BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi...

21
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa Komunikasi secara etimologis “communicato” bersumber dari kata communs” yang berarti sama makna. Sedangkan secara terminologi komunikasi merupakan penyampaian pesan, informasi, simbol dari seorang komunikator kepada komunikan melalui media tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan pertukaran makna, dimana fokus bagaimana pesan atau teks, berinteraksi dengan manusia didalam rangka untuk memproduksi makna; artinya pandangan ini sangat memerhatikan peran teks didalam budaya 1 . Komunikasi memiliki bidang – bidang komunikasi diantaranya adalah komunikasi politik, komunikasi dakwah, komunikasi bisnis dan komunikasi pemasaran. Namun dalam setiap bidang komunikasi terdapat konteks – konteks komunikasi yang digunakan. Joseph A. de Vito dalam bukunya Comminiology (1982) membagi konteks komunikasi menjadi komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpersonal, komunikasi publik, dan komunikasi massa (Cangara, 2005 : 29) 1 John Fiske. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada) hlm. 3-6

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi secara etimologis “communicato” bersumber dari kata

“communs” yang berarti sama makna. Sedangkan secara terminologi komunikasi

merupakan penyampaian pesan, informasi, simbol dari seorang komunikator

kepada komunikan melalui media tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan pertukaran makna,

dimana fokus bagaimana pesan atau teks, berinteraksi dengan manusia didalam

rangka untuk memproduksi makna; artinya pandangan ini sangat memerhatikan

peran teks didalam budaya1.

Komunikasi memiliki bidang – bidang komunikasi diantaranya adalah

komunikasi politik, komunikasi dakwah, komunikasi bisnis dan komunikasi

pemasaran. Namun dalam setiap bidang komunikasi terdapat konteks – konteks

komunikasi yang digunakan. Joseph A. de Vito dalam bukunya Comminiology

(1982) membagi konteks komunikasi menjadi komunikasi intrapersonal,

komunikasi antarpersonal, komunikasi publik, dan komunikasi massa (Cangara,

2005 : 29)

1 John Fiske. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada) hlm. 3-6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

7

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang

berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada

khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti

radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain.

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan

media massa, baik media cetak maupun media elektonik. Sebab awal

perkembangannya, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of

mass communication (media komunikasi massa)2.

Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk

memindahkan pesan dari pengirim kepada penerima. Dalam komunikasi massa,

media adalah alat penghubung antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka,

dimana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam

komunikasi massa dapat dibedakan menjadi dua, media cetak dan media

elektronik.

Media cetak merupakan suatu media yang bersifat statis dan

mengutamakan pesan- pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran kertas dengan

sejumlah kata,gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman putih. Media

cetak merupakan dokumen atas segala dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa

yang ditangkap oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar , foto,

dan sebagainya. Media massa yang merupakan media cetak adalah surat kabar,

majalah, buku, dan sebagainya.

2 Nurudin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada) hlm 3-4

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

8

Media elektronik merupakan sarana media massa yang mempergunakan

alat-alat elektronik modern. Media elektronik dapat menarik khalayaknya

memberikan perhatian secara penuh karena apa yang disiarkannya tidak diulang.

Media elektronik sejak awal sudah bersifat demokratis dengan khalayak

masyrakat luas secara keseluruhan, bukan kalangan tertentu saja. Media massa

yang merupakan media elektronik adalah radio, televisi, film dan internet.

Dari pemaparan di atas Film adalah media komunikasi yang bersifat audio

visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang

berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy, 1986: 134). Pesan film sebagai

media komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film

tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik

itu pesan pendidikan, hiburan, informasi dan sosialisasi. Albert Bandura

menyatakan Social Learning Theory, teori yang menganggap media massa

sebagai Agen sosialisasi yang utama disamping keluarga, guru dan sahabat.

Dalam hal ini, film sebagai media komunikasi massa yang mampu menjadi media

sosialisasi.

Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap

massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, film mampu

bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film, penonton seakan-

akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan

bahkan dapat mempengaruhi audiens.

Pada dasarnya film dapat dikelompokan kedalam dua pembagian dasar,

yaitu kategori film cerita dan non cerita. Pendapat lain menggolongkan menjadi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

9

film fiksi dan film non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan

cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film

cerita bersifat komersil, artinya dipertunjukan di bioskop dengan harga karcis

tertentu atau diputar di televisi dengan dukungan sponsor iklan tertentu. Film non

cerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya, yaitu merekam

kenyataan dari pada fiksi tentang kenyataan (sumarno, 1996: 10).

Film merupakan bisa berupa gambaran atas realitas sosial yang terjadi

sehari-hari. Pembuatan filmnya pun harus melalui sentuhan- sentuhan unsur-unsur

seni sehingga bisa menjadi sebuah film yang memiliki pesan moral kepada

masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya film maka bisa merupakan deskripsi

akan budaya masyarakat. Budaya- budaya pada sebuah masyarakat akan

tercerminkan dalam sebuah film melalui sentuhan-sentuhan seninya.

Film yang bagaimana yang berkualitas dan bermutu sebenarnya hal itu

memang terlalu sukar untuk diutarakan, tetapi tidak terlalu sukar untuk dirasakan.

Bermutu atau berkualitasnya sebuah film sebenarnya tergantung dari penilaian

yang bersifat subyektif. Semua itu kembali lagi pada selera masing-masing orang.

Adapun pelbagai ketentuan-ketentuan menurut Effendy (2003:226) yang

barangkali dapat dipergunakan untuk menentukan kriteria film berkualitas atau

bermutu:

a. Memenuhi tri fungsi film, pada dasarnya film mempunyai tiga fungsi pokok

yaitu menghibur, mendidik serta fungsi menerangkan. Ketika seseorang

menonton film, pada kenyataannya mereka itu ingin mendapatkan suatu

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

10

hiburan yang berbeda. Hal itu dikarenakan aktivitas manusia yang sangat

padat, sehingga mereka meluangkan waktu senggangnya untuk itu.

b. Konstruktif, film yang bersifat konstruktif adalah film yang menonjolkan

peran aktor-aktornya serba negatif, sehingga hal itu sangat mudah untuk

ditiru oleh masyarakat terutama kalangan remaja.

c. Artistik, Etis dan Logis, film memang haruslah mempunyai nilai artistik

dibandingkan dengan karya seni yang lainnya. Oleh karena itu, unsur

kelogisan dirasa penting dalam sebuah film untuk memberikan wacana yang

positif terhadap masyarakat.

d. Persuasif, film yang bersifat persuasif adalah film yang mengandung ajakan

secara halus, dalam hal ajakan berpartisipasi terutama dalam pembangunan.

Seringkali ajakan tersebut berasal dari program sosialisasi pemerintah

tentang suatu topik.

2.2 Film Sebagai Ekspresi Realitas Sosial Budaya

Komunikasi merupakan salah satu aktivitas kehidupan baik disadari

maupun tidak disadari, setiap orang mengenalnya dan melakukan aktivitas

tersebut. Hal sederhana yang banyak diketahui oleh setiap individu tentang

komunikasi yaitu bagaimana kita berhubungan dengan orang lain dan bagaimana

kita saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan pada saat mereka menonton

televisi mendengarkan radio, melihat film di bioskop dan lain-lain bukan

merupakan kegiatan komunikasi, karena tidak adanya lawan bicara. Hal ini dapat

dimaklumi karena tidak semua individu dapat mendefinisikan tentang proses

komunikasi.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

11

Menurut para teoritikus film, menyatakan bahwa film yang dikenal

dewasa ini merupakan perkembangan produksi film yang dianggap sebagai

kerja kolaboratif, yaitu melibatkan sejumlah tenaga kreatif seperti sutradara,

penulis skenario, penata kamera, penyunting gambar, penata artistik dan

pemeran. Unsur-unsur kreatif ini saling mendukung dan mengisi untuk

membentuk totalitas dalam suatu produksi film (Sumarno, 1996:16).

Perkembangan dunia komunikasi dan film merupakan perkembangan dari

kehidupan sosial masyarakat. Banyak film-film yang berdedar banyak

menyiratkan makna-makna dalam kehidupan social masyarakat. Misalnya saja

film Axelerate: The series yang menggambarkan seorang pria menjalani hidup

dan menggapai tujuannya atau film catatan si Boy yang menyiratkan kehidupan

seorang pria yang menjadi idola. Hal ini menjadikan film sebagai media

komunikasi dalam menyampaikan realitas sosial budaya dalam masyarakat.

2.3 Macam – Macam Genre Film

Genre merupakan klasifikasi yang memiliki ciri – ciri tersendiri untuk

mengelompokkan film. Dalam film fiksi terdapat banyak genre antara lain :

1. Komedi

Tema film komedi intinya adalah menonjolkan tontonan yang

membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-bahak. Film

komedi berbeda dengan lawakan, karena film komedi tidak harus

dimainkan oleh pelawak, tetapi pemain biasa pun bisa memerankan tokoh

yang lucu.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

12

2. Drama

Tema ini lebih menekankan pada sisi human interest yang

bertujuan mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami

tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film

tersebut. Tidak jarang penonton yang merasakan senang, sedih, kecewa,

dan ikut marah.

3. Action

Tema action mengutamakan adegan-adegan perkelahian,

pertempuran dengan senjata, atau kebutkebutan kendaraan antara tokoh

yang baik (protagonis) dengan tokoh yang jahat (antagonis), sehingga

penonton ikut merasakan ketegangan, was- was, takut, bahkan bisa ikut

bangga terhadap kemenangan si tokoh.

4. Horror

Film bertemakan horor selalu menampilkan adegan-adegan yang

menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding karena perasaan

takutnya. Hal ini karena film horor selalu berkaitan dengan dunia gaib/

magis, yang dibuat dengan special affect, animasi, atau langsung dari

tokoh- tokoh dalam film tersebut.

5. Fantasy

Film dengan genre ini biasa melibatkan unsur magis atau hal di

luar jangkauan logika manusia, genre ini terangkat pasca kesuksesan The

Wizard of Oz (1939) dan kemudian muncul film-film seperti, The lord of

the Rings (2003) dan lain sebagainya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

13

6. Thriller

Genre ini selalu mendapat tempat di hati para penggemarnya.

Sensasi ketegangan yang dirasakan ketika menonton film sejenis dapat

memberikan sensasi tersendiri bagi para penikmatnya. Psycho (1960),

Memento (2001).

7. Musical

Genre film dimana didalamnya lagu dinyanyikan oleh para

karakter terjalin kedalam narasi, kadang-kadang disertai dengan tarian,

seperti film Petualangan Sherina.

8. Adult

Film-film dengan genre ini hanya diperuntukan bagi para penonton

yang berusia di atas 18 tahun. Banyaknya adegan kekerasan dan seks yang

tersaji dalam film-film ini membuat film diberi rating “R”3 hingga “NC-

17”4 oleh lembaga rating Amerika. Basic Instinct (1992), Caligula (1979).

9. Sci-Fi

Film bergenre ini biasanya menggambarkan fenomena berbasis

ilmu pengetahuan yang belum tentu diterima oleh ilmu pengetahuan saat

ini, seperti film tentang adanya kehidupan di luar bumi.

10. Cult

Definisi genre ini memang tidak pasti dan kerap berbeda dari

pendapat satu ke pendapat yang lainnya. Ada yang mengatakan sebuah

film layak dikatakan cult apabila ketika dirilis tidak sukses, namun seiring

3 adalah "Restricted" atau dibatasi!. film dengan rating "R" tidak diijinkan untuk anak yang berumur dibawah 17 tahun tanpa pengawasan orang tua 4 film ini merupakan asli untuk orang desawa!, dan tidak di perkenankan untuk orang yang berumur kurang dari 17 tahun

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

14

berjalannya waktumendapat supporter yang masiv. Ada juga yang

mengatakan jika beberapa unsur dalam filmnya unik dan berbeda dari

kebanyakan film lainnya, maka dapat dikatakan cult. Pulp Fiction (1994),

Dogville (2003).

11. Animation

Film yang pengelolahan gambarnya menggunakan bantuan grafik

komputer hingga menghasilkan efek 2 dimensi dan 3 dimensi. How to

Train Your Dragon (2010).

12. Documentary

Film berdasarkan kisah nyata dan terbukti otentik dari kejadian

yang pernah terjadi di kehidupan nyata. Fahrenheit 9/11 (2004).

Dari paparan di atas film Catatan Si Boy, Ada Ada Dengan Cinta dan

Axelerate The Series masuk dalam kategori genre film drama, film yang

menekankan pada sisi human interest yang dapat membuat penonton seolah - olah

ikut merasakan apa yang terjadi dalam film ini.

2.4 Sinematografi

Sinematografi berasal dari kata cinema yang merupakan singkatan dari

cinemathographie. Cinemathographie berasal dari kata cinema yang artinya

gerak, lalu tho yang berarti cahaya dan graphie yang berarti tulisan atau gambar.

Jadi definisi dari cinemathopraphie adalah melukis gerak dengan cahaya.

Cinemathopraphie juga merupakan istilah harfiah untuk menyebut film.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

15

2.4.1 Bahasa Film

Secara singkat, bahasa film merupakan sederatan gambar

yang bergerak maupun statis. Namun kemajuan teknologi

membuat film bisa ditambahkan suara, sehingga pengertian

bahasa film menjadi sederatan gambar yang bergerak maupun

statis dan ditambah dengan suara. Selain itu, ada ketentuan lain

yang harus diperhatikan dalam bahasa film yaitu running time

(space / ruang) Karena itu penulis skenario harus

memperhatikan ketiga unsur yaitu: gambar, suara dan running

time.

a. Gambar

Dalam bahasa film, gambar tidaklah berdiri sendiri. Ada

beberapa unsur pokok yang harus diperhatikan seperti

set/tempat, properti, cahaya aktor dan obyek.

Makna sebuah gambar dalam film juga ditentukan dari

sudut pengambilan gambar (angle kamera). Straight angle, yaitu

sudut pengambilan gambar yang normal. Posisi kamera sejajar

dengan objek. Biasa digunakan untuk mengambil gambar acara

yang tetap. Mengesankan situasi normal. Yang kedua ada Low

angel, sudut pengambilan gambar dari tempat yang lebih rendah

lentaknya dari objek. Hal ini akan membuat kesan kuat,

berkuasa dan memiliki kekuatan yang menonjol. High angle,

merupakan sudut pengambilan gambar dimana posisi kamera

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

16

berada di atas objek, hal ini dapat memberikan penonton suatu

kesan kekuatan dan superiroritas.

b. Suara

Suara dapat dipandang sebagai unsur yang penting, kurang

penting, bahkan sama sekali tidak penting, tergantung pada cara

penulis menyusun skenarionya. Suara memang bisa membuat

gambar menjadi lebih hidup. Namun ada kalanya suara juga

tidak diperlukan jika keheningan dirasa tepat untuk suatu

adegan. Suara dibagi dalam 3 golongan, yaitu dialog/narasi,

sound effect dan background music.

Dialog biasa digunakan film fiksi. Dialaog sendiri

merupakan kata – kata yang berfungsi untuk mengemukakan

pendapat, menjelaskan tetang tokoh, menggerakkan plot dan

juga mengungkap fakta. Dalam istilah yang lebih sederhana

dialaog adalah percakapan. Sedangkan Narasi merupakan sarana

penting bagi film non fiksi, karena pada umumnya film nonfiksi

disunting dengan menggabungkan dua gambar yang tidak

memiliki keterkaitan satu sama lain (cut way). Untuk itu

dibutuhkan narasi sebagai alat untuk menyambungkan kedua

gambar tersebut, agar tidak tejadi kesalahan penafsiaran oleh

penonton dan narasi akan membuat gambar menjadi satu

kesatuan.

Selain dialog dan narasi, suara pada film juga bisa berupa

sound effect. Sound effect atau efek suara merupakan suara –

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

17

suara baik itu suara tiruan maupun suara sebenarnya yang

digunakan untuk menampilkan daya imajinasi atau penafsiaran

tentang suasana dan situasi yang ditampilkan. Merupakan suara

untuk latar belakang yang berfungsi untuk menghidupkan setiap

gerak dalam shot.

Setelah dialog/narasi dan juga sound effect, untuk

menghidupkan suatu adegan dalam film biasanya menambahkan

background music. Background music atau musik latar belakang

merupakan musik yang berfungsi untuk melatar

belakangi/mengiringi adegan yang sdang tayang. Mengingat

fungsinya sebagai latar belakang, maka dalam

memilih/menggunakan musik ini., harus betul-betul sesuai

dengan adegan yang disajikan. Penggunaan musik ini setidaknya

akan menghidupkan dan mewarnai suasana. Selain itu, musik

juga bisa memberikan informasi tentang waktu dalam adegan

yang sedang tayang.

c. Running Time

Running Time merupakan masa putar sebuah film atau

berapa lama film itu diputar. Istilah lain untuk running time

adalah durasi. Jadi running time adalah panjang pendeknya

waktu yang dibutuhkan film untuk tayang. Dalam film fiksi

running time berkisar abatara 90 sampai dengan 105 menit,

sedangkan untuk film nonfiksi berkisar antara 5 sampai dengan

30 menit.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

18

2.4.2 Tokoh

Istilah tokoh merujuk pada individu – individu yang

muncul dalam sebuah cerita. Tokoh dapat didefinisikan sebagai

pelaku cerita. Aminudin dalam bukunya (2002 : 79)

menjelaskan pengertian tentang tokoh merupakan pelaku yang

mengemban peristiwa, sehingga peristiwa – peristiwa tersebut

dapat terjalin menjadi sebuah cerita.

Tokoh cerita dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan

tokoh tambahan. Dalam sebuah cerita ada tokoh yang tergolong

penting dan sering muncul, sehingga mendominasi isi cerita.

Ada juga tokoh yang hanya muncul sekali atau beberapa kali

dan porsinya relatif singkat.

Berdasarkan keterlibatannya tokoh utama (tokoh sentral)

merupakan tokoh yang mempunyai porsi peran lebih banyak

dibandingkan dengan tokoh tambahan (tokoh periferal).

Untuk dapat menentukan tokoh utama dan tokoh tambahan

adalah dengan membandingkan peran setiap tokoh dalam cerita.

Agar dapat dikatakan sebagai tokoh utama, maka harus memiliki

kriteria sebagai berikut, bertindak sebagai pusat pembicaraan

dan sering diceritakan, sebagai pihak yang paling dekat

kaitannya dengan tema cerita, lebih sering melkukan interaksi

dengan tokoh lain.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

19

2.4.3 Karakter

Karakter bisa disebut juga penokohan ataupun perwatakan

merujuk pada sifat dan watak dari pelaku cerita. Penggunaan

istilah tersebut menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

Henry Guntur (2003 : 146) menjelaskan dalam bukunya

mengenai karakter sebagai suatu proses yang digunakan oleh

seorang pembuat cerita dalam menciptakan tokoh – tokohnya.

Karakter atau penokohan atau perwatakan adalah lukisan

mengenai tokoh cerita baik keadaan lahirnya, maupun batinnya

uang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya,

keyakinannya, dan adat istiadatnya.

Karakter atau penokohan di bagi menjadi 3, yaitu

Protagonis atau yang biasa disebut sebagai tokoh utama baik

dalam film. Antagonis adalah kebalikan dari protagonist,

karakter ini biasa digambarkan sebagai jahat yang memulai

konflik dalam sebuah film. Selanjutnya ada Tritagonis, karakter

ini biasanya digambarkan sebagai tokoh pembantu yang

biasanya muncul sebagai tokoh yang dapat membantu

menyelesaikan masalah dalam cerita. (Wicaksono : 2014)

2.5 Penggambaran Karakter Dalam Film

Pada awal abad ke 20, akar film komersil adalah darama panggung / teater.

Namun film berbeda dalam bebagai hal, film memiliki potensi seni piktorikal

yang cermat dan memiliki kesanggupan bercerita yang lebih besar. Maksudnya

adalah seorang aktor dikatakan berhasil jika ia bisa membangun citra yang baik.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

20

Citra disini merupakan karakter tokoh yang sudah diciptakan dalam naskah cerita

sesuai dengan arahan sutradara. Apabila seorang aktor ingin dianggap berhasil,

maka ia harus mampu menciptakan karakter baru dalam dirinya sesuai dengan apa

yang karakter yang ada dalam naskah.

Karakter erat kaitannya dengan plot. Plot merupakan insiden – insiden

yang menyangkut dengan karakter. Seorang aktor harus mampu menafsirkan plot

– plot dalam cerita dengan akting mereka. Karakter tercipta dari pemikiran

seorang sutradara, sebelum akhirnya akan dijabarkan oleh penulis skenario.

Dalam sebuah film bagaimana karakter sebuah peran tergantung bagaimana

seorang sutradara menciptakannya. Akan menjadi sangat beresiko ketika seorang

sutradara tidak hati – hati dalam menciptakan karakter dalam film.

Penggambaran karakter tokoh pada sebuah film tidak bisa lepas dari

konsep gender yang telah ada. Misal, perempuan dikenal dengan sosok yang

lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara pria dianggap kuat,

rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat

dipertukarkan, misalnya ada pria yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat ,

rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke

waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.5

Dalam penggambaran karakter tokoh pria dalam film, sutradara harus

melihat unsur-unsur pembentuk konsep maskulinitas kala itu. Sebagai tokoh

sentral, citra pria maskulin bisa menjadi daya tarik penonton khususnya

penonton wanita.

5 Ibid, hlm 8-9

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

21

2.6 Maskulinitas

Kata maskulin sendiri sangat dekat dengan kata musle (otot) yang serta

merta akan diasosiasikan dengan keperkasaan, kekuatan, kepahlawanan dan

terkadang kekerasan (Subono, 2002:106). Maskulinitas di sini dapat dimaknai

dengan mengacu pada watak yang melekat pada laki-laki seperti jantan, perkasa,

agresif, rasional, dan dominan. Berbagai karakter maskulinitas muncul dan

menjadi wacana sehari-hari. Maskulinitas juga dapat dipersepsikan sebagai imaji

kejantanan, ketangkasan, keperkasaan, keberanian untuk menantang bahaya,

keuletan, keteguhan hati, hingga keringat yang menetes, otot laki-laki yang

menyembul atau bagian tubuh tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki yang

terlihat secara ekstrinsik. Laki-laki secara alamiah lebih mendominasi dan haus

akan kekuasaan.

Konsep maskulinitas sama halnya jika berbicara mengenai feminin.

Maskulinitas merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki.

Laki-laki tidak dilahiran begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami,

maskulinitas dibentuk oleh kebudayaan. Hal yang menentukan sifat perempuan

dan laki-laki adalah kebudayaan (Barker, dalam Nasir, 2007:1).

Tahap penyebaran konsep maskulinitas tidak terlepas dari keberadaan

media. Media sebagai alat penyebar informasi dan komunikasi telah menjadi

bagian dari kehidupan sosial masyarakat, karena dianggap sebagai agen

sosialisasi gender yang penting dalam keluarga dan masyarakat. Media

mengungkapkan kepada kita tentang peran pria dan wanita dari sudut pandang

tertentu. Media dengan demikian bisa menjadi saluran mitos dan sekaligus

sarana pengukuhan mitos tertentu tentang gender, pria dan wanita. Sehingga

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

22

dapat dikatakan bahwa media juga berperan penting dalam menciptakan nilai-

nilai maskulinitas laki-laki, baik itu media cetak maupun media elektronik.

Televisi, misalnya, lebih banyak menggambarkan pria daripada wanita, dan pria

lebih sering ditampilkan dalam peran pemimpin (Ibrahim, 2007: 4).

Dari masa ke masa, konsep maskulinitas telah mengalami perkembangan.

Hal tersebut dikemukakan Beynon dalam Muh Fitroh Anshori (2014: 22), yang

membagi konsep maskulinitas dalam setiap dekade menjadi 4 waktu, yaitu

maskulin sebelum tahun 1980-an, maskulin tahun 1980-an, maskulin tahun 1990,

dan maskulin tahun 2000-an.

Sosok maskulin yang muncul pada tahun sebelum 1980-an adalah pada

figur-figur laki-laki kelas pekerja dengan bentuk tubuh dan perilakunya sebagai

dominator, terutama atas perempuan. Citra laki-laki semacam ini memang kental

dengan awal industrialisasi pada masa itu, laki-laki bekerja di pabrik sebagai

buruh berlengan baja. Laki-laki terlihat sangat bapak, sebagai penguasa dalam

keluarga dan sosok yang mampu memimpin perempuan serta pembuat keputusan

utama. Konsep maskulinitas semacam ini dinamakan konsep maskulin yang

tradisional dalam pandangan barat.

Menurut Deborah David dan Robert Brannon (Nasir, 2007:2), terdapat

empat aturan yang memperkokoh sifat maskulinitas, yaitu:

1) No Sissy Stuff: sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau feminin

dilarang, seorang laki-laki sejati harus menghindari perilaku atau

karakteristik yang berasosiasi dengan perempuan.

2) Be a Big Wheel: Maskulinitas dapat diukur dari kesuksesan, kekuasan, dan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

23

pengaguman dari orang lain. Seseorang harus mempunyai kekayaan,

ketenaran, dan status yang sangat lelaki.

3) Be a Sturdy Oak: kelelakian membutuhkan rasionalitas, kekuatan dan

kemandirian. Seorang laki-laki harus tetap bertindak kalem dalam berbagai

situasi, tidak menunjukkan emosi, dan tidak menunjukkan kelemahannya.

4) Give em Hell: Laki-laki harus mempunyai aura keberanian dan agresi, serta

harus mampu mengambil risiko walaupun alasan dan rasa takut menginginkan

sebaliknya.

Dalam ketradisionalitasan yang dikembangkan oleh kebudayaan Jawa

juga kurang lebih sama, salah satunya mirip dengan poin kedua bahwa laki- laki

must be a big wheel. Seorang laki-laki dikatakan sukses jika berhasil memiliki

garwo (istri), bondo (harta), turonggo (kendaraan), kukilo (burung peliharaan),

dan pusoko (senjata atau kesaktian) (Osella & Osella, 2000: 120).

Maskulin pada tahun 1980-an, maskulin bukanlah laki-laki yang berbau

woodspice lagi, maskulin adalah sosok laki-laki sebagai new man. Beynon

(Nasir, 2007: 3) menunjukkan dua buah konsep maskulinitas pada dekade 80-an

itu dengan anggapan-anggapan bahwa new man as nurturer dan new man as

narcissist. New man as nurturer merupakan gelombang awal reaksi laki-laki

terhadap feminisme. Laki-laki pun menjalani sifat alamiahnya seperti perempuan

sebagai makhluk yang mempunyai rasa perhatian. Laki-laki mempunyai

kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya, untuk mengurus anak. Keinginan

laki-laki untuk menyokong gerakan perempuan juga melibatkan peran penuh

laki-laki dalam arena domestik. Kelompok ini biasanya berasal dari kelas

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

24

menengah, berpendidikan baik, dan intelek (Beynon, dalam Nasir, 2007: 3).

Anggapan kedua adalah bahwa new man as narcissist, hal ini berkaitan dengan

komersialisme terhadap maskulinitas dan konsumerisme semenjak akhir Perang

Dunia II. New man as narcissist adalah anak-anak dari generasi zaman hippies

(tahun 60-an) yang tertarik pada pakaian dan musik pop. Banyak produk-produk

komersil untuk laki-laki yang bermunculan, bahkan laki-laki sebagai objek

seksual menjadi bisnis yang amat luar biasa. Di sini, laki-laki menunjukkan

maskulinitasnya dengan gaya hidup yuppies yang flamboyan dan perlente. Laki-

laki semakin suka memanjakan dirinya dengan produk-produk komersial yang

membuatnya tampak sukses. Properti, mobil, pakaian atau artefak personal

merupakan wujud dominan dalam gaya hidup ini. Kaum maskulin yuppies ini

dapat dilihat dari penampilannya berpakaian, juga Porsche mereka. Kaum

yuppies menganggap laki-laki pekerja industri yang loyal dan berdedikasi

sebagai sosok yang ketinggalan zaman dalam pengoprasian modal (Beynon,

dalam Nasir, 2007: 3).

Kemudian maskulin tahun 1990-an, Laki-laki kembali bersifat tidak

peduli lagi terhadap remeh-temeh seperti kaum maskulin yuppies di tahun 80-an,

The new lad ini berasal musik pop dan football yang mengarah kepada sifat

kelaki-lakian yang macho, kekerasan, dan hooliganism. Laki-laki kemudian

menyatakan dirinya dalam label konsumerisme dalam bentuk yang lebih macho,

seperti membangun kehidupannya di sekitar Football atau sepak bola dan dunia

minum-minum, juga sex dan hubungan dengan para perempuan (Beynon, dalam

Nasir, 2007: 4). Pada dekade 1990-an ini kaum laki-laki masih mementingkan

Leisure time mereka sebagai masa untuk bersenang-senang, menikmati hidup

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

25

bebas seperti apa adanya. Laki-laki bersama teman-temannya, bersenang-senang,

menyumpah, menonton sepak bola, minum bir, dan membuat lelucon-lelucon

yang dianggap merendahkan perempuan. Hubungan-hubungan laki-laki dengan

perempuan pun terbatas dalam hubungan yang bersifat kesenangan semata.

Kebebasannya menjauhkan dari hubungan yang bersifat domestik yang

membutuhkan loyalitas dan dedikasi.

Selanjutnya maskulin tahun 2000-an, Di luar perkembangan maskulin

yang dikemukakan oleh John Beynon, juga patut dicermati maskulin pada tahun

2000-an, mengingat tahun 2000-an sudah nyaris mendekati satu dekade. Hal yang

terjadi dengan laki-laki sekarang ini adalah munculnya sesuatu yang khas dan

semakin lama gejala kelelakian semakin penuh dengan terminologi-terminologi

baru. Homoseksual yang sudah berkembang semenjak dekade 80-an, sekarang

bahkan terminologi laki-laki sudah mengenal istilah metroseksual (Beynon,dalam

Nasir, 2007: 5).

Konsep maskulinitas yang dipaparkan oleh John Beynon inilah yang

menjadi landasan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Konsep maskulinitas

yang telah paparkan oleh Beynon dapat diartikan, bahwa konsep maskulinitas

bukanlah hal yang mutlak. Konsep maskulinitas akan terus berkembang dan

berubah dengan adanya pengaruh budaya yang dibawa oleh media massa, salah

satunya film.

Maskulinitas dapat dilihat dari selera dan cara berpakaian, penampilan,

bentuk aktivitas, cara bergaul, cara penyelesaian permasalahan, ekspresi verbal

maupun non verbal hingga jenis aksesoris tubuh yang dipakai (Vigorito & Curry,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Media Komunikasi ...eprints.umm.ac.id/35411/3/jiptummpp-gdl-dimasharit-49653-3-babii.pdfMenurut John Fiske komunikasi merupakan produksi dan

26

1998:1). Seperti pada pemaparan sebelumnya, film sebagai media komunikasi

massa yang berperan sebagai agen sosialisasi gender. Dalam penggambaran

tokoh pria dalam sebuah film, maskulinitas dapat dilihat dari bagaimana elemen

- elemen yang telah dikemukakan oleh Vigorito & Curry di atas.