuensi makanan akurat untuk menentukan rata-rata asupan zat

gizi jika menu makanan sehari-hari sangat bervariasi. Kelebihan metode ini adalah

dapat memperoleh data asupan zat gizi dalam jumlah besar yang mencakup 50-

150 jenis makanan (Arisman, 2004).

Pelaksanaan metode frekuensi makanan dilakukan dengan menggunakan

kuisioner. Kuisioner tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu daftar jenis pangan

dan daftar konsumsi pangan. Bahan makanan atau makanan yang ada dalam

kuisioner tersebut adalah bahan makanan atau makanan yang dikonsumsi dalam

frekuensi yang cukup sering oleh responden (Supariasa, 2002).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

21

Langkah metode frekuensi makanan adalah responden diminta memberi

tanda pada daftar bahan makanan yang tersedia pada kuisioner mengenai

frekuensi penggunannya dan ukuran porsinya. Pewawancara kemudian melakukan

rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis bahan makanan, terutama bahan

makanan yang merupakan sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula

(Supariasa, 2002).

Kelebihan metode frekuensi makanan adalah relatif murah dan sederhana,

dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus serta

dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan

(Supariasa, 2002). Adapun kelemahan metode ini adalah tidak dapat

menghasilkan data kuantitatif, pengisisan kuisioner hanya mengandalkan ingatan,

responden sering malas mengisi formulir dengan lengkap dan tanpa bantuan

komputer, proses analisis menjadi sulit dan melelahkan. Pengisian kuisioner yang

hanya mengandalkan ingatan menyebabkan data yang dihasilkan tidak akurat.

Sumber ketidakuratan tersebut antara lain: daftar makanan tidak lengkap,

kekeliruan dalam menentukan frekuensi dan daftar bahan makanan yang terlalu

panjang atau terlalu pendek (Arisman, 2004).

2.3 Konsep Balita

Balita merupakan individu yang berumur 1-5 tahun, dengan tingkat

plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka untuk proses

pembelajaran dan pengayaan (Kemenkes RI, 2009). Balita terbagi menjadi dua

golongan yaitu balita dengan usia satu sampai tiga tahun (batita) dan balita dengan

usia tiga sampai lima tahun (usia prasekolah) (Soekirman, 2006). Saat usia balita

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

22

kebutuhan akan aktivitas hariannya masih tergantung penuh terhadap orang lain,

mulai dari makan, buang air besar maupun air kecil dan kebersihan diri. Masa

balita merupakan masa yang sangat penting bagi proses kehidupan manusia. Pada

masa ini akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan anak dalam proses tumbuh

kembang selanjutnya (Nicki, 2007).

2.3.1 Karakteristik Balita

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih

besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif

besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang

mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih

besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan

frekuensi sering. Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka

sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul

dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami

beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase

gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap

ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat

dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap

makanan (Uripi, 2004).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

23

2.4 Konsep Ibu Pekerja

Menurut Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah seorang

ibu yang bekerja di luar ataupun di dalam rumah untuk mendapatkan penghasilan

di samping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Menurut Lerner (2001),

yang dimaksud ibu bekerja adalah wanita yang sudah bersuami dalam kehidupan

atau kegiatan sehari-harinya bekerja di luar rumah mencari nafkah baik sebagai

pegawai negeri ataupun swasta dan mendapatkan imbalan berupa uang atau jasa.

2.4.1 Dampak Positif Ibu Pekerja

Ibu yang bekerja akan memiliki penghasilan yang dapat menambah

pendapatan rumah tangga. Mereka yang bekerja lebih memiliki akses dan kuasa

terhadap pendapatan yang dihasilkan untuk digunakan untuk keperluan anak

mereka (UNICEF, 2007). Para ibu akan lebih memilih membeli sesuatu seperti

makanan bergizi berimbang yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan pangan

anak mereka (Glick, 2002). McIntosh dan Bauer (2006), juga mengatakan bahwa

dengan pendapatan rumah tangga yang ganda (suami dan istri bekerja), banyak

wanita lebih mampu menentukan banyak pilihan untuk keluarga mereka di dalam

hal nutrisi dan pendidikan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Gennetian

et al. (2009), bahwa ibu yang bekerja memiliki kemampuan untuk membeli

makanan berkualitas tinggi, kebutuhan rumah tangga lainnya dan biaya kesehatan.

Dampak positif ibu bekerja dapat juga dilihat dari efek yang didapat

apabila anak mereka dititipkan di tempat penitipan anak. Mereka yang dititipkan

di tempat penitipan anak yang memperkerjakan pengasuh terlatih, memiliki

interaksi sosial yang baik, perkembangan kognitif yang pesat, dan lebih aktif jika

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

24

dibandingkan dengan anak yang hanya berada di rumah bersama ibunya yang

tidak bekerja (McIntosh dan Bauer, 2006).

2.4.2 Dampak Negatif Ibu Pekerja

Status gizi kurang atau gizi buruk yang dialami balita juga dapat terjadi

akibat memendeknya durasi pemberian Air Susu Ibu (ASI) oleh ibu karena harus

bekerja (Glick, 2002). Reynolds (2003) juga mengatakan bahwa sekitar satu

pertiga dari ibu yang bekerja saat mengandung, kembali bekerja penuh waktu saat

anak mereka berusia 11 bulan. Mereka kembali bekerja saat-saat kritis di mana

perkembangan otak sedang berlangsung dan membutuhkan ASI sebagai nutrisi

utama.

Akibat jam kerja, waktu kebersamaan atau quality time antara ibu dan

anak pun akan berkurang (Glick, 2002). Sehingga perkembangan mental dan

kepribadian anak akan terganggu, mereka lebih sering mengalami cemas akan

perpisahan atau separation anxiety (Mehrota, 2011). Hal ini dikarenakan akibat

jadwal kerja yang terlalu sibuk, mengakibatkan para ibu tidak dapat mengawasi

dan ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan anak (Fertig et al., 2009).

2.5 Konsep Dasar Status Gizi

2.5.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan keseimbangan sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunannya. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan

lebih. Tiap orang memiliki status gizi yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya (Almatsier, 2005). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

25

dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel

tertentu (Supariasa, 2002).

Status gizi balita adalah hasil penilaian status gizi pada balita usia (1-5)

tahun dengan pengukuran indeks antropometri gizi yaitu berat badan dalam

kilogram menurut umur, dimana status gizi dapat diklasifikasikan menurut World

Health Organization-National Center for Health Statistics (WHO-NCHS).

2.5.2 Klasifikasi Status Gizi

Keadaan kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi dibagi menjadi

tiga yaitu: gizi lebih (overnutritional state), gizi baik (eunutritional state) dan gizi

kurang (undernutrition) (Sediaoetama, 2003).

a. Status Gizi Lebih (overnutritional state)

Gizi lebih (overnutritional state) adalah tingkat kesehatan gizi sebagai

hasil konsumsi berlebih. Dalam keadaan demikian, timbul penyakit-penyakit

tertentu yang sering dijumpai pada orang kegemukan seperti: penyakit

kardiovaskuler yang menyerang jantung dan sistem pembuluh darah, hipertensi,

diabetes mellitus dan lainnya (Sediaoetama, 2006).

b. Status Gizi Baik (eunutritional state)

Tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum

(eunutritional state). Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat tersebut.

Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang

sebaik-baiknya. Tubuh juga mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya

(Sediaoetama, 2006).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

26

c. Status Gizi Kurang (undernutrition)

Gizi kurang (undernutrition) adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi

seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Berat

badan akan lebih rendah dari berat badan ideal dan penyediaan zat-zat gizi bagi

jaringan tidak mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan tersebut

(Sediaoetama, 2006).

Menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering

disebut reference. Penentuan status gizi di lapangan masih menggunakan

kalsifikasi yang berbeda-beda sehingga data yang dihasilkan sulit untuk dianalisis

lebih lanjut baik untuk hubungan maupun analisis perbandingan. Sesuai dengan

perkembangan ilmu, teknologi serta hasil temu pakar gizi Indonesia, standar baku

antropometri yang digunakan secara nasional di Indonesia disepakati

menggunakan standar baku World Health Organization-National Center for

Health Statistics (WHO-NCHS). Standar baku ini kemudian ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002 (Depkes RI,

2005).

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita)

Indeks Status Gizi Ambang Batas *)

Berat Badan menurut Umur

(BB/U)

Gizi lebih

Gizi Baik

Gizi Kurang

Gizi Buruk

>+2 SD

≥‒2 SD sampai +2 SD

<‒2 SD sampai ≥‒3 SD

<‒3 SD

*) SD = Standar Deviasi

Sumber: Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, 2005

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

27

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Untuk mencapai status gizi sebagaimana yang diharapkan, maka perlu

diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi, antara lain faktor

yang terdapat dalam diri balita (faktor internal), dan yang terdiri dari luar balita

(faktor eksternal) (Citrawati, 2003).

a. Faktor Internal

Faktor gizi internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang

(Almatsier, 2011). Faktor gizi internal yang mempengaruhi gizi balita, meliputi:

1. Genetik

Faktor bawaan atau genetik juga mempengaruhi status gizi seorang anak,

seperti keluarga dengan obesitas maka kemungkinan besar anak akan mengalami

obesitas juga (Citrawati, 2003).

2. Asupan makanan

Anak harus selalu cukup dengan makanan yang seimbang untuk

menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang seimbang untuk

memenuhi gizi seseorang anak harus diberikan sejak dalam kandungan (Citrawati,

2003).

3. Nilai cerna makanan

Penganekaragaman makanan erat kaitannya dengan nilai cerna makanan.

Makanan yang disediakan untuk konsumsi manusia mempunyai nilai cerna yang

berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan makanan, misalnya keras atau lembek

(Almatsier, 2011).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

28

4. Status kesehatan

Status kesehatan seseorang turut menentukan kebutuhan nutrisi.

Kebutuhan nutrisi orang sakit berbeda dengan orang sehat, karena sebagian sel

tubuh orang sakit telah mengalami kerusakan dan perlu diganti, sehingga

membutuhkan nutrisi yang lebih banyak. Selain untuk membangun kembali sel

tubuh yang telah rusak, nutrisi lebih ini diperlukan juga untuk pemulihan

(Almatsier, 2011).

5. Keadaan infeksi

Di Indonesia dan juga negara berkembang lainnya, penyakit infeksi masih

banyak menyerang kesehatan balita. Gangguan defisiensi gizi dan rawan infeksi

adalah suatu hubungan yang erat, maka perlu ditinjau kaitannya satu sama lain.

Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu

mempengaruhi nafsu makan, menyebabkan kehilangan bahan makanan karena

muntah/diare, atau mempengaruhi metabolisme makanan. Gizi buruk dan infeksi,

keduanya dapat bermula dari kemiskinan dan lingkunagn yang tidak sehat dengan

sanitasi buruk. Selain itu, juga diketahui bahwa infeksi menghambat reaksi

imunologis yang normal dengan menghabiskan sumber energi pada tubuh.

Adapun penyebab utama gizi buruk adalah penyakit infeksi bawaan balita seperti

diare, campak, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan rendahnya asupan gizi

akibat kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga atau karena pola

asuh yang salah (Almatsier, 2011).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

29

6. Umur

Anak balita yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan

memerlukan makanan bergizi yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa per

kilogram berat badannya. Dengan semakin bertambahnya umur, semakin

meningkat pula kebutuhan nutrisi bagi tubuh.

Pada usia 1-5 tahun adalah masa golden age dimana pada masa tersebut

dibutuhkan nutrisi yang diperlukan bagi tubuh untuk pertumbuhannya. Semakin

bertambah usia akan semakin meningkat kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh

tubuh untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan fisik

(Suharjo, 2003).

7. Jenis kelamin

Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi seseorang. Anak

laki-laki lebih banyak membutuhkan nutrisi daripada anak perempuan, karena

secara kodrati laki-laki memang diciptakan lebih kuat daripada perempuan. Dan

hal ini dengan mudah dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan

perempuan (Suharjo, 2003).

8. Riwayat ASI eksklusif

Pemberian ASI secara eksklusif untuk bayi hanya diberikan ASI tanpa

diberi tambahan cairan lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan untuk jangka

waktu minimal empat bulan atau enam bulan. ASI adalah satu-satunya makanan

ideal yang terbaik dan paling sempurna bagi bayi untuk memenuhi kebutuhan

fisik dan psikologis bayi yang sedang tumbuh dan berkembang. Air Susu Ibu

(ASI) mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi, lengkap kandungan gizinya

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

30

dan mengandung zat kekebalan yang mampu melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi. Selain itu, ASI juga dapat menurunkan angka kematian bayi baru

lahir karena diare (Almatsier, 2011).

9. Riwayat makanan pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi

disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai usia empat bulan

sampai usia 24 bulan. Bayi membutuhkan nutrisi yang tinggi untuk pertumbuhan

dan perkembangannya. Seiring dengan pertumbuhan umur anak, kebutuhan

nutrisinya juga juga meningkat. Memasuki usia 4-6 bulan bayi telah siap

menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah siap menelan

makanan setengah padat. Disamping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna

zat tepung. Di awal kehidupannya, lambung dan usus bayi sesungguhnya belum

sepenuhnya matang. Bayi dapat mencerna gula dalam susu (laktase) tetapi belum

mampu menghasilkan amilase dalam jumlah yang cukup. Jika kemudian bayi

disapih pada usia 4-6 bulan, tidak berarti karena bayi telah siap menerima

makanan selain ASI, tetapi karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok

hanya oleh ASI. Memang ada sebagian bayi yang terus tumbuh dengan

memuaskan meskipun tidak diberikan makanan tambahan. Namun di lain pihak,

cukup banyak bayi yang membutuhkan nutrisi dan energi lebih dari sekedar yang

tersedia di dalam ASI (Arisman, 2004).

b. Faktor Eksternal

Faktor gizi eksternal adalah faktor yang berpengaruh di luar diri seseorang

(Almatsier, 2011). Faktor gizi eksternal yang memepengaruhi gizi balita meliputi:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

31

1. Faktor pertanian

Faktor pertanian meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman

sampai dengan produksi dan pemasaran, jika sektor pertanian melemah (terjadi

gagal panen) maka masyarakat akan kesulitan dalam memperoleh makanan untuk

dikonsumsi, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi

(Almatsier, 2011).

2. Faktor ekonomi

Penghasilan keluarga mempengaruhi dan menentukan daya beli keluarga

termasuk makanan, tersedia atau tidaknya makanan dalam keluarga akan

menentukan kualitas bahan makanan yang dikonsumsi oleh anggota yang

sekaligus mempengaruhi asupan gizi (Almatsier, 2011).

3. Faktor sosial budaya

Pola kebudayaan juga mempengaruhi orang dalam memilih pangan.

Faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, kesukaan terhadap jenis makanan

tertentu dan anggapan terhadap suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan

kepercayaan tertentu (Almatsier, 2011).

4. Jumlah anggota keluarga

Kasus balita gizi kurang banyak ditemukan pada keluarga dengan jumlah

anggota keluarga yang besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Keluarga

dengan jumlah anak yang banyak dan jarak kelahiran yang sangat dekat akan

menimbulkan lebih banyak masalah, yakni pendapatan keluarga yang pas-pasan,

sedangkan anak banyak maka pemerataan dan kecukupan makan di dalam

keluarga akan sulit dipenuhi. Anak yang lebih kecil akan mendapat jatah makanan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

32

yang lebih sedikit, karena makanan lebih banyak diberikan kepada kakak mereka

yang lebih besar sehingga mereka menjadi kurang gizi dan rawan terkena penyakit

(Almatsier, 2011).

2.5.4 Kebutuhan Zat Gizi pada Balita

Pemberian kebutuhan gizi balita harus disesuaikan dengan umur, jenis

kelamin, berat badan, aktivitas, jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang (Uripi,

2004). Kebutuhan energi protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) rata-rata perhari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.4 Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi

Anjuran (AKG) Rata-Rata Per Hari

No Kelompok Umur Berat badan

(kg)

Tinggi

Badan (cm)

Energi (kkal) Protein

(kkal)

1 0 – 6 bulan 6,0 60 550 10

2 6 – 12 bulan 8,5 71 650 16

3 1 – 3 tahun 12,0 90 1000 25

4 3 – 5 tahun 18,0 110 1550 39

Sumber: Widyakarma Pangan dan Gizi, 2004

2.6 Penilaian Status Gizi

Malnutrisi pada individu atau masyarakat dapat diketahui melalui

penilaian status gizi (PSG). Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang

didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi

populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Syafiq, 2009).

Cara penilaian status gizi yang paling sering digunakan di masyarakat adalah

antropometri gizi.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

33

2.6.1 Pengertian Antropometri

Asal kata: antropos (tubuh) dan metros (ukuran), antropometri berarti

ukuran dari tubuh (Supariasa, 2002). Antropometri gizi berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk

mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan

energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002).

2.6.2 Syarat yang Mendasari Penggunaan Antropometri

1. Alat mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas, dan

alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah.

2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.

3. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, dapat

oleh tenaga lain setelah mendapat pelatihan.

4. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-

bahan lainnya.

5. Mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas (cutt of point) dan baku

rujukan yang sudah pasti.

6. Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara menggunakan

antropometri sebagai metode untuk mengukur satatus gizi masyarakat,

khususnya untuk penapisan (screening) status gizi.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

34

2.6.3 Keunggulan Antropometri

1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup

besar

2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli

3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah

setempat.

4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.

5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.

6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, buruk dan baik,

karena sudah ada ambang batas yang jelas.

7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu

generasi ke generasi berikutnya.

8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi

(Hammond, 2004).

2.6.4 Jenis Parameter Antropometri

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh

manusia antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar

kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Parameter

antropometri adalah dasar dari penilaian status gizi (Supariasa, 2002). Kombinasi

antara parameter disebut indeks antropometri, terdiri dari:

1. Berat badan menurut umur (BB/U)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

35

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, maka nafsu makan atau jumlah makan

yang dikonsumsi akan berkurang dan akan mengakibatkan menurunnya berat

badan. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).

Penilaian dilakukan dengan menghitung presentase capaian berat badan (BB)

standar berdasarkan usia anak. Selanjutnya, konsultasikan dengan tabel baku

rujukan status gizi balita usia 12-59 bulan menurut berat badan dan umur (BB/U)

pada lampiran.

Cara penilaian indeks berat badan/umur ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

Berikut adalah kelebihan indeks BB/U:

1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.

3) Berat badan dapat berfluktuasi.

4) Sangat sensitif terhadap perubahan kecil.

5) Dapat mendeteksi kegemukan (overweight).

Sementara itu, kekurangan indeks BB/U adalah:

1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang salah bila terdapat

edema maupun asites.

2) Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit

ditaksir secara tepat karena sistem pencatatan kependudukan yang belum

memadai.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

36

3) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia

lima tahun.

4) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan anak pada saat penimbangan.

5) Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial

budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya

karena dianggap seperti barang dagangan (Supariasa, 2002).

2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan adalah antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Perubahan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam jangka waktu relatif

lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status

gizi masa lalu (Supariasa, 2002).

3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah indeks yang independen

terhadap umur. Penilaian ini lebih peka daripada penilaian berdasarkan berat

badan menurut umur (Supariasa, 2002).

4. Lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U)

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot

dan jaringan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

37

BB/U maupun BB/TB. Lingkar lengan atas (LILA) adalah parameter antropometri

yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga bukan profesional.

Lingkar lengan atas (LILA) sebagaimana dengan berat badan adalah parameter

yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat. Indeks LILA sulit untuk melihat

perkembangan anak (Supariasa, 2002).

5. Indeks masa tubuh (IMT)

Masalah kekurangan dan kelebihan pada gizi orang usia 18 tahun ke atas

adalah masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit

tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Dalam hal ini indeks masa

tubuh digunakan untuk melakukan pengukuran untuk mengetahui status gizi

orang dewasa (Supariasa, 2002).

6. Tebal lemak bawah kulit menurut umur

Pengukuran tebal lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah

kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian

lengan atas triseps dan biseps, lengan bawah (foream), tulang belikat

(subscapular) dan pertengahan tungkai bawah (medial calf) lemak tubuh dapat

diukur secara mutlak dinyatakan dalam kilogram maupun secara perkiraan

dinyatakan dalam persen tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi

ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Lemak bawah kulit pria 3.1 kg dan

wanita 5.1 kg (Supariasa, 2002).

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

38

2.7 Hubungan Pola Asuh Makan Balita dengan Ibu Pekerja terhadap

Status Gizi Balita

Kesehatan tubuh balita sangat erat kaitannya dengan makanan yang

dikonsumsi. Zat-zat yang terkandung dalam makanan yang masuk dalam tubuh

sangat mempengaruhi kesehatan (Prasetyawati, 2012). Faktor yang cukup

dominan yang menyebabkan keadaan gizi balita kurang adalah status pekerjaan

ibu, dimana balita dengan ibu pekerja akan diasuh oleh orang lain seperti, kakak,

nenek, bibi, dan baby sitter yang sering kali kurang peduli mengenai pola

makannya yang menyebabkan kebutuhan gizinya kurang memadai (Purwati,

2012). Semakin baik pola asuh makan yang diterapkan orang tua maupun

pengasuh pada anak semakin meningkat status gizi anak tersebut. Sebaliknya, bila

status gizi berkurang jika orang tua maupun pengasuh menerapkan pola asuh

makan yang salah pada anak (Kemenkes, 2011).

Hubungan pola asuh makan balita terhadap status gizi balita sangat kuat

dimana asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam

proses pertumbuhan anak dibarengi dengan pola asuh makan yang baik dan

teratur yang perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan perkenalan jam-

jam makan dan variasi makanan dapat membantu mengkoordinasikan kebutuhan

akan pola asuh makan sehat pada anak (Tella, 2012). Hal ini juga didukung oleh

pendapat Ashar (2008) mengatakan bahwa upaya untuk mengatasi masalah gizi

yang sangat penting adalah dengan pengaturan pola asuh makan. Pola asuh makan

yang diterapkan dengan baik dan tepat sangat penting untuk membantu mengatasi

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pola Asuh Makan … BAB II.pdf · 2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan Balita 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

39

masalah gizi yang sangat penting bagi pertumbuhan balita. Ditambah dengan

asupan gizi yang benar maka status gizi yang baik dapat tercapai.

Makanan yang memiliki asupan gizi seimbang sangat penting dalam

proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak. Pola asuh makan yang baik

harusnya dibarengi dengan pola gizi seimbang, yaitu pemenuhan zat-zat gizi yang

telah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan diperoleh melalui makanan sehari-

hari. Dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang secara teratur,

diharapkan pertumbuhan anak akan berjalan optimal dan terhindar dari masalah

gizi (Wello, 2008).