BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-indahhanap... · alat...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-indahhanap... · alat...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama
sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu
suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.
2.1 Mekanisme Perpindahan Panas
Alat perpindahan panas banyak digunakan untuk berbagai proses dalam
industri. Alat perpindahan panas berfungsi untuk memindahkan panas antara dua
fluida dimana fluida yang memiliki suhu lebih tinggi akan memberikan panasnya
pada fluida yang lebih rendah suhunya. Dilihat dari penggunaan dan fungsinya,
alat perpindahan panas memiliki sebutan yang berbeda-beda antara lain: heat
exchanger, pemanas (heater), pendingin (cooler), pengembun (condensor), dan
reboiler (Ikhsan, 2012). Ada tiga mekanisme dasar perpindahan panas, yaitu :
1. Konduksi
Konduksi merupakan proses perpindahan panas yang terjadi antarmolekul
yang saling berdekatan dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul tersebut secara
fisik. Molekul benda yang lebih panas bergetar lebih cepat dibandingkan dengan
molekul benda yang bergetar dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat
ini tenaganya dilimpahkan kepada molekul di sekelilingnya sehingga
menyebabkan getaran yang lebih cepat dan akan memberikan panas.
2. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas antara bagian panas dan dingin dari
suatu fluida karena adanya proses pencampuran atau dapat dikatakan bahwa
perpindahan panas yang terjadi disebabkan oleh adanya pergerakan medium.
Perpindahan panas secara konveksi dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 6
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
a. Natural atau free convection, dimana pergerakan medium disebabkan oleh
adanya perbedaan densitas atau temperatur dari medium tersebut.
b. Forced convection, dimana pergerakan medium disebabkan oleh adanya
bantuan tenaga dari luar, misalnya pengadukan.
3. Radiasi
Radiasi merupakan perpindahan panas tanpa melalui media. Suatu energi
dapat menghantarkan dari suatu tempat ke tempat yang lain (dari benda panas ke
benda yang dingin) dengan gelombang elektromagnetik dimana tenaga ini akan
diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda lain.
2.2 Jenis dan Fungsi Alat Perpindahan Panas
Alat perpindahan panas terdiri dari lima jenis alat antara lain heat
exchanger, heater, cooler, condenser, dan reboiler. Berikut ini penjelasan
mengenai fungsi dari alat perpindahan panas tersebut sebagai berikut (Sitompul,
1993).
a. Heat Exchanger
Alat penukar panas ini bertujuan memanfaatkan panas suatu aliran fluida
untuk memanaskan fluida yang lain tanpa perubahan fasa. Dengan
demikian, terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu memanaskan fluida yang
dingin dan mendinginkan fluida yang panas.
b. Heater
Heater berfungsi untuk mamanaskan fluida cair, contohnya furnace.
c. Cooler
Cooler berfungsi untuk mendinginkan fluida cair dengan menggunakan air
sebagai media pendingin.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 7
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
d. Condenser
Condenser berfungsi untuk mengkondensasikan uap hasil pengolahan
sebelumnya dengan menggunakan air pendingin atau fan (udara).
e. Reboiler
Reboiler berfungsi untuk memanaskan kembali hasil dasar suatu kolom
dengan menggunakan steam atau media pemanas lain.
2.3 Heat Exchanger
Menurut Incropera dan Dewitt (1981) dalam Za Tendra (2011), efektivitas
suatu heat exchanger didefinisikansebagai perbandingan antara perpindahan panas
yang diharapkan (nyata) dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin
terjadi dalam heat exchanger tersebut. Secara umum, pengertian alat penukar
panas atau heat exchanger adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan
panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya,
medium pemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan air biasa
sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin
agar perpindahan panas antarfluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran
panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang
memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja. Penukar
panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia
maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, dan pembangkit listrik.
2.3.1 Prinsip Kerja Heat Exchanger
Prinsip kerja heat exchanger yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada
temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung
ataupun tidak langsung (Ikhsan, 2012).
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 8
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
a. Secara kontak langsung
Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui permukaan
kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida. Transfer panas
yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida. Contoh :
aliran steam pada kontak langsung yaitu dua zat cair yang immiscible(tidak dapat
bercampur), gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
b. Secara kontak tak langsung
Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui dinding
pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.
2.3.2 Tipe Aliran Dalam Heat Exchanger
Pada alat heat exchanger terdapat empat tipe aliran dalam alat penukar
panas, yaitu ( ZA Tendra, 2011) :
a. Counter current flow (berlawanan arah)
Counter current flow atau counter flow adalah aliran berlawanan arah,
dimana fluida yang satu masuk pada satu ujung penukar kalor, sedangkan
fluida yang satu lagi masuk pada ujung penukar panas yang lain, masing-
masing fluida mengalir menurut arah yang berlawanan. Untuk tipe counter
current flow ini memberikan panas yang lebih baik bila dibandingkan
dengan aliran searah atau parallel. Sedangkan banyaknya pass (lintasan)
juga berpengaruh terhadap efektifitas dari alat penukar panas yang
digunakan.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 9
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Gambar 2.1 Tipe aliran counter current flow (berlawanan arah)
b. Parallel flow / co-current (searah)
Parallel flow atau co-current flow adalah aliran searah, dimana kedua fluida
masuk pada ujung penukar panas yang sama dan kedua fluida mengalir searah
menuju ujung penukar panas yang lain (Anonim, 2009).
Gambar 2.2 Tipe aliran parallel flow / co-current (searah)
c. Cross flow (silang)
Cross-flow atau sering disebut dengan aliran silang adalah apabila fluida-
fluida yang mengalir sepanjang permukaan bergerak dalam arah saling
tegak lurus.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 10
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Gambar 2.3 Tipe aliran cross flow (silang)
2.3.3 Jenis Heat Exchanger
Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang
telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang
dikeluarkan oleh asosiasi pembuat heat exchanger yang dikenal dengan Tubular
Exchanger Manufactures Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan
untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena
alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi (Morris, 2011).
Dalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat exchanger, yaitu :
1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya
untuk industri minyak dan kimia berat.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis
dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.
3. Kelas B, yaitu untuk menentukan desain dan fabrikasi untuk proses kimia.
Dalam gambar 2.4 diperlihatkan tipe-tipe shell and tube heat exchanger
berdasarkan desain TEMA.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 11
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Gambar 2.4 Desain TEMA untuk Shell and Tube Heat Exchanger (Sumber : Morris, 2011)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 12
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
2.3.4 Komponen Shell and Tube Heat Exchanger
Shell and tube heat exchanger merupakan jenis penukar panas yang paling
banyak digunakan dalam industri perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell
(tabung/silinder besar) dimana di dalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa
dengan diameter yang relatif kecil. Satu jenis fluida mengalir di dalam pipa-pipa
sedangkan fluida lainnya mengalir pada bagian luar pipa tetapi masih di dalam
shell.
Keuntungan shell and tube heat exchanger merupakan heat exchanger yang
paling banyak digunakan pada proses-proses industri karena mampu memberikan
rasio area perpindahan panas dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu
juga dapat mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan, dan
konstruksinya juga cukup murah di antara yang lain. Untuk menjamin bahwa
fluida pada shell side mengalir melintasi tabung dan dengan demikian
menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi, maka di dalam shell tersebut
dipasangkan sekat/penghalang/baffle (Za Tendra, 2011).
Gambar 2.5 Konstruksi alat penukar kalor jenis Shell and Tube
(Sumber : Za Tendra, 2011)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 13
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Komponen-komponen utama shell and tube heat exchanger ini terdiri dari :
1. Tube
Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di
dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan
bahan pipa harus dipilih berdasarkan pada tekanan operasi fluida kerjanya.
Selain itu, bahan pipa tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja.
Ukuran pipa yang secara umum digunakan biasanya mengikuti ukuran-
ukuran yang telah baku. Komponen alat yang dialiri fluida lainnya, yang
dindingnya merupakan lintasan pertukaran panas, dengan ukuran standar
IPS (Iron Pipe Size) dan ketebalan standar BWG (Birmingham Wire
Gage).IPS mengacu pada sistem lama pengukuran pipa yang masih
digunakan oleh beberapa industri, termasuk produsen utama pipa PVC,
sedangkan BWG merupakan bilangan untuk menyatakan ukuran ketebalan
pipa yang berbeda-beda. Semakin besar bilangan BWG maka semakin tipis
tube-nya.
Diameter dalam tube merupakan diameter dalam aktual (ukuran inch)
dengan toleransi yang sangat tepat. Tube dapat diubah dari berbagai jenis
logam, seperti besi, tembaga, muniz metal, perunggu, 70-30 tembaga-nikel,
aluminium perunggu, aluminium, dan stainless steel.
Lubang-lubang pipa pada penampang shell dan tube tidak disusun secara
begitu saja namun mengikuti aturan tertentu. Jumlah pipa dan ukurannya
harus disesuaikan dengan ukuran shell, ketentuan ini mengikuti aturan baku
dan lubang-lubang pipa disusun berbentuk persegi atau segitiga. Bentuk
susunan lubang-lubang pipa secara persegi dan segitiga ini disebut sebagai
tube pitch. Pitch adalah jarak dari pusat atau center line tube yang satu ke
pusat tube yang lainnya (Za Tendra, 2011).
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 14
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Jenis-jenis tube pitch yang utama adalah :
a. Square pitch
Tipe ini biasa digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop yang
rendah dan pembersihan secara mekanik dilakukan pada bagian luar tube.
Selain itu, nilai perpindahan panas dari Square Pitch lebih kecil
dibandingkan dengan Triangular Pitch. Pusat-pusat tube saling membentuk
sudut 90° (persegi empat).
b. Triangular pitch
Tipe ini banyak digunakan untuk fluida yang tingkat kekotorannya tinggi
ataupun rendah. Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 60° (segitiga
sama sisi) searah dengan aliran fluidanya. Triangular Pitch mempunyai
nilai perpindahan panas lebih tinggi dari Square Pitch.
c. Square pitch rotated
Tipe ini digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop dan nilai
perpindahan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Square Pitch.
Square Pitch Rotated dibersihkan secara mekanik. Pusat-pusat tube saling
membentuk sudut 45°.
d. Triangular pitch with cleaning lanes
Tipe ini jarang digunakan seperti Triangular Pitch, tetapi dapat digunakan
untuk heat exchanger dengan pressure drop sedang hingga tinggi.
Triangular pitch with cleaning lanes memiliki nilai perpindahan panas yang
lebih baik dari Square pitch.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 15
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Gambar 2.6 Jenis tube pitch (Sumber : Za Tendra, 2011)
2. Tube sheet
Berfungsi sebagai tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga
menjadi satu yang disebut tubebundle. Tube sheet terbuat dari material
dengan ketebalan dan jenis tertentu tergantung dari jenis fluida yang
mengalir pada peralatan tersebut. Heat exchanger dengan tube lurus pada
umumnya menggunakan dua buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U
menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-
tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell
side.
3. Tie Rods
Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian
paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara
baffle yang satu yang lainnya tetap.
4. Shell
Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tube yang akan ditempatkan
di dalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat
logam yang di-roll. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 16
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
terdapat tube bundle. Untuk temperatur yang sangat tinggi terkadang shell
dibagi menjadi dua dan disambungkan dengan sambungan ekspansi.
Biasanya, shell berbentuk bulat memanjang (silinder) yang berisi tube
bundle sekaligus sebagai wadah mengalirkan zat atau fluida. Untuk
kemungkinan korosi, tebal shell sering diberi kelebihan 1/8 in.
5. Baffle / Sekat
Baffle atau sekat merupakan bagian yang penting dari heat exchanger.
Pemasangan baffle pada heat exchanger bertujuan untuk membuat
turbulensi aliran fluida baik pada shell dan tube serta menambah waktu
tinggal (residence time), tetapi pemasangan baffle akan memperbesar
pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir
fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.
Selain itu, baffle pun memiliki fungsi lain yaitu untuk menahan tube bundle,
mengurangi atau menambah terjadinya getaran. Luas baffle + 75% dari
penampungan shell. Spasi antar baffle tidak lebih dekat dari 1/5 diameter
shell karena apabila terlalu dekat akan didapat kehilangan tekanan yang
besar.
2.3.5 Shell and Tube Heat Exchanger
Berdasarkan konstruksinya, shell and tube heat exchanger dibagi menjadi
tiga kategori yaitu (Za Tendra, 2011) :
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 17
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
1. Fixed Tube Sheet Heat Exchanger
Gambar 2.7 Konstruksi alat penukar kalor jenis Fixed Tube sheet Heat Exchanger
(Sumber : Za Tendra, 2011)
Fixed Tube sheet merupakan jenis shell and tube heat exchanger yang terdiri
dari tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet
menyatu dengan shell. Kelebihan utama dari konstruksi fixed tube sheet
adalah biaya rendah karena konstruksinya yang sederhana, selama ekspansi
joint tidak diperlukan. Kelebihan lain adalah tube dapat dibersihkan secara
mekanik setelah penutup saluran (bonnet) dilepas.
Kelemahan dari desain ini adalah sisi luar dari tube tidak dapat dibersihkan
secara mekanis karena bundle tidak dapat dilepas dari shell sehingga
kesulitan pada penggantian tube dan pembersihan shell. Akan tetapi, dapat
diaplikasikan cara yang tepat yaitu dengan menggunakan bahan kimia untuk
fouling services pada shell side.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 18
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
2. U Tube Heat Exchanger
U tube / U bundle hanya mempunyai 1 buah tube sheet, dimana tube dibuat
berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga biaya
yang dibutuhkan paling murah diantara shell and tube heat exchanger yang
lain. Tube bundle dapat dikeluarkan dari shell-nya setelah channel head-nya
dilepas.
Tipe ini dapat digunakan pada tekanan tinggi dan beda temperatur yang
tinggi. Masalah yang sering terjadi pada heat exchanger ini adalah terjadinya
erosi pada bagian dalam bengkokan tube yang disebabkan oleh kecepatan aliran dan
tekanan di dalam tube, untuk itu fluida yang mengalir dalam tube side
haruslah fluida yang tidak mengandung partikel-partikel padat.
Gambar 2.8 Konstruksi alat penukar kalor jenis U tube Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011)
Biaya pembuatan sebuah heat exchanger U tube sebanding dengan fixed
tube sheet karena diimbangi oleh biaya tambahan yang dikeluarkan untuk
membengkokkan tube menjadi seperti huruf U dan diameter shell yang
agak lebih besar.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 19
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
Keuntungan dari U tube heat exchanger adalah sisi luar tube dapat
dibersihkan karena tube bundle dapat dilepas. Kerugian U tube heat
exchanger adalah bagian dalam tube tidak dapat dibersihkan secara efektif,
karena tikungan pada tube akan membutuhkan fleksibel end mengebor
lubang untuk cleaning. Jadi, U tube heat exchanger sebaiknya tidak
digunakan untuk cairan kotor di dalam tube.
3. Floating Tube Sheet Heat Exchanger
Floating Tube Sheet merupakan heat exchanger yang dirancang dengan
salah satu tipe tube sheet-nya mengambang, sehingga tube bundle dapat
bergerak di dalam shell jika terjadi pemuaian atau penyusutan karena
adanya perubahan suhu yang terjadi dalam heat exchanger. Tipe ini banyak
digunakan dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih mudah
dibandingkan fixed tube sheet. Selain itu, tube bundle-nya dapat dikeluarkan
dan dapat digunakan pada operasi dengan perbedaan temperatur antara shell
dan tube side di atas 200oF.
Gambar 2.9 Konstruksi alat penukar kalor jenis Floating Tube Sheet Heat Exchanger
(Sumber : Za Tendra, 2011)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 20
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
2.4 Pemilihan Fluida yang Dilewatkan Shell dan Tube
Menurut Indra Wibawa Dwi Sukma (2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan fluida dalam shell dan tube antara lain :
a. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability)
Jika dibandingkan cara membersihkan tube dan shell, maka pembersihan
shell jauh lebih sulit. Untuk itu fluida yang bersih biasanya dialirkan pada
bagian shell dan fluida yang kotor melalui tube. Fluida kotor dilewatkan
melalui tube karena tube-tube mudah untuk dibersihkan.
b. Korosif
Masalah korosi sangat dipengaruhi oleh penggunaan dari paduan logam.
Paduan logam tersebut mahal oleh karena itu fluida yang korosif dialirkan
melalui tube untuk menghemat biaya yang terjadi karena kerusakan shell.
c. Tekanan
Fluida bertekanan tinggi dilewatkan pada tube karena bila dilewatkan shell
membutuhkan diameter dan ketebalan yang lebih sehingga membutuhkan
biaya yang lebih mahal.
d. Suhu
Fluida dengan suhu tinggi dilewatkan pada tube karena panasnya ditransfer
seluruhnya ke arah permukaan luar tube atau ke arah shell sehingga akan
diserap sepenuhnya oleh fluida yang mengalir di shell. Apabila fluida
dengan temperatur lebih tinggi dilewatkan pada shell maka transfer panas
tidak hanya dilakukan ke arah tube, tetapi ada kemungkinan transfer panas
juga terjadi ke arah luar shell (ke lingkungan).
e. Kuantitas
Fluida yang memiliki volume besar dilewatkan melalui tube untuk
memaksimalkan proses perpindahan panas yang terjadi.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 21
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
f. Sediment /Suspended Solid / Fouling
Fluida yang mengandung sediment/suspended solid atau yang menyebabkan
fouling sebaiknya dialirkan di tube sehingga tube-tube dengan mudah
dibersihkan. Jika fluida yang mengandung sediment dialirkan di shell, maka
sediment/fouling tersebut akan terakumulasi pada stagnant zone di sekitar
baffle, sehingga cleaning pada sisi shell menjadi tidak mungkin dilakukan
tanpa mencabut tube bundle.
g. Viskositas
Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate (laju rendah)
dilewatkan melalui shell karena dapat menggunakan baffle.
2.5 Fluida Heat Exchanger 11E-25
Sesuai dengan Operating Manual Fuels Complex Cilacap Refinery,
spesifikasi fluida yang diaplikasikan dalam heat exchanger 11E-25 sebagai
berikut.
1. Shell
Long residu digunakan sebagai media pemanas pada heat exchanger 11E-
25. Long residu merupakan produk bawah dari Crude Distilling Unit I.
Spesifikasi long residu disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Long Residu Refinery Products
Specific Characteristics
Long residu (res.350oC)
Specific Gravity 60/60oF Pour Point(oF) Visc. Kinematics at 140oF (cs) Final Boiling Point
0,949 60 57,73 370
(Sumber : Operating Manual Fuels Complex Cilacap Refinery)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 22
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
2. Tube
Fluida yang dialirkan pada bagian tube heat exchanger 11E-25 adalah
Arabian Light Crude yang berasal dari Timur Tengah. Spesifikasi Arabian
Light Crude disajikan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Spesifikasi Arabian Light Crude Spesifikasi Arabian
Light Specific gravity 60/60oF Gravity oAPI at 60 oF
0,8587 33,3
ASTM distillation, (oC) Initial Boiling Point 36 10% vol 20% vol
123 171
30% vol 40% vol
213 297
50% vol Pour Point (oF) Reid Vapour Pressure at 100oF (lbs)
>300 <20 4,2
Flash Point (oF) <32 Sulphur content (%wt) 1,88 Water content (%vol) 0,1 Salt content (mg NaCl/liter) 30 Ash content (% wt) Asphaltene content (% wt) Wax content (% wt) Viscocity kinematic at 100 oF (cS) Viscocity kinematic at 122 oF (cS)
0,01 3,28
3 10,7 7,8
(Sumber : Operating Manual Crude Distillation Unit I)
2.6 Analisis Kinerja Heat Exchanger
Untuk menganalisis kinerja heat exchanger, parameter – parameter yang
dapat digunakan adalah duty, koefisien perpindahan panas, dan Log Mean
Temperature Difference (LMTD). Berikut di bawah ini dijelaskan mengenai
parameter-parameter heat exchanger tersebut.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 23
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
2.6.1 Duty (Q)
Duty merupakan besarnya energi atau panas yang ditransfer per waktu. Duty
dapat dihitung baik pada fluida dingin atau fluida panas. Apabila duty pada saat
operasional lebih kecil dibandingkan dengan duty pada kondisi desain,
kemungkinan terjadi heat losses, fouling dalam tube, penurunan laju alir (fluida
panas atau dingin), dan lain-lain. Duty dapat meningkat seiring bertambahnya
kapasitas. Untuk menghitung unjuk kerja alat penukar panas, pada dasarnya
menggunakan persamaan sebagai berikut.
Q = m . Cp . ∆t
dimana :
Q : Jumlah panas yang dipindahkan (Btu/hr)
m : Laju air (lb/hr)
Cp : Specific heat fluida (Btu/lb.oF)
∆t : Perbedaan temperatur yang masuk dan keluar (oF)
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung jumlah panas yang dipindahkan
dengan menggunakan neraca energi.
Q = UA. LMTD
dimana :
Q : Jumlah panas yang dipindahkan(Btu/hr)
U : Koefisien perpindahan panas (Btu/hr ft2 oF)
A : Luas permukaan perpindahan panas (ft2)
LMTD : Perbedaan suhu logaritmik (oF)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 24
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
2.6.2 Koefisien Perpindahan Panas
Koefisien perpindahan panas menyatakan mudah atau tidaknya panas
berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan aliran panas
menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan konveksi. Semakin baik
sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas yang dimilikinya. Koefisien
perpindahan panas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris
sebagai berikut.
Uo =
dengan :
Uo = koefisien perpindahan panas pada tube bagian luar (Btu/hr ft2 oF)
Ao = luas permukaan dinding tube bagian luar (ft2)
Ao = 2 π L ro (ft2)
Ai = luas permukaan dinding tube bagian dalam (ft2)
Ai = 2 π L ri (ft2)
AA lm = log mean area untuk tube
AA lm=
L = length (19,9998 ft)
hi = koefisien perpindahan panas bagian tube dalam (Btu/hr ft2oF)
ho = koefisien perpindahan panas bagian tube luar (Btu/hr ft2oF)
kA = koefisien konduksi untuk tube (Btu/hr ft oF)
kk = koefisisen konduksi untuk minyak (Btu/hr ft oF)
ro = jari- jari bagian luar dari tube (ft)
ri = jari-jari bagian dalam dari tube (ft)
1
Ao / Ai hi +(ri-rk) Ao / kk AAlm + (ro-ri) / (kA.AAlm) + 1/ho
Ao - Ai
ln ( Ao/Ai)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 25
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
rk = jari-jari ketebalan kerak (ft)
2.6.3 Log Mean Temperature Difference (LMTD)
Sebagaimana persamaan dasar heat transfer pada heat exchanger Q= U A
LMTD, maka perhitungan heat transfer tergantung pada beda temperatur. Akan
tetapi, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya beda temperatur bervariasi
sepanjang heat exchanger. Untuk mengatasi permasalahan ini, digunakan konsep
Mean Temperature Difference (MTD). Berikut adalah penentuan nilai LMTD
pada setiap aliran dengan menggunakan persamaan neraca energi.
Gambar 2.10 Aliran co-current dan counter current pada heat exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011) a. Untuk aliran co-current :
LMTD =
(Th2 – Tc2) – (Th1 – Tc1)
ln ((Th2 – Tc2) /(Th1 – Tc1))
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 26
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
b. Untuk aliran counter current :
LMTD =
Keterangan : dalam satuan oF
2.7 Fouling
Dalam ilmu perpindahan kalor, fouling adalah pembentukan lapisan deposit
pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang tidak
diinginkan. Bahan atau senyawa itu dapat berupa kristal, sedimen, senyawa
biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Senyawa atau bahan tersebut dapat
berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran
fluida.
Pembentukan lapisan deposit atau fouling ini akan terus berkembang selama
alat penukar kalor dioperasikan. Pembentukan lapisan tersebut dapat meningkat
apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesive yang cukup
kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat
juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit.
Pada umumnya, proses pembentukan lapisan deposit atau fouling
merupakan fenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa
secara analitik. Mekanisme pembentukannya sangat beragam dan metode
pendekatannya juga berbeda-beda.
Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan
kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Untuk
menghindari penurunan kinerja alat penukar kalor yang terus berlanjut dan
terjadinya unpredictable cleaning, maka diperlukan suatu informasi yang jelas
ln ((Th1 – Tc2) /(Th2 – Tc1))
(Th1 – Tc2) – (Th2 – Tc1)
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 27
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
tentang tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan / cleaning
schedule (Bambang Setioko, 2010).
2.7.1 Penyebab terjadinya fouling
Menurut Bambang Setioko (2010), fouling disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
a. Adanya pengotor berat yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau
coke keras.
b. Adanya pengotor berpori yaitu kerak lunak yang berasal dari dekomposisi
kerak keras.
2.7.2 Akibat fouling
Menurut Bambang Setioko (2010), beberapa faktor akibat dari fouling
antara lain :
a. Mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan
biaya baik investasi, operasi maupun perawatan.
b. Ukuran heat exchanger menjadi lebih besar, heat losses meningkat, waktu
shutdown lebih panjang dan biaya perawatan lebih mahal.
2.7.3 Mekanisme fouling
Menurut Bambang Setioko (2011), terdapat beberapa hal tentang
mekanisme pembentukan fouling,antara lain :
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 28
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
a. Sedimentation fouling
Cooling water mengandung padatan terlarut yang dapat mengendap pada
permukaan perpindahan panas. Pengendapan pengotor sangat dipengaruhi
oleh kecepatan aliran dan sedikit dipengaruhi oleh temperatur dinding.
b. Inverse solubility fouling
Garam-garam tertentu banyak ditemukan pada air, dalam hal ini kalsium
sulfat yang lebih sulit larut di air panas daripada air dingin. Jika suatu arus
menemui sebuah dinding pada temperatur jenuh garam, garam akan
mengkristal pada permukaan.
c. Chemical reaction fouling
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida, di atas permukaan
perpindahan panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas
tidak ikut bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi, dan lain-lain.
Mekanisme pengotor ini meliputi perubahan-perubahan fisik. Sumber
pengotor adalah reaksi kimia yang menghasilkan fasa padat di dekat atau
pada permukaan. Contohnya sebuah permukaan perpindahan panas dengan
temperatur tinggi dapat menyebabkan degradasi termal dari komponen arus
proses yang menghasilkan deposit karbon (coke) di atas permukaan.
d. Corrosion product fouling
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan material
bahan permukaan perpindahan panas. Sebuah arus dapat merusak logam
perpindahan panas, pada akhirnya usaha untuk membersihkan permukaan
akan menghasilkan percepatan korosi dan kegagalan heat exchanger.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 29
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
e. Biological fouling
Pengotoran ini berhubungan dengan akitifitas organisme biologi yang
terdapat atau terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dan lain-lain.
Banyak sumber cooling water dan beberapa aliran proses yang mengandung
organisme-organisme yang akan melekat pada permukaan padat dan
berkembang, contohnya ganggang dan remis. Ketika wujud makroskopik
muncul akan menyebabkan masalah pada proses perpindahan panas dan
juga penyumbatan saluran.
f. Combined mechanism
Sebagian besar dari proses pengotoran di atas dapat terjadi secara
kombinasi. Umumnya adalah kombinasi dari sedimentation fouling dan
inverse solubility fouling pada cooling tower water.
Akibat pembentukan fouling tersebut, maka kemampuan alat penukar kalor
akan mengalami penurunan. Dalam beberapa kasus,pembersihan lapisan fouling
dilakukan secara kimia dan mekanis.
2.8 Pembersihan Heat Exchanger
Jika fouling tidak dapat dicegah, dibutuhkan pembersihan secara periodik.
Berikut adalah tiga tipe pembersihan heat exchanger antara lain :
1. Chemical / Physical Cleaning
Metode pembersihan dengan mensirkulasikan agent melalui peralatan
biasanya menggunakan HCl 5-10%. Beberapa pembersihan secara kimia
lainnya yaitu contohnya pembersihan endapan karbonat dan klorinasi,
secara mekanis contohnya dengan mengikis atau penyikatan dan dengan
penyemprotan semprotan air dengan kecepatan sangat tinggi. Pembersihan
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 30
EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP
ini membutuhkan waktu yang tidak singkat sehingga terkadang operasi
produksi harus dihentikan.
2. Mechanical Cleaning
Metode pembersihan secara mekanik dibagi menjadi dua cara sebagai
berikut :
a. Drilling atau Turbining
Pembersihan dilakukan dengan men-drill deposit yang menempel pada
dinding tube.
b. Hydrojecting
Pembersihan dilakukan dengan cara menginjeksikan air ke dalam tube
pada tekanan yang tinggi, untuk jenis deposit yang lunak.
3. Gabungan dari keduanya.
Metoda ini merupakan penggabungan dari kedua pembersihan di atas yaitu
secara chemical/physical dan mechanical.