BAB II TB PARU(1)

39
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi dan Fisiologi Saluran penghantar udara hingga mencapai paru- paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran- saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka 'letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai

description

tb paru

Transcript of BAB II TB PARU(1)

ASKEP TBC PARU

BAB IITINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka 'letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).

Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.

Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.

Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer.

2. menyaring bahan beracun dari sirkulasi

3. reservoir darah

4. fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gasBerikut ini adalah gambar anatomi paru-paru:

Keterangan:

1. Apeks 10. Viceral pleura

2. Superior lobe11. Parietal Pleura

3. Horisontal fissure12. Cardiach notch

4. Middle lobe13. Heart

5. Oblique Fissure14. Oblique Fissure

6. Inferior Lobe15. Inferior Lobe

7. Thymus16. Base

8. Superior lobe17. Diaphragma

9. Costal surface18. Mediastinal Surfaces

B. Konsep Dasar Penyakit1. Tuberkulosis

a. Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arif Mansjoer dkk, 2000: 472)b. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.c. Proses Penularan

Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.

Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

d. Patofisiologi

Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

e. Manifestasi Klinik

Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:

1) Gejala respiratorik, meliputi:

a) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c) Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2) Gejala sistemik, meliputi:

a) Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b) Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.f. Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:1) TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

a) Dengan atau tanpa gejala klinik

b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.c) Gambaran radiologic sesuai dengan TB paru2) TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif

b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

3) Bekas TB Paru dengan kriteria:

a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.

d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

g. Test Diagnostik1) Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.

Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :

a) Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.

b) Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)

c) Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru

d) Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu

e) Bayangan bilier

2) Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.3) Tes kulit (PPD, Mantoux test) :reaksi positif (area induksi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48 72 jam setelah infeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

4) Elektrolit :dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia, disebabkan oleh tidak normalnya retensi air dapat ditemukan pada tuberculosis paru kronis luas.5) AGD (Analisa Gas Darah) pada arteri untuk mengetahui apakah ada kerusakan / ketidakseimbangan proses perfusi dan difusi gas-gas yang ada di paru dan organ-organ yang lainnyah. Penanganan MedikTujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat Anti TB EsensialAksiPotensiRekomendasi Dosis (mg/kg BB)

Per HariPer Minggu

3 x2 x

Isoniazid (H)

Rifampisin (R)

Pirasinamid (Z)

Streptomisin (S)

Etambutol (E)Bakterisidal

Bakterisidal Bakterisidal BakterisidalBakteriostatikTinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah5

10

25

15

1510

10

35

15

3015

10

50

15

45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:

1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.

2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.

4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.Panduan obat tuberkulosis paru

Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut :

1) Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dsb.

2) Kategori II:Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.

3) Kategori III:Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam kategori I.

4) Kategori IV

:Tuberkulosis Kronik.

Panduan obat kategori I

Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 7 bulan hingga total pengobatan 8 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.

Panduan obat kategori II

Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 bulan dahak nmasih tetap posistif maka pengobatan di hentikan 2 3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasan.Panduan obat kategori III

2 HRZ / 6 HE

2 HRZ / 4 HR

2 HRZ / 4 H3R3Panduan obat kategori IV

Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten atau obat lapis kedua seperti quinolon, ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dan lain sebagainya.2. Hemaptoe

a. Pengertian

Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (dari glotis dan ke distal).Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau mucus yang berdarah. (Arif Mansjoer dkk, 2000: 485)b. EtiologiTuberkulosis adalah penyebab utama, penyebab lin bronkiektasi, abses paru, karsinoma paru, bronchitis kronis.

c. PatofisiologiSecara anatomis, asal perdarahan berbeda untuk setiap proses patologis tertentu. Misalnya pada tuberculosis, perdarahan mungkin terjadi karene robekan aneurisme arteri pulmonalis pada dinding kavitas karena pecahnya anatomosis bronkopulmonal atau karena proses erosive pada arteri bronkialis yang membesar. Perdarahan akibat ulserasi mukosa bronkus juga bisa terjadi, namun jarang massif. Sedangkan pada bronchitis, perdarahan berasal dari pembuluh darah superficial dimukosa.

d. Gejala Klinis1) Batuk darah, bahwa perdarahan berasal dari tractus respiratorius bukan dari nasopharing / gastrointestinal.Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :a)Batuk darah Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan Darah berbuih bercampur udar

Darah segar berwarna merah muda Darah bersifat alkalis Anemia kadang-kadang terjadi

Benzidin test negatif

b)Muntah darah

Darah dimuntahkan dengan rasa mual

Darah bercampur sisa makanan

Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

Darah bersifat asam

Anemia sering terjadi

Benzidin test positif

c)Epistaksis

Darah menetes dari hidung

Batuk pelan kadang keluar

Darah berwarna merah segar

Darah bersifat alkalis

Anemia jarang terjadi

2) Sesak nafas

3) Hipertermi

e. KomplikasiAsfiksia, syok hemoragik dan penyebaran penyakit ke sisi paru yang sehat

f. PenatalaksanaanSetiap pasien hemoptoe harus dirawat untuk observasi dan evaluasi lebih lanjut. Hal-hal ini yang perlu dievaluasi :1)Banyaknya / jumlah perdarahan yang terjadi Saat terjadinya batuk dicatat dan setiap darah yang dibatukkan harus dikumpulkan dalam pot pengukur untuk mengetahui jumlah secara tepat dalam suatu periode tertentu (biasanya 24 jam). Jumlah darah yang dikeluarkan tidak selalu menggambarkan jumlah perdarahan yang terjadi karena mungkin saja sebagian darah tertinggal atau terjadi aspirasi dalam paru / saluran napas.2) Pemeriksaan fisikDiperhatikan adanya insufisiensi pernapasan atau sirkulasi, berupa hipotensi sistemik / syok, penurunan kesadaran, takikardi, takipnea / sesak napas, sianosis, dan lain-lain. Bila ditemukan ronki basah difus di lapangan bawah paru perlu dicurigai telah terjadi aspirasi yang akan mengganggu pernapasan.Penatalaksanaan pasien hemoptisis bergantung dari beratnya perdarahan yang terjadi dan keadaan klinis (kecenderungan perdarahan untuk berhenti / bertambah, tanda-tanda asfiksia / gangguan fungsi paru). Bila tidak / kurang masif dapat ditangani secara konservatif yang bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi dan mengganti darah yang hilang dengan tranfusi atau pemberian cairan pengganti. Langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1) Menenangkan pasien sehingga perdarahan lebih mudah berhenti

dan tidak takut membatukkan darah di saluran nafas.

2) Pasien diminta berbaring pada posis bagian paru yang sakit dan sedikit trendelenburg, terutama bila refleks batuknya tidak adekuat.

3)Jalan napas dijaga agar tetap terbuka. Bila ada tanda-tanda sumbatan, lakukan penghisapan. Bila perlu dipasang pipa endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas telah bebas hambatan.4)Pemasangan jalur intravena untuk penggantian cairan atau pemberian obat intravena.5)Transfusi darah dilakukan bila Ht turun di bawah nilai 25-30% atau Hb di bawah 10% sedangkan perdarahan masih berlangsung.Perdarahan yang masif dan mengancam jiwa memerlukan usaha agresif invasif, berupa bronkoskopi atau operasi sito. Indikasi pembedahan segera untuk hemoptisi masif adalah : Bila batuk darah lebih dari 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan tidak berhenti.

Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml / jam, kadar Hb kurang dari 10g% dan berlangsung terus. Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml/24 jam, Hb lebih dari 10g% tetapi dalam observasi selama 48 jam perdarahan tidak berhenti.C. Konsep Dasar Asuhan1. Pengkajian

a. Aktivitas /Istirahat

Kelemahan umum dan kelelahan.

Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.

Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.

Mimpi buruk.

Takikardia, takipnea/dispnea.

Kelemahan otot, nyeri dan kaku.b. Integritas Ego :

Perasaan tak berdaya/putus asa.

Faktor stress : baru/lama.

Perasaan butuh pertolongan, denial Cemas, iritable.

c. Makanan/Cairan :

Kehilangan napsu makan dan kehilangan bb Ketidaksanggupan mencerna.

Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.

d. Nyaman/nyeri :

Nyeri dada saat batuk.

Memegang area yang sakit.

Perilaku distraksi.

e. Pernapasan :

Batuk (produktif/non produktif)

Napas pendek.

Riwayat tuberkulosis

Peningkatan jumlah pernapasan.

Gerakan pernapasan asimetri.

Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).

Suara napas : Ronkhi

Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.

f. Kemanan/Keselamatan :

Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.

Demam pada kondisi akut.

g. Interaksi Sosial :

Perasaan terisolasi/ditolak.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

3. Perencanaan a. Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.

Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.

Kriteria hasil :

Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.

Mendemontrasikan batuk efektif.

Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :

1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.3) R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

4) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

5) Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

6) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

7) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

8) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.

9) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

10) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.Pemberian expectoran.Pemberian antibiotika.

Konsul photo toraks.R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

b. Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

Tujuan : Pertukaran gas efektif.

Kriteria hasil :

Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.

Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.Rencana tindakan :

1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

4) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

5) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.Pemberian antibiotika.Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.Konsul photo toraks.R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat

Kriteria hasil :

Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori

Menu makanan yang disajikan habis

Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan :1) Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.

R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.

2) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

3) Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).

R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.

4) Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.

R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.

5) Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.

R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.

6) Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut

Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).

Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).

Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).

Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).

R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.

7) Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.d. Risiko infeksi dan penyebaran infeksi

Tujuan:Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.Rencana tindakan :

1) Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., atau ciuman R/ Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.2) Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.R/ Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.3) Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.R/ Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.4) Gunakan masker setiap melakukan tindakan.R/ Mengurangi risilio penyebaran infeksi.5) Monitor temperatur.R/ Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.6) Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.R/ Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk. 7) Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. R/ Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.8) Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.R/ INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Rencana tindakan :

1) Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya. R/ Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.2) Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeridada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.R/ Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya3) Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.R/ Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.4) Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obatR/ Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.5) Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.R/ Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.4. Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Lyer et al dalam Nursalam, 2001)

Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang dibuat sebelumnya dengan mengupayakan rasa aman, nyaman dan mempertimbangkan keselamatan klien

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor "kealpaan" yang terjadi selama tahapan pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. (Ignatavicius dan Bayne dalarn Nursalam, 2001)

Invasi bakteri tuberkulosis via inhalasi

Penyebaran bakteri secara bronkogen, limfogen dan hematogen

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

1

2

3

4

5

6

Sembuh

Infeksi Primer

Sembuh dengan focus Ghon

Sembuh dengan Fibrotik

Infeksi pasca primer

(Reactivasi)

Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi, membentuk kavitas dan merusak parenkim paru

Reaksi sistemis, anorexia, mual, demam, penurunan berat badan dan kelemahan

Penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveoli-kapiler merusak pleura, dan perubahan cairan intra pleura

Edema trakea/faringeal

Peningkatan produksi secret

Pecahnya pembuluh darah jalan nafas

Intake nutrisi tidak adekuat

Tubuh makin kurus

Ketergantungan aktifitas sehari-hari

Kurangnya pemenuhan istirahat dan tidur

Kecemasan

Kurangnya informasi

Komplikasi Tb Paru

Efusi pleura

Pneumothoraks

Batuk produktif

Batuk darah

Sesak nafas

Penurunan kemampuan batuk efektif

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gangguan pemenuhan ADL

Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur

Kecemasan

Ketidaktahuan/pemenuhan informasi

Sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan pola nafas tidak efektif

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Pola nafas tidak efektif

Gangguan pertukaran gas