BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1...

15

Click here to load reader

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketahanan Pangan

2.1.1. Defenisi Ketahanan Pangan

Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain :

1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan

pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin

dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata

dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan

ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi

kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup,

dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang

berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,

vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan

kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan

bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat

mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman

untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,

diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada

setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan

kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga

dengan harga yang terjangkau.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan

ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk

memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.

3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan persyaratan

penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.

4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada segala

waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.

5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap orang dalam segala

waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas

yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di

sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas

pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).

6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems,

2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang pada segala waktu

secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman

dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan

pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

7. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan

ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota

rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari

waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu

bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada

optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah

satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan

pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).

2.1.2. Sistem Ketahanan Pangan

Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan

(sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty ,

2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi

suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan

dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh

pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.

Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem

yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem

ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan

pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor,

yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian

bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi

keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.

Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses

peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini

ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Surplus pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi

individu/masyarakatnya.

Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar

mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola

konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi

pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif

bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan

produktif (Thaha, dkk, 2000).

Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan pangan tidak

mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan pangan (Suryana, 2003).

2.1.3. Rawan pangan

Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan untuk

memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan berakvitas dengan

baik. Rawan pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu : (a) rawan pangan kronis, yaitu

ketidak cukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk

memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui

produksi sendiri. Kondisi ini berakar pada kemiskinan dan (b) rawan pangan transien/

transistori, yaitu penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga

secara kontemporer. Hal ini disebabkan adanya bencana alam, kerusuhan, musim

yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak, sehingga menyebabkan

ketidakstabilan harga pangan, produksi, atau pendapatan (Baliwati, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Menurut Food An Agriculture Organization Of The United Nations (FAO)

dan Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, maka kondisi rawan

pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak

memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak memadai atau harga pangan tidak

terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk memperoleh pangan yang cukup

kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupaun kuantitasnya.

Rawan pangan dapat mengakibatkan kelaparan, kurang gizi dan gangguan

kesehatan, termasuk didalamnya busung lapar. Bahkan dalam keadaan yang paling

fatal dan menyebabkan kematian.

Kejadian krisis pangan dan gizi dapat diantisipasi apabila gejala gejala

kekurangan pangan dan gizi serta masalahnya dapat secara dini diidentifikasi dan

kemudian dilakukan tindakan secara tepat dan cepat sesuai dengan kondisi yang ada

(Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumut, 2005).

2.2. Pendapatan Pangan Keluarga

Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli

serta seberapa besar proporsi dari pendapatan yang akan dikeluarkan untuk membeli

pangan. Daya beli atau kemampuan keluarga untuk membeli pangan dipengaruhi oleh

pendapatan keluarga dan harga pangan itu sendiri. Perubahan pendapatan secara

langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya

pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan

kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas

pangan yang hendak dibeli.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Tidak cukupnya persediaan pangan keluarga menunjukkkan adanya

kerawanan pangan keluarga (Household Food Insecurity), artinya kemampuan

keluarga untuk membeli pangan keluarga untuk memenuhi pangan, baik jumlah

maupun mutu gizinya bagi seluruh keluarga belum terpenuhi (Soekirman, 2000).

2.3. Pengeluaran Pangan keluarga

Hasil SUSENAS (1996-1998) menunjukkan pengeluaran bagi keluarga

miskin berkisar 60-80% dari pendapatan dan bagi keluarga mampu berkisar antara 20

-59%. Hal ini sesuai dengan hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan

pendapatan, konsumen/ keluarga akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan

dengan proporsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi

yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman, 2000). Sedangkan

menurut asumsi Berg (1986) persentasi pengeluaran pangan keluarga dikelompokkan

menjadi tiga kategori yaitu : pengeluaran pangan <45% dikatergorikan sebagai

keluarga kaya, pengeluaran pangan 46-79% dikategorikan sebagai keluaraga

menengah, dan pengeluaran pangan > 80% termasuk kategori keluarga miskin.

Peningkatan pendapatan berlebih lanjut tidak hanya akan meningkatkan

keanekaragaman konsumsi pangan, tetapi juga akan berakibat pada peningkatan

konsumsi lemak, protein hewani dan gula, termasuk peningkatan komsumsi pangan

dari luar rumah. Sedangkan disisi lain terjadi penurunan konsumsi pangan yang lebih

murah, yaitu pangan pokok berpati dan protein nabati (Soekirman, 2000).

2.4. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan

air baik yang diolah maupan yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

dan minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan

atau pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada

waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam

menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah, 1994).

Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah

faktor ekonomi dan harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur

dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain

pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga

pangan dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya

beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi

pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial budaya

berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaaan

lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan

suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan

makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang

dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis bahan pangan,

pengolahan, serta persiapan dan penyajiannya (Baliwati, 2004).

2.4.1. Kebutuhan Energi dan Protein

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Fungsi makanan sebagai sumber energi banyak diperoleh dari bahan bahan

makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohidrat dikonsumsi dalam berbagai

bentuk dan sumber. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang memungkin

manusia dapt beraktifitas sehari hari. Sebanyak 60-70% kebetuhan energi tubuh

manusia diperoleh dari karbohidrat, sisanya berasal dari protein dan lemak. Sumber

utama karbohidrat diperoleh dari beras (hasil olahannya), jagung, ubi, dll (Rimbawan

dan Siagian,2004). Hardinsyah, dkk (1989) sumber energi lainnya adalah protein ,

dimana fungsi protein dalam tubuh berguna sebagi sumber pembangun atau

pertumbuhan, pemeliharaan jaringan yang rusak, pengatur serta untuk mempertahan

kan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit tertentu. Sumber utama protein

berasal dari nabati (berasal dari tumbuhan) dan hewani (daging, susu dan hasil

olahannya).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Menurut Widia Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004, angka

kecukupan energi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) adalah :

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Energi dan Protein Rata Rata yang Dianjurkan

No Umur Energi (Kkal) Protein (gr) Anak :

1 0-6 bl 550 10 2 7-11 bl 650 16 3 1-3 th 1000 25 4 4-6 th 1550 39 5 7-9 th 1800 45

Pria 6 10-12 th 2050 50 7 13-15 th 2400 60 8 16-18 th 2600 65 9 19-29 th 2550 60

10 30-49 th 2350 60 11 50-64 th 2250 60 12 65+ th 2050 60

Wanita 13 10-12 th 2050 50 14 13-15 th 2350 57 15 16-18 th 2200 55 16 19-29 th 1900 50 17 30-49 th 1800 50 18 50-64 th 1750 50 19 65+ th 1600 45

Hamil 20 Trimester I + 180 + 17 21 Trimester 2 + 300 + 17 22 Trimester 3 +300 + 17

Menyusui 23 6 bl pertama + 500 + 17 24 6 bl kedua + 550 + 17

Sumber :Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17- 19 Mei 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi daerah dan Globalisasi. LIPI. Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

2.5. Status gizi Anak Balita

Menurut Supariasa 2001 status gizi merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan nutriture dalam

bentuk variabel tertentu.

Menurut Mc Lareen yang dikutip oleh Berg (1981) memberikan batasan gizi

atau nutrisi sebagai suatu proses dimana mahluk hidup memanfaatkan makanan untuk

keperluan pemeliharaan fungsi organ tubuh, pertumbuhan dan penghasil energi.

Manfaat makanan diperoleh melalui proses pencernaan, penyerapan, transport dalam

tubuh, penyimpanan, metabolisme dan membuang sisa yang tidak diperlukan oleh

tubuh.

Menurut Siswono (2002), status gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh

banyak faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat.

Tingginya pendapatan tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan

menyebabkan seseorang menjadi konsumtif dalam pola makan sehari hari. Dapat

dipastikan bahwa pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pada

pertimbangan selera ketimbang gizi.

Sedangkan menurut Idrus dan Kusnanto (1990), keadaan gizi adalah akibat

dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat gizi

tersebut. Sedangkan status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk

variabel variabel tertentu status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan

dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Status gizi merupakan keadaan seseorang

sebagai refleksi dari konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh. Ketidak

seimbangan antara intake dengan kebutuhan mengakibatkan terjadinya malnutrisi.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Malnutrisi terdiri dari : 1) under weight terjadi apabila intake < kebutuhan, dan 2)

obesitas, terjadi apabila intake > kebutuhan (Halomoan, 1999).

Status gizi anak balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan gizi

(konsumsi pangan) dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut sering terjadi dan

saling mempengaruhi. Penyebab langsung ini dapat timbul karena tiga faktor

penyebab tidak langsung seperti ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola

pengasuhan anak serta ketersediaan air bersih dan pelayanan kesehatan dasar. Lebih

jauh masalah gizi disebabkan oleh kemiskinan, pendidikan, ketahanan pangan dan

kesempatan kerja yang sempit (Depkes RI, 1995).

2.6. Pengukuran Status Gizi Balita

Untuk mengetahui , menilai status gizi dapat dilakukan secara langsung

dengan pemeriksaan Antropometri, pemeriksaan tanda tanda klinik, penilaian secara

biokimia dan pemeriksaan biofisik. Untuk penelitian di lapangan lebih sering

digunakan Antropometri, karena relatif murah dan mudah, objektif dan dapat dengan

cepat dilakukan pengukuran serta dapat dilakukan setiap orang setelah dilatih.

Status gizi anak balita dapat diukur dengan indeks antropometri BB/U, TB/U, dan

BB/TB.

2.6.1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Supariasa, dkk (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh.

Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan, akan tetapi untuk berbagai

cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan

keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat

dibagi menjadi dua yaitu :

1. Untuk ukuran massa jaringan : pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah

kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifatnya sensitive, cepat

berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.

2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada.

Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukurannya tetap atau

naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.

Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status

gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan

menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi badan (BB/TB) (Depkes RI,

1995)

2.6.1.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Supariasa (2002), berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri

yang memberikan gambaran tetang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa

tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit

infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya makanan yang dikonsumsi maka

berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan

normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan

kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan

yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan

sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil

maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini

(current nutritional status).

2.6.1.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan

pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan

dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,

relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup

lama.

Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga

digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan

tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa

balitanya. Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan

dengan kesahihan pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur (Jahari,

1998).

2.6.1.3 Indeks Berat Badan Menurut Tingi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

dengan percepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk

menyatakan status gizi masa kini dan masa lalu, terlebih bila data umur yang akurat

sulit diperoleh. Oleh karena itu indeks berat badan menurut tinggi badan disebut pula

sebagai indikator yang independen terhadap umur. Karena BB/TB memiliki

keuntungan dan kelemahan, terutama bila digunakan terhadap anak balita (B. Abas,

1998).

2.7. Desa Tertinggal

2.7.1. Pengertian Desa Tertinggal

Pengertian desa tertinggal, didefinisikan berdasarkan kondisi sosial, ekonomi,

budaya dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek

manusia, maupun prasarana pendukungnya). Desa tertinggal adalah daerah yang

relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan rata-

rata status sosial ekonomi yang relatif rendah. Suatu desa dikategorikan sebagai desa

tertinggal karena beberapa faktor penyebab antara lain faktor geografis. Umumnya

secara geografis desa tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di

pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil

atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik

transportasi maupun media komunikasi. Sebaran desa tertinggal secara geografis

digolongkan menjadi beberapa kelompok antara lain desa yang terletak di pulau-

pulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah

lain yang lebih maju, daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya

terletak diperbatasan, desa yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa,

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketahanan Pangan 2.1.1 ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22193/4/Chapter II.pdf · 2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992)

longsor, gunung api, maupun banjir atau daerah yang sebagian besar wilayahnya

berupa pesisir. Permasalahan yang dihadapi desa tertinggal antara lain kualitas

sumber daya manusia di daerah tertinggal relatif lebih rendah di bawah rata-rata

nasional akibat terbatasnya akses masyarakat terhadap kesehatan (Kementrian Daerah

Tertinggal, 2004).

2.8. Kerangka Konsep

Kondisi desa tertinggal dapat mempengaruhi kondisi ketahanan pangan

keluarga baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan penyebab tidak

langsung masalah status gizi anak balita.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Gambaran Ketahan Pangan Keluarga di Desa

Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks - BB/U - TB/U - BB/TB

Ketahanan Pangan Keluarga : - Kualitatif - Kuantitatif

Desa Tertinggal

Pola Makan Anak Balita

Universitas Sumatera Utara