BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/54721/3/BAB II.pdfasmatikus. Status asma yang dialami...

25
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma 2.1.1 Pengertian Asma Asma merupakan penyakit kronik pada saluran napas yang ditandai dengan adanya inflamasi. Penyakit asma ditandai dengan gejala saluran napas berupa dada terasa berat, sesak nafas, mengi, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu, serta keterbatasan aliran udara ekspirasi (Runtuwene dkk, 2016). Individu yang rentan inflamasi, menyebabkan gejala yang berulang seperti sesak napas, mengi, sakit dibagian dada, dan batuk pada malam hari. Hal Ini terjadi karena inflamasi kronis menyebabkan meningkatnya hiperresponsif jalan napas. Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang bervariasi baik spontan maupun dengan pengobatan (PDPI,2011). Selain itu, asma memiliki sifat hilang timbul yang artinya dapat tenang dengan atau tanpa gejala yang tidak mengganggu aktivitas , tetapi dapat mengalami eksaserbasi gejala ringan sampai berat bahkan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007). 2.1.2 Prevalensi Asma Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sekitar 300 juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun 2025 (Kemenkes RI, 2015). Meskipun dengan pengobatan efektif angka morbiditas dan mortalitas asma masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2018 didapatkan prevalensi asma di Indonesia dengan kejadian tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,5%), diikuti Kalimantan Timur (4,4%), Bali (4,4%), dan Kalimantan Tengah (4,3%),Provinsi Jawa Timur masuk ke dalam urutan 12 dari 35 provinsi dengan prevalensi asma sebesar 2,4% (Kemenkes RI,2018). 2.1.3 Klasifikasi Asma Asma diklasifikasikan berdasarkan berat penyakit, etiologi, dan keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/54721/3/BAB II.pdfasmatikus. Status asma yang dialami...

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Asma

    2.1.1 Pengertian Asma

    Asma merupakan penyakit kronik pada saluran napas yang ditandai dengan

    adanya inflamasi. Penyakit asma ditandai dengan gejala saluran napas berupa dada

    terasa berat, sesak nafas, mengi, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu,

    serta keterbatasan aliran udara ekspirasi (Runtuwene dkk, 2016).

    Individu yang rentan inflamasi, menyebabkan gejala yang berulang seperti

    sesak napas, mengi, sakit dibagian dada, dan batuk pada malam hari. Hal Ini terjadi

    karena inflamasi kronis menyebabkan meningkatnya hiperresponsif jalan napas.

    Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang bervariasi baik

    spontan maupun dengan pengobatan (PDPI,2011). Selain itu, asma memiliki sifat

    hilang timbul yang artinya dapat tenang dengan atau tanpa gejala yang tidak

    mengganggu aktivitas , tetapi dapat mengalami eksaserbasi gejala ringan sampai

    berat bahkan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007).

    2.1.2 Prevalensi Asma

    Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa

    baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sekitar 300 juta manusia di

    dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400

    juta pada tahun 2025 (Kemenkes RI, 2015). Meskipun dengan pengobatan efektif

    angka morbiditas dan mortalitas asma masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang

    meninggal adalah penderita asma. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

    (Riskesdas) di Indonesia tahun 2018 didapatkan prevalensi asma di Indonesia

    dengan kejadian tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,5%), diikuti Kalimantan

    Timur (4,4%), Bali (4,4%), dan Kalimantan Tengah (4,3%),Provinsi Jawa Timur

    masuk ke dalam urutan 12 dari 35 provinsi dengan prevalensi asma sebesar 2,4%

    (Kemenkes RI,2018).

    2.1.3 Klasifikasi Asma

    Asma diklasifikasikan berdasarkan berat penyakit, etiologi, dan

    keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi

  • 5

    pengobatan dan penatalaksanaannya. Klasifikasi Berat penyakit asma berdasarkan

    gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.

    Tabel II.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

    Sebelum Pengobatan

    (PDPI,2011)

    Berdasarkan Tabel II.1, Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan

    tapi tidak adekuat. Pengobatan asma dapat mengubah gambaran klinis dan faal

    paru. Oleh karena itu, padaderajat berat asma dalam pengobatan harus

    mempertimbangkan pengobatannya. Bila pengobatan yang dijalani sesuai dengan

    gambaran klinis, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Penderita asma dengan

    gambaran klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis pengobatan yang

    sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma. Demikian pula dengan

    penderita asma yang gambaran klinisnya intermiten mendapat pengobatan sesuai

    dengan derajat asma intermiten, maka derajat asmanya adalah intermiten

    (PDPI,2011).

  • 6

    2.1.3.1 Asma Saat Serangan

    Tabel II.2 Klasifikasi Asma berdasarkan Serangan

    (Kemenkes,2008)

    Berdasarkan Tabel II.2 asma dapat ditentukan berdasarkan beratdan

    ringannya serangan. GINA (Global Initative for Ashtma) tahun 2006 membuat

    pembagian derajat asma berdasarkan uji fungsi paru, gejala, serta pemeriksaan

    laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan.

    Klasifikasi tersebut meliputi serangan ringan, sedang dan berat. Perlu dibedakan

    antara asma kronik dan serangan asma akut, misalnya pasien asma kronis yang

    mendapat serangan akut ringan atau penderita asma episodik yang mendapat

    serangan akut berat (Kemenkes RI,2008).

    2.1.4 Patofisiologi Asma

    Serangan asma timbul apabila seorang yang atopi terpapar ataupun berkontak

    dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari. Ini akan memicu

    pembentukan imunoglobulin E (IgE). Faktor atopi ini dipercayai diturunkan secara

    genetik. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas atau kulit akan

    ditangkap oleh sel makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).

  • 7

    1. Hiperaktivitas saluran napas

    Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran

    napas yang akan memicu terjadinya obstruksi. Rusaknya epitel pada saluran napas,

    terganggunya syaraf otonom, dan perubahan otot polos bronkus diduga berperan

    pada terjadinya hipereaktivitas saluran napas. Terjadinya peningkatan karena

    inflamasi kronik yang melibatkan dinding saluran napas sehingga menjadi terbatas

    tetapi dapat kembali dengan atau tanpa pengobatan. Hiperaktivitas merupakan

    respon terhadap berbagai macam rangsang.

    Penyempitan saluran napas yang berlebihan merupakan patofisiologi yang

    secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung

    jawab terhadap hiperaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi berhubungan

    dengan perubahan otot polos (hiperplasi dan hipertrofi) pada saluran napas yang

    terjadi secara sekunder dapat menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu,

    inflamasi dinding saluran napas terutama daerah peribronkial dapat memperberat

    penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos (Setiawan,2018).

    2. Penyempitan saluran napas

    Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala

    dan perubahan fisiologi asma. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya

    penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada

    saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.

    Kontraksi otot polos saluran napas merupakan respon terhadap berbagai

    mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan

    terhadap penyempitan saluran napas dapat dikembalikan dengan bronkodilator.

    Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi.Penebalan

    saluran napas disebabkan karena perubahan struktural (Setiawan,2018).

    2.1.5 Faktor Risiko Asma

    Risiko terjadinya asma adalah interaksi antara faktor lingkungan dan faktor

    pejamu (dapat dilihat pada gambar 2.2). Faktor pejamu merupakan faktor genetik

    yang mempengaruhi berkembangnya asma, berupa riwayat alergi (atopi), hiper-

    reaktivitas bronkus, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor

  • 8

    yang dapat mempengaruhi suatu individu menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan

    gejala asma yang menetap (PDPI,2011).

    Tabel II.3 Faktor Risiko Asma

    (PDPI,2011)

    Berdasarkan Tabel II.3, Faktor lingkungan berupa asap rokok, virus, polusi

    udara, status social dan ekonomi serta besarnya keluarga (PDPI, 2011). Paparan

    asap rokok yang terjadi selama masa kehamilan kemungkinan meningkatkan

  • 9

    terjadinya mengi pada bayi. Pada orang dewasa, merokok dapat meningkatkan

    keparahan asma, dan menurunkan respon pada penggunaan kortikosteroidd

    inhalasi.

    Faktor lingkungan dan faktor genetik memainkan peran penting terhadap

    kejadian asma. Paparan terhadap infeksi juga menjadi pencetus asma terutama

    infeksi virus seperti rhinovirus. Alergen dan sensitisasi yang ada pada lingkungan

    dipertimbangkan menjadi dasar utama yang mengarahkan kepada terjadinya asma

    (PDPI, 2011)

    (Kemenkes, 2013)

    Gambar 2.1 Hubungan Genetik dengan Kejadian Asma

    Berdasarkan Gambar diatas, dikatakan faktor genetik turut berperan dalam

    terjadinya asma kerana pembentukkan immunoglobin E. Akibat pelepasan zat aktif

    seperti histamin maka terjadi kontraksi otot polos pada bronkus serta edema pada

    saluran pernapasan. Menurut Drazen et al (1999), sel mast turut memproduksi

    sisteinil leukotriene yaitu C4, D4 dan E4. Leukotriene ini apabila berikatan dengan

    reseptornya yang spesifik akan mengkaibatkan peningkatan permebialitas vaskular

    dan hiperplasia kelenjar serta hipersekresi mukus.

    Faktor host yang lain seperti obesitas dikatakan turut berkontribusi terhadap

    terjadinya asma. Hal ini telah dibuktikan dari banyak penelitian yang mendapatkan

    bahawa seseorang yang obesitas mempunyai pelbagai mediator tertentu di dalam

    sel lemak misalnya leptin yang mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan

    meningkatkan kecenderungan timbulnya asma.

  • 10

    2.1.6 Gejala Klinik Asma

    Gejala yang biasa terjadi berkorelasi dengan beratnya derajat hiperaktivitas

    bronkus. Obstruksi jalan napas yang reversible secara spontan atau dengan terapi

    obat. Gejala tersebut banyak terjadi pada pagidan malam hari. Gejalanya antara

    lain:

    1. Adanya bising mengi (wheezing)

    Wheezing adalah suara yang dapat terdengar melalui stetoskop. Bunyi yang

    terdengar seperti ngik-ngik di mana sering terjadi di pagi hari menjelang subuh. Hal

    ini akibat adanya ketidak seimbangan hormon kortisol yang rendah saat pagi serta

    factor lain yang mengikutinya.

    2. Batuk produktif sering pada malam hari

    3. Pursed lips breathing

    Pursed lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut

    mencucu dan ekspirasiyang memanjang. Saat melakukan ekspirasi inilah biasanya

    penderita asma mengalami kesakitan.

    4. Retraksi dinding dada

    Napas dengan dada yang mengalami penekanan sehingga otot dada terlihat

    sangat tegang (konstriksi).

    5. Dyspnea

    Dyspnea atau sesak napas terjadi akibat aliran udara yang terhambat yang

    dikarenakan saluran napas sempit. Sesak napas ini sering terjadi bersamaan dengan

    bunyi mengi. Saat serangan asma penderita bisa mengalami keadaan dyspnea yang

    cukup berat bahkan sampai seperti tercekik.

    Pada keadaan asma berat, gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan

    distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retraksi dinding dada) pasien

    susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala asma memburuk dengan adanya status

    asmatikus. Status asma yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan

    wheezing dan ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),

    kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),

    perbesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasisianosis, dyspnea

    dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi

  • 11

    dibronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi tanda adanya

    gagal pernapasan (PDPI, 2011).

    2.1.7 Riwayat Penyakit :

    a. Bersifat episodik atau hilang timbul

    b. Gejala asma berupa rasa berat di dada, sesak nafas, mengi, dan batuk

    produktif pada malam hari

    c. Gejala memburuk terutama malam hari

    d. Factor penyebab yang bersifat individu

    e. Respon terhadap pemberian bronkodilator

    Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit asma seperti

    riwayat keluarga, alergi, perkembangan penyakit dan pengobatan.

    2.1.8 Terapi Asma

    Penatalaksanaan asma adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan

    kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

    melakukan aktiviti sehari- hari (Depkes,2007).

    a. Tujuan penatalaksanaan asma

    1. Menghilangkan danmencegah gejala asma

    2. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

    3. Upayakan aktivitas normal termasuk exercise

    4. Menghindari efek samping obat

    5. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara

    6. Mencegah kematian karena asma

    b. Penatalaksanaan asma

    Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

    terkontrol bila

    1. Gejala minimal pada malam hari

    2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

    3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal

    4. Nilai APE kurang dari 20%

    6. Efek samping obat minimum

    7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat (UGD)

  • 12

    Penatalaksanaanasma ditujukan untuk meningkatkan pemahaman penderita

    bahwa asma adalah inflamasi kronik pada jalan nafas yang menyebabkan

    hiperesponsif dan obstruksi yang bersifat episodik. Penatalaksanaan tersebut dapat

    dilakukan melalui berbagai cara, manfaat, dan keamanan.

    Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :

    1. Edukasi

    2. Memonitor berat asma

    3. Pengendalian faktor pencetus

    4. Memberikan pengobatan asma jangka panjang

    5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

    6.Mengontrol secara teratur

    7. Pola hidup sehat (PDPI, 2011)

    2.1.8.1 Terapi Non Farmakologi Asma

    Selain pemberian obat pelega dan obat pengontrol asma, beberapa cara

    dipakai orang untuk mengobati asma. Sementara tata laksana non-farmakologi

    meliputi edukasi pasien, pengukuran dengan peak flow meter, identifikasi dan

    mengendalikan faktor pencetus, pemberian oksigen, banyak minum untuk

    menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak, kontrol secara teratur dan

    penerapan pola hidup seperti berhenti merokok, menghindari kegemukan, dan

    melakukan latihan fisik rutin atau berolahraga (Putri dkk,2017).

    Latihan fisik telah menunjukkan perbaikan pada sistem kardiorespirasi.

    Apabila perbaikan sistem kardiorespirasi merupakan faktor penentu berkurangnya

    gejala dan meningkatnya kualitas hidup pasien, maka latihan fisik diharapkan dapat

    memberi dampak yang menjanjikan. Perlu diperhatikan latihan fisik yang dipilih

    diharapkan aman dan dapat ditoleransi oleh anak dengan asma berat sekalipun.

    Salah satu latihan fisik atau olahraga yang baik untuk penderita asma adalah renang.

    Renang merupakan salah satu olahraga intensitas berat dengan energi yang

    dibutuhkan sebesar 8-10 metabolik ekuivalen (Putri dkk,2017).

    1. Identifikasi dan Mengendalikan Faktor Pencetus

    Penderiita asma dapat mengetahui faktor pencetus, tetapi pada sebagian

    penderita lainnya tidak dapat mengetahui faktor pencetusnya.

  • 13

    2.1.8.2 Terapi Farmakologi Asma

    Penatalaksanaan asma penting supaya asma yang diderita tidak bertambah

    parah. Sebenarnya penatalaksaan asma mempunyai beberapa tujuan seperti

    mencegah eksersebasi akut serta meningkatkan dan mempertahankan faal paru

    seoptimal mungkin. Mencegah keterbatasan aliran udara serta kematian akibat

    asma merupakan antara tujuan lain dari penatalaksaan asma (PDPI,2011). Selain

    itu, pemberian pengobatan jangka masa akut serta panjang merupakan antara

    komponen lain dalam penatalaksaan asma. Medikasi asma yang ditujukan untuk

    mencegah gejala obstruksi jalan napas terdiri atas obat pengontrol dan obat pelega.

    Obat pengontrol (controllers) merupakan pengobatan jangka panjang yang

    diberikan setiap hari untuk mencapai keadaan asal sehingga asma dapat terkontrol

    (PDPI,2003). Berikut adalah contoh dari obat pengontrol yang lazim digunakan:

    a) Kortikosteroid inhalasi dan sistemik

    b) Leukotrien modifiers

    Manakala obat pelega (reliever) yang sering dianjurkan adalah antikolinergik

    serta aminofilin. Tujuan dari penggunaan obat pelega ini adalah sebenarnya untuk

    menstimulasi reseptor β2 pada saluran napas. Maka dari ini semua otot polos pada

    saluran pernapasan akan berdilatasi. Akibatnya, keluhan sesak napas penderita akan

    berkurangan (PDPI,2011).

    2.1.9 Metode Pemberian Obat Asma Oral dan Inhalasi

    Pengobatan asma dilakukan untuk mencegah gejala asma obstruksi jalan

    napas, terdiri atas obat pengontrol dan obat pelega.

    2.1.9.1 Obat Asma Pengontrol (Controllers) Oral

    Obat pengontrol adalah obat asma yang digunakan setiap hari untuk

    mengontrol gejala pada penderita asma.

    Obat pengontrolatau obat pencegah, antara lain:

    a. Kortikosteroid inhalasi

    b. Kortikosteroid sistemik

    c. Sodium kromoglikat

    d. Nedokromil sodium

    e. Metilsantin

  • 14

    f. Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

    g. Agonis beta-2 kerja lama, oral

    h. Leukotrien modifiers

    i. Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

    j. Lain-lain

    1. Glukokortikosteroid sistemik

    Berdasarkan Tabel II.4, glukokortikosteroid sistemik dapat diberikan dengan

    cara oral maupun parenteral, glukokortikosteroid sistemik ditujukan sebagai

    peengontrol pada asma persisten berat (digunakan setiap hari ataupun selang

    sehari), akan tetapi penggunaan obat tersebut harus dibatasi mengingat risiko efek

    sistemik. Penggunaan steroid jenis inhalasi jangka panjang lebih baik dari pada

    steroid oral jangka panjang. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan misalnya

    pada keadaan asma persisten berat yang dalam terapi maksimal belum

    terkontrol(walau telah menggunakan panduan pengoabatn sesuai berat asma), maka

    dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu. Di Indonesia, penggunaan

    steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten

    sedang-berat tetapi tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi, untuk mengurangi

    efek samping sistemik maka perlu mempertimbangkan beberapa hal dibawah

    ini:(PDPI,2011).

    A. Gunakan prednison, prednisolon, atau metil prednisolon karena mempunyai

    efek mineral okortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada

    otot minimal

    B. Bentuk oral, bukan parenteral

    C. Penggunaan selang sehari atau sekali sehari di pagi hari

    Dosis pengobatan metil prednisolon 4 - 40mg sekali sehari sebagai dosis

    tunggal atau dalam dosis terbagi. Penggunaan metil prednisolon diberikan bersama

    makanan (DrugBank, 2019). Efek samping obat glukokortikosteroid oral ataupun

    parenteral dalam jangka panjang adalah hipertensi, osteoporosis, DM, katarak,

    supresi aksis adrenal, obesiti, glukoma, penipisan kulit, kelemahan otot serta striae.

    Glukokortikosteroid oral dapat meningkatkan risiko infeksi terhadap herpes zoster.

    Apabila penggunaan glukokortikosteroid penderita mengalami infeksi virus herpes

  • 15

    ataupun varisela, maka penggunaannya harus dihentikan(PDPI,2011).

    2. Metilsantin

    Berdasarkan Tabel II.4, Teofilin merupakan obat yang berfungsi sebagai

    bronkodilator dan memiliki efek ekstra pulmonera seperti anti inflamasi. Efektivitas

    bronkodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang terjadi pada

    konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efektivitas sebagai antiinflamasi melalui

    proses yang belum jelas terjadi pada konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Dosis teofilin

    yang rendah, efek anti inflamasinya minimum dan menunjukkan tidak berefek pada

    hiperesponsif jalan napas. Teofiilin juga digunakan sebagai bronkodilator

    tambahan pada serangan asma berat.

    Dosis pengobatan teofilin 125-300 mg sekali pakai, dosis maksimal dalam

    pemakaian sehari yaitu 200-400 mg (PDPI, 2011). Diberikan bersama makanan

    untuk mengurangi rasa tidak enak pada gastrointestinal (DrugBank, 2019).Efek

    samping obat teofilin berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( ≥10 mg/kgBB/ hari atau

    lebih), untuk mencegah efek samping tersebut dengan memberikan dosis yang tepat

    dengan memonitor ketat. Muntah merupakan efek samping obat yang sering terjadi

    berupa kardiopulmoner seperti aritmia, takikardi dan kadang merangsang pusat

    nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian (PDPI,

    2011).

    3. Leukotriene modifiers

    Berdasarkan Tabel II.4, Obat ini merupakan anti asma yang relatif baru dan

    pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat 5-

    lipooksigenase sehingga dapat memblok semua sintesis leukotrin (contoh zileuton)

    atau memblok reseptor leukotrien sistinik pada sel target (contohnya montelukas).

    Mekanisme kerja obat tersebut sebagai bronkodilator minimal dan mengurangi

    bronkokonstriksi akibat alergen, exercise dan sulfur dioksida. Selain bersifat

    bronkodilator, Leukotriene modifiers mempunyai efek sebagai antiinflamasi juga.

    Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene modifiers tidak seefektif

    agonis beta-2 kerja lama. Obat ini memiliki kelebihan seperti sediaannya dalam

    bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan(PDPI,2011).

  • 16

    Di Indonesia, sediaan yang beredar adalah zafirlukas (antagonis reseptor

    leukotriene sisteinil) dengan dosis 20 mg sehari dan jarang menimbulkan efek

    samping obat ditemukan (PDPI,2011). Obat ini biasanya diminum 2 kali sehari atau

    sesuai dengan arahan dokter. Zafirlukast diminum saat perut kosong setidaknya 1

    jam sebelum atau 2 jam sesudah makan(DrugBank, 2019).

    Tabel II.4 Sediaan dan Dosis Obat Asma Pengontrol

    Medikasi Sediaan Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Keterangan

    Kortikosteroid

    Sistemik

    Metilprednisolon

    Prednison

    Tablet 4,8,16 mg

    Tablet 5 mg

    4-40 mg/hari, dosis

    tunggal atau terbagi

    Short course:

    20-40mg/ hari dosis

    tunggal atau terbagi

    3-10 hari

    0,25-2 mg/ Kg

    BB/ hari, dosis

    tunggal atau

    terbagi

    Short course:

    1-2mg/ kgBB,

    hari dosis

    tunggal atau

    terbagi 3-10 hari

    Pemakaian jangka

    panjang dosis 4-

    5mg/hari atau 8-10

    mg/hari untuk

    mengontrol asma atau

    digunakan sebagai

    pengganti steroid

    inhalasi.

    Metilsantin

    Teofilin lepas lambat

    Aminofilin lepas

    lambat

    Tablet 125 mg,

    250 mg, 300 mg

    2x/hari;

    400 mg

    Tablet 225 mg

    2x125-300mg

    200-400mg 1x/hari

    2x1 tablet

    2x125 mg (>6

    tahun)

    ½-1 tablet,

    2x/hari

    (>12 tahun)

    Sebaiknya monitoring

    kadar obat dalam

    serum dilakukan rutin,

    mengingat metabolic

    clearance yang

    bervariasi untuk

    mencegah efek

    samping

    Anti Leukotriene

    Zafirlukast

    Tablet 20 mg

    2x20 mg/ hari

    -

    diberikan 1 jam

    sebelum atau 2 jam

    setelah makan

    Glukokortikosteroid

    inhalasi

    Budesonid

    Flutikason propionat

    IDT,

    Turbuheler,100,

    200,400 mcg

    IDT 50,125

    mcg/semprot

    100-800 ug

    125-500 mcg/hari

    100-200

    mcg/hari

    50-125 mcg/hari

    Sebaiknya diberikan

    dengan spacer

    Dosis bergantung

    kepada derajat berat

    asma

  • 17

    Lanjutan Tabel II.5 Sediaan dan Dosis Obat Asma Pengontrol

    Medikasi Sediaan Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Keterangan

    Kromolin (sodium

    kromoglikat dan

    nedokromil sodium)

    Kromolin

    Nedokromil

    IDT 5mg/semprot

    IDT 2mg/semprot

    1-2 semprot,

    3-4x/ hari

    2 semprot,

    2-4x/ hari

    1 semprot,

    3-4x/ hari

    2 semprot,

    2-4x/ hari

    sebagai alternatif

    anti inflamasi,

    sebelum pajanan

    allergen, efektif

    dalam 1-2 jam

    Agonis beta-2 kerja

    lama

    Salmaterol

    Bambuterol

    Prokaterol

    Formoterol

    IDT 25 mcg/

    semprot

    Rotadisk 50 mcg

    Tablet 10mg

    Tablet 25, 50 mcg

    Sirup 5mcg/ ml

    IDT 4,5;9

    mcg/semprot

    2-4 semprot, 2x/

    hari

    1x10mg/hari,

    malam

    2x50 mcg/ hari

    2x5 ml/hari

    4,5-9 mcg 1-2x/

    hari

    1-2 semprot,

    2x/ hari

    -

    2x25 mcg/ hari

    2x2,5 ml/hari

    2x1 semprot

    (>12 tahun)

    Digunakan

    kombinasi dengan

    steroid inhalasi

    sebagai

    pengontrol.

    Tidak dianjurkan

    untuk mengatasi

    eksaserbasi,

    kecuali

    formoterol yang

    onset kerjanya

    cepat dan

    berlangsung lama

    2.1.9.2 Obat Asma Pelega (Reliever) Oral

    Obat pelega dapat merelaksasi otot polos, memperbaiki dan menghambat

    bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala asma akut seperti rasa berat di dada,

    mengi dan batuk. Obat pelega tidak memperbaiki peradangan pada saluran napas

    atau menurunkan hiperesponsif saluran napas (PDPI,2011).

    Golongan Obat yang termasuk pelega adalah :

    a. Agonis beta2 kerja singkat

    b. Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega

    bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil

    belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator

    lain).

    c. Antikolinergik

    d. Aminofillin

    e. Adrenalin

  • 18

    1. Agonis beta-2 kerja singkat

    Berdasarkan Tabel II.5 obat yang termasuk golongan Agonis beta-2 kerja

    singkat adalah terbutalin, salbutamol, procaterol dan fenoterol yang tersebar di

    Indonesia. Memiliki waktu mula kerja yamg cepat. Formoterol memiliki onset yang

    cepat dan durasi lama. Obat golongan Agonis beta-2 kerja singkat dapat diberikan

    secara oral maupun inhalasi. Pemberian secara inhalasi memiliki onset yang lebih

    cepat dan efek samping minimalatau tidak ada. Obat agonis beta-2 bekerja dengan

    cara merelaksasi otot polos pada saluran nafas, mempercepat pengeluaran mukosa,

    menurunkan permeabilitas pembuluh darah serta memodulasi pelepasan mediator

    sel mast (PDPI,2011).

    Golongan obat agonis beta-2 kerja singkat merupakan obat terapi pilihan pada

    serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai pra-terapi pada exercise induced

    asthma. Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila diperlukan

    untuk mengatasi gejala. Apabila penderita asma membutuhkan terus menerus obat

    golongan agonis beta-2 kerja singkat merupakan pertanda bahwa asma memburuk

    dan menunjukkan perlunya terapi antiinflamasi (PDPI,2011).

    Penggunaan obat golongan obat agonis beta-2 kerja singkat seperti salbutamol

    dengan dosis 1-2mg digunakan 3 hingga 4 kali dalam sehari (PDPI,2011).

    Salbutamol diberikan saat perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan atau 2 jam

    sesudah makan (DrugBank, 2019). Efek samping obat tersebut adalah gemetar pada

    otot rangka, rangsangan kardiovaskular, dan hipokalemia. Pemberian obat secara

    inhalasi sangat sedikit menimbulkan efek sampiing dari pada obat oral

    (PDPI,2011).

    2. Metilsantin

    Berdasarkan Tabel II.5, Metilsantin merupakan golongan obat bronkodilator

    walaupun efektivitas sebagai bronkodilatasinya lebih lemah jika dibandingkan

    dengan agonis beta-2 kerja singkat. Aminofillin dapat dipertimbangkan untuk

    mengatasi gejala asma meskipun onset nya lebih lama dari pada agonis beta-2 kerja

    singkat.

    Dosis aminofilin yaitu 200mg digunakan 3 hingga 4 kali sehari. Aminofilin

    diberikan saat perut kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan (DrugBank,

  • 19

    2019). Efek samping aminofilin seperti mual, muntah, sakit kepala, insomnia dan

    tremor (PDPI, 2011).

    Tabel II.6 Sediaan dan Dosis Obat Asma Pelega

    Medikasi Sediaan Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Keterangan

    Antikolinergik

    Ipratropium

    bromide

    IDT 20 mcg/ semprot

    Solutio 0,25 mg/ ml

    (0,025%) dengan nebulisasi

    40mcg, 3-4x/ hari

    0,25mg setiap 6 jam

    20mcg, 3-4x/ hari

    0,25-0,5mg setiap 6

    jam

    Digunakan kombinasi

    dengan agonis beta-2

    kerja singkat untuk

    mengatasi serangan.

    Kortikosteroid

    Sistemik

    Metilprednisolon

    Prednison

    Tablet 4,8,16 mg

    Tablet 5 mg

    Short course:

    20-40mg/ hari dosis

    tunggal atau terbagi 3-

    10 hari

    Short course:

    1-2mg/ kgBB, hari

    dosis tunggal atau

    terbagi 3-10 hari

    Short course:

    efektif untuk

    mengontrol asma pada

    terapi awal, sampai

    tercapai APE 80%

    terbaik atau gejala

    mereda, umumnya

    membutuhkan 3-

    10hari

    Agonis beta-2

    kerja singkat

    Salbutamol

    Fenoterol

    Prokaterol

    IDT 100 mcg/semprot

    Nebules/solutio

    2,5mg/2ml, 5mg/ml

    Tablet 2mg, 4 mg

    Sirup 1mg, 2mg/5ml

    IDT 100,200 mcg/semprot

    Solutio 100 mcg/ml

    IDT 10 mcg/semprot

    Tablet 25, 50 mcg

    Sirup 5 mcg/ml

    Inhalasi 200 mcg 3-

    4x/hari

    Oral 1-2 mg 3-4x/hari

    200 mcg 3-4x/hari

    10-20 mcg

    2-4x/hari

    2x50 mcg/hari

    2x5 ml/hari

    100 mcg 3-4x/hari

    0,05 mg/kg BB/ 3-

    4x/hari

    100 mcg, 3-4x/hari

    10 mcg

    2x/hari

    2x25 mcg/hari

    Untuk mengatasi

    eksaserbasi, dosis

    pemeliharaan berkisar

    3-4x/hari

    Metilsantin

    Teofilin

    Aminofilin

    Tablet 130 mg, 150 mg

    Tablet 200 mg

    3-5 mg/kgBB/ kali

    3-4x/ hari

    3-5 mg/kgBB/ kali

    3-4x/ har

    kombinasi teofilin/

    aminofilin dengan

    agonis beta-2 kerja

    singkat (dengan efek

    minimal) akan

    meningkatkan

    efektivitas dengan efek

    samping minimal.

  • 20

    2.1.9.3 Obat Asma Inhalasi

    Pengobatan dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu oral, parenteral dan

    inhalasi. Kelebihan pengobatan inhalasi:

    a. lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi

    b. efek samping sistemik minimal

    c. beberapa obat hanya bisa diberikan secara inhalasi, karena tidak dapat

    diabsorpsi jika diberikan secara oral seperti obat antikolinergik dan

    kromolin. Bronkodilator bekerja lebih cepat jika diberikan secara

    inhalasi.

    Macam-macam cara pemberian obat inhalasi:

    a. Inhalasi dosis terukur (IDT)/ Metered dose inhaler (MDI)

    b. IDT dengan alat Bantu (spacer)

    c. Breath actuated MDI

    d. Dry powder inhaler (DPI)

    e. Turbuhaler

    f. Nebuliser

    Kekurangan sediaan IDT adalah sulit untuk mengkoordinasikan dua

    kegiatan sekaligus yaitu menekan inhaler dan menarik napas dalam satu waktu,

    sehingga harus dilakukan latihan penggunaannya secara berulang agar penderita

    asma bisa trampil. Alat bantu (spacer) digunakan untuk mengatasi kesulitan

    penderita asma dan memperbaiki penghantaran obat melalui IDT. Spacer juga

    dapat menurunkan batuk akibat IDT dan mengurangi terjadinya kandidiasis dalam

    inhalasi serta mengurangi bioavailibilitas sistemik dan efek samping sistemik.

    Pemberian IDT dengan spacer memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan

    pemberian secara nebulisasi dan memiliki efektivitas bronkodilatasi lebih baik

    dibandingkan melalui DPI.

    Kelebihan DPI adalah lebih mudah digunakan dibandingkan melalui IDT.

    Inhalasi membutuhkan aliran udara cepat untuk inspirasi minimal, oleh karena itu

    DPI sulit digunakan oleh penderita asma saat eksaserbasi sehingga dosis

    penggunaan disesuaikan (PDPI, 2011).

  • 21

    2.1.9.3.1 Pengontrol

    1. Glukokortikosteroid Inhalasi

    Berdasarkan Tabel II.4 Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat jangka

    panjang yang diberikan paling efektif untuk mengontrol asma. Steroid inhalasi

    adalah pengobatan yang diberikan pada asma persisten ringan sampai persisten

    berat. Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik oleh tubuh serta aman pada dosis

    yang ditentukan(PDPI, 2011).

    Glukokortikosteroid inhalasi seperti obat budesonide dengan dosis sehari

    yaitu 100-800 ug(PDPI, 2011). Budesonid diberikaan saat perut kosong yaitu 30

    menit sebelum makan(DrugBank, 2019). Efek samping obat tersebut adalah

    gangguan gastrointestinal.

    2. Kromolin (Sodium Kromoglikat Dan Nedokromil Sodium)

    Berdasarkan Tabel II.4 kromolin adalah suatu obat dari sodium

    kromoglikat dan sodium nedocromil. kromolin merupakan obat antiinflamasi

    nonsteroid, yang menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang

    diperantarai IgE yang bergantung pada dosis serta supresi sel inflamasi tertentu

    (makrofag, eosinofil, monosit), diberikan dengan cara inhalasi. Kromolin

    digunakan sebagai obat pengontrol asma persisten ringan. Kromolin menurunkan

    hiperesponsif jalan nafas meskipun tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi dan

    dapat memperbaiki faal paru. Untuk menetapkan pengobatan apakah obat ini

    bermanfaat atau tidak dibutuhkan waktu sekitar 4-6 minggu. Beberapa efek

    samping yang dimiliki seperti batuk atau rasa tidak enak pada obat (PDPI, 2011).

    Dosis penggunaan kromolin 5mg/semprot dan digunakan 1-2 semprot

    dengan pemakaian 3 hingga 4 kali sehari. Efek samping obat tersebut berupa rasa

    tidak enak badan, iritasi, gatal atau merah (PDPI, 2011)..

    3. Agonis beta-2 kerja lama

    Berdasarkan Tabel II.4 agonis beta-2 kerja lama inhalasi seperti

    salmeterol dan formoterol yang memiliki waktu kerja lama (> 12 jam). Lazimnya

    obat golongan ini memiliki efek relaksasi otot polos, menurunkan permeabilitas

    pembuluh darah, meningkatkan pembersihan mukosilier, dan memodulasi

    pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang

    diberikan dalam jangka waktu lama memiliki efek protektif terhadap rangsangan

  • 22

    bronkokonstriktor serta menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan

    sediaan oral.

    Inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya diberikan ketika dosis standar

    glukokortiko-steroid inhalasi gagal mengontrol. Obat tersebut tidak mengubah

    inflamasi yang ada, sebaiknya obat ini dikombinasi dengan glukokortiko-steroid

    inhalasi. Agonis beta-2 kerja lama inhalasi diberikan pada penderita asma yang

    tidak terkontrol dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi karena obat ini

    dapat memperbaiki faal paru serta dapat mengontrol asma lebih baik daripada

    memberikan glukokortikosteroid inhalasi dosis 2 kali lipat (PDPI, 2011).

    Inhalasi agonis beta-2 kerja lama salah satunya adalah salmaterol. Obat

    salmaterol digunakan 2 kali sehari 2 hingga 4 semprot dengan kandungan 25

    mcg/semprot (PDPI, 2011). Salmaterol memiliki efek samping sistemik berupa

    rangsangan kardiovaskuler, hipokalemia dan gemetar pada otot rangka yang jarang

    terjadi melalui oral. Mekanisme kerja dan peran obat oral tersebut dalam terapi

    sama halnya dengan inhalasi hanya saja efek samping obat lebih banyak.

    2.1.9.3.2 Pelega

    1. Antikolinergik

    Berdasarkan Tabel II.5 Mekanisme kerja obat antikolinergik adalah

    memblok asetilkolin saraf kolinergik jalan nafas sehingga menyebabkan

    bronkodilatasi dengan cara menurunkaan tomus kolinergik vagal intrinsic.

    Antikolinergik dapat menghambat bronko konstriksi yang disebabkan oleh iritan.

    Efek bronkodilatasi antikolinergik yang dimiliki tidak seefektif agonis beta-2 kerja

    siingkat, onset lama dan untuk mencapai efek maksimum dibutuhkan waktu 30-60

    menit (PDPI,2011).

    Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide.

    Ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2

    kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru. Obat ipratropium

    bromide digunakan 3 hingga 4 kali sehari dengan 0,25 mg setiap 6 jam. Oleh karena

    itu, disarankan penggunaan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agnonis beta-2

    kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat, untuk

    mencapai efek yang maksimal. Obat ini digunakan sebagai alternatif pelega

    penderita asma yang memiliki efek samping terhadap agonis beta-2 kerja singkat

  • 23

    inhalasi seperti aritmia. Efek samping berupa rasa pahit atau tidak enak (PDPI,

    2011).

    2.2 Pengetahuan

    2.2.1 Pengertian Pengetahuan

    Pengetahuan (knowledge) merupakan suatu informasi yang telah dipahami

    dan diperoleh melalui penginderaan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan

    ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

    Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

    pendengaran, penciuman, perasaan, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan

    manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

    2.2.2 Tingkat Pengetahuan

    Tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

    tingkatan (Notoatmodjo, 2007) yaitu :

    a. Tahu (Know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah

    karena tahu hanya untuk mengingat kembali terhadap rangsangan yang

    diterima.

    b. Memahami (Comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang telah dipahami

    agar dapat menjelaskan secara benar akan obyek yang diketahui dan

    dapat menginterpretasikannya.

    c. Aplikasi (Aplication)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan atau

    menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

    sebenarnya.

    d. Analisis (Analysis)

    Analisis diartikan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan

    materi kedalam komponen–komponen, tetapi masih didalam satu

    struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

    e. Sintesis (Synthesis)

    Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam menyusun formulasi baru

  • 24

    f. Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi diartikan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian

    terhadap suatu suatu obyek berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri

    2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dimiliki seseorang

    dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

    1. Pendidikan

    Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang

    dari luar dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang akan diperoleh dari

    gagasannya.

    2. Paparan Media Massa

    Melalui berbagai media, masyarakat dapat menerima informasi sehingga

    akan memperoleh informasi yang lebih dibandingkan dengan orang yang tidak

    pernah terpapar informasi media masa.

    3. Ekonomi

    Kebutuhan primer maupun sekunder yang terpenuhi dari keluarga dengan

    status ekonomi yang baik lebih mudah terpenuhi dibandingkan keluarga yang status

    ekonominya rendah. Hal ini dapat mempengaruhi kebutuhan informasi yaitu

    kebutuhan sekunder.

    4. Hubungan Sosial

    Manusia adalahmakhluk social yang saling berinteraksi antara satu dengan

    yang lain. Sementara faktor hubungan sosial juga dapat mempengaruhi kemampuan

    individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi

    media.

    2.2.4 Pengukuran Pengetahuan

    Menurut Nursalam (Ratnasari,2012), pengetahuan dibagi dalam tiga kategori,

    yaitu:

    a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh

    pernyataan.

    b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh

    pernyataan.

  • 25

    c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh

    pernyataan.

    Menurut Ircham Machfoedz yang dikutip oleh Nurhasim (2013)hasil

    pengukuran pengetahuan dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:

    a. Kategori sangat rendah, apabila memiliki nilai benar < 40 %.

    b. Kategori rendah, apabila memiliki nilai benar 40% - 55%.

    c. Kategori cukup tinggi, apabila memiliki nilai benar 56%-75 %.

    d. Kategori tinggi, apabila memiliki nilai benar 76%-100 %.

    2.3 Edukasi

    Edukasi atau pendidikan merupakan suatu aktifitas yang memiliki maksud dan

    tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Pendidikan berarti

    pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran,

    kemauan dan watak (Nurkholis,2013).

    Edukasi akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, agar penderita asma

    dapat beraktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan biaya pengobatannya karena

    kunjungan ke rumah sakit akan berkurang. Pihak-pihak yang membutuhkan

    edukasi seperti :

    a. Pasien dan keluarganya

    b. Perencanaan bidang kesehatan

    c. Profesi kesehatan yang berwenang

    d. Masyarakat luas.

    Edukasi kepada penderita asma atau keluarga bertujuan untuk meningkatkan

    pemahaman mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri,

    meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam penanganan asma,

    meningkatkan kepuasan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kepatuhan

    (compliance) dan penanganan mandiri. Edukasi yang diberikan oleh dokter dapat

    berupa komunikasi yang jelas antara dokter dan penderita asma untuk memenuhi

    kebutuhan informasi dalam penatalaksanaan. Edukasi merupakan salah satu kunci

    untuk meningkatkan kepatuhan penderita asma dalam melakukan terapi. Edukasi

    pada penderita asma dapat memberikan kemampuan untuk mengontrol asma

    dengan penanganan mandiri melalui arahan dokter dengan menggunakan alat yaitu

    peak flow meter dan kartu catatan harian (Rahajoe, 2015)

  • 26

    Edukasi dilakukansecara perorangan maupun berkelompok dengan

    menggunakan metode yang sesuai. Edukasi dapat dilakukan dengan cara terus

    menerus. Pada prinsipnya edukasi diberikan pada :

    a. Kunjungan awal

    b. Kemudian kunjungan 1-2 minggu setelah kunjungan pertama

    c. Kunjungan berikutnya

    Edukasi penderita asma sebaiknya diberikan dalam ruang dan waktu khusus

    dengan menggunakan alat peraga yang lengkap seperti gambar pohon bronkus,

    gambar potongan melintang saluran nafas, contoh inhalasi dan sebagainya. Hal

    demikian mungkin diberikan di klinik konseling. Edukasi terutama mengenai cara

    dan waktu pengggunaan obat asma, menghindari pencetus asma, mengenali efek

    samping obat dan kegunaan control teratur pada pengobatan.

    Bentuk pemberian edukasi :

    a. Komunikasi saat berobat

    Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang

    kepada orang lain. Komunikasi kesehatan yang berlangsung positif memberikan

    dampak penting bagi pasien, dokter, dan orang lain. Komunikasi antara dokter dan

    pasien adalah proses komunikasi yang melibatkan pesan kesehatan, unsur-unsur

    atau peserta komunikasidalam memilih dan pengambilan keputusan. Jika

    Komunikasi dibangun dengan baik antara dokter dan pasien maka akan

    meningkatkan keberhasilan dokter dalam memberikan upaya pelayanan medis

    (Arianto,2013).

    b. Latihan

    Latihan adalah suatu proses perkembangan, kemajuan, atau peningkatan

    kinerja manusia melalui proses latihan dengan jangka waktu yang relatif lama dan

    dikontrol atau dikoordinasikan oleh pelatih dengan program latihan yang telah

    dibuat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan guna mendukung kegiatan sehari-

    hari (Langga dan Supriyadi,2016).

    c. Diskusi

    Diskusi merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan

    pembelajaran dan bebas berkomunikasi dalam mengemukakan gagasan dan

    pendapat. Diskusi dibagi menjadi dua kelompok yaitu diskusi kelompok kecil

  • 27

    (Small Group Discussion) dan diskusi kelompok besar (Whole Group Discussion).

    Diskusi ini melibatkan subyek dan obyek untuk memberikan pengetahuan dan

    informasi yang telah dimiliki namun tetap saling menghormati dalam memberikan

    pendapatnnya (Ermi,2015).

    d.Tukar menukar informasi

    Barter merupakan aktifitas tukar menukar barang atau jasa yang terjadi tanpa

    menggunakan uang. Informasi adalah data yang telah diproses sedemikian

    rupaberguna bagi penerima untuk mengambil keputusan masa kini maupun masa

    yang akan datang (Hermawan dkk,2016). Dengan adanya tukar menukar informasi

    sehingga dapat meningkatkan pengetahuan orang yang menggunakan data tersebut.

    e.Film atau video

    Film merupakan suatu media elektronik yang mampu memperlihatkan gambar

    hidup dalam layar. Seiring berkembangnya teknologi dan komputer, industri

    perfilman ikut berkembang, mulai dari film bisu, film hitam putih, hingga film yang

    kita kenal sekarang ini seperti film 2 dimensi (2D), 3 dimensi (3D) Bahkan saat ini

    sebagian industri perfilman telah merilis film 4 dimensi (4D) yaitu penonton dapat

    merasakan seperti berada pada latar film tersebut ditambah dengan pergerakan kursi

    dan efek yang ditimbulkan dari ruangan sehingga penonton dapat bergerak ke

    segala arah. Film dibagi menjadi dua berdasarkan durasi yaitu: Film Pendek yang

    berdurasi dibawah 60 menit dan Film Panjang yang berdurasi lebih dari 60 menit.

    Sedangkan jika dibagi menurut jenis, film dibagi menjadi empat yaitu: film fiksi,

    film animasi, film eksperimental dan film dokumenter (Rikarno,2015).

    Video merupakan penayangan ide atau gagasan. Media video digunakan

    sebagai alat bantu pembelajaran tidak terlepas dari tuntutan perkembangan

    teknologi dan dapat membantu memberikan pengalaman yang bermakna (Sasmia

    dkk,2012).

    f. Leaflet dan brosur

    Leaflet merupakan suatu sarana publikasi singkat yang berbentuk kertas dan

    berukuran kecil. Biasanya kertas ini berisikan informasi suatu hal yang perlu

    disebarkan kepada khalayak ramai (Budiyanto,2016).

  • 28

    Brosur adalah salah satu media informatif yang terdiri dari satu atau beberapa

    halaman digunakan oleh banyak orang untuk promosi dan pengenalan, baik produk

    ataupun jasa. Dalam brosur biasanya dimuat informasi atau penjelasan tentang

    produk, jasa, atau profil yang jelas tapi ringkas dan menarik untuk membangun citra

    yang baik dari perusahaan atau institusi tersebut (Lengkey dkk,2014) .

    g. Dan lain-lain.