BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/54721/3/BAB II.pdfasmatikus. Status asma yang dialami...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/54721/3/BAB II.pdfasmatikus. Status asma yang dialami...
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
2.1.1 Pengertian Asma
Asma merupakan penyakit kronik pada saluran napas yang ditandai dengan
adanya inflamasi. Penyakit asma ditandai dengan gejala saluran napas berupa dada
terasa berat, sesak nafas, mengi, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu,
serta keterbatasan aliran udara ekspirasi (Runtuwene dkk, 2016).
Individu yang rentan inflamasi, menyebabkan gejala yang berulang seperti
sesak napas, mengi, sakit dibagian dada, dan batuk pada malam hari. Hal Ini terjadi
karena inflamasi kronis menyebabkan meningkatnya hiperresponsif jalan napas.
Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang bervariasi baik
spontan maupun dengan pengobatan (PDPI,2011). Selain itu, asma memiliki sifat
hilang timbul yang artinya dapat tenang dengan atau tanpa gejala yang tidak
mengganggu aktivitas , tetapi dapat mengalami eksaserbasi gejala ringan sampai
berat bahkan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007).
2.1.2 Prevalensi Asma
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sekitar 300 juta manusia di
dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400
juta pada tahun 2025 (Kemenkes RI, 2015). Meskipun dengan pengobatan efektif
angka morbiditas dan mortalitas asma masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang
meninggal adalah penderita asma. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) di Indonesia tahun 2018 didapatkan prevalensi asma di Indonesia
dengan kejadian tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,5%), diikuti Kalimantan
Timur (4,4%), Bali (4,4%), dan Kalimantan Tengah (4,3%),Provinsi Jawa Timur
masuk ke dalam urutan 12 dari 35 provinsi dengan prevalensi asma sebesar 2,4%
(Kemenkes RI,2018).
2.1.3 Klasifikasi Asma
Asma diklasifikasikan berdasarkan berat penyakit, etiologi, dan
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
-
5
pengobatan dan penatalaksanaannya. Klasifikasi Berat penyakit asma berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.
Tabel II.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
Sebelum Pengobatan
(PDPI,2011)
Berdasarkan Tabel II.1, Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan
tapi tidak adekuat. Pengobatan asma dapat mengubah gambaran klinis dan faal
paru. Oleh karena itu, padaderajat berat asma dalam pengobatan harus
mempertimbangkan pengobatannya. Bila pengobatan yang dijalani sesuai dengan
gambaran klinis, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Penderita asma dengan
gambaran klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis pengobatan yang
sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma. Demikian pula dengan
penderita asma yang gambaran klinisnya intermiten mendapat pengobatan sesuai
dengan derajat asma intermiten, maka derajat asmanya adalah intermiten
(PDPI,2011).
-
6
2.1.3.1 Asma Saat Serangan
Tabel II.2 Klasifikasi Asma berdasarkan Serangan
(Kemenkes,2008)
Berdasarkan Tabel II.2 asma dapat ditentukan berdasarkan beratdan
ringannya serangan. GINA (Global Initative for Ashtma) tahun 2006 membuat
pembagian derajat asma berdasarkan uji fungsi paru, gejala, serta pemeriksaan
laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan.
Klasifikasi tersebut meliputi serangan ringan, sedang dan berat. Perlu dibedakan
antara asma kronik dan serangan asma akut, misalnya pasien asma kronis yang
mendapat serangan akut ringan atau penderita asma episodik yang mendapat
serangan akut berat (Kemenkes RI,2008).
2.1.4 Patofisiologi Asma
Serangan asma timbul apabila seorang yang atopi terpapar ataupun berkontak
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari. Ini akan memicu
pembentukan imunoglobulin E (IgE). Faktor atopi ini dipercayai diturunkan secara
genetik. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas atau kulit akan
ditangkap oleh sel makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).
-
7
1. Hiperaktivitas saluran napas
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran
napas yang akan memicu terjadinya obstruksi. Rusaknya epitel pada saluran napas,
terganggunya syaraf otonom, dan perubahan otot polos bronkus diduga berperan
pada terjadinya hipereaktivitas saluran napas. Terjadinya peningkatan karena
inflamasi kronik yang melibatkan dinding saluran napas sehingga menjadi terbatas
tetapi dapat kembali dengan atau tanpa pengobatan. Hiperaktivitas merupakan
respon terhadap berbagai macam rangsang.
Penyempitan saluran napas yang berlebihan merupakan patofisiologi yang
secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung
jawab terhadap hiperaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi berhubungan
dengan perubahan otot polos (hiperplasi dan hipertrofi) pada saluran napas yang
terjadi secara sekunder dapat menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu,
inflamasi dinding saluran napas terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos (Setiawan,2018).
2. Penyempitan saluran napas
Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala
dan perubahan fisiologi asma. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada
saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.
Kontraksi otot polos saluran napas merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan
terhadap penyempitan saluran napas dapat dikembalikan dengan bronkodilator.
Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi.Penebalan
saluran napas disebabkan karena perubahan struktural (Setiawan,2018).
2.1.5 Faktor Risiko Asma
Risiko terjadinya asma adalah interaksi antara faktor lingkungan dan faktor
pejamu (dapat dilihat pada gambar 2.2). Faktor pejamu merupakan faktor genetik
yang mempengaruhi berkembangnya asma, berupa riwayat alergi (atopi), hiper-
reaktivitas bronkus, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor
-
8
yang dapat mempengaruhi suatu individu menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
gejala asma yang menetap (PDPI,2011).
Tabel II.3 Faktor Risiko Asma
(PDPI,2011)
Berdasarkan Tabel II.3, Faktor lingkungan berupa asap rokok, virus, polusi
udara, status social dan ekonomi serta besarnya keluarga (PDPI, 2011). Paparan
asap rokok yang terjadi selama masa kehamilan kemungkinan meningkatkan
-
9
terjadinya mengi pada bayi. Pada orang dewasa, merokok dapat meningkatkan
keparahan asma, dan menurunkan respon pada penggunaan kortikosteroidd
inhalasi.
Faktor lingkungan dan faktor genetik memainkan peran penting terhadap
kejadian asma. Paparan terhadap infeksi juga menjadi pencetus asma terutama
infeksi virus seperti rhinovirus. Alergen dan sensitisasi yang ada pada lingkungan
dipertimbangkan menjadi dasar utama yang mengarahkan kepada terjadinya asma
(PDPI, 2011)
(Kemenkes, 2013)
Gambar 2.1 Hubungan Genetik dengan Kejadian Asma
Berdasarkan Gambar diatas, dikatakan faktor genetik turut berperan dalam
terjadinya asma kerana pembentukkan immunoglobin E. Akibat pelepasan zat aktif
seperti histamin maka terjadi kontraksi otot polos pada bronkus serta edema pada
saluran pernapasan. Menurut Drazen et al (1999), sel mast turut memproduksi
sisteinil leukotriene yaitu C4, D4 dan E4. Leukotriene ini apabila berikatan dengan
reseptornya yang spesifik akan mengkaibatkan peningkatan permebialitas vaskular
dan hiperplasia kelenjar serta hipersekresi mukus.
Faktor host yang lain seperti obesitas dikatakan turut berkontribusi terhadap
terjadinya asma. Hal ini telah dibuktikan dari banyak penelitian yang mendapatkan
bahawa seseorang yang obesitas mempunyai pelbagai mediator tertentu di dalam
sel lemak misalnya leptin yang mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan
meningkatkan kecenderungan timbulnya asma.
-
10
2.1.6 Gejala Klinik Asma
Gejala yang biasa terjadi berkorelasi dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan napas yang reversible secara spontan atau dengan terapi
obat. Gejala tersebut banyak terjadi pada pagidan malam hari. Gejalanya antara
lain:
1. Adanya bising mengi (wheezing)
Wheezing adalah suara yang dapat terdengar melalui stetoskop. Bunyi yang
terdengar seperti ngik-ngik di mana sering terjadi di pagi hari menjelang subuh. Hal
ini akibat adanya ketidak seimbangan hormon kortisol yang rendah saat pagi serta
factor lain yang mengikutinya.
2. Batuk produktif sering pada malam hari
3. Pursed lips breathing
Pursed lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasiyang memanjang. Saat melakukan ekspirasi inilah biasanya
penderita asma mengalami kesakitan.
4. Retraksi dinding dada
Napas dengan dada yang mengalami penekanan sehingga otot dada terlihat
sangat tegang (konstriksi).
5. Dyspnea
Dyspnea atau sesak napas terjadi akibat aliran udara yang terhambat yang
dikarenakan saluran napas sempit. Sesak napas ini sering terjadi bersamaan dengan
bunyi mengi. Saat serangan asma penderita bisa mengalami keadaan dyspnea yang
cukup berat bahkan sampai seperti tercekik.
Pada keadaan asma berat, gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan
distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retraksi dinding dada) pasien
susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala asma memburuk dengan adanya status
asmatikus. Status asma yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing dan ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
perbesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasisianosis, dyspnea
dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi
-
11
dibronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi tanda adanya
gagal pernapasan (PDPI, 2011).
2.1.7 Riwayat Penyakit :
a. Bersifat episodik atau hilang timbul
b. Gejala asma berupa rasa berat di dada, sesak nafas, mengi, dan batuk
produktif pada malam hari
c. Gejala memburuk terutama malam hari
d. Factor penyebab yang bersifat individu
e. Respon terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit asma seperti
riwayat keluarga, alergi, perkembangan penyakit dan pengobatan.
2.1.8 Terapi Asma
Penatalaksanaan asma adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktiviti sehari- hari (Depkes,2007).
a. Tujuan penatalaksanaan asma
1. Menghilangkan danmencegah gejala asma
2. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
3. Upayakan aktivitas normal termasuk exercise
4. Menghindari efek samping obat
5. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara
6. Mencegah kematian karena asma
b. Penatalaksanaan asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila
1. Gejala minimal pada malam hari
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal
4. Nilai APE kurang dari 20%
6. Efek samping obat minimum
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat (UGD)
-
12
Penatalaksanaanasma ditujukan untuk meningkatkan pemahaman penderita
bahwa asma adalah inflamasi kronik pada jalan nafas yang menyebabkan
hiperesponsif dan obstruksi yang bersifat episodik. Penatalaksanaan tersebut dapat
dilakukan melalui berbagai cara, manfaat, dan keamanan.
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Memonitor berat asma
3. Pengendalian faktor pencetus
4. Memberikan pengobatan asma jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6.Mengontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat (PDPI, 2011)
2.1.8.1 Terapi Non Farmakologi Asma
Selain pemberian obat pelega dan obat pengontrol asma, beberapa cara
dipakai orang untuk mengobati asma. Sementara tata laksana non-farmakologi
meliputi edukasi pasien, pengukuran dengan peak flow meter, identifikasi dan
mengendalikan faktor pencetus, pemberian oksigen, banyak minum untuk
menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak, kontrol secara teratur dan
penerapan pola hidup seperti berhenti merokok, menghindari kegemukan, dan
melakukan latihan fisik rutin atau berolahraga (Putri dkk,2017).
Latihan fisik telah menunjukkan perbaikan pada sistem kardiorespirasi.
Apabila perbaikan sistem kardiorespirasi merupakan faktor penentu berkurangnya
gejala dan meningkatnya kualitas hidup pasien, maka latihan fisik diharapkan dapat
memberi dampak yang menjanjikan. Perlu diperhatikan latihan fisik yang dipilih
diharapkan aman dan dapat ditoleransi oleh anak dengan asma berat sekalipun.
Salah satu latihan fisik atau olahraga yang baik untuk penderita asma adalah renang.
Renang merupakan salah satu olahraga intensitas berat dengan energi yang
dibutuhkan sebesar 8-10 metabolik ekuivalen (Putri dkk,2017).
1. Identifikasi dan Mengendalikan Faktor Pencetus
Penderiita asma dapat mengetahui faktor pencetus, tetapi pada sebagian
penderita lainnya tidak dapat mengetahui faktor pencetusnya.
-
13
2.1.8.2 Terapi Farmakologi Asma
Penatalaksanaan asma penting supaya asma yang diderita tidak bertambah
parah. Sebenarnya penatalaksaan asma mempunyai beberapa tujuan seperti
mencegah eksersebasi akut serta meningkatkan dan mempertahankan faal paru
seoptimal mungkin. Mencegah keterbatasan aliran udara serta kematian akibat
asma merupakan antara tujuan lain dari penatalaksaan asma (PDPI,2011). Selain
itu, pemberian pengobatan jangka masa akut serta panjang merupakan antara
komponen lain dalam penatalaksaan asma. Medikasi asma yang ditujukan untuk
mencegah gejala obstruksi jalan napas terdiri atas obat pengontrol dan obat pelega.
Obat pengontrol (controllers) merupakan pengobatan jangka panjang yang
diberikan setiap hari untuk mencapai keadaan asal sehingga asma dapat terkontrol
(PDPI,2003). Berikut adalah contoh dari obat pengontrol yang lazim digunakan:
a) Kortikosteroid inhalasi dan sistemik
b) Leukotrien modifiers
Manakala obat pelega (reliever) yang sering dianjurkan adalah antikolinergik
serta aminofilin. Tujuan dari penggunaan obat pelega ini adalah sebenarnya untuk
menstimulasi reseptor β2 pada saluran napas. Maka dari ini semua otot polos pada
saluran pernapasan akan berdilatasi. Akibatnya, keluhan sesak napas penderita akan
berkurangan (PDPI,2011).
2.1.9 Metode Pemberian Obat Asma Oral dan Inhalasi
Pengobatan asma dilakukan untuk mencegah gejala asma obstruksi jalan
napas, terdiri atas obat pengontrol dan obat pelega.
2.1.9.1 Obat Asma Pengontrol (Controllers) Oral
Obat pengontrol adalah obat asma yang digunakan setiap hari untuk
mengontrol gejala pada penderita asma.
Obat pengontrolatau obat pencegah, antara lain:
a. Kortikosteroid inhalasi
b. Kortikosteroid sistemik
c. Sodium kromoglikat
d. Nedokromil sodium
e. Metilsantin
-
14
f. Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
g. Agonis beta-2 kerja lama, oral
h. Leukotrien modifiers
i. Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
j. Lain-lain
1. Glukokortikosteroid sistemik
Berdasarkan Tabel II.4, glukokortikosteroid sistemik dapat diberikan dengan
cara oral maupun parenteral, glukokortikosteroid sistemik ditujukan sebagai
peengontrol pada asma persisten berat (digunakan setiap hari ataupun selang
sehari), akan tetapi penggunaan obat tersebut harus dibatasi mengingat risiko efek
sistemik. Penggunaan steroid jenis inhalasi jangka panjang lebih baik dari pada
steroid oral jangka panjang. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan misalnya
pada keadaan asma persisten berat yang dalam terapi maksimal belum
terkontrol(walau telah menggunakan panduan pengoabatn sesuai berat asma), maka
dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu. Di Indonesia, penggunaan
steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten
sedang-berat tetapi tidak mampu untuk membeli steroid inhalasi, untuk mengurangi
efek samping sistemik maka perlu mempertimbangkan beberapa hal dibawah
ini:(PDPI,2011).
A. Gunakan prednison, prednisolon, atau metil prednisolon karena mempunyai
efek mineral okortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada
otot minimal
B. Bentuk oral, bukan parenteral
C. Penggunaan selang sehari atau sekali sehari di pagi hari
Dosis pengobatan metil prednisolon 4 - 40mg sekali sehari sebagai dosis
tunggal atau dalam dosis terbagi. Penggunaan metil prednisolon diberikan bersama
makanan (DrugBank, 2019). Efek samping obat glukokortikosteroid oral ataupun
parenteral dalam jangka panjang adalah hipertensi, osteoporosis, DM, katarak,
supresi aksis adrenal, obesiti, glukoma, penipisan kulit, kelemahan otot serta striae.
Glukokortikosteroid oral dapat meningkatkan risiko infeksi terhadap herpes zoster.
Apabila penggunaan glukokortikosteroid penderita mengalami infeksi virus herpes
-
15
ataupun varisela, maka penggunaannya harus dihentikan(PDPI,2011).
2. Metilsantin
Berdasarkan Tabel II.4, Teofilin merupakan obat yang berfungsi sebagai
bronkodilator dan memiliki efek ekstra pulmonera seperti anti inflamasi. Efektivitas
bronkodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang terjadi pada
konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efektivitas sebagai antiinflamasi melalui
proses yang belum jelas terjadi pada konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Dosis teofilin
yang rendah, efek anti inflamasinya minimum dan menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofiilin juga digunakan sebagai bronkodilator
tambahan pada serangan asma berat.
Dosis pengobatan teofilin 125-300 mg sekali pakai, dosis maksimal dalam
pemakaian sehari yaitu 200-400 mg (PDPI, 2011). Diberikan bersama makanan
untuk mengurangi rasa tidak enak pada gastrointestinal (DrugBank, 2019).Efek
samping obat teofilin berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( ≥10 mg/kgBB/ hari atau
lebih), untuk mencegah efek samping tersebut dengan memberikan dosis yang tepat
dengan memonitor ketat. Muntah merupakan efek samping obat yang sering terjadi
berupa kardiopulmoner seperti aritmia, takikardi dan kadang merangsang pusat
nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian (PDPI,
2011).
3. Leukotriene modifiers
Berdasarkan Tabel II.4, Obat ini merupakan anti asma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat 5-
lipooksigenase sehingga dapat memblok semua sintesis leukotrin (contoh zileuton)
atau memblok reseptor leukotrien sistinik pada sel target (contohnya montelukas).
Mekanisme kerja obat tersebut sebagai bronkodilator minimal dan mengurangi
bronkokonstriksi akibat alergen, exercise dan sulfur dioksida. Selain bersifat
bronkodilator, Leukotriene modifiers mempunyai efek sebagai antiinflamasi juga.
Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene modifiers tidak seefektif
agonis beta-2 kerja lama. Obat ini memiliki kelebihan seperti sediaannya dalam
bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan(PDPI,2011).
-
16
Di Indonesia, sediaan yang beredar adalah zafirlukas (antagonis reseptor
leukotriene sisteinil) dengan dosis 20 mg sehari dan jarang menimbulkan efek
samping obat ditemukan (PDPI,2011). Obat ini biasanya diminum 2 kali sehari atau
sesuai dengan arahan dokter. Zafirlukast diminum saat perut kosong setidaknya 1
jam sebelum atau 2 jam sesudah makan(DrugBank, 2019).
Tabel II.4 Sediaan dan Dosis Obat Asma Pengontrol
Medikasi Sediaan Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Keterangan
Kortikosteroid
Sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Tablet 4,8,16 mg
Tablet 5 mg
4-40 mg/hari, dosis
tunggal atau terbagi
Short course:
20-40mg/ hari dosis
tunggal atau terbagi
3-10 hari
0,25-2 mg/ Kg
BB/ hari, dosis
tunggal atau
terbagi
Short course:
1-2mg/ kgBB,
hari dosis
tunggal atau
terbagi 3-10 hari
Pemakaian jangka
panjang dosis 4-
5mg/hari atau 8-10
mg/hari untuk
mengontrol asma atau
digunakan sebagai
pengganti steroid
inhalasi.
Metilsantin
Teofilin lepas lambat
Aminofilin lepas
lambat
Tablet 125 mg,
250 mg, 300 mg
2x/hari;
400 mg
Tablet 225 mg
2x125-300mg
200-400mg 1x/hari
2x1 tablet
2x125 mg (>6
tahun)
½-1 tablet,
2x/hari
(>12 tahun)
Sebaiknya monitoring
kadar obat dalam
serum dilakukan rutin,
mengingat metabolic
clearance yang
bervariasi untuk
mencegah efek
samping
Anti Leukotriene
Zafirlukast
Tablet 20 mg
2x20 mg/ hari
-
diberikan 1 jam
sebelum atau 2 jam
setelah makan
Glukokortikosteroid
inhalasi
Budesonid
Flutikason propionat
IDT,
Turbuheler,100,
200,400 mcg
IDT 50,125
mcg/semprot
100-800 ug
125-500 mcg/hari
100-200
mcg/hari
50-125 mcg/hari
Sebaiknya diberikan
dengan spacer
Dosis bergantung
kepada derajat berat
asma
-
17
Lanjutan Tabel II.5 Sediaan dan Dosis Obat Asma Pengontrol
Medikasi Sediaan Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Keterangan
Kromolin (sodium
kromoglikat dan
nedokromil sodium)
Kromolin
Nedokromil
IDT 5mg/semprot
IDT 2mg/semprot
1-2 semprot,
3-4x/ hari
2 semprot,
2-4x/ hari
1 semprot,
3-4x/ hari
2 semprot,
2-4x/ hari
sebagai alternatif
anti inflamasi,
sebelum pajanan
allergen, efektif
dalam 1-2 jam
Agonis beta-2 kerja
lama
Salmaterol
Bambuterol
Prokaterol
Formoterol
IDT 25 mcg/
semprot
Rotadisk 50 mcg
Tablet 10mg
Tablet 25, 50 mcg
Sirup 5mcg/ ml
IDT 4,5;9
mcg/semprot
2-4 semprot, 2x/
hari
1x10mg/hari,
malam
2x50 mcg/ hari
2x5 ml/hari
4,5-9 mcg 1-2x/
hari
1-2 semprot,
2x/ hari
-
2x25 mcg/ hari
2x2,5 ml/hari
2x1 semprot
(>12 tahun)
Digunakan
kombinasi dengan
steroid inhalasi
sebagai
pengontrol.
Tidak dianjurkan
untuk mengatasi
eksaserbasi,
kecuali
formoterol yang
onset kerjanya
cepat dan
berlangsung lama
2.1.9.2 Obat Asma Pelega (Reliever) Oral
Obat pelega dapat merelaksasi otot polos, memperbaiki dan menghambat
bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala asma akut seperti rasa berat di dada,
mengi dan batuk. Obat pelega tidak memperbaiki peradangan pada saluran napas
atau menurunkan hiperesponsif saluran napas (PDPI,2011).
Golongan Obat yang termasuk pelega adalah :
a. Agonis beta2 kerja singkat
b. Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil
belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator
lain).
c. Antikolinergik
d. Aminofillin
e. Adrenalin
-
18
1. Agonis beta-2 kerja singkat
Berdasarkan Tabel II.5 obat yang termasuk golongan Agonis beta-2 kerja
singkat adalah terbutalin, salbutamol, procaterol dan fenoterol yang tersebar di
Indonesia. Memiliki waktu mula kerja yamg cepat. Formoterol memiliki onset yang
cepat dan durasi lama. Obat golongan Agonis beta-2 kerja singkat dapat diberikan
secara oral maupun inhalasi. Pemberian secara inhalasi memiliki onset yang lebih
cepat dan efek samping minimalatau tidak ada. Obat agonis beta-2 bekerja dengan
cara merelaksasi otot polos pada saluran nafas, mempercepat pengeluaran mukosa,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah serta memodulasi pelepasan mediator
sel mast (PDPI,2011).
Golongan obat agonis beta-2 kerja singkat merupakan obat terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai pra-terapi pada exercise induced
asthma. Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila diperlukan
untuk mengatasi gejala. Apabila penderita asma membutuhkan terus menerus obat
golongan agonis beta-2 kerja singkat merupakan pertanda bahwa asma memburuk
dan menunjukkan perlunya terapi antiinflamasi (PDPI,2011).
Penggunaan obat golongan obat agonis beta-2 kerja singkat seperti salbutamol
dengan dosis 1-2mg digunakan 3 hingga 4 kali dalam sehari (PDPI,2011).
Salbutamol diberikan saat perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan atau 2 jam
sesudah makan (DrugBank, 2019). Efek samping obat tersebut adalah gemetar pada
otot rangka, rangsangan kardiovaskular, dan hipokalemia. Pemberian obat secara
inhalasi sangat sedikit menimbulkan efek sampiing dari pada obat oral
(PDPI,2011).
2. Metilsantin
Berdasarkan Tabel II.5, Metilsantin merupakan golongan obat bronkodilator
walaupun efektivitas sebagai bronkodilatasinya lebih lemah jika dibandingkan
dengan agonis beta-2 kerja singkat. Aminofillin dapat dipertimbangkan untuk
mengatasi gejala asma meskipun onset nya lebih lama dari pada agonis beta-2 kerja
singkat.
Dosis aminofilin yaitu 200mg digunakan 3 hingga 4 kali sehari. Aminofilin
diberikan saat perut kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan (DrugBank,
-
19
2019). Efek samping aminofilin seperti mual, muntah, sakit kepala, insomnia dan
tremor (PDPI, 2011).
Tabel II.6 Sediaan dan Dosis Obat Asma Pelega
Medikasi Sediaan Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Keterangan
Antikolinergik
Ipratropium
bromide
IDT 20 mcg/ semprot
Solutio 0,25 mg/ ml
(0,025%) dengan nebulisasi
40mcg, 3-4x/ hari
0,25mg setiap 6 jam
20mcg, 3-4x/ hari
0,25-0,5mg setiap 6
jam
Digunakan kombinasi
dengan agonis beta-2
kerja singkat untuk
mengatasi serangan.
Kortikosteroid
Sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Tablet 4,8,16 mg
Tablet 5 mg
Short course:
20-40mg/ hari dosis
tunggal atau terbagi 3-
10 hari
Short course:
1-2mg/ kgBB, hari
dosis tunggal atau
terbagi 3-10 hari
Short course:
efektif untuk
mengontrol asma pada
terapi awal, sampai
tercapai APE 80%
terbaik atau gejala
mereda, umumnya
membutuhkan 3-
10hari
Agonis beta-2
kerja singkat
Salbutamol
Fenoterol
Prokaterol
IDT 100 mcg/semprot
Nebules/solutio
2,5mg/2ml, 5mg/ml
Tablet 2mg, 4 mg
Sirup 1mg, 2mg/5ml
IDT 100,200 mcg/semprot
Solutio 100 mcg/ml
IDT 10 mcg/semprot
Tablet 25, 50 mcg
Sirup 5 mcg/ml
Inhalasi 200 mcg 3-
4x/hari
Oral 1-2 mg 3-4x/hari
200 mcg 3-4x/hari
10-20 mcg
2-4x/hari
2x50 mcg/hari
2x5 ml/hari
100 mcg 3-4x/hari
0,05 mg/kg BB/ 3-
4x/hari
100 mcg, 3-4x/hari
10 mcg
2x/hari
2x25 mcg/hari
Untuk mengatasi
eksaserbasi, dosis
pemeliharaan berkisar
3-4x/hari
Metilsantin
Teofilin
Aminofilin
Tablet 130 mg, 150 mg
Tablet 200 mg
3-5 mg/kgBB/ kali
3-4x/ hari
3-5 mg/kgBB/ kali
3-4x/ har
kombinasi teofilin/
aminofilin dengan
agonis beta-2 kerja
singkat (dengan efek
minimal) akan
meningkatkan
efektivitas dengan efek
samping minimal.
-
20
2.1.9.3 Obat Asma Inhalasi
Pengobatan dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu oral, parenteral dan
inhalasi. Kelebihan pengobatan inhalasi:
a. lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi
b. efek samping sistemik minimal
c. beberapa obat hanya bisa diberikan secara inhalasi, karena tidak dapat
diabsorpsi jika diberikan secara oral seperti obat antikolinergik dan
kromolin. Bronkodilator bekerja lebih cepat jika diberikan secara
inhalasi.
Macam-macam cara pemberian obat inhalasi:
a. Inhalasi dosis terukur (IDT)/ Metered dose inhaler (MDI)
b. IDT dengan alat Bantu (spacer)
c. Breath actuated MDI
d. Dry powder inhaler (DPI)
e. Turbuhaler
f. Nebuliser
Kekurangan sediaan IDT adalah sulit untuk mengkoordinasikan dua
kegiatan sekaligus yaitu menekan inhaler dan menarik napas dalam satu waktu,
sehingga harus dilakukan latihan penggunaannya secara berulang agar penderita
asma bisa trampil. Alat bantu (spacer) digunakan untuk mengatasi kesulitan
penderita asma dan memperbaiki penghantaran obat melalui IDT. Spacer juga
dapat menurunkan batuk akibat IDT dan mengurangi terjadinya kandidiasis dalam
inhalasi serta mengurangi bioavailibilitas sistemik dan efek samping sistemik.
Pemberian IDT dengan spacer memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan
pemberian secara nebulisasi dan memiliki efektivitas bronkodilatasi lebih baik
dibandingkan melalui DPI.
Kelebihan DPI adalah lebih mudah digunakan dibandingkan melalui IDT.
Inhalasi membutuhkan aliran udara cepat untuk inspirasi minimal, oleh karena itu
DPI sulit digunakan oleh penderita asma saat eksaserbasi sehingga dosis
penggunaan disesuaikan (PDPI, 2011).
-
21
2.1.9.3.1 Pengontrol
1. Glukokortikosteroid Inhalasi
Berdasarkan Tabel II.4 Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat jangka
panjang yang diberikan paling efektif untuk mengontrol asma. Steroid inhalasi
adalah pengobatan yang diberikan pada asma persisten ringan sampai persisten
berat. Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik oleh tubuh serta aman pada dosis
yang ditentukan(PDPI, 2011).
Glukokortikosteroid inhalasi seperti obat budesonide dengan dosis sehari
yaitu 100-800 ug(PDPI, 2011). Budesonid diberikaan saat perut kosong yaitu 30
menit sebelum makan(DrugBank, 2019). Efek samping obat tersebut adalah
gangguan gastrointestinal.
2. Kromolin (Sodium Kromoglikat Dan Nedokromil Sodium)
Berdasarkan Tabel II.4 kromolin adalah suatu obat dari sodium
kromoglikat dan sodium nedocromil. kromolin merupakan obat antiinflamasi
nonsteroid, yang menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui reaksi yang
diperantarai IgE yang bergantung pada dosis serta supresi sel inflamasi tertentu
(makrofag, eosinofil, monosit), diberikan dengan cara inhalasi. Kromolin
digunakan sebagai obat pengontrol asma persisten ringan. Kromolin menurunkan
hiperesponsif jalan nafas meskipun tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi dan
dapat memperbaiki faal paru. Untuk menetapkan pengobatan apakah obat ini
bermanfaat atau tidak dibutuhkan waktu sekitar 4-6 minggu. Beberapa efek
samping yang dimiliki seperti batuk atau rasa tidak enak pada obat (PDPI, 2011).
Dosis penggunaan kromolin 5mg/semprot dan digunakan 1-2 semprot
dengan pemakaian 3 hingga 4 kali sehari. Efek samping obat tersebut berupa rasa
tidak enak badan, iritasi, gatal atau merah (PDPI, 2011)..
3. Agonis beta-2 kerja lama
Berdasarkan Tabel II.4 agonis beta-2 kerja lama inhalasi seperti
salmeterol dan formoterol yang memiliki waktu kerja lama (> 12 jam). Lazimnya
obat golongan ini memiliki efek relaksasi otot polos, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, meningkatkan pembersihan mukosilier, dan memodulasi
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang
diberikan dalam jangka waktu lama memiliki efek protektif terhadap rangsangan
-
22
bronkokonstriktor serta menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan
sediaan oral.
Inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya diberikan ketika dosis standar
glukokortiko-steroid inhalasi gagal mengontrol. Obat tersebut tidak mengubah
inflamasi yang ada, sebaiknya obat ini dikombinasi dengan glukokortiko-steroid
inhalasi. Agonis beta-2 kerja lama inhalasi diberikan pada penderita asma yang
tidak terkontrol dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi karena obat ini
dapat memperbaiki faal paru serta dapat mengontrol asma lebih baik daripada
memberikan glukokortikosteroid inhalasi dosis 2 kali lipat (PDPI, 2011).
Inhalasi agonis beta-2 kerja lama salah satunya adalah salmaterol. Obat
salmaterol digunakan 2 kali sehari 2 hingga 4 semprot dengan kandungan 25
mcg/semprot (PDPI, 2011). Salmaterol memiliki efek samping sistemik berupa
rangsangan kardiovaskuler, hipokalemia dan gemetar pada otot rangka yang jarang
terjadi melalui oral. Mekanisme kerja dan peran obat oral tersebut dalam terapi
sama halnya dengan inhalasi hanya saja efek samping obat lebih banyak.
2.1.9.3.2 Pelega
1. Antikolinergik
Berdasarkan Tabel II.5 Mekanisme kerja obat antikolinergik adalah
memblok asetilkolin saraf kolinergik jalan nafas sehingga menyebabkan
bronkodilatasi dengan cara menurunkaan tomus kolinergik vagal intrinsic.
Antikolinergik dapat menghambat bronko konstriksi yang disebabkan oleh iritan.
Efek bronkodilatasi antikolinergik yang dimiliki tidak seefektif agonis beta-2 kerja
siingkat, onset lama dan untuk mencapai efek maksimum dibutuhkan waktu 30-60
menit (PDPI,2011).
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide.
Ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2
kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru. Obat ipratropium
bromide digunakan 3 hingga 4 kali sehari dengan 0,25 mg setiap 6 jam. Oleh karena
itu, disarankan penggunaan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agnonis beta-2
kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat, untuk
mencapai efek yang maksimal. Obat ini digunakan sebagai alternatif pelega
penderita asma yang memiliki efek samping terhadap agonis beta-2 kerja singkat
-
23
inhalasi seperti aritmia. Efek samping berupa rasa pahit atau tidak enak (PDPI,
2011).
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan suatu informasi yang telah dipahami
dan diperoleh melalui penginderaan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasaan, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, 2007) yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah
karena tahu hanya untuk mengingat kembali terhadap rangsangan yang
diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang telah dipahami
agar dapat menjelaskan secara benar akan obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikannya.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan atau
menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis diartikan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan
materi kedalam komponen–komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam menyusun formulasi baru
-
24
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi diartikan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian
terhadap suatu suatu obyek berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dimiliki seseorang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang
dari luar dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang akan diperoleh dari
gagasannya.
2. Paparan Media Massa
Melalui berbagai media, masyarakat dapat menerima informasi sehingga
akan memperoleh informasi yang lebih dibandingkan dengan orang yang tidak
pernah terpapar informasi media masa.
3. Ekonomi
Kebutuhan primer maupun sekunder yang terpenuhi dari keluarga dengan
status ekonomi yang baik lebih mudah terpenuhi dibandingkan keluarga yang status
ekonominya rendah. Hal ini dapat mempengaruhi kebutuhan informasi yaitu
kebutuhan sekunder.
4. Hubungan Sosial
Manusia adalahmakhluk social yang saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain. Sementara faktor hubungan sosial juga dapat mempengaruhi kemampuan
individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi
media.
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan
Menurut Nursalam (Ratnasari,2012), pengetahuan dibagi dalam tiga kategori,
yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh
pernyataan.
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh
pernyataan.
-
25
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh
pernyataan.
Menurut Ircham Machfoedz yang dikutip oleh Nurhasim (2013)hasil
pengukuran pengetahuan dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
a. Kategori sangat rendah, apabila memiliki nilai benar < 40 %.
b. Kategori rendah, apabila memiliki nilai benar 40% - 55%.
c. Kategori cukup tinggi, apabila memiliki nilai benar 56%-75 %.
d. Kategori tinggi, apabila memiliki nilai benar 76%-100 %.
2.3 Edukasi
Edukasi atau pendidikan merupakan suatu aktifitas yang memiliki maksud dan
tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Pendidikan berarti
pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran,
kemauan dan watak (Nurkholis,2013).
Edukasi akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, agar penderita asma
dapat beraktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan biaya pengobatannya karena
kunjungan ke rumah sakit akan berkurang. Pihak-pihak yang membutuhkan
edukasi seperti :
a. Pasien dan keluarganya
b. Perencanaan bidang kesehatan
c. Profesi kesehatan yang berwenang
d. Masyarakat luas.
Edukasi kepada penderita asma atau keluarga bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri,
meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam penanganan asma,
meningkatkan kepuasan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kepatuhan
(compliance) dan penanganan mandiri. Edukasi yang diberikan oleh dokter dapat
berupa komunikasi yang jelas antara dokter dan penderita asma untuk memenuhi
kebutuhan informasi dalam penatalaksanaan. Edukasi merupakan salah satu kunci
untuk meningkatkan kepatuhan penderita asma dalam melakukan terapi. Edukasi
pada penderita asma dapat memberikan kemampuan untuk mengontrol asma
dengan penanganan mandiri melalui arahan dokter dengan menggunakan alat yaitu
peak flow meter dan kartu catatan harian (Rahajoe, 2015)
-
26
Edukasi dilakukansecara perorangan maupun berkelompok dengan
menggunakan metode yang sesuai. Edukasi dapat dilakukan dengan cara terus
menerus. Pada prinsipnya edukasi diberikan pada :
a. Kunjungan awal
b. Kemudian kunjungan 1-2 minggu setelah kunjungan pertama
c. Kunjungan berikutnya
Edukasi penderita asma sebaiknya diberikan dalam ruang dan waktu khusus
dengan menggunakan alat peraga yang lengkap seperti gambar pohon bronkus,
gambar potongan melintang saluran nafas, contoh inhalasi dan sebagainya. Hal
demikian mungkin diberikan di klinik konseling. Edukasi terutama mengenai cara
dan waktu pengggunaan obat asma, menghindari pencetus asma, mengenali efek
samping obat dan kegunaan control teratur pada pengobatan.
Bentuk pemberian edukasi :
a. Komunikasi saat berobat
Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang
kepada orang lain. Komunikasi kesehatan yang berlangsung positif memberikan
dampak penting bagi pasien, dokter, dan orang lain. Komunikasi antara dokter dan
pasien adalah proses komunikasi yang melibatkan pesan kesehatan, unsur-unsur
atau peserta komunikasidalam memilih dan pengambilan keputusan. Jika
Komunikasi dibangun dengan baik antara dokter dan pasien maka akan
meningkatkan keberhasilan dokter dalam memberikan upaya pelayanan medis
(Arianto,2013).
b. Latihan
Latihan adalah suatu proses perkembangan, kemajuan, atau peningkatan
kinerja manusia melalui proses latihan dengan jangka waktu yang relatif lama dan
dikontrol atau dikoordinasikan oleh pelatih dengan program latihan yang telah
dibuat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan guna mendukung kegiatan sehari-
hari (Langga dan Supriyadi,2016).
c. Diskusi
Diskusi merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan bebas berkomunikasi dalam mengemukakan gagasan dan
pendapat. Diskusi dibagi menjadi dua kelompok yaitu diskusi kelompok kecil
-
27
(Small Group Discussion) dan diskusi kelompok besar (Whole Group Discussion).
Diskusi ini melibatkan subyek dan obyek untuk memberikan pengetahuan dan
informasi yang telah dimiliki namun tetap saling menghormati dalam memberikan
pendapatnnya (Ermi,2015).
d.Tukar menukar informasi
Barter merupakan aktifitas tukar menukar barang atau jasa yang terjadi tanpa
menggunakan uang. Informasi adalah data yang telah diproses sedemikian
rupaberguna bagi penerima untuk mengambil keputusan masa kini maupun masa
yang akan datang (Hermawan dkk,2016). Dengan adanya tukar menukar informasi
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan orang yang menggunakan data tersebut.
e.Film atau video
Film merupakan suatu media elektronik yang mampu memperlihatkan gambar
hidup dalam layar. Seiring berkembangnya teknologi dan komputer, industri
perfilman ikut berkembang, mulai dari film bisu, film hitam putih, hingga film yang
kita kenal sekarang ini seperti film 2 dimensi (2D), 3 dimensi (3D) Bahkan saat ini
sebagian industri perfilman telah merilis film 4 dimensi (4D) yaitu penonton dapat
merasakan seperti berada pada latar film tersebut ditambah dengan pergerakan kursi
dan efek yang ditimbulkan dari ruangan sehingga penonton dapat bergerak ke
segala arah. Film dibagi menjadi dua berdasarkan durasi yaitu: Film Pendek yang
berdurasi dibawah 60 menit dan Film Panjang yang berdurasi lebih dari 60 menit.
Sedangkan jika dibagi menurut jenis, film dibagi menjadi empat yaitu: film fiksi,
film animasi, film eksperimental dan film dokumenter (Rikarno,2015).
Video merupakan penayangan ide atau gagasan. Media video digunakan
sebagai alat bantu pembelajaran tidak terlepas dari tuntutan perkembangan
teknologi dan dapat membantu memberikan pengalaman yang bermakna (Sasmia
dkk,2012).
f. Leaflet dan brosur
Leaflet merupakan suatu sarana publikasi singkat yang berbentuk kertas dan
berukuran kecil. Biasanya kertas ini berisikan informasi suatu hal yang perlu
disebarkan kepada khalayak ramai (Budiyanto,2016).
-
28
Brosur adalah salah satu media informatif yang terdiri dari satu atau beberapa
halaman digunakan oleh banyak orang untuk promosi dan pengenalan, baik produk
ataupun jasa. Dalam brosur biasanya dimuat informasi atau penjelasan tentang
produk, jasa, atau profil yang jelas tapi ringkas dan menarik untuk membangun citra
yang baik dari perusahaan atau institusi tersebut (Lengkey dkk,2014) .
g. Dan lain-lain.