Klasifikasi Kesesuaian Lahan Fao 2003-2007

27
SURVEY TANAH DAN EVALUASI LAHAN “KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN FAO” Disusun Oleh Lagang Satriana P 145040200111071 Asril Priandi 145040200111072 Bagas Prima Yudhanta 145040200111073 Wahono Satriyono 145040200111087 Jeannifer Tambunan 145040200111135 Rizky Wahyu Ramadhan 145040200111177 Achmad Nur Kahfi 145040201111027 Tio Jerry Firyawan 145040201111068 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

how me

Transcript of Klasifikasi Kesesuaian Lahan Fao 2003-2007

SURVEY TANAH DAN EVALUASI LAHAN

“KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN FAO”

Disusun Oleh

Lagang Satriana P 145040200111071

Asril Priandi 145040200111072

Bagas Prima Yudhanta 145040200111073

Wahono Satriyono 145040200111087

Jeannifer Tambunan 145040200111135

Rizky Wahyu Ramadhan 145040200111177

Achmad Nur Kahfi 145040201111027

Tio Jerry Firyawan 145040201111068

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2016

KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN FAO

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai

contoh lahan untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman semusim atau tahunan, monokultur atau

tumpangsari dan masih banyak lagi jenis penggunaan lahan lainnya. Lebih spesifik lagi

kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim,

tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase yang sesuaii untuk usaha tani atau komoditas

tertentu yang produktif.

Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) dengan kemampuan lahan (land capability)

berbeda. Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan

secara umum yang dapat diusahakan disuatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang

dapat dikembangkan atau diusahakan disuatu wilayah, maka akan semakin tinggi kemampuan

lahan tersebut. Misalnya suatu lahan yang topografi atau reliefnya datar, tanahnya dalam, tidak

terpengaruh oleh banjir dan iklimnya cukup basah, biasanya memiliki kemampuan lahan yang

cukup baik untuk pengembangan tanaman semusim ataupun tahunan. Tetapi apabila kedalaman

tanah hanya mencapai 50 cm biasanya hanya akan cocok apabila ditanami jenis tanaman

semusim. Sementara kesesuaian lahan adalah kesesuaian dari satu bidang lahan untuk tujuan

penggunaan atau komiditas yang spesifik, misalnya padi, jagung, kelapa sawit, durian dan

sebagainya.

a. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan FAO (1976)

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan

tertentu. Kelas kesesuaian lahan suatu kawasan dapat berbeda–beda, tergantung pada

penggunaan lahan yang dikehendaki.

Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan

dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan

menurut kerangka kerja FAO (1976) terdiri atas 4 kategori, yaitu :

1. Ordo (order) :menunjukkan keadaan kesesuaian lahan secara umum.

2. Kelas (class) :menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo.

3. Sub-Kelas :menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang didasarkan

pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam

kelas.

4. Satuan (unit) :menunjukkan tingkatan dalam subkelas didasarkan pada

perbedaan-perbedaan kecil yang berpengaruh dalam

pengelolaannya

A. Kesesuaian Lahan pada tingkat ordo

Kesesuaian lahan pada tingkat Ordo berdasarkan kerangka kerja evaluasi lahan FAO

(1976) dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:

(1) Ordo S : Sesuai (Suitable)

Ordo S atau Sesuai (Suitable) adalah lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan

tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya.

Penggunaan lahan tersebut akan memberi keuntungan lebih besar daripada masukan yang

diberikan.

(2) Ordo N: Tidak Sesuai (Not Suitable)

Ordo N atau tidak sesuai (not suitable) adalah lahan yang mempunyai pembatas demikian

rupa sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan.

Lahan kategori ini yaitu tidak sesuai untuk penggunaan tertentu karena beberapa alasan.

Hal ini dapat terjadi karena penggunaan lahan yang diusulkan secara teknis tidak memungkinkan

untuk dilaksanakan, misalnya membangun irigasi pada lahan yang curamyang berbatu, atau

karena dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang parah, seperti penanaman pada lereng

yang curam. Selain itu, sering pula didasarkan pada pertimbangan ekonomi yaitu nilai

keuntungan yang diharapkan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.

B. Kesesuaian lahan pada tingkat Kelas

Pengertian Kelas Kesesuaian Lahan:

Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih lanjut dari Ordo dan

menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu Ordo. Tingkat dalam kelas ditunjukkan oleh angka

(nomor urut) yang ditulis dibelakang simbol Ordo. Nomor urut tersebut menunjukkan tingkatan

kelas yang makin menurun dalam suatu Ordo.

Jumlah kelas yang dianjurkan adalah sebanyak 3 (tiga) kelas dalam Ordo S, yaitu: S1, S2,

S3 dan 2 (dua) kelas dalam Ordo N, yaitu: N1 dan N2. Penjelasan secara kualitatif dari definisi

dalam pembagian kelas disajikan dalam uraian berikut:

Kelas S1:

Kelas S1 atau Sangat Sesuai (Highly Suitable) merupakan lahan yang tidak mempunyai

pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas tidak

berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi serta tidak menyebabkan kenaikan

masukan yang diberikan pada umumnya.

Kelas S2:

Kelas S2 atau Cukup Sesuai (Moderately Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas

agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan

mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan.

Kelas S3:

Kelas S3 atau Sesuai Marginal (Marginal Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas

yang sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan.Pembatas

akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkan masukan yang diperlukan.

Kelas N1:

Kelas N1 atau Tidak Sesuai Saat Ini (Currently Not Suitable) merupakan lahan yang mempunyai

pembatas yang lebih berat, tapi masih mungkin untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki

dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya

begitu berat sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka

panjang.

Kelas N2:

Kelas N2 atau Tidak Sesuai Selamanya (Permanently Not Suitable) merupakan lahan yang

mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin digunakan bagi suatu

penggunaan yang lestari.

C. Kesesuaian Lahan pada tingkat sub-kelas

Sub-kelas kesesuaian lahan menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang

diperlukan dalam suatu kelas kesesuaian. Masing-masing kelas dapat dibagi menjadi suatu atau

lebih sub-kelas kesesuaian tergantung pada jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas

dicerminkan oleh symbol huruf kecil yang diletakkan setelah symbol kelas. Misalnya S2n,

artinya lahan tersebut mempunyai kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) dengan pembatas n

(ketersediaan hara). Untuk kelas S1 tidak ada pembagian sub-kelas.

Jika terdapat lebih dari satu faktor pembatas, maka pembatas yang paling utama

(dominan) ditempatkan lebih awal. Missal S2tn berarti lahan tersebut mempunyai kelas S2

dengan factor pembatas yang dominan, yaitu t (lereng) dan factor pembatas tambahan, yaitu n

(ketersediaan unsur hara).

Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :

a.Pembatas iklim (c)

b.Pembatas topografi (t)

c.Pembatas kebasahan

d.Pembatas faktor fisik tanah (s)

e.Pembatas faktor kesuburan tanah (f)

f.Pembatas salinitas dan alkalinitas, ketersediaan unsur hara (n)

D. Kesesuaian pada tingkat Unit

Kesesuaian pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas kesesuaian

lahan yang didasarkan atas besarnya faktor pembatas. Dengan demikian, semua unit dari

subkelas yang sama memiliki tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis

pembatas yang sama pada tingkat subkelas.

Perbedaan antara satu unit dengan satu unit yang lain merupakan perbedaan dalam sifat-

sifat atau gatra tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan seringkali merupakan perbedaan

detail dari pembatas-pembatas nya. Jumlah unit dalam subkelas tidak dibatasi

Pemberian simbol kesuaian lahan pada tingkat unit dilakukan dengan angkasetelah

simbol sub-kelas yang dipisahkan oleh tanda penghubung, misalanya S2n-1, S2n-2.

E. Kesesuaian Bersyarat (Conditionally Suitable)

Penunjukan kesesuaian bersyarat dilakukan dalam hal-hal tertentu untuk menyingkat atau

menyederhanakan penyajian. Hal ini perlu dilakukan untuk melayani kondisi dimana suatu

daerah dari lahan yang sempit didaerah survei yang mungkin tidak sesuai atau kurang sesuai

untuk penggunaan tertentu dibawah pengelolaan tertentu bagi penggunaan tersebut, tetapi akan

menjadi sesuai jika kondisi-kondisi tertentu dipenuhi.

Pada dasarnya sesuai bersyarat merupakan fase dari ordo sesuai, yang ditandai dengan

huruf kecil c diantara symbol ordo dan kelas misalnya Sc2. Fase sesuai bersayarat (yang dibagi

kedalam kelas jika memang diperlukan), selalu ditempatkan dibagian bawah (terakhir) dari daftar

dalam kelas S. Fase menunjukkan kesesuaian jika kondisi (e) telah dipenuhi.

Menurut FAO (1976), sedapat mungkin penggunaan fase bersyarat ini dihindari dalam survei

tanah, kecuali jika :

Tanpa adanya kondisi yang dipenuhi, maka lahan tersebut tidak sesuai atau masuk dalam

kelas sesuai yang paling rendah.

Jika kondisi dipenuhi (misalnya dengan melakukan perbaikan terhadap faktor pembatas),

maka kelas keseuaian lahan menjadi nyata meningkat.

Jika dibandingkan dengan luas daerah survei secara keseluruhan, maka luas lahan yang

sesuai bersyarat tersebut sangat kecil

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976)

b. Prosedur Evaluasi Lahan

Dalam evaluasi lahan, suatu daerah yang akan dievaluasi harus dibagi kedalam beberapa

satuan peta lahan (SPL) yang merupakan daerah yang akan dipetakan dengan karakteristik

tertentu. Biasanya SPL ini didasarkan pada satuan peta tanah (SPT) dari hasil survey tanah

(Rayes, 2007).

Menurut Rayes (2007) satuan peta lahan jarang yang benar-benar homogeny, oleh karena

itu dibedakan atas :

A. SPL tunggal yang mengandung hanya satu jenis lahan.

B. SPL majemuk yang mengandung lebih dari satu jenis lahan.

Selain SPL, dikenal pula istilah satuan evaluasi lahan (SEL) yang merupakan satuan yang

menawarkan kemungkinan yang sama untuk tipe penggunaan lahan yang spesifik. Hubungan

antara SPL dan SEL disajikan dalam gambar berikut.

Proses evaluasi lahan dan arahan penggunaannya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

- Penyusunan karakteristik lahan

Data yang diperlukan dalam evaluasi lahan meliputi data iklim, tanah (termasuk lereng,

relief, drainase dan lain-lain) serta data tanaman. Data iklim meliputi data stasiun, iklim (nama

lokasi, elevasi dan sebagainya), serta data tanaman. Data iklim meliputi data stasiun, iklim

(nama, lokasi, elevasi dan sebagainya), serta data curah-hujan, suhu, lengas, evaporasi (rata-rata

bullanan dan tahunan). Data tanah yang diperlukan meliputi komposisi satuan peta lahan (SPL),

sebaran SPL (administrasi, lembar peta, luasan) serta satuan evaluasi lahan (komposisi satuan

tanah dalam masing-masing SPL dan sebaran masing masing SPL) (Rayes, 2007).

Karakteristik lahan yang merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan lingkungannya

diperoleh dari data yang tertera pada legenda peta tanah dan uraiannya, peta/data iklim dan peta

topografi/elevasi. Karakteristik lahan diuraikan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dari peta

tanah, yang meliputi: bentuk wilayah/lereng, drainase tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah

(lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan bawah 30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan

pirit, banjir/genangan dan singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Data

iklim terdiri dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara

diperoleh dari stasiun pengamat iklim. Data iklim juga dapat diperoleh dari peta iklim yang

sudah tersedia, misalnya peta pola curah hujan, peta zona agroklimat atau peta isohyet. Peta-peta

iklim tersebut biasanya disajikan dalam skala kecil, sehingga perlu lebih cermat dalam

penggunaannya untuk pemetaan atau evaluasi lahan skala yang lebih besar, misalnya skala semi

detail (1:25.000-1:50.000).

- Penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan (LURs)

Data tanaman meliputi data refrensi tentang tanaman, persyaratan tumbuh dan

pengelolaannya.

- Proses evaluasi kesesuaian lahan (matching)

Setelah data karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya adalah evaluasi lahan

yang dilakukan dengan cara matching (mencocokan) antara karakteristik lahan pada setiap

satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan. Proses evaluasinya dapat

dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program ALES ataupun secara manual.

Evaluasi dengan cara komputer akan memberikan hasil yang sangat cepat, walaupun tanaman

yang dievaluasi cukup banyak. Sedangkan dengan cara manual memerlukan waktu yang lebih

lama, karena evaluasi dilakukan satu persatu pada setiap SPT untuk setiap tanaman.

- Kesesuaian lahan terpilih/penentuan arahan penggunaan lahan

Untuk menyusun arahan penggunaan lahan dari berbagai alternatif komoditas yang

sesuai, perlu dipertimbangkan prioritas daerah dan penggunaan lahan aktual. Dalam penyusunan

kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan

yang termasuk kelas Sesuai(kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk

tanamanperkebunan dan tanaman buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan

S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3).

Metode evaluasi dan penggunaan lahan.

c. Ragam Klasifikasi Kesesuaian Lahan FAO

Dalam kerangka kerja evaluasi lahan menurut FAO 1976 dalam (Rayes, 2007), dikenal

empat macam klasifikasi kesesuaian lahan, yaitu :

1. Kesesuaian lahan yang bersifat kualitatif

2. Kesesuaian lahan yang bersifat kuantitatif

3. Kesesuaian lahan aktual

4. Kesesuaian lahan potensial

Masing-masing klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pengelempokan

satuan lahan dalam pengertian kesesuaian untuk penggunaan tertentu (Rayes, 2007).

1. Kesesuaian lahan yang bersifat kualitatif

Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang dilakukan dengan cara

mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas

lahan tanpa melakukan perhitungan secara rinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan

lahan tersebut. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Keadaan sosial ekonomi

hanya merupakan latar belakang umum saja (Arsyad, 1989). Klasifikasi kualitatif biasanya

diterapkan dalam survei skala tinjau (1 : 250.000) yang dimaksudkan sebagai penilaian umum

dari suatu daerah yang luas (Rayes, 2007).

2. Kesesuaian lahan yang bersifat kuantitatif

Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada

fisik lahan, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi yang dinyatakan dalam term ekonomi

berupa masukan (input) dan keluaran (output), B/C ratio, dan sebagainya yang biasanya

digunakan untuk survei kelayakan secara rinci (Arsyad, 1989).

Klasifikasi kuantitatif umumnya diterapkan pada proyek pembangunan tertentu, seperti

studi yang berkaitan dengan proyek-proyek yang memerlukan penanaman modal yang besar.

Evaluasi kuantitatif umumnya cepat mengalami kedaluwarsa daripada klasifikasi kualitatif,

karena perubahan biaya dan keuntungan dapat terjadi dengan cepat (Rayes, 2007).

3. Kesesuaian lahan aktual

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah

atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan

untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas dalam satuan peta lahan. Data biofisik tersebut

berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman

yang dievaluasi.

Faktor-faktor pembatas dalam evaluasi lahan dibedakan atas faktor pembatas yang

bersifat permanen dan non-permanen. Faktor pembatas yang bersifat permanen yaitu pembatas

yang tidak dapat diperbaiki dan kalaupun dapat diperbaiki, secara ekonomis tidak

menguntungkan. Faktor pembatas yang bersifat non-permanen yaitu pembatas yang mudah

diperbaiki dan secara ekonomis masih dapat memberikan keuntungan dengan masukan teknologi

yang tepat (Rayes, 2007).

4. Kesesuaian lahan potensial

Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila

dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan

terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan

tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman

yang lebih sesuai.

Dalam hal ini hendaklah diperinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam

menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Jenis usaha perbaikan

karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan disesuaikan dengan tingkat pengelolaan yang

akan diterapkan (Rayes, 2007).

Contoh tabel kesesuaian lahan komoditas tanaman kelapa di daerah Aceh Barat :

Tabel Klasifikasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu Pada Unit Lahan Satu di Kec.

Liboreng Kab. Bone

Keterangan :

+ = upaya pengelolaan sedang

++ = upaya pengelolaan tinggi

S1 = sangat sesuai

S2 = cukup sesuai

S3 = sesuai marginal

d. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan

Hasil evaluasi lahan menurut FAO (1976) biasanya mencakup beberapa jenis informasi, dimana

cakupan masing-masing informasi tersebut tergantung dari skala dan intensitas kajian.

1. Kaitan fisik, sosial, dan ekonomi yang mendasari dilakukannya evaluasi. Hal ini

menyangkut data dan asumsi

2. Deskripsi tipe penggunaan lahan atau macam utama penggunaan lahan yang relevan

dengan daerah survei. Semakin intensif tingkat kajian, semakin detail dan akurat tingkat

kajian tersebut

3. Peta, tabel, dan bahan-bahan berupa naskah harus memperlihatkan tingkat kesesuain

satuan peta lahan dari masing-masing macam penggunaan lahan yang dinilai, beserta

kriteria pencirinya. Masing-masing macam penggunaan lahan di evaluasi secara terpisah

4. Spesifikasi tingkat pengelolaan dan perbaikan masing-masing LUT harus ditentukan

untuk setiap satuan peta lahan (SPL) yang sesuai. Semakin detail survei, semakin rinci

dan semakin akurat pula spesifikasi tersebut. Pada survei semi-detail kebutuhan akan

drainase harus dijelaskan, sedangkan pada survei detail, sifat dan biaya pembuatan

saluran drainase harus dikemukakan

5. Analisis ekonomi dan sosial sebagai akibat beragamnya jenis penggunaan lahan yang

dipertimbangkan

6. Data dan peta dasar yang menjadi pertimbangan dalam evaluasi. Hasilnya, teerutama

klasifikasi kesesuaian lahan, didasarkan pada berbagai informasi yang penting bagi

pengguna individu. Informasi-informasi tersebut harus tersedia baik sebagai lampiran

pada laporan utama atau sebagai dokumentasi tersendiri

7. Informasi tingkat kepercayaan dari estimasi kesesuaian lahan. Informasi ini berkaitan

langsung dengan keputusan perencanaan. Juga membantu langkah-langkah ke arah

perbaikan klasifikasi kesesuaian lahan berikutnya, dengan menunjukkan beberapa

kelemahan dari data dan aspek-aspek yang harus dilengkapi dalam penelitian selanjutnya.

Cara penentuan arahan komoditas dan ketersediaan lahan.

Untuk komoditas kelapa di daerah Aceh Barat.

Hasil penyusunan kesesuaian lahan terpilih/arahan penggunaan lahan di daerah Kabupaten Aceh

Barat disadikan dalam tabel penyebarannya

e. Prosedur Evaluasi Lahan

Menurut FAO (1976, dalam Djaenudin et al., 2000) kegiatan utama dalam evaluasi lahan

adalah sebagai berikut:

1. Konsultasi pendahuluan

2. Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan

persyaratan- persyaratan yang diperlukan.

3. Deskripsi satuan peta lahan (land mapping units) dan kemudian kualitas lahan (land qualities)

berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan

tertentu dan pembataspembatasnya.

4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan sekarang. Ini merupakan

proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data lahan, penggunaan lahan dan informasi-

informasi ekonomi dan social digabungkan dan dianalisa secara bersama- sama.

5. Hasil dari butir ke 4 adalah klasifikasi kesesuaian lahan.

6. Penyajian dari hasil-hasil

Konsultasi Pendahuluan

Konsultasi antara pihak perencana yang menghendaki studi evaluasi lahan dengan

organisasi yang melaksanakan evaluasi lahan yang merupakan tahap awal evaluasi

lahan. Apabila kedua pihak menyepakati maka tujuan survei dan jenis evaluasi dapat

ditentukan. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain :

a) Penetapan yang jelas tujuan evaluasi

b) Jenis data yang akan digunakan

c) Asumsi yang digunakan dalam evaluasi

d) Daerah penelitian

e) Serta intensitas dan skala survei.

Jenis Penggunaan Lahan

Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan

persyaratan- persyaratan yang diperlukan.

Deskripsi satuan peta lahan (spl) dan kualitas lahan

Studi evaluasi lahan memerlukan survei sumber daya fisik wilayah, sekalipun

informasi sudah cukup tersedia. Survei tersebut meliputi servei tanah atau lanfform,

survei ekologi lainnya, invertarisasi hutan, survei air permukaan atau survei daya air

tanah, atau l;ainnya. Tujuan survei tersebut adalah mendefinisikan dan menentukan

batas satuan-satuan peta lahan dan untuk menetukan kualitas lahannya.

Deliniasi satuan peta lahan (SPL) di dasarkan sebagian karaktristik lahan yang

mudah dipetakkan, seringkali adalah landfrom,tanah dan vegetasi. Namun demikian

kualitas lahan yang sangat berpengaruh terhadap tipe penggunaan lahan yang

dievaluasi perlu dikaji lebih detail selama survei lapangan. Misal nya dalam survei

proyek irigasi, perhatian utama ditunjukan pada sifat-sifat fisik tanah yang berkaitan

dengan kualitas dan jumlah air yang tersedia serta kondisi medan dalam kaitannya

dengan metode irigasi yang akan diterapkan.

Pembandingan penggunaan lahan dengan lahan

Fokus utama prosedur evaluasi lahan adalah mengumpulkan beragam data dan

membandingkan data-data tersebut. Hasil perbandingan menetukan kelasifikasi

kesesuaian lahan.

Data-data tersebut meliputi :

1. Jenis penggunaan lahan yang relevan serta persyaratan dan pembatas masing-masing.

2. Satuan-satuan peta lahan dan kualitas lahan masing-masing.

3. Kondisi ekonomi dan sosial.

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Hasil pembandingan antara persyaratan penggunaan lahan dan kualitas lahan yang dikombinasikan dengan penilaian masukan dan keuntungan, dampak terhadap lingkungan, serta analisis ekonomi dan sosial menghasilkan suatu kelas keseuaian yang memperlihatkan kesesuaian dari masing-masing SPL untuk setiap penggunaan lahan yang relevan.

Pengecekan lapangan perlu dilakukan untuk membuktikan apakah hasil evaluasi kelas kesesuaian lahan dengan cara matching diatas telah benar-benar sesuai dengan kenyataan.

Penyajian Hasil Evaluasi

Hasil evaluasi lahan disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang menjelaskan

tentang berbagai informasi yang dikemukakan diatas. Informaasi terhadap lebih dari

satu penggunaan lahan harus selalu dikemukakan.

Peta-peta kesesuaian lahan yang dilengkapi dengan legenda peta yang berupa

tabel, merupakan cara yang paling baik dalam menyajikan hasil evaluasi dalam

bentuk yang ringkas yang mudah dipahami oleh pengguna.

Naskah pendukung yang tertuang dalam laporan yang selalu dibutuhkan untuk

menjelaskan prosedur yang digunakan, menguraikan jenis-jenis penggunaan lahan,

pengelolaan dan spesifikasi perbaikan, serta akibat ekonomi dan sosial, berikut data-

data dan asumsi yang digunakan dalam evaluasi.

Keenam kegiatan diatas merupakan ringkasan dari prosedur evaluasi, walaupun dalam

pelaksanaannya sering ditemukan berbagai kesulitan. Metode megasumsikan bahwa persyaratan

khusus penggunaan lahan atau tanaman telah diketahui, tetapi mengenai informasi terperinci

mengenai kondisi pertumbuhan optimum yang ditemukan sering belum diketahui secara tuntas.

Contoh Peta arahan penggunaan lahan untuk daerah pantai barat Kabupaten Aceh Barat

(berdasarkan peta skala 1:25.000).

Daftar Pustaka :

Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.

FAO. 1976. A Frame Work for Land Evaluation [Soil Buletin]. Food and Agriculture

Organization of the United Nations. Rome.Italy. Di dalam: Djaenudin, D., Marwan, H.,

Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk

Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

FAO, 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No 32, Rome, Italy [sources:

http://www.fao.org]

Rayes, M. Luthfi., 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta : ANDI hal.

181-184