Bab ii rkpd 2012

105
BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJAPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN 2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah 2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi 2.1.1.1 Karakteristik Lokasi Dan Wilayah 1. Luas dan Batas Administrasi Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur mencapai 4.713.014,67 Ha dan terbagi atas 29 wilayah kabupaten dan 9 kota, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai, ruang di dalam bumi serta wilayah udara. Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Timur sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Selatan) Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau Bali Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah 2. Letak dan Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111 o 0’ hingga 114 o 4’ Bujur Timur dan 7 o 12’ hingga 8 o 48’ Lintang Selatan. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.

Transcript of Bab ii rkpd 2012

Page 1: Bab ii   rkpd 2012

BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN

KINERJAPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah

2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi

2.1.1.1 Karakteristik Lokasi Dan Wilayah

1. Luas dan Batas Administrasi

Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa

Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur

daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah, sedangkan

luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa

Timur mencapai 4.713.014,67 Ha dan terbagi atas 29 wilayah

kabupaten dan 9 kota, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis

pantai, ruang di dalam bumi serta wilayah udara. Batas-batas wilayah

Provinsi Jawa Timur sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau Kalimantan

(Provinsi Kalimantan Selatan)

• Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau Bali

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

• Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

2. Letak dan Kondisi Geografis

Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111o 0’

hingga 114o4’ Bujur Timur dan 7o12’ hingga 8o48’ Lintang Selatan.

Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar

bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer,

sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer.

Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan

daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150

kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat

gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling

utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua

pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.

Page 2: Bab ii   rkpd 2012

−10−

Kondisi kawasan pada Provinsi Jawa timur terbagi menjadi 4

aspek antara lain : kondisi kawasan tertinggal, kondisi kawasan pesisir,

kondisi kawasan pegunungan dan kondisi kawasan kepulauan.

a. Kondisi Kawasan Tertinggal

Pada dasarnya kawasan tertinggal adalah suatu kawasan yang

tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sesuai dengan

standart taraf hidup, disebabkan kemiskinan secara struktural dan

natural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan karena struktur

sosial sedangkan kemiskinan natural karena faktor alam yang tidak

seimbang antara rasio jumlah penduduk dengan daya dukung alam.

Penetapan kawasan tertinggal ditentukan melalui perhitungan

tingkat kemiskinan relative antarkabupaten/kota. Kabupaten/kota

dengan tingkat kemiskinan tertinggi dikategorikan sebagai kawasan

tertinggal. Wilayah yang termasuk kategori kawasan tertinggal

dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Tuban,

Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pacitan,

Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten

Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten

Sumenep dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

b. Kondisi Kawasan Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan

laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik

kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat

laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.

Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang

masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena

kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan

pencemaran.

Pesisir bagian utara, selatan dan laut di wilayah Provinsi Jawa

Timur mempunyai hamparan hutan mangrove, padang lamun dan

ekosistem terumbu karang yang mengelilinginya yang harus

dilestarikan. Ketiga ekosistem tersebut memiliki ciri, sifat dan

karakter yang berbeda – beda akan tetapi saling terkait satu sama

lainnya. Hubungan ketiga ekosistem tersebut adalah mutualistik yaitu

Page 3: Bab ii   rkpd 2012

−11−

di antaranya: mangrove menyediakan makanan/hara bagi padang

lamun sedangkan padang lamun memecah/meredam gelombang dari

lautan sehingga mangrove tumbuh dengan baik karena mangrove

tidak tahan terhadap gelombang yang cukup besar.

Berdasarkan kondisi geografis, wilayah pesisir dan laut Jawa

Timur ke arah daratan sebagian besar merupakan pegunungan dan

perbukitan sehingga kemiringan wilayah pesisirnya relatif tinggi.

Kemiringan rendah (datar) dijumpai pada sebagian kecil wilayah teluk

dan lembah. Ke arah laut wilayah pesisir tersusun oleh pasir, tanah

padas, batu dan karang dengan kemiringan yang relatif tajam.

c. Kondisi Kawasan Pegunungan

Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan

kawasan subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen,

Pleistosen, Pliosen, Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya

gunung berapi dan salah satunya adalah gunung tertinggi di Pulau

Jawa yaitu Gunung Semeru. Jajaran pegunungan di Provinsi Jawa

Timur tersebar mulai dari perbatasan di timur dengan adanya

Gunung Lawu, Gunung Kelud, Gunung Semeru, Gunung Bromo,

Gunung Argopuro, Gunung Ijen.

d. Kondisi kawasan Kepulauan

Pulau-pulau kecil di Jawa Timur berada dalam wilayah

administratif Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Malang, Jember,

Probolinggo, Banyuwangi, Gresik, Sampang, dan Sumenep. Dari

beberapa wilayah tersebut kawasan yang memiliki pulau terbanyak

adalah Kabupaten Sumenep, berjumlah 69 pulau dan 19 pulau

lainnya yang belum ternamai.

3. Kondisi Topografi

Kondisi topografi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 2 aspek

antara lain :

a. Kemiringan Lahan

Tingkat kemiringan lahan didapatkan dari perbandingan

ketinggian dari tiap dataran yang ada pada Provinsi Jawa timur yang

disajikan pada gambar 2.1.

Page 4: Bab ii   rkpd 2012

−12−

Gambar 2. 1 Peta Kemiringan Lahan

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur

b. Ketinggian Lahan

Secara topografi wilayah daratan Jawa Timur dibedakan

menjadi beberapa wilayah ketinggian, yaitu :

• Ketinggian 0 – 100 meter dpl : meliputi 41,39 % dari seluruh

luas wilayah dengan topografi delatif datar dan bergelombang.

• Ketiggian 100 – 500 meter dpl : meliputi 36,58 % dari luas

wilayah dengan topografi bergelombang dan bergunung.

• Ketinggian 500 – 1000 meter dpl : meliputi 9,49 % dari luas

wilayah dengan kondisi berbukit.

• Ketinggian 1000 – 2000 meter dpl : meliputi 12,55 % dari

seluruh luas wilayah dengan topografi bergunung dan terjal.

4. Kondisi Geologi

secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan

subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen,

Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi, sekitar 20,60

% luas wilayah yaitu wilayah puncak gunung api dan perbukitan gamping

yang mempunyai sifat erosif, sehingga tidak baik untuk dibudidayakan

sebagai lahan pertanian. Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai

Page 5: Bab ii   rkpd 2012

−13−

kemiringan tanah 0-15 %, sekitar 65,49 % dari luas wilayah yaitu wilayah

dataran aluvial antar gunung api sampai delta sungai dan wilayah pesisir

yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan dataran aluvial di lajur

Kendeng yang subur, sedang dataran aluvial di daerah gamping lajur

Rembang dan lajur Pegunungan Selatan cukup subur.

Kondisi geologi Jawa Timur yang cukup kaya akan potensi

sumberdaya mineral, memiliki sekitar 20 jenis bahan galian yang

mendukung sektor industri maupun konstruksi, yang secara umum

dapat dikelompokkan menjadi empat lajur, yaitu: pertama lajur

Rembang terbentuk oleh batu lempung napalan dan batu gamping

merupakan cekungan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi;

kedua lajur Kendeng terbentuk batu lempung dan batupasir, potensi

lempung, bentonit, gamping; ketiga lajur Gunung Api Tengah terbentuk

oleh endapan material gunung api kuarter, potensi bahan galian

konstruksi berupa batu pecah (bom), krakal, krikil, pasir, tuf; keempat

lajur Pegunungan Selatan terbentuk oleh batu gamping dengan intrusi

batuan beku dan aliran lava yang mengalami tekanan, potensi mineral

logam, marmer, onyx, batu gamping, bentonit, pospat.

5. Kondisi Hidrologi

Kondisi hidrologi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 3 aspek

antara lain : Daerah aliran sungai, sungai danau dan rawa, debit air.

a. Satuan Wilayah Sungai

Wilayah Jawa Timur memiliki sumber daya air yang cukup

besar yang terdiri dari air permukaan, air tanah dan mata air. Secara

luas wilayah jawa timur terbagi dalam empat satuan wilayah sungai

(SWS) yakni SWS Brantas, SWS Bengawan Solo, SWS Pekalen

Sampean, SWS Maduran dan kepulauan.

Wilayah Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa

Timur yaitu sepanjang 290,5 km dengan total catchment area

sebesar 12000 Km2 yang memiliki pola percabangan jaringan sungai

Dendritic dengan jumlah sungai 485 sungai. Wilayah Brantas

memiliki kapasitas tampung 505,70 juta m3, di wilayah ini dapat

dialiri baku sawah seluas 306,793 Ha

Page 6: Bab ii   rkpd 2012

−14−

Wilayah Sungai Bengawan Solo di Jawa Timur memiliki luas

wilayah 1.2842 km2 yang meliputi Kabupaten Trenggalek,

Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Pacitan, Ponorogo, Madiun,

Magetan, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik. Bengawan

Solo memiliki pola percabangan aliran dengan kapasitas tampung

142,45 juta m3 dan luas baku sawah yang dialiri sebesar 258.179 Ha.

Wilayah Sungai Pekalen Sampean memiliki karakteristik

berbeda dengan wilayah sungai yang disebutkan terdahulu yakni

Brantas dan Bengawan Solo. Wilayah ini tidak dihubungkan dengan

sungai panjang yang melintasi seluruh wilayah seperti pada Brantas

maupun Bengawan Solo. Wilayah ini terdiri dari banyak DPS (Daerah

Pengaliran Sungai) kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Total

kapasitas tampung yang ada 21,85 juta m2 dengan luas wilayah

16.323 km2. Luas baku sawah yang dialiri di Wilayah Sungai ini

sebesar 3.232.015 Ha.

Wilayah SungaiMadura dan kepulauan, seperti halnya WS

Pekalen Sampean terdiri dari beberapa wilayah sungai-wilayah

sungai yang kecil-kecil yang kebanyakan tersebar di bagian selatan

Madura, sedikitnya 245 sungai. Wilayah Sungai ini secara

keseluruhan memiliki kapasitas tampung 1.000 juta m3, dengan total

luas wilayah 4.887 km2 dan baku sawah yang dialiri mencapai

24.263 Ha.

b. Danau dan Rawa

Danau dan rawa yang terdapat di Jawa Timur seluas 9483,90

Ha dan tersebar di seluruh wilayah sungai, wilayah sungai Brantas

lebih tertata dalam pemanfaatan sumber air dibandungkan wilayah

sungai lainnya. Waduk-waduk tersebut digunakan multi fungsi yakni

sebagai sumber air irigasi, pembangkit listrik (PLTA) maupun

pengelak banjir

6. Kondisi Klimatologi

Apabila dilihat dari iklim/curah hujan pola musim penghujan

berjalan dari bulan november (33,4oC) dan keadaan terendah di bulan

agustus (13.6oC) dengan kelembaban 31 sampai 98 %. Curah hujan di

Jawa Timur dikaitkan dengan tinggi tempat memperlihatkan bahwa

semakin tinggi tempat cenderung semakin tinggi pula curah hujannya,

Page 7: Bab ii   rkpd 2012

−15−

terutama pada ketinggian lebih dari 500 meter dpl dan kondisi

ketinggian tersebut banyak lokasi dataran tinggi dengan kelerengan

40% maka dengan curah hujan yang tinggi (januari – april) tersebut

diperlukan pelestarian kawasan lindung dan peresapan air tanah untuk

menghindari adanya bencana.

7. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan pada Provinsi Jawa Timur terdiri dari

penggunaan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung

terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat,

kawasan cagar alam, suaka alam dan cagar budaya, kawasan rawan

bencana, kawasan lindung geologi. Kawasan budidaya terdiri dari

kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian,

kawasan perikanan, kawasan industri, kawasan permukiman, kawasan

pariwisata, kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, kawasan

peternakan. Yang disajikan luasannya pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Tabel Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur

No. Penggunaan Lahan Eksisting (Ha)

No. Penggunaan Lahan Eksisting (Ha)

A. KAWASAN LINDUNG B. KAWASAN BUDIDAYA

1 Hutan Lindung 314.720 1 Kawasan Hutan Produksi 815.851

2 Rawa/ Danau/Waduk 10.447 2 Kawasan Hutan Rakyat 361.570

3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam

3 Kawasan Pertanian

1) Suaka Margasatwa 18.009 1) Pertanian Lahan Basah 911.863

2) Cagar Alam 10.958 2) Pertanian lahan kering/ tegalan/kebun campur

1.108.627

3) Taman Nasional 176.696 4 Kawasan Perkebunan 359.481

4) Taman Hutan Raya 27.868 5 Kawasan Perikanan 60.928

5) Taman Wisata Alam 298 6 Kawasan Industri 7.404

7 Kawasan Pemukiman 595.255

T O T A L 4.779.975

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011

Page 8: Bab ii   rkpd 2012

−16−

Gambar 2.2 Peta Penggunaan Lahan

Page 9: Bab ii   rkpd 2012

−17−

2.1.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah

1. Pertanian

Potensi pengembangan Provinsi Jawa Timur untuk lahan

pertanian di Jawa Timur meliputi pertanian lahan basah, pertanian

lahan kering, dan hortikultura. Perbedaan mendasar dari pertanian

lahan basah dan pertanian lahan kering adalah pertanian lahan basah

sepanjang tahun dapat ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari

sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi

sederhana, sawah pedesaan dan termasuk di dalamnya lahan reklamasi

rawa pasang surut dan non pasang surut. Sedangkan pertanian lahan

kering biasanya tanamannya beragam, saat musim hujan ditanami padi

dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang

hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Yang termasuk dalam pertanian

lahan kering adalah tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang

tidak mendapat layanan irigasi.

Lokasi dari potensi pengembangan wilayah untuk pertanian di

Provinsi Jawa Timur disesuaikan dengan wilayah kondisi geografis dari

masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

2. Perikanan

Potensi pengembangan wilayah untuk kawasan perikanan lebih

dititik beratkan pada perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Dalam

menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan

perlu didukung dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya

berserta fasilitas penunjangnya yang menunjang kualitas.

Potensi dari pengembangan untuk kawasan perikanan tangkap

dapat dikembangkan dengan pengembangan minapolitan,

pengembangan komoditi perikanan, pengembangan pelabuhan

perikanan nusantara (PPN), pengembangan pelabuhan perikanan

pantai (PPP), dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan (PPI).

Lokasi dari pengembangan kawasan perikanan tangkap terdapat pada

seluruh perairan yang berada di Provinsi Jawa Timur.

Sedangkan potensi pengembangan budidaya perikanan di Jawa

Timur dibedakan menjadi perikanan budidaya air payau, budidaya air

tawar, dan budidaya air laut. Sektor perikanan budidaya air payau di

Provinsi Jawa Timur sudah berkembang di kawasan Ujung Pangkah,

Panceng Kabupaten Gresik, dan Sedati di Kabupaten Sidoarjo yang

Page 10: Bab ii   rkpd 2012

−18−

didominasi oleh budidaya ikan bandeng. Sedangkan wilayah lain yang

memiliki budidaya perikanan tambak benur/udang di Situbondo. Untuk

perikanan air tawar di Provinsi Jawa Timur tersebar di berbagai wilayah

dengan potensi sumber daya air cukup. Pengembangan perikanan darat

dibagi menjadi perikanan kolam, mina padi dan perairan umum.

Perikanan budidaya air laut merupakan potensi dasar provinsi Jawa

Timur yang dapat dikembangkan sebagai penunjang perikanan tangkap,

prospek tersebut dapat memberikan motivasi terhadap nelayan untuk

memberdayakan potensi kelautan di Jawa Timur.

3. Pertambangan

Kawasan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi

menjadi pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi

serta potensi panas bumi. Pertambangan mineral meliputi

pertambangan mineral logam, pertambangan mineral non logam dan

pertambangan batuan, dengan penyebaran pertambangan mineral

logam di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar; Kabupaten

Jember; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Malang; Kabupaten Pacitan;

Kabupaten Trenggalek; dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan

pertambangan mineral non logam dan pertambangan batuan tersebar

di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur. Adapun potensi

pengembangan kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi berlokasi

pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas, sedangkan untuk potensi panas

bumi terdapat pada lokasi-lokasi yang berada didaerah pegunungan di

Jawa Timur, sebagaimana terlihat pada peta berikut.

Page 11: Bab ii   rkpd 2012

−19−

Page 12: Bab ii   rkpd 2012

−20−

4. Industri

Kawasan peruntukan industri di Provinsi Jawa Timur meliputi:(1)

kawasan peruntukan industri, yang terdiri dari kawasan industri

kecil/rumah tangga, kawasan industri agro; dan (2) kawasan industri

yang terdiri dari kawasan industri ringan, kawasan industri berat dan

kawasan industri petrokimia. Pengembangan kawasan peruntukan

industri di Provinsi Jawa Timur seluas kurang lebih 19.742 Ha atau

0,41% dari luas Jawa Timur. Lokasi dari potensi pengembangan dari

industri terdapat pada masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

5. Pariwisata

Kawasan pengembangan pariwisata di Provinsi Jawa Timur dibagi

dalam: kawasan wisata alam, kawasan wisata budaya, kawasan wisata

buatan/taman rekreasi dan kawasan wisata lainnya. Pengembangan

potensi untuk Kawasan Pariwisata di Jawa Timur dikembangkan melalui

empat koridor pengembangan, yakni pengembangan koridor A dengan

pusat pelayanan wisata di Kota Surabaya, koridor B dengan pusat

pelayanan wisata di Kabupaten Magetan, koridor C dengan pusat

pelayanan wisata di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang, serta koridor

D dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Banyuwangi, Situbondo

dan Probolinggo.

2.1.1.3 Wilayah Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana alam merupakan kawasan yang

diindikasikan sebagai kawasan yang sering terjadi bencana. Di wilayah

Provinsi Jawa Timur, kawasan rawan bencana dikelompokkan dalam

kawasan rawan bencana tanah longsor, kawasan rawan bencana

gelombang pasang, kawasan rawan bencana banjir dan kawasan rawan

bencana kebakaran hutan dan angin kencang.

1. Kawasan Rawan Bencana Longsor

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah

atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar

lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun

lereng tersebut. Kriteria penetapan kawasan rawan tanah longsor

menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional adalah kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap

Page 13: Bab ii   rkpd 2012

−21−

perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan

rombakan, tanah, atau material campuran.

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran

rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran

bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak

terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak

memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

Kawasan rawan bencana longsor pada Provinsi Jawa Timur adalah

kawasan sekitar lereng pegunungan dengan kemiringan 25%-40%.

2. KawasanRawan Gelombang Pasang

Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional kriteria kawasan rawan gelombang pasang adalah

kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang

dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam

yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.

Kawasan rawan gelombang pasang di Provinsi Jawa Timur

berada di kawasan sepanjang pantai di wilayah Jawa Timur baik yang

berbatasan dengan Laut Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera

Hindia dan di kawasan kepulauan.

3. Kawasan Rawan Banjir

Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak

tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau

genangan pada lahan yang semestinya kering. Menurut PP No 26 Tahun

2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria kawasan

rawan banjir adalah kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau

berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. Lokasi dengan potensi

banjir yang paling tinggi terdapat pada Kabupaten Gresik dan Kabupaten

Lamongan terutama pada wilayah yang dilewati oleh sungai Bengawan

Solo.

4. Kawasan Rawan Kebakaran Hutan dan Angin Kencang

Kawasan rawan bencana kebakaran hutan dan angin kencang di

Jawa Timur meliputi kawasan di Gunung Arjuno, Gunung Kawi, Gunung

Welirang dan Gunung Kelud dan kawasan-kawasan dengan potensi

angin puting beliung.

Page 14: Bab ii   rkpd 2012

−22−

5. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi

Kawasan rawan bencana alam geologi di Provinsi Jawa Timur

meliputi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, kawasan

rawan gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan

rawan luapan lumpur.

6. Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi

Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, kriteria penetapan kawasan rawan letusan gunung

berapi meliputi:

• wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau

• wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar

lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.

Kawasan rawan letusan gunung berapi merupakan kawasan yang

sering dan atau mempunyai potensi terancam bahaya letusan gunung

api baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi daerah

terlarang, daerah bahaya I, dan daerah bahaya II. Kawasan rawan

letusan gunung berapi di Jawa Timur berada pada lereng gunung berapi

yang masih aktif.

7. Kawasan Rawan Gempa Bumi

Gempa bumi berlaku setiap hari di bumi, tetapi umumnya

berskala kecil, sehingga tidak menyebabkan kerusakan. Gempa bumi

yang kuat mampu menyebabkan kerusakan dan kehilangan nyawa yang

besar melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture),

getaran bumi (gegaran) banjir disebabkan oleh tsunami, lempengan

pecah, berbagai jenis kerusakan muka bumi kekal seperti tanah runtuh,

tanah lembik, dan kebakaran atau perlepasan bahan beracun. Kriteria

kawasan rawan gempa menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan yang berpotensi

dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai

dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI).

Di Provinsi Jawa Timur Lokasi Gempa berdasarkan Skala Modified

Mercalli Intensity (MMI adalah wilayah bagian Selatan yakni Kabupaten

Tulungagung, KabupatenTrenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten

Malang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi bagi selatan.

Page 15: Bab ii   rkpd 2012

−23−

8. Kawasan Rawan Tsunami

Penetapan wilayah rawan tsunami didasarkan pada angka

kejadian di masa lalu serta keberadaan lempeng tektonik. Berdasarkan

kondisi geologi, selain kaya akan sumberdaya alam wilayah selatan

Jawa juga merupakan daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi

terhadap bencana alam, seperti rawan gempa tektonik dan vulkanik

disepanjang “ring of fire” dari Sumatra – Jawa – Bali – Nusa Tenggara –

Banda – Maluku yang berdampak terhadap adanya bencana tsunami.

• Di wilayah Jawa Timur wilayah rawan gempa utamanya pada pantai

selatan Jawa Timur,Resiko besar tsunami, meliputi:Kabupaten

Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Pacitan, Kabupaten

Trenggalek.

• Resiko sedang tsunami, meliputi:Kabupaten Malang bagian selatan,

Kabupaten Blitar selatan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten

Tulungagung.

Untuk daerah rawan tsunami , ditetapkan daerah bahaya 1

dengan jarak 3.500 meter dari garis pasang tertinggi. Permukiman

dikembangkan berada di belakang daerah bahaya 1 dan penataan

daerah bahaya 1.

9. Kawasan Luapan Lumpur

Kawasan luapan lumpur meliputi area terdampak dari bahaya

luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan permukaan tanah

(land subsidence) di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

2.1.1.4 Kondisi Demografi

Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) di Jawa Timur

menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jawa Timur sebesar 37.476.011

jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 18.488.290 jiwa dan penduduk

perempuan 18.987.721 jiwa. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya, Jawa

Timur merupakan provinsi dengan penduduk terbesar ke dua di Indonesia

setelah Jawa Barat yang sebesar 43.1170.260 jiwa. Jumlah penduduk

disetiap Kabupaten/Kota pada tahun 2010 sangat bervariasi, dari yang

tertinggi Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.765.908 jiwa dan

terendah yaitu Kota Mojokerto dengan jumlah penduduk sebesar 120.132

jiwa.

Page 16: Bab ii   rkpd 2012

−24−

Sejak tahun 2000 – 2010/selama sepuluh tahun terakhir laju

pertumbuhan penduduk Jawa Timur per tahun sebesar 0,75 persen.

Seluruh Kabupaten/Kota, kecuali Kabupaten Lamongan, laju pertumbuhan

penduduknya mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan penduduk

tertinggi sebesar 2,21 persen dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo, sementara

Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat laju pertumbuhan penduduk

terendah adalah Kabupaten Ngawi sebesar 0,05 persen, bahkan Kabupaten

Lamongan tumbuh minus 0,02 persen

2.1.1.5 Posisi RTRW Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten/Kota

RTRW Provinsi Jawa Timur sudah mendapatkan persetujuan

substansi dari Kementerian Pekerjaan Umum pada tanggal 20 Desember

2010. Pada saat ini posisi RTRW Provinsi Jawa Timur berada pada proses

pembahasan Raperda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa

Timur sebelum disampaikan laporan kepada Menteri Dalam Negeri untuk

dilakukan evaluasi.

Untuk RTRW Kabupaten/Kota statusnya masih didalam proses untuk

pengajuan Raperda yang nantinya akan diperdakan. Dari 38

Kabupaten/Kota yang sudah mendapatkan Nomor Rekomendasi dari

Gubernur sudah 35 Kabupaten/Kota, tanpa Kota Surabaya, Kabupaten

Sumenep, dan Kabupaten Jember. Sedangkan sampai saat ini posisi dari

RTRW Kabupaten/Kota yang statusnya sudah perda baru 8 (delapan)

Kabupaten dan 2 (dua) kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Blitar,

Kabupaten Jombang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten

Pacitan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang dan Kota

Probolinggo.

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

1. Pertumbuhan PDRB

Pada tahun 2006 perekonomian Jawa Timur sebesar 5,80 persen,

sedikit melambat dibandingkan tahun 2005 sebagai dampak terjadinya

kenaikan harga BBM. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh

paling cepat dibandingkan sektor lainnya, yaitu sebesar 9,63 persen, diikuti

oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa dan jasa

perusahaan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-

Page 17: Bab ii   rkpd 2012

−25−

masing sebesar 8,41 persen, 7,49 persen, dan 7,37 persen. Sementara itu

sektor pertanian dan sektor industri pengolahan sebagai sektor yang

dominan di Jawa Timur, hanya tumbuh sebesar 3,96 persen dan 3,09

persen.

Tabel 2.2

Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2006-2010 (persen)

Sektor 2006 2007 2008 2009) 2010*)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian 3,96 3,14 3,12 3,92 2,23 2. Pertambangan & Penggalian 8,41 10,35 9,31 6,92 9,18 3. Industri Pengolahan 3,09 4,77 4,36 2,80 4,32 4. Listrik,Gas & Air Bersih 4,09 13,70 3,00 2,72 6,43

5. Konstruksi 1,43 1,21 2,71 4,25 6,64

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,63 8,39 8,07 5,58 10,67 7. Pengangkutan & Komunikasi 7,37 7,83 8,98 12,98 10,07

8. Keuangan, Sewa, & Jasa Perusahaan

7,49 8,40 8,05 5,30 7,27

9. Jasa-jasa 5,37 5,77 6,32 5,76 4,34

PDRB 5,80 6,11 5,94 5,01 6,68

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki

Pengaruh kenaikan harga BBM pada tahun 2005-2006 mulai berkurang

pada tahun 2007, sehingga tahun 2007 perekonomian Jawa Timur nampak

meningkat dengan tumbuh sebesar 6,11 persen. Sektor listrik, gas, dan air

bersih tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu sebesar 13,70

persen, diikuti sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa,

dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-

masing sebesar 10,35 persen, 8,40 persen dan 8,39 persen. Sedangkan sektor

industri pengolahan dan sektor pertanian yang masih menjadi penyumbang

terbesar kedua dan ketiga dalam perekonomian Jawa Timur hanya mampu

tumbuh 4,77 persen dan 3,14 persen.

Krisis keuangan global yang terjadi pada semester II tahun 2008

berpengaruh pada melambatnya perekonomian Jawa Timur tahun 2008,

sebesar 5,94 persen. Tercatat tiga sektorbesaryaitu sektor perdagangan, hotel

dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami

perlambatan pertumbuhan. Sektor-sektor yang masih mengalami pertumbuhan

tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan

komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan,

Page 18: Bab ii   rkpd 2012

−26−

Gambar 2.5 Laju Inflasi Jawa Timur dan Nasional

Tahun 2006-2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

6.76 6.48

9.66

3.62

6.966.60 6.59

11.06

2.78

6.96

2006 2007 2008 2009 2010

Jatim Nasional

sewa, dan jasa perusahaan masing-masing tumbuh sebesar 9,31 persen, 8,98

persen, 8,07 persen, dan 8,05 persen.

Dampak krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berlanjut

hingga tahun 2009, ekspor komoditas unggulan Jawa Timur ke luar negeri

menurun tajam, sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Pada tahun 2009

perekonomian Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,01 persen, dimana

sebagian besar sektor ekonomi juga tumbuh melambat. Beberapa sektor yang

masih mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor pengangkutan dan

komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-jasa masing-

masing tumbuh sebesar 12,98 persen, 6,92 persen, dan 5,76 persen. Sektor-

sektor andalan Jawa Timur seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran,

sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masing-masing hanya tumbuh

sebesar 5,58 persen, 2,80 persen dan 3,92 persen. Sementara sektor lainnya

rata-rata masih tumbuh pada level 2 sampai 4 persen.

Memasuki tahun 2010, perekonomian Jawa Timur membaik seiring

dengan membaiknya kondisi perekonomian global, sehingga pertumbuhan

ekonomi Jawa Timur mencapai 6,68 persen, pertumbuhan tertinggi selama

lima tahun terakhir. Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ini terutama

didukung oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar

10,67 persen. Membaiknya kondisi perekonomian global memberi dampak

terhadap membaiknya daya beli masyarakat yang mendorong sektor

perdagangan, baik perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar

wilayah. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan

penggalian, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan tercatat

mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,07

persen; 9,18 persen, dan 7,27 persen. Sementara itu, sektor industri

pengolahan dan sektor pertanian tumbuh masing-masing sebesar 4,32 persen

dan 2,23 persen.

2. Laju Inflasi Jawa Timur Tahun 2006 – 2010

Laju inflasiJawa Timur

dalam lima tahun terakhir masih

tergolong dalam kategori rendah,

masih dibawah 2 digit. Kondisi

yang cukup rawan hanya terjadi

pada tahun 2008 dengan laju

Page 19: Bab ii   rkpd 2012

−27−

Gambar 2.6 Inflasi Bulanan Jawa Timur

Tahun 2006-2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

-1

-1

0

1

1

2

2

3

Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des

2006 2007 2008

2009 2010

Gambar 2.7 Kumulatif Inflasi Ibukota Provinsi

di Pulau Jawa dan Jawa Timur Tahun 2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

6.21 6.18

4.53

7.11 7.38 7.336.96

6.96

Jakarta Serang Bandung

Semarang Yogyakarta Surabaya

Jawa Timur Nasional

inflasi cukup tinggi yaitu 9,66 persen akibat naiknya harga BBM seiring dengan

tidak terkendalinya harga minyak dunia. Walaupun kenaikan BBM di tahun

2008 tersebut sempat dikoreksi di penghujung tahun, namun multiplier effects

akibat kenaikan tersebut sudah terlanjur terjadi sehingga inflasi hampir

menembus dua digit.

Memasuki tahun 2009

sebenarnya sudah terlihat

tanda-tanda akan rendahnya

inflasi. Sisa andil akibat

penurunan BBM pada bulan

Desember 2008 masih berlanjut

di bulan Januari 2009 sehingga

inflasi Januari 2009 yang

biasanya cukup tinggi karena

naiknya harga bahan makanan

terdorong deflasi 0,05 persen.

Pada tahun 2010, Jawa Timur hanya mengalami sekali inflasi,

yaitu pada bulan Maret sebesar 0,21. Bayang-bayang tingginya inflasi

terlihat setelah Pemerintah

mengumumkan naiknya biaya

Jasa Perpanjangan STNK dan

naiknya Tarif Dasar Listrik

khusus bagi pelangga 1200

VA keatas pada bulan Juli dan

Agustus. Inflasi mencapai

antiklimaks setelah pada

bulan Desember laju kenaikan

harga beras dan cabe

menjadi tidak terbendung

akibat faktor cuaca sehingga

mengakibatkan inflasi 1,02

persen. Komulatif inflasi

Tahun 2010 ditutup sebesar 6,96 persen, angka yang sama dengan

inflasi nasional.

Dibandingkan dengan inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa,

inflasi Jawa Timur masih lebih rendah dari inflasi Semarang, Yogyakarta

dan Surabaya, namun lebih tinggi dari inflasi Jakarta, Serang dan

Bandung. Hal serupa terjadi pula dengan inflasi nasional yang

besarannya tidak berbeda dengan inflasi Jawa Timur.Diantara ibukota

Page 20: Bab ii   rkpd 2012

−28−

Tabel 2.3 10 Komoditas Pendorong Utama Inflasi Jawa Timur

Tahun 2006-2010 (%)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

provinsi di pulau Jawa, inflasi tertinggi terjadi Yogyakarta sebesar 7,38

persen dan terendah terjadi di Bandung sebesar 4,53 persen.

Dilihat dari penyebabnya, dalam kurun waktu lima tahun

terakhir, laju inflasi Jawa Timur lebih banyak dipengaruhi oleh adanya

kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga seperti naiknya harga

cukai rokok, naiknya harga premium dan solar, konversi energi yang

berdampak naiknya harga minyak tanah, naiknya tarif air minum,

naiknya harga gas elpiji dan yang terakhir adalah naiknya biaya jasa

perpanjangan STNK dan tarif dasar listrik.

Disamping itu, laju inflasi lima tahun terakhir juga dipengaruhi

oleh naiknya harga beberapa komoditas utama seperti beras, cabe

rawit, minyak goreng, gula pasir dan emas perhiasan yang belum dapat

dikendalikan harganya oleh pemerintah serta terus meningkatnya biaya

sekolah-sekolah swasta.

Khusus di tahun 2010, lonjakan harga beras, cabe rawit, minyak

goreng dan emasperhiasan serta naiknya biaya jasa perpanjangan STNK

dan naiknya tarif dasar listrik merupakan pendorong utama terjadinya

inflasi disamping naiknya harga bumbu-bumbuan seperti bawang merah

dan bawang putih dan naiknya biaya SLTA sebagaimana terlihat pada

Tabel 2.3

3.

4. PDRB Per Kapita Jawa Timur Tahun 2006 – 2010

PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di Jawa

Timur, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini selalu menunjukkan

peningkatan. Selanjutnya jika besaran PDRB tersebut diberi penimbang

Page 21: Bab ii   rkpd 2012

−29−

dengan jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku

pembangunan yang menghasilkan output (PDRB), akan diperoleh angka

PDRB perkapita.

Di dalam Tabel 2.4 dapat dilihat perkembangan PDRB per kapita

Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) berturut-turut menunjukkan

peningkatan. Peningkatan PDRB per kapita disebabkan karena

pertumbuhan PDRB ADHB yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006 PDRB perkapita Jawa Timur

mencapai Rp. 12,87 juta, kemudian meningkat menjadiRp. 14,55 juta

pada tahun 2007. Selanjutnya meskipun pada tahun 2008 gaung Krisis

Keuangan Global sudah mulai mendunia, PDRB perkapita Jawa Timur

masih terus meningkat yaitu sebesar Rp. 16,75 juta (2008) dan tahun

2009 meningkat lagi menjadi Rp. 18,42 juta. Kondisi perekonomian

yang membaik pada tahun 2010, memberikan dampak meningkatnya

PDRB perkapita menjadi Rp 20,77 juta.

Tabel 2.4 PDRB Per Kapita Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2006 - 2010

Uraian 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah)

472.287 536.982 621.392 686.848 778.456

2. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Ribu jiwa)

36.691 36.896 37.095 37.286 37.476

3. PDRB Per Kapita (Ribu Rupiah) 12.872 14.554 16.751 18.421 20.772

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

5. INDEKS GINI RATIO TAHUN 2009 – 2010

Berdasarkan nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata

konsumsi per kapita di Jawa Timur 2009-2010 masuk dalam kategori

rendah (kurang dari 0,36). Nilai gini rasio tahun 2010 sebesar 0,31,

meningkat dibandingkan tahun 2009 yang nilainya 0,29, naik 0,02 poin.

Kondisi ini seperti terlihat pada kurva Lorenz (Gambar 4.5.) tahun 2009-

2010, kurva tahun 2009 memiliki luas area lebih kecil dibanding luas

area tahun 2010 (kurva terhadap garis diagonal). Menunjukkan bahwa

kurva bergerak semakin menjauhi garis kemerataan sempurna. Dengan

Page 22: Bab ii   rkpd 2012

−30−

demikian, kenaikan rata-rata konsumsi per kapita selama 2009-2010,

walaupun berada di bawah tingkat kenaikan harga (Inflasi), justru

menyebabkan meningkatnya ketimpangan dalam distribusi konsumsi.

Pergeseran tersebut terjadi karena berkurangnya share di kuintil 5,

sedangkan kuintil 3 dan 4 mengalami peningkatan. Sedangkan pada

kuintil bawah, kuintil 1 mengalami peningkatan, sedangkan kuintil 2

mengalami penurunan share.

Tabel 2.5

Persentase Total Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan menurut

Status Wilayah dan Kuintil Penduduk

di Jawa Timur 2009-2010 Tahun/

Wilayah (Kota/Desa)

Kuintil Penduduk berdasarkan Konsumsi Gini

Rasio 1 2 3 4 5

2009

Kota 7,98 12,13 15,76 21,46 42,68 0,31

Desa 9,38 14,20 17,99 21,65 36,78 0,25

Kota+Desa 8,18 12,73 15,94 21,04 42,13 0,29

2010

Kota 8,78 12,44 15,99 21,24 41,55 0,30

Desa 10,88 14,42 17,38 21,45 35,87 0,23

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Page 23: Bab ii   rkpd 2012

−31−

Terjadinya penurunan ketimpangan selama 2009-2010 ini

terutama terjadi di wilayah pedesaan, yang turun sebesar 0,02 poin,

sedangkan penurunan di wilayah perkotaan hanya sebesar 0,01 poin.

Walaupun nilai gini rasio pada wilayah perkotaan dan perdesaan, masuk

dalam ketimpangan rendah, namun terdapat perbedaan sebesar 0,07

poin antara wilayah perkotaan dan perdesaan di tahun 2010. Perbedaan

ini semakin meningkat dibandingkan tahun 2009, yang memiliki

perbedaan sebesar 0,06 poin. Ini menjadi indikasi bahwa wilayah

perdesaan memiliki kecenderungan lebih cepat menuju tingkat

pemerataan sempurna.

Pola perubahan share konsumsi antar kuintil, berbeda antara

wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada wilayah perkotaan terjadi

pergeseran kuintil 4 dan 5, menuju kuintil di bawahnya. Sedangkan di

Gambar 2.8

Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) di

Jawa Timur 2009-2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

Ku

mu

latif

Pe

ng

elu

ara

n (P

erse

n)

Kumulatif Penduduk (Persen)

2010

2009

Page 24: Bab ii   rkpd 2012

−32−

Tabel 2.6 Persentase Distribusi Pengeluaran Penduduk

Jawa Timur Tahun 2007 – 2010

Tahun 40 % bawah

40 % menengah

20 % atas

(1) (2) (3) (4)

2007 19,83 36,70 43,47 2008 19,92 36,86 43,22 2009 19,86 37,59 42,55 2010 19,73 38,46 41,81

Keterangan: Data tahun 2006 tidak tersedia Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur

wilayah perdesaan terdapat kecenderungan kuintil 1 dan 2 semakin

mendekati share kuintil 3, dan juga terjadi penurunan share pada kuintil

4 dan 5. Situasi ini yang mengindikasikan kemerataan di perdesaan

akan lebih cepat dibandingkan perkotaan.

Tidak semua wilayah dengan tingkat rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang tinggi memiliki tingkat ketimpangan yang tinggi juga. Seperti dalam gambar 3.7, Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah area hijau walaupun memiliki rata-rata konsumsi per kapita sebulan tinggi, namun memiliki tingkat ketimpangan yang relatif rendah, jika dibandingkan situasi Provinsi Jawa Timur, terutama untuk Kota Probolinggo dan Batu.

6. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia Tahun 2007 – 2010

Pada periode 2007 –

2010, ketimpangan pemerataan

pendapatan versi Bank Dunia di

Jawa Timur, cenderung

mengalami perbaikan. Artinya

ketimpangan pendapatan

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

Ku

mu

lati

f P

en

ge

lua

ran

(P

ers

en

)

Kumulatif Penduduk (Persen)

PerkotaanPerdesaan���� Perkotaan+Pedesaan

Gambar 2.9

Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) menurut

Wilayah di Jawa Timur 2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Page 25: Bab ii   rkpd 2012

−33−

lambat laun mengecil seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin

membaik. Penduduk yang mempunyai pendapatan berkategori 20

persen ke atas pada tahun 2007 dapat menikmati kue ekonomi

sebanyak 43,47 persen bergerak mengecil masing-masing 43,22 persen

(2008); 42,55 persen (2009) dan 41,81 persen (2010). Sedangkan

untuk yang berpendapatan 40 persen menengah dan 40 persen ke

bawah semakin banyak yang dapat menikmati kue pembangunan.

Dengan demikian kesenjangan semakin menurun, dan semakin

dirasakannya kue ekonomi di tingkat pendapatan yang lebih bawah.

Pada tahun 2007, penduduk yang berpendapatan 40 persen ke

bawah semakin dapat menikmati hasil geliatekonomi dari 19,83 persen

menjadi 19,92 persen (2008); 19,86 persen (2009) dan 19,73 persen

(2010). Berdasarkan skala kesenjangan yang telah ditetapkan, karena

penduduk yang berpendapatan 40 persen ke bawah menikmati hasil

kegiatan ekonomi di atas nilai 17 persen, maka ketimpangan

pendapatan yang terjadi selama kurun waktu 2006 – 2010 itu termasuk

kategori ketimpangan pendapatan rendah.

7. Perbandingan Relatif Antar Daerah

Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat dalam

lingkup provinsi dapat dilihat dari keterbandingan angka PDRB per

kapita kabupaten/kota dengan rata-rata provinsi. Pemerintah daerah

dalam mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat dapat

menggunakan acuan perbandingan relatif untuk memacu daerahnya

berada minimal pada level rata-rata provinsi atau bahkan lebih baik lagi

di atas level rata-rata provinsi.

Tabel 2.6 menunjukkan pengelompokan daerah yang dibagi

berdasarkan 3 kategori :

(i) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 1 sampai 7

adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita tinggi;

(ii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 8 sampai 27

adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita sedang;

(iii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 28 sampai 38

adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita rendah.

Output daerah yang terus diupayakan peningkatannya melalui

optimalisasi sumberdaya atau potensi daerah dalam kurun waktu lima

Page 26: Bab ii   rkpd 2012

−34−

tahun yaitu tahun 2006-2010 sedikit demi sedikit mulai nampak hasilnya

walaupun tidak signifikan.

Tampak dari tabel tersebut bahwa posisi kabupaten/kota pada

masing-masing kategori dari tahun ke tahun mengalami perubahan

tetapi posisi the biggest three masih ditempati kab/kota yang sama,

yaitu Kota Kediri, Kota Surabaya dan Kota Malang.

Kabupaten/kota dengan PDRB yang sebagian besar ditopang oleh

sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta Sektor

Jasa-jasa cenderung menempati posisi di atas rata-rata Jawa Timur

seperti yang terjadi di Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang,

Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Mojokerto dan Kota

Probolinggo. Tujuh daerah yang masuk kategori ber PDRB per kapita

tinggi ini sulit digeser oleh daerah-daerah lain di Jawa Timur.

Kabupaten Tulungagung, Kota Batu, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota

Madiun walaupun posisinya selama 5 tahun tetap namun masih berada

di bawah posisi rata-rata Jawa Timur.

Page 27: Bab ii   rkpd 2012

−35−

Tabel 2.7

Urutan Keterbandingan Relatif PDRB per Kapita Kabupaten/Kota

terhadap PDRB per Kapita di Jawa Timur (Juta Rp.)

Tahun 2006 – 2010

No.

2006

2007

2008

2009*)

2010**)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

01.

Kot

a K

ediri

15

1,20

K

ota

Ked

iri

165,

69

Kot

a K

ediri

18

8.06

K

ota

Ked

iri

209,

30

Kot

a K

ediri

24

2,26

02.

Kot

a S

urab

aya

46,9

2

Kot

a S

urab

aya

53,7

2

Kot

a S

urab

aya

62.3

1

Kot

a S

urab

aya

68,7

6

Kot

a S

urab

aya

74,7

8

03.

Kot

a M

alan

g 24

,49

K

ota

Mal

ang

27,7

1

Kot

a M

alan

g 32

.17

K

ota

Mal

ang

34,7

8

Kot

a M

alan

g 39

,29

04.

Kab

. Sid

oarjo

23

,02

K

ab.S

idoa

rjo

25,6

2

Kab

.Sid

oarjo

28

.90

K

ab. S

idoa

rjo

31,2

7

Kab

. Gre

sik

34,4

3

05.

Kab

. Gre

sik

20,5

7

Kab

.Gre

sik

23,2

7

Kab

.Gre

sik

26.6

7

Kab

. Gre

sik

29,4

5

Kab

. Sid

oarjo

32

,53

06.

Kot

a M

ojok

erto

16

,28

K

ota

Moj

oker

to

18,3

7

Kot

a M

ojok

erto

21

.14

K

ota

Moj

oker

to

23,4

4

Kot

a M

ojok

erto

25

,13

07.

Kot

a P

robo

lingg

o 14

,05

K

ota

Pro

bolin

ggo

15,7

3

Kot

a P

robo

lingg

o 17

.77

K

ota

Pro

bolin

ggo

19,1

0

Kot

a P

robo

lingg

o 22

,58

Provinsi Jaw

a Tim

ur

12,8

7 14

,55

16,7

5

18,4

2

20,7

7

08.

Kab

. Tul

unga

gung

11

,23

K

ab. T

ulun

gagu

ng

12,6

5

Kot

a M

adiu

n 14

,67

K

ota

Mad

iun

16,1

7

Kot

a M

adiu

n 19

,38

09.

Kot

a M

adiu

n 11

,17

K

ota

Mad

iun

12,6

5

Kab

.Tul

unga

gung

14

,60

K

ab. T

ulun

gagu

ng

16,0

9

Kab

. Tul

unga

gung

18

,18

10.

Kot

a P

asur

uan

10,5

5

Kot

a P

asur

uan

11,8

4

Kot

aPas

urua

n 13

,47

K

ota

Bat

u 14

,89

K

ota

Bat

u 16

,90

11.

Kot

a B

atu

10,1

7

Kot

a B

atu

11,6

1

Kot

a B

atu

13,4

4

Kot

a P

asur

uan

14,8

8

Kab

. Ban

yuw

angi

16

,71

12.

Kab

. Ban

yuw

angi

10

,08

K

ab. B

anyu

wan

gi

11,4

1

Kab

. Ban

yuw

angi

13

,30

K

ab. B

anyu

wan

gi

14,8

2

Kot

a P

asur

uan

15,7

6

13.

Kab

. Moj

oker

to

9,55

K

ab. M

ojok

erto

10

,77

K

ab.T

uban

12

,48

K

ab. T

uban

13

,85

K

ab. B

ojon

egor

o 15

,66

14.

Kab

. Pro

bolin

ggo

9,44

K

ab. P

robo

lingg

o 10

,77

K

ab.P

robo

lingg

o 12

,37

K

ab. P

robo

lingg

o 13

,65

K

ab. T

uban

15

,15

15.

Kab

. Tub

an

9,31

K

ab. T

uban

10

,69

K

ab.M

ojok

erto

12

,29

K

ab. M

ojok

erto

13

,45

K

ab. M

ojok

erto

15

,09

16.

Kab

. Lum

ajan

g 8,

86

Kab

. Lum

ajan

g 9,

96

Kab

.Situ

bond

o 11

,41

K

ab. S

itubo

ndo

12,5

5

Kab

. Pro

bolin

ggo

14,8

2

17.

Kab

. Situ

bond

o 8,

80

Kab

. Situ

bond

o 9,

93

Kab

.Lum

ajan

g 11

,39

K

ab. L

umaj

ang

12,5

2

Kab

. Lum

ajan

g 14

,36

18.

Kab

. Mal

ang

8,61

K

ab. M

alan

g 9,

77

Kab

.Mal

ang

11,2

4

Kab

. Boj

oneg

oro

12,3

9

Kab

. Mal

ang

13,7

2

19. Kab. Blitar

Page 28: Bab ii   rkpd 2012

−36−

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

19.

Kab

. Blit

ar

8,10

K

ab. B

ojon

egor

o 9,

20

Kab

.Boj

oneg

oro

11,2

0

Kab

. Mal

ang

12,3

4

Kab

. Situ

bond

o 13

,58

20.

Kot

a B

litar

8,

03

Kab

. Blit

ar

9,19

K

ab.B

litar

10

,50

K

ab. B

litar

11

,58

K

ota

Blit

ar

13,1

4

21.

Kab

. Sum

enep

7,

68

Kot

a B

litar

9,

02

Kot

a B

litar

10

,27

K

ota

Blit

ar

11,4

0

Kab

. Blit

ar

12,4

9

22.

Kab

. Boj

oneg

oro

7,59

K

ab. S

umen

ep

8,60

K

ab.S

umen

ep

9,92

K

ab. M

aget

an

10,8

8

Kab

. Jom

bang

12

,41

23.

Kab

. Mag

etan

7,

58

Kab

. Mag

etan

8,

53

Kab

.Mag

etan

9,

79

Kab

. Sum

enep

10

,71

K

ab. M

aget

an

12,2

4

24.

Kab

. Jom

bang

7,

36

Kab

. Jom

bang

8,

29

Kab

.Jom

bang

9,

45

Kab

. Pas

urua

n 10

,38

K

ab. S

umen

ep

11,7

7

25.

Kab

. Pas

urua

n 7,

16

Kab

. Pas

urua

n 8,

18

Kab

.Pas

urua

n 9,

43

Kab

. Jom

bang

10

,20

K

ab. P

asur

uan

11,2

8

26.

Kab

. Ked

iri

6,91

K

ab. N

ganj

uk

7,71

K

ab.J

embe

r 8,

85

Kab

. Jem

ber

9,74

K

ab. J

embe

r 10

,83

27.

Kab

. Nga

njuk

6,

75

Kab

. Ked

iri

7,65

K

ab.N

ganj

uk

8,84

K

ab. N

ganj

uk

9,72

K

ab. N

ganj

uk

10,8

0

28.

Kab

. Jem

ber

6,63

K

ab. J

embe

r 7,

52

Kab

.Ked

iri

8,74

K

ab. K

ediri

9,

54

Kab

. Ked

iri

10,3

6

29.

Kab

. Mad

iun

6,26

K

ab. M

adiu

n 7,

07

Kab

.Mad

iun

8,09

K

ab. M

adiu

n 8,

85

Kab

. Mad

iun

9,62

30.

Kab

. Lam

onga

n 5,

69

Kab

. Lam

onga

n 6,

45

Kab

.Lam

onga

n 7,

41

Kab

. Lam

onga

n 8,

23

Kab

. Lam

onga

n 9,

39

31.

Kab

. Nga

wi

5,66

K

ab. N

gaw

i 6,

33

Kab

.Nga

wi

7,24

K

ab. N

gaw

i 7,

99

Kab

. Pon

orog

o 9,

27

32.

Kab

. Ban

gkal

an

5,47

K

ab. B

angk

alan

6,

02

Kab

.Pon

orog

o 6,

91

Kab

. Pon

orog

o 7,

74

Kab

. Nga

wi

9,22

33.

Kab

. Pon

orog

o 5,

28

Kab

. Pon

orog

o 6,

00

Kab

.Ban

gkal

an

6,76

K

ab. B

angk

alan

7,

25

Kab

. Ban

gkal

an

8,68

34.

Kab

. Bon

dow

oso

4,72

K

ab. B

ondo

wos

o 5,

34

Kab

.Bon

dow

oso

6,13

K

ab. B

ondo

wos

o 6,

75

Kab

. Bon

dow

oso

7,27

35.

Kab

. Sam

pang

4,

60

Kab

. Sam

pang

4,

99

Kab

.Tre

ngga

lek

5,68

K

ab. T

reng

gale

k 6,

34

Kab

. Tre

ngga

lek

7,17

36.

Kab

. Tre

ngga

lek

4,34

K

ab. T

reng

gale

k 4,

89

Kab

.Sam

pang

5,

57

Kab

. Sam

pang

5,

97

Kab

. Sam

pang

6,

93

37.

Kab

. Pam

ekas

an

4,13

K

ab. P

amek

asan

4,

52

Kab

.Pam

ekas

an

5,08

K

ab. P

acita

n 5,

54

Kab

. Pam

ekas

an

6,59

38.

Kab

. Pac

itan

3,92

K

ab. P

acita

n 4,

39

Kab

.Pac

itan

5,03

K

ab. P

amek

asan

5,

49

Kab

. Pac

itan

6,43

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur

Page 29: Bab ii   rkpd 2012

−37−

Tabel 2.8 Indeks Williamson Jawa Timur

Tahun 2006-2010

Tahun Indeks

Williamson Perubahan

(1) (2) (3)

2006 115,87 -0,60050

2007 115,34 -0,45741

2008 115,26 -0,06936

2009*) 115,85 0,51189

2010**) 115,14 -0,61286

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

Keempat kabupaten/kota itu masuk kategori ber PDRB per Kapita

sedang bersama 16 kabupaten/kota lainnya : Kota Pasuruan, Kabupaten

Bojonegoro, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Tuban, Kabupaten

Mojokerto, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten

Malang, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten

Sumenep, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten

Jember, Kabupaten Nganjuk. Sedangkan yang berkategori PDRB

perkapita rendah adalah Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun,

Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo,

Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Trenggalek,

Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Pacitan.

8. Indeks Disparitas Wilayah Jawa Timur Tahun 2006 - 2010

Output daerah yang merupakan representasi dari kekayaan

daerah dan kesejahteraan masyarakat adalah dua hal yang berbeda,

pertanyaanya apakah ada kaitan antara kekayaan daerah (regional

prosperity) dan kesejahteraan masyarakat (community welfare) di suatu

daerah. Asumsi bahwa tingkat kekayaan daerah yang tinggi juga akan

berdampak terhadap tingginya kesejahteraan masyarakat di daerah

tersebut memerlukan gambaran kondisi disparitas regional. Rendahnya

ketimpangan regional dalam hal kesejahteraan masyarakat merupakan

hasil dari kebijakan pemerataan pembangunan antar daerah

(equalization policy) yang dijalankan pemerintah, terutama melalui

instrumen fiskal (fiscal policy) seperti transfer dari pusat, transfer antar

daerah dan kebijakan lain.

Tingkatkesenjangan ekonomi antar wilayah di suatu wilayah

umumnya berfluktuasi seiring dengan tingkat perubahan PDRB per

kapitanya. Melebar atau

menyempitnya kesenjangan itu

dipengaruhi oleh kondisi sosial

ekonomi masyarakat. Selain itu, juga

sangat dipengaruhi oleh kreatifitas

Pemerintah Daerah dalam

memanfaatkan segala potensi yang

ada untuk meningkatkan output

daerah. Kondisi tersebut

tergambarkan pada indeks

Williamson (baca : Indeks

Page 30: Bab ii   rkpd 2012

−38−

Kesenjangan) dengan PDRB per kapita sebagai tolak ukur penghitungan.

Kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang

ditunjukkan dengan Indeks Disparitas Williamson dalam periode tahun

2006 – 2010 mengalami kemajuan yang signifikan dengan indeks yang

cenderung menurun. Pada tahun 2006 indeks kesenjangan bernilai

115,87 atau terjadi penurunan sebesar -0,60 persen, indeks pada tahun

2007 sebesar 115,34 atau mengalami penurunan sebesar -0,46 persen.

Adanya kenaikan harga BBM mulai 24 Mei 2008 serta terjadi

krisis global menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi

dibandingkan tahun 2007. Tetapi perlambatan ekonomi pada tahun 2008

itu belum begitu terasa, karena tingkat kesenjangan di Jawa Timur yang

ditunjukkan dengan nilai indeks Disparitas Williamson mengalami

penurunan sebesar -0,07 persen atau mempunyai indeks 115,26.

Kenaikan BBM dan krisis finansial khususnya di negara-negara Eropa dan

Amerika yang dikenal sebagai subprime mortgage sangat terasa pada

tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,94 pada tahun 2008

menjadi 5,01 persen pada tahun 2009, dan indeks Williamsonpun juga

melebar dari 115,26 pada tahun 2008 menjadi 115,85 atau mengalami

pelebaran sebesar 0,51 persen. Beruntungnya, dampak dari krisis

finansial tersebut tidak berlanjut pada tahun 2010. Selain karena sudah

berpengalaman dalam menghadapi situasi krisis sebagaimana yang

terjadi pada tahun 1998, fundamental ekonomi dalam negeri jauh lebih

baik dibanding tahun 1998, maka Jawa Timur kembali mengalami

pertumbuhan ekonomi yang siginifikan. Apalagi Jawa Timur sangat

mengandalkan sektor riil, dan berbeda struktur perekonomiannya

dibanding Jakarta yang sangat mengandalkan sektor perbankan yang

notabene sangat rentan terhadap krisis finansial. Pada tahun 2010

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mampu mencapai 6,67 persen,

merupakan tertinggi selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan pada

tahun 2010 ini cukup berkualitas karena indeks kesenjangan wilayahnya

menurun menjadi 115,14 atau terjadi penurunan -0,61 persen dibanding

tahun sebelumnya.

9. Persentase Penduduk Di Atas Garis Kemiskinan Di Jawa Timur

Tahun 2006 – 2010

Pembangunan yang telah dilakukan selama ini telah memberikan

andil yang cukup besar dalam proses terciptanya kesejahteraan

masyarakat. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena lebih dari 78 persen

Page 31: Bab ii   rkpd 2012

−39−

Gambar 2.10

Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan

Di Jawa Timur Tahun 2006-2010

Sumber : BPS, Susenas dan PPLS

78.9180.02

81.49

83.32

84.74

2006 2007 2008 2009 2010

penduduk selama kurun waktu

lima tahun terakhir, telah

dapat memenuhi kebutuhan

minimumnya. Pada tahun

2006 persentase penduduk di

atas garis kemiskinan di Jawa

Timur mencapai 78,91 persen

dan naik terus menjadi 84,74

persen pada tahun

2010.Perkembangan

persentase penduduk di atas garis kemiskinan dalam kurun waktu 5

tahun tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10.

10. Angka Kriminalitas Yang Tertangani

Data dari Kepolisian Daerah (Polda) Jatim selama tahun 2009,

angka tindak kriminalitas di Jawa Timur mengalami penurunan yang

sangat signifikan daripada Tahun 2008. Dari data kepolisian mulai kurun

waktu Januari s/d Desember 2009 mengalami penurunan dari crime

sedang tahun 2008 mencapai 48,129.

Jadi pada Tahun 2009 angka kriminalitas secara umum

mengalami penurunan dari 48,129 pada tahun 2008 dan 2009 mencapi

41,166 kasus. Sehingga pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar

6.958 kasus (40 %), dibandingkan 2008.

Data kriminal untuk Surabaya sebanyak 2.105 kasus, Besuki

sebanyak 1.970 kasus, Malang 1.243 kasus, Madiun sebanyak 500 kasus,

Kediri sebanyak 646 kasus. Sedangkan yang mengalami kasus tindak

kriminalitas sedikit yaitu Polwil Madura mencapi 106 kasus dan Polwil

Bojonegoro sebanyak 24 kasus.

Sedangkan pada Tahun 2010 ini tercatat angka kriminalitas di

Jawa Timur mengalami penurunan dari 45.270 kasus pada Tahun 2009

menjadi 11.507 kasus. Dengan data bulan Januari sampai Desember

tersebut berarti jumlah kriminalitas pada Tahun 2010 mengalami

penurunan 25,4 %. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah yang

dilakukan oleh pihak kepolisian yang rutin melakukan operasi dan

menempatkan personil di jalan-jalan raya maupun daerah permukiman.

Berdasarkan data, penurunan terjadi di Kesatuan Polresta Surabaya pada

Tahun 2010 sebanyak 5.925 kasus yaitu terdiri dari Kediri 1.740 kasus,

Besuki 1.497 kasus, Bojonegoro 1.245 kasus, Madiun 863 kasus, Polda

Jatim 388 kasus.

Page 32: Bab ii   rkpd 2012

−40−

Tabel 2.9 Data kriminalitas bulan Januari s/d Juni 2010

Jajaran polda jatim NO URAIAN JAN PEB MAR APRIL MEI JUNI

1 Crime total 3.463 3.122 3.168 3.116 3.175 3.044

2 Crime clearance 2.675 2.257 2.271 2.678 2.749 2.589

3 Clearance rate 77,25% 72,29% 77,23% 85,94% 86,58% 85,05%

4 Crime clock 0:12'53" 0:14'18" 0:12'50" 0:14'20" 0:14'4" 0:14'40"

5 Crime rate 9 8 9 8 9 9

Jumlah Penduduk 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100

Sumber Data : Polda Jatim

Data crime indeks Tahun 2010,pencurian dengan pemberatan

(Curat) sebanyak 3.484, pencurian dengan kekerasan (Curas) sebanyak

872, ranmor sebanyak 1.252 serta judi sebanyak 3.764.

Sementara itu kasus korupsi yang masuk pada tahun 2010

sebanyak 19 kasus, sedangkan yang sudah selesai sebanyak 37 kasus

dimana yang di P-21 sebanyak 23 kasus, surat pemberhentian

penyidikan (SP-3) 10 kasus.

Untuk premanisme sebanyak 153 kasus yang diungkap street

crime sebanyak 201 kasus, perjudian 525 kasus traffiking sebanyak 4

kasus, narkotika sebanyak 125 kasus, lelang loging 45 kasus, ilegal masy

4 kasus dan korupsi 1 kasus.

Tabel 2.10 Data : Crime Indeks 11 Kasus (Pengamat Khusus)

Tahun 2008 S/D Bulan September 2010

NO LOKASI TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010

1 TABES 12.230 10.778 7.152

2 MALANG 4.286 5.672 6.469

3 BESUKI 4.599 4.236 2.861

4 KEDIRI 4.805 3.258 2.753

5 MADIUN 1.840 1.454 2.092

6 BOJONEGORO 3.409 2.744 2.632

7 MADURA 321 950 1.112

JUMLAH 29.511 29.293 25.056 Sumber data : Polda Jatim

Angka kriminalitas berdasarkan data kepolisian Surabaya

mengalami penurunan. Pada semester pertama tahun 2010 tercatat

sebanyak 927 kasus. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan tindak

pidana kriminal pada tahun 2009 lalu yang tercatat hingga 2.246 kasus.

11. PerkembanganKinerja Perbankan Umum Di Jawa Timur

Pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum di Jatim pada awal

tahun 2011 secara umum berjalan dengan lancar dan menunjukkan

perkembangan positif. Dibandingkan triwulan sebelumnya, kinerja

Page 33: Bab ii   rkpd 2012

−41−

pertumbuhan (qtq) total aset dan penyaluran kredit masih mampu

tumbuh stabil dengan pencapaian kinerja pertumbuhan yang cukup

tinggi, sedangkan kinerja penghimpunan DPK cenderung melambat.

Sementara itu, jika dianalisa secara tahunan ketiga indikator utama bank

umum tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2010

maupun periode yang sama di tahun 2010.

Pertumbuhan kredit secara triwulanan yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan DPK menyebabkan peningkatan Loan to

Deposit Ratio (LDR) pada periode laporan, dari 71,96% menjadi 74,61%.

Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR tertinggi masih didominasi oleh

kelompok Bank Pemerintah (100,42%), sementara kelompok bank

swasta dan bank asing cenderung memiliki rasio lebih rendah, yaitu

56,03% dan 64,82%.

Tabel 2.11

Gambar 2.11

Gambar 2.12

Page 34: Bab ii   rkpd 2012

−42−

Gambar 2.13Gambar 2.14

Dalam rangka mendorong fungsi intermediasi perbankan, Bank

Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.12/19/PBI/2010

tanggal 4 Oktober 2010 menetapkan ketentuan mengenai perhitungan

besaran Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan dengan rasio LDR

suatu Bank, kebijakan ini berlaku per 1 Maret 2011. Dalam ketentuan ini,

besaran GWM Rupiah bank umum terdiri atas GWM primer (8%), GWM

sekunder (2,5%) dan GWM LDR yang merupakan tambahan GWM yang

harus dialokasikan bank pada saat nilai LDR bank berada diluar range

(batas atas dan batas bawah) yang telah ditetapkan (78%-100%).

Secara makro LDR target adalah cerminan kebutuhan kredit yang

diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara

mikro; LDR target ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi

likuiditas dan LDR Perbankan. Sehingga secara umum, penerapan GWM

LDR bertujuan agar bank mengoptimalkan penyaluran kreditnya pada

sektor riil, namun dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian.

12. DanaPihak Ketiga (DPK)

Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup baik di akhir tahun

2010, kinerja pertumbuhan DPK yang dihimpun oleh industri bank umum

di Jatim pada periode Tw I-2011 cenderung melambat. Sepanjang

periode laporan, DPK meningkat Rp.1,9 triliun atau tumbuh 0,89% (qtq)

dan 12,24% (yoy) menjadi Rp.217,01 triliun. Berdasarkan jenisnya,

perlambatan ini didorong oleh minimnya pertumbuhan simpanan

tabungan dan deposito pada triwulan laporan. Simpanan deposito hanya

tumbuh 0,41% (qtq), bahkan simpanan tabungan mencatat kontraksi

sebesar -0,71%(qtq). Namun demikian kedua jenis simpanan ini masih

Page 35: Bab ii   rkpd 2012

−43−

mendominasi DPK dengan proporsi yang cukup tinggi, yaitu masing-

masing sebesar 41,56% dan 40,92%.

Di sisi lain, simpanan giro yang mempunya proporsi lebih rendah

(17,52%) menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, baik secara

triwulanan maupun tahunan. Hal ini khususnya seiring dengan

peningkatan transaksi dunia usaha serta tidak lepas dari siklus tahunan

peningkatan dana rekening giro untuk belanja pemerintah di bank umum

yang masih cukup tinggi dan belum terealisir di awal tahun.

Sementara itu, terbatasnya pertumbuhan DPK yang berlangsung

pada beberapa periode terakhir selain diyakini terkait dengan faktor

tingkat suku bunga simpanan yang relatif rendah, juga dipengaruhi oleh

cukup banyaknya pilihan instrumen simpanan sekaligus investasi diluar

perbankan yang menawarkan return menarik, sehingga masyarakat

mendapatkan banyak pilihan dalam penempatan dananya. Namun di sisi

lain, rendahnya suku bunga ini diharapkan mampu menjadi salah satu

pendorong penyaluran kredit kepada masyarakat, mengingat suku bunga

DPK merupakan salah satu variable pembentuk suku bunga kredit.

Gambar 2.15

Gambar 2.16

Gambar 2.17

Gambar 2.18

Page 36: Bab ii   rkpd 2012

−44−

Rendahnya suku bunga DPK diharapkan dapat mendorong efisiensi biaya

bunga kredit, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penyaluran

kredit kepada masyarakat.

13. Kredit

Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum di Jatim pada

triwulan laporan mencapai 22,17% (yoy), ini merupakan angka

pertumbuhan tertinggi setelah terjadinya krisis perekonomian global di

tahun 2008. Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka

outstanding/baki debet kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jatim

kepada masyarakat dan dunia usaha sampai dengan akhir Tw I-2011

mencapai Rp.161,92 triliun. Kondisi perekonomian yang cukup stabil dan

kondusif menjadi salah satu pendorong peningkatan permintaan kredit di

Jatim, sehingga dari sisi perbankan kondisi ini dimanfaatkan sebagai

momentum yang tepat untuk melakukan ekspansi kredit.

Gambar 2.19

Gambar 2.20

Gambar 2.21

Page 37: Bab ii   rkpd 2012

−45−

Berdasarkan jenisnya, kredit di Jatim masih di dominasi oleh

kredit produktif yaitu kredit modal kerja yang mencapai Rp.95,80 triliun

atau sebesar 59,16% dari total kredit secara keseluruhan, disusul oleh

kredit konsumsi (27,39%) dan kredit investasi (13,44%). Pertumbuhan

kredit paling tinggi pada periode ini terjadi pada kredit investasi yang

tercatat sebesar 14,70% (qtq) atau 28,92% (yoy), sementara kredit

modal kerja dan konsumsi cenderung tumbuh stabil. Cukup besarnya

alokasi penyaluran kredit untuk kegiatan produktif menjadi salah satu

cerminan peran perbankan di Jatim dalam melaksanakan fungsi

intermediasinya guna mendorong aktivitas dunia usaha, yang diharapkan

dapat semakin memperbesar multiplier effect pada pertumbuhan

perekonomian di Jatim.

Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit bank umum

paling besar disalurkan kepada sektor-sektor yang mendominasi struktur

perekonomian di Jatim, yaitu sektor Industri serta sektor Perdagangan

Hotel dan restoran (PHR) dengan proporsi masing-masing sebesar

27,32% dan 24,64%. Sementara itu, dilihat dari angka pertumbuhannya,

penyaluran kredit kepada sektor angkutan dan komunikasi, sektor PHR,

Gambar 2.22

Gambar 2.23

Gambar 2.24Gambar 2.25

Page 38: Bab ii   rkpd 2012

−46−

sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi, masing-

masing sebesar 24,48%, 22,36%, dan 18,14% (yoy). Tingginya

penyaluran kredit pada ketiga sektor ini turut mengkonfirmasi tingginya

pertumbuhan masing-masing sektor tersebut pada perhitungan

pertumbuhan ekonomi Jatim di Tw I-2011.

Tingginya pertumbuhan kredit pada periode ini juga diiringi

dengan peningkatan jumlah kredit yang tidak terserap (undisbursed

loans) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010. Tercatat

nilai undisbursed loan pada posisi akhir Tw.I-2011 sebesar 7,86% dari

total plafon kredit yang disediakan, atau sebesar Rp.17,51 triliun, kondisi

ini cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode

yang sama tahun 2010, dimana pada saat itu rasio undisbursed loans

terhadap total kredit mesing-masing sebesar 7,34% dan 5,02%.

Berdasarkan jenisnya, undisbursed loan tertinggi terdapat pada kredit

modal kerja yang mencapai 11,89% dari plafon kredit yang telah

disetujui oleh bank umum, sedangkan penyaluran kredit konsumsi dan

Gambar 2.26Gambar 2.27

Gambar 2.28Gambar 2.29

Page 39: Bab ii   rkpd 2012

−47−

investasi cenderung terserap lebih baik, sesuai dengan plafon yang telah

disetujui. Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan BI rate sebesar

0,25 bps (basis points) pada bulan Februari 2011 direspon perbankan

dengan menaikkan suku bunga kredit dengan kisaran yang beragam.

Kenaikan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumi, disusul

oleh kredit modal kerja dengan tingkat kenaikan yang relatif lebih

rendah, sedangkan suku bunga kredit investasi pada periode ini cukup

stabil.

Dalam rangka meningkatkan transparansi mengenai karakteristik

produk perbankan (manfaat, biaya dan risiko), meningkatkan good

governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri

perbankan melaluiterciptanya disiplin pasar (market discipline) yang

lebih baik, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran

No.13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 guna mewajibkan bank-bank

umum untuk melakukan transparansi informasi mengenai aspek

perhitungan dan penetapan suku bunga untuk kredit, khususnya Suku

Bunga Dasar Kredit/SBDK (prime lending rate). Ketentuan ini mulai

diberlakukan kepada bank umum konvensional yang beraset diatas

Rp.10 triliun per 31 Maret 2011.

SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu

(1) harga pokok dana untuk kredit (HPDK), (2) biaya overhead yang

dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan (3) marjin

keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan,

namun didalamnya belum memperhitungkan komponen premi risiko

individual nasabah Bank. SBDK tersebut dihitung secara per tahun dalam

bentuk persentase (%), dan merupakan suku bunga terendah yang

digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit

yang dikenakan kepada debitur. Perhitungan SBDK yang wajib

dilaporkan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan kepada

masyarakat mencakup 3 (tiga) jenis kredit yaitu kredit korporasi, kredit

ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR), tidak termasuk

penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan.

14. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Sebagai upaya pemberdayaan perekonomian masyarakat yang

bergerak di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), penyaluran

kredit perbankan pada kelompok usaha ini menjadi hal penting yang

perlu ditingkatkan guna memperkuat kemampuan ekspansi sektor usaha

Page 40: Bab ii   rkpd 2012

−48−

mikro kecil menengah, sehingga menjadi pendorong perekonomian Jawa

Timur serta memperluas lapangan kerja. Terkait dengan hal ini, Bank

Indonesia di wilayah Jawa Timur (Surabaya, Malang, Kediri, Jember)

bersama Pemerintah Daerah berupaya untuk memfasilitasi serta

menyusun kebijakan – kebijakan yang mendorong peningkatan

penyaluran kredit UMKM, seperti pendirian lembaga penjaminan kredit

daerah (PT. Jamkrida Jatim), Pendirian APEX BPR, serta optimalisasi

keberadaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) guna melakukan

pendampingan kepada usaha mikro yang feasible untuk memperoleh

pembiayaan dari perbankan.

Upaya lain yang dilakukan oleh Bank Indonesia Surabaya dalam

mendorong perkembangan UMKM adalah melalui pengengembangan

beberapa klaster komoditas potensial melalui pola kemitraan. Beberapa

klaster yang telah dikembangkan antara lain klaster alas kaki di Kab.

Mojokerto, klaster rumput laut di Kab. Sumenep Madura, dan yang saat

ini sedang dikembangkan adalah klaster Sapi Potong di wilayah Kab.

Bojonegoro.

Sampai dengan akhir periode laporan, penyaluran total kredit

UMKM1 di Jawa Timur mencapai Rp.59,19 triliun atau sebesar 36,56%

dari total kredit secara keseluruhan. Berdasarkan jenisnya, realisasi

penyaluran kredit UMKM secara nominal didominasi oleh kelompok

usaha kecil dan usaha menengah dengan baki debet masing-masing

mencapai Rp.25,31 triliun (42,76%) dan Rp.24,86 triliun (42%),

sementara itu terkait dengan plafon kredit usaha mikro yang relatif lebih

rendah dibandingkan plafon kredit usaha kecil dan menengah, maka

secara nominal baki debet kredit kepada kelompok usaha mikro

cenderung lebih rendah, yaitu sebesar Rp.9,01 triliun atau 15,23% dari

total kredit UMKM yang disalurkan. Namun demikian, jika dianalisa dari

Gambar 2.30Gambar 2.31

Page 41: Bab ii   rkpd 2012

−49−

jumlah rekening/debiturnya, penyaluran kredit mikro masih

mendominasi, dengan proporsi mencapai 72% dari total debitur kredit

UMKM sebanayak 1.145.949 debitur yang memperoleh kredit UMKM dari

perbankan.

15. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Keberadaan KUR yang bertujuan untuk memberikan akses

pembiayaan bagi UMKM, khususnya usaha mikro yang feasible namun

belum bankable dalam pelaksanaannya di Jawa Timur menunjukkan

perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Kementerian

Koordinator Perekonomian RI, realisasi penyaluran KUR oleh 7 bank

umum penyalur KUR di Jawa Timur (BRI, BNI, Mandiri, Mandiri Syariah,

BTN dan Bukopin, Bank Jatim) sejak program ini diluncurkan di tahun

2008 hingga Tw I-2011 mencapai Rp.6,05 triliun dengan 734.030

nasabah atau sebesar 15% dari realisasi KUR nasional. Kondisi ini

membawa provinsi Jatim pada urutan pertama daerah penyaluran KUR

secara nasional. Sampai dengan akhir periode laporan, outstanding/ baki

debet KUR di Jatim tercatat sebesar Rp.3 triliun, dengan didominasi oleh

penyaluran kredit kepada kelompok usaha mikro/ KUR Mikro (plafon s/d

Rp. 20 juta) yang mencapai 97%, sementara selebihnya merupakan

nasabah kategori KUR retail (Plafon diatas Rp. 20 juta).

Penyaluran KUR yang merupakan koordinasi antara pemerintah

dengan perbankan diharapkan menjadi salah satu langkah efektif

pemberdayaan UMKM di Indonesia. Untuk itu, dalam rangka lebih

mengoptimalkan kinerja penyaluran KUR yang sudah berlangsung

dengan cukup baik di Jatim, Bank Indonesia Surabaya, Pemerintah

Provinsi Jawa Timur bersama dengan 7 Bank penyalur KUR di Jatim

Gambar 2.32

Gambar 2.33

Page 42: Bab ii   rkpd 2012

−50−

berupaya untuk terus melakukukaan sinergi guna merumuskan strategi

peningkatan penyaluran KUR di Jatim. Disamping mengupayakan

intensifikasi penyaluran KUR dengan melakukan pemasaran yang intens,

KBI Surabaya bersama bank penyalur KUR di Jatim melakukan beberapa

kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai alternatif keberadaan

pembiayaan kepada UMKM, seperti berbagai kredit program, KUR serta

informasi lain mengenai produk kredit perbankan sehingga masyarakat

dapat memperoleh gambaran mengenai akses pembiayaan untuk

usahanya.

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

Pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial terkait dengan

upayameningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Jawa Timur yang

tercermin pada angkamelek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka

partisipasi kasar, angka pendidikanyang ditamatkan, angka partisipasi murni,

angka kelangsungan hidup bayi, angka usiaharapan hidup, persentase

penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yangbekerja.

1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Angka IPM yang dihasilkan dalam analisis ini bertujuan untuk

melihat perbandingan/posisi pembangunan manusia antar

kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Penghitungan IPM Jawa Timur

dalam analisis ini memakai standar harga Jakarta Selatan. Oleh karena

itu angka IPM menurut kabupaten/kota yang dihasilkan dari penyusunan

laporan IPM ini dapat dibandingkan dengan kabupaten/kota dan provinsi

lain.

Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2009 -

2010 menunjukan kenaikan. Pada tahun 2009 nilainya 71,06, dan

selanjutnya meningkat menjadi 71,55 pada tahun 2010. Dari hasil

penghitungan IPM tahun 2010, diperoleh gambaran bahwa 19

Kabupaten/Kota mempunyai IPM lebih baik daripada IPM Jawa Timur,

sedangkan 19 kabupaten lainnya memiliki nilai IPM di bawah angka IPM

Jawa Timur. Nilai IPM tertinggi dicapai oleh Kota Blitar sebesar 77,28

sedangkan urutan kedua ditempati Kota Surabaya dengan nilai IPM

71.18 dan urutan ketiga adalah Kota Malang sebesar 77,10. Urutan

terendah IPM adalah Kabupaten Sampang dengan nilai 59,58, angka ini

Page 43: Bab ii   rkpd 2012

−51−

lebih baik jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang

hanya sebesar 58,68.

Secara garis besar, nilai IPM di tiap kabupaten/kota mengalami

kenaikan dari angka tahun 2009 hingga 2010 walaupun tidak

menunjukkan kenaikan yang drastis. Hal ini dikarenakan adanya

berbagai program pemerintah baik provinsi maupun Kabupaten/kota

untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan,

pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana

masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut juga tergantung

pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana

tersebut.

Tabel 2.12

Perkembangan Angka IPMTahun 2009-2010 di Jawa Timur

No. Kabupaten/Kota IPM

Naik (+)/Turun (-) 2009 2010

Kabupaten

1 Pacitan 71,45 71,91 0,46

2 Ponorogo 69,75 70,34 0,59

3 Trenggalek 72,72 73,21 0,49

4 Tulungagung 72,93 73,29 0,36

5 Blitar 73,22 73,62 0,4

6 Kediri 71,33 71,72 0,39

7 Malang 70,09 70,55 0,46

8 Lumajang 67,26 67,79 0,53

9 Jember 64,33 64,87 0,54

10 Banyuwangi 68,36 68,81 0,45

11 Bondowoso 62,11 62,79 0,68

12 Situbondo 63,69 64,23 0,54

13 Probolinggo 62,13 62,79 0,66

14 Pasuruan 66,84 67,57 0,73

15 Sidoarjo 75,88 76,33 0,45

16 Mojokerto 72,93 73,3 0,37

17 Jombang 72,33 72,73 0,4

18 Nganjuk 70,27 70,74 0,47

19 Madiun 69,28 69,83 0,55

20 Magetan 72,32 72,72 0,4

21 Ngawi 68,41 68,82 0,41

22 Bojonegoro 66,38 66,84 0,46

23 Tuban 67,68 68,25 0,57

24 Lamongan 69,03 69,63 0,6

25 Gresik 73,98 74,37 0,39

Page 44: Bab ii   rkpd 2012

−52−

No. Kabupaten/Kota IPM

Naik (+)/Turun (-) 2009 2010

26 Bangkalan 64 64,52 0,52

27 Sampang 58,68 59,58 0,9

28 Pamekasan 63,81 64,41 0,6

29 Sumenep 64,82 65,3 0,48

Kota

71 Kediri 75,68 76,17 0,49

72 Blitar 76,98 77,28 0,3

73 Malang 76,69 77,1 0,41

74 Probolinggo 73,73 74,09 0,36

75 Pasuruan 73,01 73,35 0,34

76 Mojokerto 76,43 76,67 0,24

77 Madiun 76,23 76,48 0,25

78 Surabaya 76,82 77,18 0,36

79 Batu 73,88 74,35 0,47

Jawa Timur 71,06 71,55 0,49

Gambar 2.34

Indeks Pembangunan Manusia 2010

2.1.2.3 Fokus Seni Budaya Dan Olah Raga

1. Seni Budaya Daerah

Pelestarian seni budaya tradisi merupakan milik masyarakat dan

sepenuhnya menjadi tanggungjawab masyarakat. Pemerintah harus

mampu memfasilitasi serta mengakomodasi kebutuhan masyarakat

dalam upaya melestarikan seni budaya tradisi yang tumbuh,

berkembang dan menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini

pemerintah daerah dan masyarakat harus menyediakan ruang, tempat

dan waktu bukan hanya untuk seniman dan budayawan dalam

Ngawi

Magetan

Madiun

Ponorogo

Blitar

Malang

Pasuruan

Mojokerto Nganjuk

Jombang

Kediri

Page 45: Bab ii   rkpd 2012

−53−

melestarikan dan mengembangkan seni budaya tetapi juga

pemberdayaan seniman dan budayawan serta masyarakat secara luas.

Permasalahan yang dihadapi dalam pelestarian dan

pengembangan seni budaya daerah adalah lemahnya partisipasi

masyarakat dalam mengenal dan mengapresiasi budayanya sendiri.

Secara filosofis sebenarnya kebudayaan adalah identitas utama suatu

kelompok masyarakat. Kebudayaan timbul dengan tujuan membedakan

ciri khas suatu kelompok dengan kelompok lain. Namun, esensi ini

sering dilupakan oleh banyak kelompok karena beberapa faktor. Salah

satu faktor utamanya adalah kehadiran budaya populer.

Tak bisa dipungkiri bahwa pemikiran masyarakat tergerus oleh

lahirnya budaya populer (popular culture). Kehadiran budaya populer

biasanya melalui iklan atau media yang menargetkan masyarakat biasa.

Ada benarnya jika budaya populer bersifat politis dan berorientasi

ekonomi. Kondisi sebagian masyarakat Indonesia pada umumnya dan

masyarakat Jawa Timur khususnya adalah mengikuti trend yang ada

dan sering melupakan sesuatu yang sudah lama terbangun dalam

kehidupannya. Hal ini ditambah pula dengan alasan menyamai atau

“ingin berbudaya seperti” Negara lain. Sehingga timbulah kesamaan

diantara beberapa Negara, misalnya kehadiran fashion-fashion Paris

yang tersebar dipusat perbelanjaan mewah di Indonesia. Ada juga

musik-musik modern luar negeri yang merambah Indonesia sebagai

target pemasaran. Hal ini mengakibatkan Budaya asli suatu kelompok

akan terpinggirkan karena tidak memiliki kekuatan untuk tawar

menawar (bargaining power) dengan aliran utama yang lebih dianggap

modern. Bahkan pada kasus yang lebih ektrim, karena kurang

diperhatikannya budaya sendiri bisa terjadi pengakuan suatu benda

budaya oleh Negara lain. Contoh kasus nyata terpinggirnya budaya

daerah di Indonesia adalah hampir punahnya pementasan wayang

orang ludruk. Hanya segelintir orang yang mau menyaksikan

pertunjukan budaya itu. Ini menjadi bukti lemahnya kekuatan

masyarakat daerah untuk bangga pada budayanya sendiri.

Kehadiran budaya populer tidaklah salah, namun kita harus bisa

memegang budaya tanpa meninggalkan identitas budaya daerahnya.

Alasannya adalah budaya secara filosofis merupakan jembatanan

targenerasi dan budaya daerah juga merupakan warisan yang harus

Page 46: Bab ii   rkpd 2012

−54−

tetap dilestarikan dan sebarannya dapat disisasati sebagai alat

pembangun daerah. Dua konsep inilah yang harus tersosialisasi dan

harus dilekatkan pada masyarakat terlebih dahulu, sehingga pada

akhirnya masyarakat memilki loyalitas terhadap budayanya sendiri.

Di Jawa Timur secara umum, di beberapa daerah masih banyak

masyarakat yang setia memelihara seni budaya daerah meskipun kita

akui bersama, di kabupaten/kota besar kehidupan seni budaya daerah

semakin berkurang, berikut adalah data-data tentang gorup kesenian

yang ada di Jawa Timur :

Tabel 2.13

Jumlah Group Kesenian Di Jawa Timur

NO JENIS GROUP JUMLAH

1 2 3

1 Paguyuban Peminat Seni Tradisi di Sekolah 62 Group

2 Seni Musik Tradisi 801 Group

3 Seni Musik Non Tradisi 2074 Group

4 Seni Musik Islami 1133 Group

5 Jumlah Seniman Tari Musik Teater 1836 Orang

6 Organisasi/Group Teater 557 Group Sumber Data : ** Masih sangat sementara (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur) Th 2010

Pelestarian dan pengembangan budaya daerah tidak hanya

dilakukan oleh masyarakat umum, namun dilakukan juga melalui

sekolah-sekolah dengan tujuan agar generasi muda sejak kecil dibina

untuk mencintai seni budaya daerahnya sendiri. Di Jawa Timur sudah

banyak sekolah-sekolah yang ikut tergabung dalam Paguyuban Peminat

Seni Tradisi di Sekolah (PPST) yang pada tahun 2010 berjumlah 58

group, dan pada tahun 2011 ini meningkat menjadi 62 group.

Diharapkan setiap tahun akan terus meningkat sehingga upaya kita

untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya daerah semakin

meningkat pula.

2. Olahraga

Pembangunan Olah raga ditujukan kepada peningkatan prestasi

olah raga di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi maupun di

lingkungan masyarakat luas. Selain itu pembangunan olahraga juga

ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik dan mental masyarakat,

memajukan olah raga dengan meningkatkan mutu prestasi keolah

Page 47: Bab ii   rkpd 2012

−55−

ragaan di Jawa Timur, memasyarakatkan olah raga dan

mengolahragakan masyarakat.

Disamping pembangunan olahraga, pemerintah memandang

penting pada pendidikan jasmani dan olah raga yang diarahkan pada

usaha membina kesehatan jasmani dan rohani bagi setiap anggota

masyarakat serta usaha memasyarakatkan olah raga, mengolahragakan

masyarakat dan meningkatkan prestasi.

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih kurangnya

fasilitas olahraga yang memenuhi standard sehingga perlu peningkatan.

Kekurangan fasilitas olahraga tersebut sangat mempengaruhi prestasi

olahraga di Jawa Timur, artinya belum semua daerah terfasilitasi

dengan baik sehingga sangat sulit untuk mengembangkan prestasi.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2008 telah mencoba

memfasilitasi olahraga di daerah guna pembibitan atlit dengan

mendirikan Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Daerah

(PPLPD) yang terdiri dari 7 cabang olahraga bekerjasama dengan 10

kabupaten/kota. PPLPD tersebut diharapkan tiap tahun akan meningkat

sehingga pembibitan atlit di daerah akan lebih merata.

Adapun daftar PPLPD saat ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2.14

DaftarPusat Pendidikan Dan Latihan Olahraga PelajarDaerah (PPLPD)Jawa Timur

NO KABUPATEN / KOTA CABANG OLAHRAGA

1. JOMBANG Atletik

2. BANYUWANGI Bola Voli

3. JEMBER Bola Voli

4. PROBOLINGGO Senam

5. NGANJUK Atletik

6. KEDIRI Tenis Meja

7. LAMONGAN Panahan

8. MAGETAN Tenis Meja

9. BLITAR Sepak Takraw

10. MALANG Gulat

Selain pembibitan atlit, pemerintah provinsi Jawa Timur juga

melaksanakan pembinaan atlit prestasi melalui KONI. KONI pada saat

Page 48: Bab ii   rkpd 2012

−56−

ini adalah melakukan persiapan menghadapi PON 2012 di Riau guna

mempertahankan gelar Juara Umum, melalui :

1. Konsolidasi tentang evaluasi kegiatan dan target medali kepada

cabang-cabang olahraga prestasi;

2. Melakukan komparasi terhadap hasil yang dicapai dalam kejurnas

sepanjang tiga tahun terakhir;

3. Meningkatkan kegiatan guna mendukung Program Jatim 100 yaitu

target Jawa Timur untuk mencapai 100 medali;

4. Melaksanakan Pemusatan Latihan Daerah (PUSLATDA) secara

berkelanjutan dengan menerapkan promosi dan degradasi serta

penentuan langkah strategis, cerdas, realistis, keseriusan,

kesungguhan dan dukungan bagi penyiapan Kontingen Jawa Timur

dalam mempertahankan prestasi pada PON XVIII Tahun 2012 di

Riau.

5. Memfasilitasi atlet Jawa Timur ke berbagai kejuaraan baik regional.

Nasional maupun internasional.

Selain kegiatan guna persiapan PON 2012 di Riau, KONI juga

membina atlet-atlet muda yang berkualitas. Fokus kegiatan didasarkan

pada kondisi yang dimiliki utamanya yang berhubungan dengan :

a. Atlet eks PON XVII/2008 yang masih berpotensi meraih medali

dengan usia maksimum sesuai ketentuan pada PON XVIII/2012

Riau;

b. Atlet-atlet yang memperoleh medali emas dalam PORPROV II/2009

serta atlet junior yang berpotensi pada Kejuaraan Nasional dan

mampu bersaing dengan prestasi senior yang masuk dalam Puslatda

Jatim 100/II Tahun 2011;

c. Keterlibatan instansi lain yang terkait dalam kegiatan pembinaan

prestasi olahraga;

d. Tekad Jawa Timur untuk tetap mempertahankan Juara Umum

Adapun Atlet dan pelatih yang dibina adalah 583 atlet serta 110

pelatih;

Jumlah Organisasi Olahraga Jawa Timur Tahun 2010

Pada tahun 2009 induk organisasi olahraga yaitu KONI mempunyai

cabang organisasi olahraga sebanyak 43 di Jawa Timur. Keberadaan

cabang organisasi tersebut disetiap kabupaten/kota tidak sama, karena

Page 49: Bab ii   rkpd 2012

−57−

sangat tergantung pada eksistensi olahraga tersebut pada tiap daerah.

Berdasarkan data yang dihimpun dari instansi terkait di Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota Se Jawa Timur, jumlah organisasi olahraga pada tahun

2009 organisasi olahraga sebanyak 605 dan tahun 2010 sebanyak 607

organisasi olahraga.

Jumlah Gedung Olahraga Jawa Timur

Prasarana dan sarana olahraga yang semakin beragam sangat

diperlukan, seiring dengan meningkatnya kemampuan dan ketrampilan

sumber daya manusia. Oleh karena melalui kegiatan olahraga diyakini

bahwa social capital bisa meningkat.

Berdasarkan data dari Dinas Kepemudaan dan Olah Raga Jawa

Timur sampai dengantahun 2010 terdapat sebanyak 90 gedung olah raga

milik pemerintah. Untuk gedung olah raga milik swasta masih belum

terdata.

Jumlah Klub Olah Raga Jawa Timur Tahun 2008 - 2010

Berdasarkan data dari Dinas Kepemudaan dan Olah Raga Jawa

Timur terdapat 57 klub olahraga di tahun 2007dan cenderung konstan pada

tahun 2008 dengan jumlah yang sama. Sementara itu, berdasarkan data

yang tersedia di Bakesbangpol Kabupaten/Kota se Jawa Timur, pada tahun

2009 terdapat 1.402 klub olah raga, yang terdiri dari klub olah raga sepak

bola, bulu tangkis, bola volley, bola basket, dan lainnya. Keberadaan klub

olah raga ini meningkat menjadi 1.420 klub pada tahun 2010, dengan

jumlah klub terbanyak pada olah raga bola volley (44,01 persen), kemudian

diikuti klub olah raga sepak bola dan bulu tangkis (23,31 persen dan 20,28

persen).

2.1.3 Aspek Pelayanan Umum

1. Bidang Urusan Pendidikan

Dalam rangka peningkatan akses dan mutu pelayanan pendidikan

melalui jalur formal maupun non formal, Provinsi Jawa Timur telah

melakukan berbagai macam program dan kegiatan pendidikan guna

pencapaian pemerataan pendidikan yang bermutu dan terjangkau.

Adapun indikator yang menunjukkan hasil kinerja bidang pendidikan

adalah Angka Partisipasi Sekolah untuk jenjang SD/MI pada tahun 2010

sebesar 113,53 meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar 113,3%,

Page 50: Bab ii   rkpd 2012

−58−

untuk SMP/MTS tahun 2010 sebesar 103,81% meningkat dibanding

tahun 2009 sebesar 102,69%, dan untuk SMA/MA pada tahun 2010 juga

mengalami peningkatan yaitu sebesar 75,07% dibanding tahun 2009

sebesar 71,43%.

Tabel 2.15

Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Kelompok Umur

NO. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Menurut Kelompok Umur (%)

Tahun

2008 2009* 2010**

1 SD – MI (Usia 7-12th) 113,73 113,30 113,53

2 SMP – MTs (Usia 13-15th) 99,74 102,69 103,81

3 SMA – MA (Usia 16-18th) 67,53 71,43 75,07

Sumber: BPS (*= angka sementara; **=angka sngt sementara)

Sedangkan rasio ketersediaan sekolah dibandingkan dengan

penduduk usia sekolah menurut data Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Timur adalah untuk jenjang SD/MI pada tahun 2010 68,75% turun

dibandingkan tahun 2009 72,20%, jenjang SMP/MTs tahun 2010

34,11% turun dibandingkan tahun 2009 34,83%, jenjang SMA/SMK/MA

20,68% tahun 2010 turun dibanding tahun 2009 21,12% (Terjadi

penurunan karena data sifatnya masih sangat sementara dan terdapat 7

kabupaten belum memasukkan data ke Diknas Prov. Jatim).

Tabel 2.16 Rasio Ketersediaan Sekolah Dibandingkan dengan Penduduk Usia Sekolah

NO. Rasio Ketersediaan Sekolah Dibandingkan

dengan Penduduk Usia Sekolah (%)

Tahun

2009 2010**

1 SD – MI (Usia 7-12th) 72,20 68,75

2 SMP – MTs (Usia 13-15th) 34,83 34,11

3 SMA – MA (Usia 16-18th) 21,12 20,68

Sumber: Dinas Pendidikan ( **=angka sngt sementara)

Adapun untuk rasio guru dengan murid pada jenjang SD/MI tahun

2010 sebesar 0,072% meningkat dibanding tahun 2009 sebesar 0,071%,

jenjang SMP/MTs tahun 2010 sebesar 0,076% turun dibandingkan tahun

2009 sebesar 0,088%, dan jenjang SMA/SMK/MA pada tahun 2010

sebesar 0,086% turun dibandingkan tahun 2009 sebesar 0,091%.

Page 51: Bab ii   rkpd 2012

−59−

Tabel 2.17 Rasio Guru dengan Murid Menurut Kelompok Umur

NO. Rasio Guru Dengan Murid

Menurut Kelompok Umur (%)

TAHUN

2009 2010**

1 SD – MI (Usia 7-12th) 0,071 0,072

2 SMP – MTs (Usia 13-15th) 0,088 0,076

3 SMA – MA (Usia 16-18th) 00,86 0,091

Sumber: BPS ( **=angka sngt sementara)

Kondisi ini menunjukan bahwa pelayanan pendidikanberupa

penyediaan sekolah dan guru masih belum memadai sehingga

perluditingkatkan. Selain itu, meskipun telah terjadi berbagai

peningkatan yang cukup berarti,pembangunan pendidikan belum

sepenuhnya mampu memberi pelayanan merata,berkualitas dan

terjangkau. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa biaya

pendidikanmasih relatif mahal dan pendidikan belum sepenuhnya

mampu memberikan nilai tambahbagi masyarakat sehingga belum dinilai

sebagai bentuk investasi.

2. Bidang Urusan Kesehatan

Pada tahun 2010 jumlah rumah sakit di Jawa Timur sebanyak 300

unit, puskesmas inti sebanyak 948 unit, puskesmas pembantu 2.274

unit, puskesmas keliling 1063 unit dan balai pengobatan sebanyak 804

unit. Pemberi layanan kesehatan, terdiri dari dokter 3.747 orang dokter

gigi sebanyak 1.414 orang, bidan puskesmas 13.516 orang, dan perawat

sebanyak 21.092 orang.

Upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan secara

rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan

dan pelayanan rawat inap bagi masyarakat yang mendapatkan

gangguan kesehatan hingga berat. Sebagian besar sarana pelayanan

Puskesmas dipersiapkan untuk pelayanan kesehatan dasar terutama

pelayanan rawat jalan, sedangkan RS disamping memberikan pelayanan

pada kasus rujukan untuk rawat inap juga melayani kunjungan rawat

jalan.

Jumlah dokter mencapai 3747 orang dengan rasio 14,18 per

100.000 penduduk, angka rasio tersebut masih perlu ditingkatkan per

100.000 penduduk.

Page 52: Bab ii   rkpd 2012

−60−

3. Bidang Urusan Perumahan

Fasilitas Infrastruktur lingkup perumahan dan permukiman antara

lain meliputi infrastruktur Perumahan, Air Minum, Sanitasi yang terdiri

dari Air Limbah, Persampahan dan Drainase. Sampai dengan tahun

2010 back log rumah di Jawa Timur di perkotaan adalah sebanyak

344.300 unit (2,36 %) dan di perdesaan adalah sebanyak 281.783 unit

atau (1,23 %). Di sisi lain masih terdapat kondisi rumah tidak layak huni

diperkirakan sebanyak 259.000 rumah tersebar di Kabupaten/Kota di

Jawa Timur.

Dalam rangka mendukung pengentasan kemiskinan dan

pemenuhan rumah yang layak huni utamanya bagi Masyarakat

berpenghasilan rendah, Pemerintah Provinsi bekerja sama dengan

KODAM V Brawijaya telah melaksanakan program Renovasi Rumah Tidak

Layak Huni dan sampai dengan Tahun 2010 telah dilaksanakan di 29

kabupaten dan 1 kota untuk 35.000 unit rumah. Dalam rangka

mengoptimalkan program ini maka perlu dilakukan pemutakhiran data

rumah tidak layak huni yang tersebar di kabupaten/ kota di Jawa Timur.

Sedangkan infrastruktur air limbah perkotaan cakupan

pelayanannya mencapai 76,30% dan di perdesaan mencapai 46,96 %.

Untuk infrastruktur persampahan khususnya di perkotaan kondisi rasio

pelayanan mencapai 49,6 % dan drainase perkotaan yang berfungsi

dengan baik mencapai 13%.

Adapun infrastruktur air minum sampai dengan tahun 2010 rasio

pelayanannya untuk perkotaan mencapai 51,7 % dan perdesaan

mencapai 46,5 %. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk

meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air minum

antara lain dengan pengembangan pengelolaan air minum lintas wilayah,

antara lain melalui pemanfaatan mata air umbulan. Pemanfaatan dan

pengelolaan mata air Umbulan ini akan dilaksanakan melalui mekanisme

Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Pemerintah Provinsi telah

melakukan beberapa fasilitasi dalam rangka implementasi pemanfaatan

dan pengelolaan Umbulan yang nantinya akan didistribusikan antara lain

untuk pemenuhan kebutuan air minum domestik maupun industri yang

terdapat di Kab. Pasuruan, Sidoarjo dan Kota Surabaya.

Dalam hal pengelolaan persampahan saat ini Pemerintah Provinsi

sedang menginisiasi dan memfasilitasi pengelolaan sampah terpadu

untuk Surabaya Metropolitan Area yang terdiri dari Kota Surabaya,

Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik dengan lokasi TPA di

Page 53: Bab ii   rkpd 2012

−61−

Kabupaten Gresik dan pengelolaan sampah terpadu untuk wilayah

Malang Raya. Dalam pengelolaan sampah terpadu ini diperlukan

kerjasama dengan pihak swasta/investor yang diharapkan dapat

mengelola sampah dan memberikan nilai manfaat.

Angkutan jalan raya mempunyai peranan besar untuk angkutan

dalam Propinsi dan dalam kota, baik dengan kendaraan umum maupun

kendaraan pribadi. Kondisi Jalan di Jawa Timur pada umumnya cukup

baik,tetapi peningkatan jumlah pelanggaran kelebihan muatan,

kepadatan lalu lintas serta umur jalan merupakan faktor terhadap

kondisi kerusakan jalan.

Perkembangan pelayanan angkutan umum yang didukung oleh

armada bus kota, Mobil Penumpang Umum (MPU) Mikro Bus antar kota

dan Angkutan Pemadu Moda seperti ditunjukkan tabel berikut :

Tabel 2.18

Perkembangan Pelayanan Angkutan Umum di Jawa Timur

NO JENIS ARMADA /

ANGKUTAN SATUAN 2008 2009 2010

1 Bus kota

- Jumlah Perusahaan Buah 12 12 12

- Jumlah Armada Buah 46 46 46

2 Mobil Penumpang Umum (MPU)

- Jumlah Perusahaan Buah - - Kepemilikan Perorangan

- Jumlah Armada Buah 10.368 10.368 6.698

3 Angkutan Pemadu Moda

- Jumlah Armada Buah - - 17 Sumber: Dishub

Sedangkan perkembangan Jumlah Bus AKDP dan AKAP di Jawa

Timur mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan akhir

tahun 2010 sebagaimana tabel berikut :

Page 54: Bab ii   rkpd 2012

−62−

Tabel 2.19 Perkembangan Jumlah Bus AKDP dan AKAP

NO URAIAN SATUAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5 6

1 Bus AKDP

- Jumlah Perusahaan Buah 147 149 151

- Jumlah Armada Reguler

Buah 4.005 4.021 4.032

- Jumlah Armada Cadangan

Buah 529 523 513

2 Bus AKAP

- Jumlah Perusahaan Buah 64 64 63

- Jumlah Armada Reguler

Buah 1.654 1.629 1.632

- Jumlah Armada Cadangan

Buah 204 204 194

Adapun perkembangan Angkutan Tidak Dalam Trayek juga

menunjukkan peningkatan sebagai berikut :

Tabel 2.20

Perkembangan Angkutan Tidak Dalam Trayek

No Tahun

Jenis Pelayanan

Ank. Pariwisata Ank. Antar Jemput

AKDP Ank. Sewa Taksi

Jml

Pers

Jml

Ken

d

Pros

(%)

Jml

Pers

Jml

Ken

d

Pros

(%)

Jml

Pers

Jml

Ken

d

Pros

(%)

Jml

Per

s

Jml

Ken

d

Pros

(%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 2008 120 749 30 118 11 44 8 1005

19.8 3.4 18.18 0.50

2 2009 142 897 32 122 12 36 8 1010

17.7 -100 33.33 0.30

3 2010 162 105

6

35 149 13 48 8 1013

Dalam rangka meningkatkan kontrol Perkembangan Jumlah

Sarana Kontrol Kelayakan Angkutan Barang/Penumpang, telah dilakukan

pengembangan dan peningkatan sarana – prasarana jembatan timbang

untuk mendukung program nasional Zero Over Loading. Selain itu juga

dikembangkan Unit pelayanan Teknis LLAJ dan Balai Pengujian

Kendaraan Bermotor kabupaten/kota.

Page 55: Bab ii   rkpd 2012

−63−

Tabel 2.21 UPT Pelayanan Teknis LLAJ dan Balai Pengujian

Kendaraan bermotor Kab/Kota

NO URAIAN SATUAN 2008 2009 2010

1 Jumlah Jembatan timbang

Unit 19 19 20

2 Jumlah Unit Pelayanan Teknis LLAJ

Unit 8 11 11

3 Jumlah Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Kab/Kota

Unit 39 39

Mendukung pelayanan angkutan penumpang sampai dengan saat

ini telah dikembangkan Terminal Type A dan Terminal type B yang

tersebar di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur :

Tabel 2.22

Jumlah Terminal Type A dan Terminal Type B

NO URAIAN SATUAN 2008 2009 2010

1 Terminal tipe A Unit 17 16 16

2 Terminal tipe B Unit 31 32 32

Perkembangan pelayanan terhadap arus Penumpang Melalui 4

(Empat) Pelabuhan Laut Utama Di Jatim yaitu Pelabuhan Tanjung Perak,

Tanjungwangi, Gresik, dan Probolinggo menunjukkan kondisi

sebagaimana berikut :

Tabel 2.23

Perkembangan Jumlah arus penumpang Pelabuhan Laut Utama di Jatim

NO URAIAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5

1 Arus Kapal Penumpang (unit)

1.950 1.634 1.340

- Tanjung Perak 1.446 1.346 1.340 - Gresik 457 288 - - Tanjung wangi 47 - -

- Probolinggo - - - 2 Arus Penumpang

Orang

a. Debarkasi / Turun 648.503 520.493 409.267 - Tanjung Perak 569.690 476.957 405.473 - Gresik 74.100 39.756 - - Tanjung wangi 4.713 3.780 3.794

Page 56: Bab ii   rkpd 2012

−64−

NO URAIAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5 - Probolinggo - - - b. Embarkasi / Naik 662.629 564.783 447.590 - Tanjung Perak 585.090 510.795 442.338 - Gresik 72.440 49.755 - - Tanjung wangi 5.099 4.233 5.252 - Probolinggo - - -

Jumlah Arus Penumpang

1.313.082 1.086.910 856.857

Disisi lain perkembangan pelayanan pada pelabuhan

penyeberangan yang melayani penyeberangan antar Pulau menunjukkan

bahwa penurunan pada penyeberangan Ujung – kamal, mengingat telah

beroperasinya jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya

dengan Madura. Sedangkan pelayanan penyeberangan di pelabuhan

penyeberangan Ketapang Gilimanuk menunjukkan peningkatan yang

cukup signifikan.

Tabel 2.24 Perkembangan Pelayanan Pelabuhan Penyeberangan

di Jawa Timur

A. Lintas Ujung – Kamal (PP)

NO URAIAN SATUAN 2008 2009 2010

1 Kapal Unit 18 8 8 2 Trip Kali 124.828 89.055 37.005

3 Penumpang Orang 10.599.148 7.874.859 3.938.535

4 Barang Ton 2.031.709 978.689 26.204

5 Kendaraan

- Roda dua Buah 3.604.013 2.784.004 1.630.743

- Roda empat buah 1.620.368 796.966 140.894

6 Hewan Ekor - -

B. Lintas Ketapang – Gilimanuk (PP)

NO URAIAN SATUAN 2008 2009 2010

1 Kapal Unit 24 28 28

2 Trip Kali 112.759 119.806 125.964

3 Penumpang Orang 936.263 7.347.201 9.585.682

4 Barang Ton - - -

5 Kendaraan

- Roda dua Buah 530.015 854.114 1.005.321 - Roda empat buah 1.315.524 1.676.277 1.699.225

Page 57: Bab ii   rkpd 2012

−65−

C. Lintas Jangkar – Kalianget (naik – turun) NO URAIAN SATUAN 2008 2009 2010

1 Kapal Unit 2 * 1

2 Trip Kali 1.004

3 Penumpang Orang 60.198 28.578

4 Barang Ton 2.203 441

5 Roda dua Buah 18.041 9.934

6 Roda empat buah 1.490 273

Keterangan : * Untuk 2009 Lintas Jangkar - Kalianget dihentikan

D. Lintas Kalianget – Kangean (naik) NO URAIAN SATUAN 2008 2009* 2010

1 Kapal Unit 1 - 2

2 Trip Kali 322 -

3 Penumpang Orang 51.470 - 31.381

4 Barang Ton 28.843 - 1.514

5 Roda dua Buah 4.414 - 1.764

6 Roda empat Buah 81 - 90

7 Hewan Ekor

- 100

Keterangan : * Untuk 2009 Lintas Jangkar - Kangean dihentikan

Adapun pelayanan terhadap arus Penumpang Melalui 2 (Dua)

Bandara Di Jawa Timur yaitu Bandara Juanda dan Bandara Abdul

Rahman Saleh menunjukkan peningkatan yang cukup siginifikan

sebagaimana tabel berikut :

Tabel 2.25

Jumlah Arus Penumpang Transportasi Udara

NO URAIAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5

1 Arus Pesawat Penumpang (unit)

44.307 48.501 51.540

- Bandara Juanda - Internasional 4.520 4.928 4.492 - domestik 38.870 42.266 45.417

- domestik 917 1.307 1.631

2 Arus Penumpang Orang a. Debarkasi / Turun 4.341.632 5.134.484 5.750.990 - Bandara Juanda - Internasional 544.397 568.531 647.685 - domestik 3.797.235 4.565.953 5.103.305

- domestik 116.018 132.457 184.473

b. Embarkasi / Naik 4.119.141 4.913.118 - - Bandara Juanda - Internasional 462.969 537.101 569.994 - domestik 3.559.224 4.257.754 4.877.541

- Bandara Abd.

Rahman Saleh

- domestik 96.948 118.263 178.586

JUMLAH ARUS PENUMPANG

8..460.773 10.047.602 11.377.111

Page 58: Bab ii   rkpd 2012

−66−

Secara umum sampai dengan Tahun 2010 kinerja masing-masing

moda transportasi menunjukkan capaian sebagai berikut :

1. Transportasi Darat :

No. Sub Kinerja Target Pencapaian

1. Pengawasan angkutan jalan 7 juta kendaraan/thn

2. Angkutan penumpang kereta api regional

4,7 pnp/tahun

3. Angkutan penumpang penyeberangan

10 juta pnp/tahun

4. Angkutan kendaraan penyeberangan 6 juta kendaraan/thn

2. Transportasi Laut :

No. Sub Kinerja Target Pencapaian

1. Angkutan penumpang 1 juta penumpang

2. Angkutan barang 160 juta ton

3. Transportasi Udara :

No. Sub Kinerja Target Pencapaian

1. Angkutan penumpang internasional 1 juta pnp/tahun

2. Angkutan penumpang domestik 9,7 juta pnp/tahun

Ketersediaan prasarana transportasi merupakan kebutuhan vital

masyarakat, antar daerah Kabupaten/Kota maupun antar Daerah

Provinsi. Transportasi merupakan urat nadi perekonomian, sehingga

usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui

pembangunan sangat tergantung pada infrastruktur transportasi. Dalam

konteks pembangunan ekonomi, transportasi memiliki tiga fungsi utama.

Pertama, fasilitator pengangkutan, yakni memfasilitasi bagi pencapaian

setiap aspek pertumbuhan ekonomi. Kedua, generator pengangkutan,

yakni untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dan,

ketiga, distributor pengangkutan, yaitu sarana untuk menyebarkan atau

meratakan pertumbuhan ekonomi.

Sebagai dasar penanganan jalan di Provinsi Jawa Timur telah

ditetapkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No.

188/103/KPTS/013/2011 tentang Penetapan Ruas – Ruas Jalan Primer

menurut fungsinya sebagai jalan kolektor 2 dan kolektor 3 serta

Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/104/KPTS/013/2011 tentang

Page 59: Bab ii   rkpd 2012

−67−

Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Provinsi,

dengan total jalan Provinsi adalah 1.760,91 Km.

Kondisi jalan provinsi di Jawa Timur menunjukkan bahwa jalan

provinsi dengan kondisi baik sepanjang 312 km, sedang 1.236,35 km,

rusak ringan 392 km dan rusak berat 60 km. Adapun jalan provinsi

dengan kondisi mantap adalah sepanjang 1.548,35 km (77,38 %) dan

tidak mantap sepanjang 452,63 km (22,62 %).

Dalam rangka mengurangi disparitas wilayah serta membuka

keterisolasian dan memacu perekonomian wilayah selatan Jawa Timur

telah dilaksanakan pembangunan Jalan Lintas Selatan di Jawa Timur

yang dimulai sejak tahun 2002, dengan panjang jalan yang direncanakan

sepanjang 618,80 Km, jembatan sepanjang 6.236 M dengan biaya ±

Rp. 7,7 Trilyun. Sampai dengan Tahun 2010 telah terealisasi jalan aspal

15,08%, jembatan 32,89 %, pembiayaan dengan 13,31%. Untuk

pembangunan fisik / konstruksi juga antara lain melalui APBD Provinsi

Jawa Timur dan APBN, sedangkan pengadaan tanah oleh Kabupaten.

Dengan keberadaan Jalan Lintas Selatan diharapkan akan

membuka akses dan membuka peluang pengembangan potensi di

wilayah Selatan Jawa Timur yang selama ini belum dapat dikembangkan

secaraoptimal karena keterbatasan akses.

Arus Perdagangan Melalui 4 (Empat) Pelabuhan Laut Utama Di

Jatim menujukkan perkembangan yang cukup menggembirakan :

Tabel 2.26

Arus Perdagangan Melalui 4 (Empat) Pelabuhan Laut Utama Di Jatim

NO URAIAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5

1 Perdagangan Luar Negeri

a. Impor 3.735.230 5.836.151 7.593.099

- Tanjung Perak 3.615.516 3.302.189 3.939.262

- Gresik 111.712 2.533.962 2.563.423

- tanjung Wangi 8.002 - 1.090.414

- Probolinggo - - -

b. Ekspor 973.690 1.054.096 1.312.733

- Tanjung Perak 973.690 863.967 811.003

- Gresik - 190.129 483.150

- Tanjung Wangi - - 18.580

- Probolinggo - - -

Jumlah Perdagangan Luar Negeri

4.708.920 6.890.247 8.905.832

Page 60: Bab ii   rkpd 2012

−68−

NO URAIAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5

2 Perdagangan Dalam Negeri

a. Bongkar 7.019.965 144.749.783 14.431.667

- Tanjung Perak 2.896.719 4.310.566 4.021.324

- Gresik 3.156.690 5.770.172 6.620.078

- tanjung Wangi 916.340 1.306.271 3.665.245

- Probolinggo 50.216 133.362.774 125.020

b. Muat 3.867.216 5.573.350 7.443.882

- Tanjung Perak 1.719.349 1.837.025 1.602.470

- Gresik 2.014.358 3.430.905 3.621.245

- Tanjung Wangi 128.653 241.869 2.133.374

- Probolinggo 4.856 63.551 86.793

Jumlah Perdagangan Dalam Negeri

10.887.181 150.323.133 21.875.549

JUMLAH ARUS PERDAGANGAN

15.596.101 157.213.380 30.781.381

Adapun pelayanan terhadap arus Perdagangan Melalui Bandara

Juanda dan Bandara Abdul Rahman Saleh menunjukkan perkembangan

yang semakin meningkat sebagaimana berikut :

Tabel 2.27

Arus Perdagangan Melalui Bandara Juanda dan Bandara Abdul Rahman Saleh

NO URAIAN 2008 2009 2010

1 2 3 4 5

1 Perdagangan Luar Negeri

a. Impor 6.969.211 8.496.193 10.098.489

- Bandara Juanda 6.969.211 8.496.193 10.098.489

- Bandara Abd. Rahman Saleh - - -

b. Ekspor 8.017.079 8.593.806 9.632.158

- Bandara Juanda 8.017.079 8.593.806 9.632.158

- Bandara Abd. Rahman Saleh - - -

Jumlah Perdagangan Luar Negeri

14.986.290 17.089.999 19.730.647

2 Perdagangan Dalam Negeri

a. bongkar 20.368.747 22.595.192 27.123.005

- Bandara Juanda 20.094.504 22.112.574 26.460.270

- Bandara Abd. Rahman Saleh 274.243 482.618 662.735

b. muat 22.898.283 25.839.746 30.315.010

- Bandara Juanda 22.787.952 25.687.688 30.230.231

- Bandara Abd. Rahman Saleh 110.331 152.058 84.779

Jumlah Perdagangan Luar Negeri

43.267.030 48.434.938 57.438.015

JUMLAH ARUS PERDAGANGAN 58.253.320 65.524.937 62.372.461

Page 61: Bab ii   rkpd 2012

−69−

4. Bidang Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Pelayanan terhadap penyelenggaraan keamanan dan ketertiban

masyarakat dilaksanakan pemerintah bersama masyarakat melalui

penyediaan polisi pamong praja,linmas dan pos siskamling. Jumlah

anggota satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Timur pada tahun

2010 adalah 163 orang.

Penyelenggaraan pembangunan Bidang Ketertiban umum dan

Ketentraman Masyarakat selama periode 2003-2009 difokuskan pada

terwujudnya kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan

masyarakat lingkungan masing-masing dan terwujudnya perlindungan

masyarakat dari bencana.

Pelanggaran atau gangguan ketentraman ketertiban umum pada

Tahun 2010 sebanyak 83.945 kasus, dengan rincian : triwulan pertama

sebanyak 19.672 kasus, triwulan kedua sebanyak 22.261 kasus, triwulan

tiga 22.230 kasus dan triwulan empat sebanyak 19.782 kasus.

Permasalahan yang dihadapi dalam pencegahan setiap kegiatan

masyarakat paling menonjol adalah kecenderungan pada masyarakat

yang semakin individualistis dan kurang memiliki rasa kepekaan sosial

serta wawasan kurang kebangsaan yang menurun. Disamping itu

kurangnya regulasi atau aturan yang dapat digunakan sebagai dasar

hukum untuk tindakan preventif sebagai upaya pencegahan setiap

kegiatan masyarakat atau kelompok yang mengarah kepada tindakan

anarkis, baik secara non fisik (provokatif, brain washing) maupun secara

fisik (destruktif).

5. Bidang Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan umum

Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah,

Kepegawaian dan Persandian

P2T (Pelayanan Perizinan Terpadu)

Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) lingkup Provinsi Jawa

Timur yang sistem dan prosedur pelayanan perizinannya menjadi satu

atap di P2T Provinsi Jawa Timur berjumlah 17 SKPD dengan rincian

cakupan pelayanan Perizinan dan Non Perizinan, meliputi :

1. Bappeda Provinsi Jawa Timur = 1 izin,

2. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur = 4 izin,

3. Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur = 7 izin,

4. Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur = 1 izin,

Page 62: Bab ii   rkpd 2012

−70−

5. Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur = 2 izin,

6. Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur = 56 izin,

7. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur = 6 izin,

8. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur = 53 izin,

9. Disnakertrans dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur = 2 izin,

10. Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur = 4 izin,

11. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur = 7 izin,

12. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur = 7 izin,

13. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur = 14 izin,

14. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur = 3 izin,

15. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur = 10 izin,

16. Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur = 8 izin,

17. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur = 5 izin,

TOTAL =190 izin

Adapun kinerja P2T Provinsi Jawa Timur didalam melakukan

proses penerbitan Perizinan dan Non Perizinan sejak terbentuk awal

Maret 2010 hingga akhir Desember 2010, adalah :

• Jumlah Perizinan dan Non Perizinan = 25.231 izin,

• Jumlah Investasi yang tercatat = Rp 5.448.930.901.112

• Penyerapan Tenaga Kerja = 34.515 orang

Sedangkan kinerja P2T Provinsi Jawa Timur, periode Januari s/d

21 April 2011, adalah sebagai berikut :

• Jumlah Perizinan dan Non Perizinan = 9.236 izin,

• Jumlah Investasi yang tercatat = Rp 8.463.627.952.894

• Penyerapan Tenaga Kerja = 15.037 orang

Untruk Sarana dan Prasarana kerja pada Kantor Pelayanan

Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Timur serta Penghargaan yang telah

didapat, meliputi tersedianya :

• Ruang tunggu bagi pemohon,

• CCTV dan Klinik Kesehatan,

• Wifi dan akses Internet,

• (tiga) unit kendaraan operasional Roda 4 untuk Tim Unit Reaksi

Cepat (URC)

Page 63: Bab ii   rkpd 2012

−71−

• Media Informasi, mencakup :

− ruang dan perlengkapan informasi

− bentuk informasi : booklet, leaflet, touch screen

− sedang dibangun “Cafe Investasi”

• Telah diperolehnya Sertifikat ISO 9001 : 2008 untuk Sistem

PelayananP2T yang sudah menerapkan proses 1 (satu) hari selesai,

bilamana semua persyaratan dinyatakan secara lengkap dan benar

Untuk lebih meningkatkan pelayanan publik, maka saat ini mulai

Awal Mei 2011 s/d Akhir September 2011 sedang dilakukan Sosialisasi

dan Pelatihan bagi Tim Unit Reaksi Cepat (URC) dalam rangka

persiapan penerapan SMM ISO 9001 : 2008 bagi Tim URC yang ada

di masing-masing SKPD (17 SKPD) dan penyerahan Sertifikat ISO 9001 :

2008 bagi Tim URC untuk SKPD oleh Bapak Gubernur Jawa Timur

direncanakan pada saat HUT Provinsi Jawa Timur tanggal 12 Oktober

2011.

6. Bidang Urusan Perpustakaan

Minat baca masyarakat adalah suatu cermin sikap dari masyarakat

terhadap kemauan untuk mengetahui segala sesuatu informasi melalui

media baca. Ditinjau dari segi pengamatan global tentang minat baca

masyarakat, secara kasar sebenarnya masyarakat Jawa Timur minat

bacanya cukup tinggi, Hal ini bisa dilihat dari antusias masyarakat

terhadap pemanfaatan perpustakaan, taman bacaan, sudut baca, rumah

baca dan sejenisnya selalu ramai dikunjungi masyarakat, akan tetapi

kalau kita amati lebih seksama ternyata masyarakat tersebut

memanfaatkan jasa perpustakaan hanyalah untuk mengisi waktu luang

dan bacaanya isinya tentang info-info yang ringan saja, belum

menyentuh kepada bacaan-bacaan yang membuat masyarakat menjadi

kreatif dan inovatif, hanya kalangan masyarakat tertentu seperti

akademisi, peneliti, pelajar dan mahasiswa yang mengkomsumsi bacaan-

bacaan ilmiah. Oleh karena itu perlunya adanya upaya dalam

Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan yang

bertujuan untuk mengembangkan, mempublikasikan dan

mensosialisasikan minat dan budaya baca, dengan menyediakan bahan

pustaka, pembinaan SDM Perpustakaan.

Page 64: Bab ii   rkpd 2012

−72−

Tabel 2.29

Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok

Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur 2009-

2010 (Rupiah per Bulan)

Tahun/

Status Wilayah Makanan

Bukan

Makanan Total

2009

Kota 219.238 217.742 436.980

Desa 169.502 116.847 286.349

Kota+Desa 200.478 179.685 380.163

2010

Kota 244.457 224.564 469.021

Desa 189.000 118.345 307.345

Kota+Desa 223.539 184.499 408.038 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Tabel 2.28 Jumlah dan Jenis Perpustakaan di Jawa Timur Tahun 2010

No. Perpustakaan Jumlah

1 Perpustakaan Desa 1.301

2 Perpustakaan Sekolah Dasar (SD) 11.104

3 Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama (SLTP) 2.751

4 Perpustakaan Sekolah Menengah Atas (SLTA) 1.862

5 Perpustakaan Perguruan Tinggi (PT) 282 Sumber : Badan Perpus dan kearsipan Prov Jatim

2.1.4 Aspek Daya Saing

2.1.4.1 Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah

1. Angka Konsumsi RT Per Kapita Jawa Timur Tahun 2009 – 2010

Berdasarkan

hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional

(Susenas) 2009-2010

di Jawa Timur, terjadi

peningkatan rata-rata

konsumsi per kapita,

dari Rp. 380.163 per

kapita sebulan,

menjadi Rp. 408.038

per kapita sebulan, atau terjadi peningkatan sebesar 7,33 persen selama

setahun. Namun demikian, perlu hati-hati dalam menafsirkan

peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita ini, karena belum tentu

menjadi gambaran peningkatan kesejahteraan. Karena peningkatan

konsumsi bisa dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan harga yang

terukur melalui inflasi, bukan karena pendapatan yang meningkat. Selain

dengan membandingkan dengan tingkat inflasi, perilaku konsumsi terkait

dengan pendapatan dijelaskan dalam Hukum Engel1.

Karena periode pencacahan Susenas baik 2009 maupun 2010

adalah bulan Juli, maka tingkat inflasi yang digunakan adalah year on

year Juli 2010 yang sebesar adalah 6,47 persen2. Bila dibandingkan

dengan kenaikan konsumsi, ternyata tingkat inflasi ini sedikit lebih

1 Dalam Hukum Engel (Engel, Ernst; 1857, 1895) menyebutkan bahwa persentase pengeluaran untuk makanan

akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan.

2 Inflasi dapat digunakan dalam pembahasan ini, namun dengan asumsi kuantitas dan kualitas dari yang

dikonsumsi selama 2009 dan 2010 relatif sama,

Page 65: Bab ii   rkpd 2012

−73−

rendah dibandingkan peningkatan rata-rata konsumsi 2009-2010.

Sementara itu, terjadi kenaikan persentase konsumsi pada kelompok

makanan dari 52,73 persen persen tahun 2009, menjadi 54,78 persen

tahun 2010. Dengan demikian, dapat disimpulkan berdasarkan tingkat

inflasi dan perilaku konsumsi dalam Hukum Engel bahwa peningkatan

rata-rata konsumsi per kapita 2009-2010 lebih dikarenakan peningkatan

harga dan bukan menjadi cerminan peningkatan tingkat pendapatan

atau kesejahteraan.

Pada wilayah dengan situasi tingkat kesejahteraan yang menurun,

maka pengamatan dilakukan menurut wilayah (desa atau kota). Karena

dalam penghitungan inflasi hanya terbatas pada cerminan harga

konsumen dan tidak dapat dipecah dalam wilayah perdesaan atau

perkotaan, maka digunakan Hukum Engel untuk menjelaskan situasi ini.

Selama 2009-2010 di Jawa Timur, persentase konsumsi makanan di

wilayah perkotaan, meningkat dari 50,17 persen menjadi 52,12 persen

atau naik 3,88 poin. Untuk wilayah perdesaan juga mengalami

peningkatan, dari 59,19 persen menjadi 61,49 persen, atau naik 3,8 poin.

Berdasarkan besaran rata-rata konsumsi per kapita penduduk

selama sebulan menurut kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2010,

Kota Malang merupakan wilayah yang tertinggi, diikuti oleh seluruh Kota

di Jawa Timur, dan hanya Kabupaten Sidoarjo (urutan kesembilan),

satu-satunya kabupaten yang berada di antara sepuluh besar tertinggi.

Untuk rata-rata konsumsi per kapita terendah di Jawa Timur tahun 2010,

adalah Kabupaten Sampang, diikuti Ngawi, dan Lumajang (tiga wilayah

terendah). Namun demikian, bukan berarti rata-rata konsumsi per kapita

sebulan yang lebih tinggi atau rendah, cerminan secara umum kondisi

tingkat kesejahteraan. Karena tingkat kemahalan antar wilayah sangat

bervariasi, maka perlu kehati-hatian dalam menerjemahkan situasi ini.

Cerminan perbedaan kemahalan wilayah ini tercermin dari keberadannya

wilayah-wilayah kota pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan

wilayah Kabupaten. Padahal secara umum memang di wilayah kota

memiliki tingkat kemahalan yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten,

terkecuali Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, deviasi yang ada antar wilayah

di Provinsi Jawa Timur diindikasikan cukup lebar, karena rata-rata

konsumsi provinsi yang berada pada posisi moderat, memisahkan 11

wilayah di atas dan 27 wilayah di bawah rata-rata konsumsi per kapita

provinsi.

Page 66: Bab ii   rkpd 2012

−74−

2. Persentase Konsumsi RT Non Pangan Jawa Timur

Tahun 2006 – 2010

Pada dasarnya kebutuhan manusia dibagi dalam dua kelompok,

yaitu kebutuhan makanan dan non makanan. Kebutuhan makanan pada

Gambar 2.35

Sebaran Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan (Rupiah) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

785.352

781.291615.984

586.502576.309

562.036561.626

549.901

503.790472.121

415.634408.037

407.454388.548

387.394386.749

384.258

382.286373.575

367.731363.144

353.821350.497

345.500342.593

342.285

340.813339.825

336.675333.935

324.376323.528

323.370317.021

314.469

310.917297.629

282.112281.234

73. Malang78. Surabaya

77. Madiun74. Probolinggo

79. Batu

72. Blitar76. Mojokerto

71. Kediri15. Sidoarjo

75. Pasuruan25. Gresik

JAWA TIMUR04. Tulungagung

18. Nganjuk

16. Mojokerto07. Malang

17. Jombang14. Pasuruan

10. Banyuwangi13. Probolinggo

20. Magetan26. Bangkalan

05. Blitar

24. Lamongan22. Bojonegoro

06. Kediri03. Trenggalek

19. Madiun09. Jember

11. Bondowoso02. Ponorogo

12. Situbondo

23. Tuban28. Pamekasan

29. Sumenep01. Pacitan

08. Lumajang21. Ngawi

27. Sampang

Page 67: Bab ii   rkpd 2012

−75−

batas tertentu akan mencapai titik maksimal, sementara itu kebutuhan

non makanan bisa dikatakan hampir tidak terbatas.

Dalam hukum Engel (Engel law) disebutkan bahwa semakin tinggi

pendapatan/kesejahteraan seseorang, maka proporsi pengeluaran untuk

makanan semakin menurun, sedangkan pengeluaran untuk non

makanan akan terjadi sebaliknya yaitu proporsinya akan semakin

meningkat.

Tabel 2.30

Persentase Pengeluaran Rumahtangga Dirinci Menurut Pengeluaran Makanan & Non Makanan

Jawa Timur Tahun 2006 – 2010

Sumber : Hasil Susenas 2004-2009 (diolah)

Pada Tabel 2.20 terlihat pada tahun 2010 proporsi pengeluaran

untuk kebutuhan non makanan sebesar 45,22 persen, lebih rendah 2,05

persen dibanding tahun sebelumnya. Namun secara umum dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir dapat dikatakan bahwa pengeluaran penduduk

Jawa Timur untuk kebutuhan non makanan dari tahun ke tahun

proporsinya relatif statis yaitu sekitar 45 persen, sedangkan proporsi

kebutuhan makanan sekitar 55 persen. Hal ini merupakan salah satu

indikasi bahwa meskipun secara umum tingkat pendapatan semakin

meningkat, namun pada kenyataannya belum mampu meningkatkan

derajat kesejahteraan penduduk. Hal ini mungkin dikarenakan makin

tingginya perubahan harga yang tidak sebanding dengan perkembangan

pendapatan. Kondisi ini tercermin dari pola konsumsi penduduk yaitu

lebih besarnya proporsi pengeluaran untuk kebutuhan makanan

dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan non makanan.

Tahun Persentase

Makanan Non Makanan Total

(1) (2) (3) (4)

2006 54,03 45,97 100,00

2007 56,17 43,83 100,00 2008 48,36 51,64 100,00 2009 52,73 47,27 100,00 2010 54,78 45,22 100,00

Page 68: Bab ii   rkpd 2012

−76−

3. Produktivitas Daerah Setiap Sektor Tahun 2006 – 2010

Masyarakat Jawa Timur harus siap menghadapi era globalisasi

yang ditandai dengan kemajuan teknologi, keterbukaan informasi, serta

perdagangan bebas antar negara. Pada era globalisasi ini masyarakat

harus mampu untuk memanfaatkan berbagai peluang dan meraih

berbagai kesempatan. Geliat perekonomian Jawa Timur hampir

sebanding dengan Provinsi DKI, namun kelebihannya adalah Provinsi

Jawa Timur memiliki potensi sumber daya alam yang lebih baik. Dari

sektor pertanian telah memberikan kontribusi PDRB sebesar 15,75

persen, atau sebesar Rp. 122,62triliun (tahun 2010) dan menempati

posisi ke 3 (tiga) dalam perekonomian Jawa Timur. Disisi lain tenaga

kerja yang terserap juga sangat besar yaitu 7,94 juta orang (Tahun

2010), atau sebesar 42 persen dari jumlah tenaga kerja yang ada di

Jawa Timur.

Perbandingan antara nilai PDRB sektor pertanian dan jumlah

tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian terlihat sangat timpang

dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Artinya tingkat produktivitas

sektor pertanian dari tahun ke tahun masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan produktivitas sektor lainnya. Kondisi inilah yang

sering menimbulkan kesenjangan pendapatan antara tenaga kerja di

sektor pertanian dengan tenaga kerja di sektor lainnya. Sementara itu

sebagian besar penduduk miskin adalah mereka yang bekerja di sektor

pertanian. Untuk itu dibutuhkan dukungan teknologi pertanian yang lebih

canggih dalam meningkatkan besaran PDRB, yang akan berujung pada

peningkatan kesejahteraan petani di Jawa Timur.

Pada tahun 2006 produktivitas sektor pertanian mencapai

Rp. 10,14 juta. sektor listrik, gas dan air masih tercatat memiliki

produktivitas tertinggi yaitu sebesar Rp. 207,78 juta, diikuti sektor

lembaga keuangan sebesar 119,42 juta, sektor pertambangan dan

penggalian sebesar Rp. 83,54 juta, sektor industri sebesar Rp. 57,38

juta, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 36,79 juta,

sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp.31,50 juta, sektor jasa-

jasa sebesar Rp. 20,26 juta dan sektor konstruksi sebesar Rp. 21,37

juta.

Mencermati kondisi yang demikian itu, dapat dijelaskan bahwa

produktivitas sektor tertinggi adalah sektor listrik, gas dan air. Meskipun

Page 69: Bab ii   rkpd 2012

−77−

nilai PDRB yang dihasilkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan

sektor pertanian, tetapi tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sangat

kecil, karena sebagian besar sudah menggunakan teknologi yang cukup

canggih. Sebaliknya sektor pertanian meskipun nilai PDRB yang

dihasilkan cukup besar tetapi tenaga kerja yang diserap juga besar.

Karena proses produksi umumnya masih dengan cara tradisional

sehingga PDRB yang dihasilkan juga masih belum maksimal.

Pada tahun 2007 sektor pertanian mengalami peningkatan

produktivitas sebesar 5,32 persen, atau menjadi Rp. 10,68 juta,

sedangkan sektor lainnya rata-rata meningkat di atas 8 persen, kecuali

sektor konstruksi dan sektor pengangkutan dan komunikasi hanya

mengalami peningkatan sebesar 3,37 persen dan 4,82 persen. Sektor

listrik, gas dan air memiliki peringkat produktivitas tertinggi yang

meningkat cukup besar yaitu 80,53 persen

Sejalan dengan meningkatnya nilai tambah sektor pertanian,

tahun 2008 produktivitas sektor pertanian meningkat sebesar 16,79

persen, atau menjadi sebesar Rp. 12,47 juta. Namun demikian posisi

produktivitas sektor pertanian masih yang terendah karena sektor lain

juga mengalami peningkatan cukup tinggi. Sektor listrik, gas dan air,

dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit mempunyai produktivitas yang

cukup tinggi sebesar Rp. 457,38 juta. Sektor lainnya seperti sektor

industri, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran

rata-rata juga masih tumbuh sebesar 16,81 persen, 13,15 persen, dan

15,65 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian, sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan dan sektor

jasa-jasa rata-rata produktivitasnya meningkat dibawah 8 persen.

Pada tahun 2009 produktivitas sektor listrik, gas dan air mulai

terkontraksi hingga sebesar -5,61 persen, diperkirakan penurunan ini

terjadi karena produksi dan harga per kwh listrik selama tahun 2009

berjalan stagnan, sementara jumlah tenaga kerja yang terserap masih

terus bertambah. Namun demikian produktivitas sektor listrik, gas dan

air masih yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 431,72 juta. Sektor lainnya

rata-rata masih mengalami peningkatan produktivitas, seperti sektor

pertambangan dan penggalian meningkat sebesar 24,44 persen, sektor

industri pengolahan meningkat sebesar 10,45 persen, sektor konstruksi

13,16 persen, sektor keuangan 10,28 persen dan sektor pertanian masih

Page 70: Bab ii   rkpd 2012

−78−

meningkat sebesar 8,56 persen. Sedangkan sektor pengangkutan dan

komunikasi hanya mengalami peningkatan sebesar 7,47 persen dan

sektor jasa-jasa hanya meningkat sebesar 4,75 persen.

Pada tahun 2010, sektor pengangkutan dan komunikasi

mengalami peningkatan produktivitas terbesar, yaitu 49,52 persen atau

menjadi Rp. 56,84 juta, diikuti oleh sektor konstruksi sebesar 38,28

persen. Sementara itu, produktivitas sektor listrik, gas dan air bersih

yang sempat terkontraksi pada tahun 2009, kembali meningkat pada

tahun 2010 yaitu sebesar 6,56 persen. Sedangkan sektor pertanian,

sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor lembaga keuangan

produktivitasnya masing-masing meningkat sebesar 14,05 persen; 7,26;

6,42 persen; 22,04 persen; dan 10,46 persen.

Tabel 2.31

Produktivitas Daerah Setiap SektorTahun 2006 – 2010 (Juta Rupiah)

Uraian 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pertanian 10,14 10,68 12,47 13,54 15,44

2. Pertambangan dan Penggalian 83,54 93,37 93,46 116,30 124,74

3. Industri Pengolahan 57,38 62,79 73,34 81,01 86,21 4. Listrik, Gas, dan Air 207,78 375,10 457,38 431,72 460,03 5. Konstruksi 21,37 22,09 25,00 28,29 39,11

6. Perdagangan dan Akomodasi 36,79 40,54 46,88 49,63 60,56

7. Transportasi dan Komunikasi 31,50 33,01 35,37 38,02 56,84

8. Lembaga Keuangan 119,42 132,20 132,42 146,03 161,30 9. Jasa-Jasa 20,26 23,29 25,13 26,32 27,71

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa rendahnya

produktivitas sektoral adalah ketimpangan output yang dihasilkan

dibandingkan dengan impornya. Hal ini dapat disebabkan karena

minimnya penggunaan teknologi, sumber daya manusia, serta pasar.

Oleh karena itu output yang dihasilkan tidak berimbang dengan

penggunaan tenaga kerjanya, khususnya di sektor pertanian.

Page 71: Bab ii   rkpd 2012

−79−

Gambar 2.36 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Periode Tahun 2009 - 2010(2007 = 100)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

96.72 96.5296.13

97.8998.17 98.20

98.46

98.43

99.7499.37 99.46

99.2498.82

98.54

98.31

98.6 98.58 98.6598.57

98.26

99.0999.25 99.31

98.87

95.00

100.00

105.00

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

2009

2010

4. Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Tahun 2010

Rata-rata NTP Jawa Timur tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar

0,56 persen dibanding data tahun 2009 yaitu dari 98,19 menjadi 98,74.

Kenaikan tersebut disebabkan kenaikan indeks harga yang diterima petani

(7,49 persen) lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (6,90

persen). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai tukar produk pertanian

terhadap barang konsumsi rumah tangga petani dan biaya produksi tahun

2010, secara umum masih lebih tinggi dibanding kondisi tahun 2009.

Gambar 2.36 menunjukkan bahwa selama tahun 2010, NTP Jawa Timur

bulan Januari sampai dengan Juli lebih tinggi dibanding dengan bulan yang

sama tahun 2009,

sedangkan Bulan Agustus

sampai dengan Desember

lebih rendah. Jika dilihat

besarnya perubahan,

kenaikan NTP terbesar

terjadi pada bulan

September sebesar 0,84

persen karena indeks

harga yang diterima petani

mengalami kenaikan

sebesar 0,97 persen sedangkan indeks harga yang dibayar petani hanya naik

sebesar 0,13 persen. Penurunan NTP terbesar terjadi pada bulan Desember

sebesar 0,44 persen karena indeks yang diterima petani naik sebesar 0,92

persen sedangkan indeks yang dibayar petani naik 1,36 persen.

Tabel 2.32

Rata-rata Indeks Harga Yang Diterima Petani (It), Indeks Harga Yang DibayarPetani (Ib)dan Nilai Tukar Petani (NTP)

Jawa Timur Tahun 2007 – 2010 (2007 = 100)

No. Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Indeks harga yang diterima petani (It)

100,00 113,08 118,88 127,78

2 Indeks harga yang dibayar petani (Ib)

100,00 112,57 121,04 129,40

3 Nilai Tukar Petani (NTP) 100,00 100,47 98,19 98,74

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Page 72: Bab ii   rkpd 2012

−80−

Jika dilihat NTP masing-masing subsektor pada tahun 2010, NTP

tertinggi terjadi pada sub sektor hortikulturasebesar 110,60, sedangkan

NTP terendah terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat

sebesar 92,51. Kenaikan NTP terbesar terjadi pada sub sektor

hortikutura sebesar 3,89 persen, yaitu dari 106,46 menjadi 110,60

sedangkan penurunan terbesar terjadi pada sub sektor tanaman

perkebunan rakyat sebesar 7,78 persen, yaitu dari 100,31 menjadi

92,51.

Tabel 2.33 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Tahun 2007 – 2010

(2007 = 100)

No. Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 NTP Jawa Timur 100,00 100,47 98,19 98,74 2 NTP Tanaman Pangan 100,00 98,98 92,56 94,60 3 NTP Tanaman Perkebunan Rakyat 100,00 110,42 100,31 92,51 4 NTP Peternakan 100,00 101,22 106,90 103,43 5 NTP Perikanan 100,00 101,96 101,07 101,75 6 NTP Tanaman Hortikultura 100,00 98,68 106,46 110,60

Sumber :BPS Provinsi Jawa Timur

a. Indeks Diterima Petani

Rata-rata indeks harga yang diterima petani pada tahun 2010

mengalami kenaikan sebesar 7,49 persen dari 118,88 menjadi

127,78. Kenaikan indeks ini disebabkan oleh naiknya indeks harga

yang diterima petani pada empat sub Sektor yaitu sub

Sektorhortikultura naik 2,20 persen dari 128,77 menjadi 131,60,

tanaman pangan naik 9,58 persen dari 112,37 menjadi 123,14,

perikanan naik 6,41 persen dari 118,85 menjadi 126,47, peternakan

naik 2,72 persen dari 129,83 menjadi 133,36.Semetara itu sub sektor

tanaman perkebunan rakyat turun 1,99 persen dari 121,62 menjadi

119,20.

Page 73: Bab ii   rkpd 2012

−81−

Gambar 2.37 Indeks Harga Yang Diterima Petani Jawa Timur

Periode Tahun 2010(2007 = 100)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

100

110

120

130

140

150

160

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

It TBM TPR

Peternakan Perikanan Hortikultura

Tabel 2.34 Rata-rata Indeks Harga Yang Diterima Petani Jawa Timur

Menurut Sub Sektor Pertanian Tahun 2007 – 2010 (2007 = 100)

No. Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Indeks harga diterima petani (It)

100,00 113,08 118,88 127,78

2 Tanaman Bahan Makanan 100,00 111,72 112,37 123,14

3 Tanaman Perkebunan Rakyat

100,00 112,93 121,62 119,20

4 Peternakan 100,00 113,39 129,83 133,36 5 Perikanan 100,00 113,25 118,85 126,47 6 Tanaman Hortikultura 100,00 110,89 128,77 131,60

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Gambar2.37 menunjukkan selama bulan Januari sampai

dengan Desember 2010 indeks harga yang diterima petani sub sektor

hortikultura dan

peternakan lebih

tinggi dibanding

sub sektor lainnya

maupun indeks

kompositnya.Indeks

harga yang diterima

petani sub sektor

tanaman

perkebunan rakyat

cenderung turun

terus dan paling rendah. Indeks harga yang diterima petani sub

Sektor hortikultura mengalami fluktuasi harga yang lebih tajam

dibanding sektor lainnya karena pengaruh faktor musiman dan iklim

yang cukup dominan.

b. Indeks Dibayar Petani

Rata-rata Indeks harga yang dibayar petani tahun 2010

mengalami kenaikan sebesar 6,90 persen dibanding indeks tahun

2009 yaitu dari 121,04 menjadi 129,40. Kenaikan tersebut

Page 74: Bab ii   rkpd 2012

−82−

disebabkan naiknya indeks harga kelompok konsumsi rumahtangga

serta indeks biaya produksi dan pembentukan modal.

Rata-rata indeks harga kelompok konsumsi rumahtangga

mengalami kenaikan sebesar 7,85 persen dari 121,67 pada tahun

2009 menjadi 131,22 pada tahun 2010. Kenaikan indeks kelompok ini

disebabkan naiknya indeks harga sub kelompok makanan sebesar

9,50 persen, makanan jadi naik 8,83 persen, perumahan naik 7,77

persen, sandang naik 6,40 persen, kesehatan naik 3,63 persen,

pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 3,11 persen, serta

transportasi dan komunikasi naik 0,36 persen.

Indeks biaya produksi mengalami kenaikan sebesar 3,70

persen dari 118,72 pada tahun 2009 menjadi 123,11 pada tahun

2010. Kenaikan indeks ini disebabkan oleh naiknya indeks harga bibit

sebesar 4,20 persen, upah buruh tani naik 4,03 persen, sewa lahan,

pajak dan lainnya naik 3,96 persen, obat-obatan dan pupuk naik 3,64

persen, penambahan barang modal naik 3,52 persen dan transportasi

naik 2,59 persen.

Tabel 2.35 Rata-rata Indeks Dibayar Petani Jawa Timur

Menurut Kelompok/Jenis Komoditi Tahun 2007 – 2010 (2007 = 100)

No. Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Indeks harga dibayar petani (Ib) 100,00 112,57 121,04 129,40

1 Konsumsi Rumahtangga 100,00 112,90 121,67 131,22 - Bahan Makanan 100,00 116,53 125,60 137,53 - Makanan Jadi 100,00 106,78 118,84 129,33 - Perumahan 100,00 112,06 121,84 131,31 - Pakaian 100,00 109,82 120,39 128,09 - Kesehatan 100,00 108,87 116,32 120,54 - Pendidikan 100,00 106,78 117,60 121,26 - Transportasi 100,00 113,89 110,72 111,12

2 Biaya Produksi 100,00 111,15 118,72 123,11 - Bibit 100,00 117,46 130,57 136,05

- Obat-obatan dan Pupuk 100,00 107,25 113,75 117,90

- Sewa, Pajak dan lainnya 100,00 110,07 118,08 122,76

- Transportasi 100,00 116,02 118,20 121,27

- Penanaman Barang Modal 100,00 112,10 121,04 125,31

- Upah Buruh Tani 100,00 111,05 117,78 122,52

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Page 75: Bab ii   rkpd 2012

−83−

Gambar 2.38

Indeks Dibayar Petani Jawa Timur Tahun2010 (2007 = 100)

115

120

125

130

135

140

Ib Konsumsi Biaya Produksi

Gambar2.38

menunjukkan Indeks

yang dibayar petani

selama periode bulan

Januari sampai dengan

Desember tahun 2010.

Indeks biaya konsumsi

rumahtangga selalu

lebih tinggi dibanding indeks biaya produksi dan pembentukan

barang modal. Indeks konsumsi rumahtangga berfluktuasi sepanjang

tahun sedangkan indeks biaya produksi dan pembentukan barang

modal mengalami kenaikan sepanjang tahun.

5. MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia)

MP3EI merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia

menjadi negara maju dan termasuk 10 negara besar di dunia pada tahun

2025 dan 6 negara besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan

ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk

mencapai hal tersebut, diharapkan pertumbuhan ekonomi riil rata-rata

7%-8% per tahun secara berkelanjutan.

Tujuan dari pelaksanaan MP3EI adalah untuk mempercepat dan

memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan 8 program

utama yang meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan,

pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi, dan

pengembangan kawasan strategis nasional. Program percepatan dan

perluasan pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan membutuhkan

banyak modal. Salah satu sumber pendanaan yang diharapkan

pemerintah adalah berasal dari luar negeri.

Visi Nasional tahun 2025 ialah “Mengangkat Indonesia Menjadi

Negara Maju dan Merupakan Kekuatan 12 Besar Dunia di Tahun 2025

dan 8 Besar Dunia Pada Tahun 2045 Melalui Pertumbuhan Ekonomi

Tinggi Yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Jawa Timur dengan visi tahun

2025 “Pusat Agrobisnis (Industri) Terkemuka di Asia, Berdaya Saing

Global dan Berkelanjutan Menuju Jawa Timur Makmur dan Berakhlak”

masuk dalam Koridor Jawa dengan Tema “Pendorong Industri dan Jasa

Nasional”.

Page 76: Bab ii   rkpd 2012

−84−

Jawa Timur sangat berpotensi besar untuk mengakselerasi

pertumbuhan ekonominya, hal ini didukung oleh 70 BUMN yang berada

di Jawa Timur, yang terdiri dari : Sektor Agro Kimia berjumlah 14 BUMN,

Sektor Jasa dan Infrastruktur berjumlah 26 BUMN, Sektor Perbankan dan

Keuangan berjumlah 17 BUMN dan Sektor Pertambangan dan Energi

berjumlah 3 BUMN.

Koridor EkonomiJawa sebagai Pendorong Industri dan Jasa

Nasional, mampu memberikan sumbangan yang besar bagi nasional

untuk mencapai Visi Negara Indonesia menjadi negara terkuat ke 12

dunia pada tahun 2025.

Gambar 2.39 Koridor Ekonomi Jawa Timur Sebagai Pendorong Industri dan Jasa Nasional

Page 77: Bab ii   rkpd 2012

−85−

Tabel 2.36 Program Prioritas MP3EI Jawa Timur

No. PROGRAM PRIORITAS MP3EI JAWA TIMUR BUMN/Swasta UPAYA SOLUTIF

1. Pengembangan Cluster IndustriBerbasis Tebu / Gula

� Produksi tebu sebesar 15.506.586 Ton

� Produktivitas tebu mencapai 6,32 ton/ hektar -

Rendemen rata-rata 6,76 %

� Produksi gula sebanyak 1.048.735 ton

� Produksi gula Jawa Timur memberikan kontribusi 47 %

terhadap produksi gula nasional

� Kebutuhan kosumsi gula masyarakat Jawa Timur sebesar

537.810 ton atau Jawa Timur surplus sebesar 510.925 ton

� Industri Gula di Jawa Timur

Estimasi Biaya : 4 Trilyun

PTPN X dan PTPN XI

BUMN PERBANKAN

DUNIA USAHA /

SWASTA

BUMN LAINNYA

Revitalisasi Pabrik Gula melalui Peremajaan

Mesin Produksi

2. Pengembangan Cluster IndustriPerkapalan

� Mendirikan Perusahaan IndustriGalangan Kapal

di Kabupaten Tuban dan Lamongan

Estimasi Biaya : 1,5 Trilyun

PT. PELINDO III

KLASTER INDUSTRI

PERKAPALAN

SURABAYA (KIKAS)

NATIONAL SHIP

DESIGN &

ENGINEERING

CENTER (NASDEC)

BUMN PERBANKAN

DUNIA

USAHA/SWASTA

BUMN LAINNYA

Pembangunan Perusahaan Galangan Kapal

No. PROGRAM PRIORITAS MP3EI JAWA TIMUR BUMN/Swasta RENCANA TINDAK

3. Pengembangan Cluster IndustriPerhiasan

� Pertumbuhan industriperhiasan di Jawa Timur sebanyak 1.519

IKM

� Pembangunan Perusahaan Perhiasan

EstimasiBiaya : 1, 5 Trilyun

- PERUSAHAAN

INDUSTRI

PERHIASAN

- DEWAN EMAS

DUNIA

- ASOSIASI

PERHIASAN EMAS

DAN PERMATA

INDONESIA (APEPI)

- BUMN

PERBANKAN

- DUNIA

USAHA/SWAST

- BUMN LAINNYA

Pembangunan Cluster Industri Perhiasan

4. Pengembangan Cluster IndustriOtomotif • PT. INKA MADIUN

• BUMN PERBANKAN

• DUNIA

USAHA/SWAST

• BUMN LAINNYA

Pendirian Perusahaan Produk Produk Supprting

Industries Yang Terstandard

Page 78: Bab ii   rkpd 2012

−86−

a. Master Plan Klaster Industri Migas dan Kondensat

Jawa Timur memiliki 126 industri berbasis petrokimia yang

berada di 10 Kabupaten/kota, yang terdiri dari 7 Industri Hulu, 26

Industri Antara dan 96 Industri Hilir. Dengan jumlah industry berbasis

petrokimia yang relatif besar, dibutuhkan Pasokan Gas dan Refinery

dengan rincian pasokan gas sebesar 488 MMSCFD, sedangkan

kebutuhan gas sebesar 893 MMSCFD, sehingga masih kekurangan

405 MMSCFD.

Wilayah Potensi Permasalahan UpayaSolutif

Lamongan, Tuban, Bojonegoro dan Ngawi

Pupuk, Holcin, Semen Gresik,

Etanol dan turunanya, industri

perikanan, industri baja,

Docking kapal, dan Migas

� TerjadiLack Investasi

� UU Investasi, Sering

Kontra Produktif Dengan

Keinginan Daerah (

Golden Share, PI )

� Pola Hubungan Yang

Semula B to B, menjadi B

to G

� RevisiKerangka Regulasi

Investasi;

� Membangun Industri Hilir

( Baja, Dock Kapal, Migas,

Dll ) Untuk Mencukupi

Kebutuhan Intenal

maupun Ekspor

Mojokerto dan Jombang Panas Bumi, Industri Kertas,

Industri Asam Amino, Industri

Tebu, Pabrik Gula

� Industri Tabu “ Peralatan

Kuno “

� Revitalisasi Pabrik Gula

dan Bidang Budidaya Tebu

( On Farm )

Nganjuk, Madiun, Ponorogo ,Trenggalek dan Pacitan

Panas Bumi, IndustriBerbasis

Perikanan, Perkebunan dan

Pertanian

� Ketergantungan Bahan

Baku Import Casseva, dan

Jagung,

�Membanggun Industri

Casava dan Pabrik Jagung

Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan

dan Gresik

Kawasan Industi Sedayu,,

Industrik Perinakan dan

Kelautan

� SDM dan Peralatan

Masih Tradisional

� Alih Teknoligi Sangat

Mahan

� Pembangunan Alih

Teknlogi dan Infrastruktur

Penunjang

� Perlu Kebijakan Strategis

Dalam Fasilitasi Daerah

Pesisir

Page 79: Bab ii   rkpd 2012

−87−

Gambar 2.40 Master Plan Kluster Industri

b. Master Plan Klaster Industri Makanan dan Minuman

Industri Gula dengan total pabrik gula yang berdiri di Jawa

Timur sebanyak 31 pabrik atau 43,66 % dari total 71 pabrik gula di

Indonesia.Ketersediaan gula sampai dengan Agustus 2010 adalah

sebesar 296.536 ton dan tambahan produksi bulan September 2010

sebesar 217.070 ton, sedangkan konsumsi gula sebesar 28.317 ton,

sehingga terdapat surplus sebesar 485.289 ton

c. Master Plan Klaster Industri Perkapalan

Jumlah industri menengah-besar perkapalan di Jawa Timur

berjumlah 27 unit usaha dengan kapasitas terpasang 170.000 GT

atau setara 255.000 DWT (±30% dari kapasitas terpasang nasional).

Adapun industry perbaikan kapal berjumlah 2 unit folating dock, 15

unit dry dock dan 3 unit slipway. Jumlah industry kecil menengah

kapal rakyat berjumlah 52 perusahaan yang tersebar di 11 kabupaten

(meningkat 33% dari tahun 2009 yang berjumlah 39 perusahaan).

2.1.4.2 Fokus Iklim Berinvestasi

1. Perkembangan Jumlah Investor Berskala Nasional

(PMDN/PMA) Jawa Timur Tahun 2006-2010

Jumlah investor yang menanamkan modalnya di Jawa Timur dari

tahun ke tahun semakin meningkat baik dari penanam modal dalam

Page 80: Bab ii   rkpd 2012

−88−

negeri maupun penanam modal asing. Jumlah investor diukur

berdasarkan jumlah proyek yang disetujui oleh pemerintah Jawa Timur.

Selama tahun 2006 proyek yang disetujui pemerintah Jawa Timur

sebanyak 112 yang terdiri dari PMDN 31 perusahaan dan PMA 81

perusahaan. Dari jumlah PMA tersebut terbanyak bergerak di bidang

usaha Perdagangan dan Reparasi, sementara untuk PMDN terbanyak di

bidang usaha industri Kimia dan Farmasi. Tahun 2007 jumlahnya

menurun menjadi 106 perusahaan yang terdiri dari PMDN 22 perusahaan

dan PMA 84 perusahaan. Tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya

sebanyak 27 perusahaan PMA menanamkan modalnya di bidang usaha

Perdagangan dan Reparasi, sementara untuk PMDN lebih memilih di

bidang usaha industri Kimia dan Farmasi dengan jumlah 7 perusahaan.

Tabel 2.37

Perkembangan Jumlah Investor (Perusahaan) Berskala Nasional (PMDN/PMA)Tahun 2006-2010

Sumber: Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur

Jumlah investor pada tahun 2008 yang berminat menanamkan

modalnya di Jawa Timur semakin meningkat dengan capaian sebesar

127 perusahaan dengan komposisi PMDN 34 perusahaan dan PMA 93

perusahaan. Untuk perusahaan PMA sebesar 36 perusahaan masih

bergerak di bidang usaha yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya,

namun PMDN sebanyak 7 perusahaan justru lebih tertarik bergerakdalam

bidang usaha industri Logam, Mesin dan Elektronik. Sementara pada

tahun 2009 ada peningkatan 5 perusahaan dibanding tahun sebelumnya

yaitu menjadi sebesar 132 perusahaan, masing-masing ada sebanyak

36 perusahaan PMDN dan PMA 96 perusahaan. Di tahun ini PMA tetap

mempercayakan modalnya pada bidang usaha Perdagangan dan

Reparasi, sementara PMDN lebih cenderung bergerak di bidang usaha

Tahun

Sumber Modal

PMDN PMA TOTAL

Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2006 31 34,78 81 5,19 112 12,00 2007 22 -29,03 84 3,70 106 -5,36 2008 34 54,55 93 10,71 127 19,81 2009 36 5,88 96 3,23 132 3,94 2010 88 144,44 114 18,75 202 53,03

Page 81: Bab ii   rkpd 2012

−89−

industri Kimia dan Farmasi. Pada tahun 2010 kegiatan investasi

mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan jumlah investor

tahun ini hingga mencapai lebih dari 50 persen bila dibanding tahun

sebelumnya (2009) yang mengalami kenaikan hanya sebesar 3,94

persen. Banyaknya proyek yang disetujui oleh pemerintah Jawa Timur di

tahun 2010 sebesar 202 perusahaan yang tetap di dominasi oleh

penanam modal asing (PMA) sebesar 114 perusahaan, penanam modal

dalam negeri (PMDN) 88 perusahaan. Kenaikan ini dipicudengan adanya

kemudahan-kemudahan di dalam proses perijinan dan sebagainya dari

pemerintah Jawa Timur sehingga membuat investor menjadi tertarik

untuk menanamkan modalnya.

2. Perkembangan Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA)

Jawa Timur Tahun 2006-2010

Realisasi nilai investasi yang berasal dari modal asing maupun

modal dalam negeri menunjukkan angka yang variatif. Pada tahun 2006

nilai investasi PMDN maupun PMA mengalami kenaikan masing-masing

sebesar 2.935,09 persen (Rp. 167,44 trilyun) dan 161,29 persen

(1.447,09 juta US $). Sedangkan tahun 2007 baik modal dalam negeri

maupun modal asing mengalami penurunan yaitu sebesar -90,02 persen

(Rp. 16,71 trilyun) dan -41,17 persen (851,29 juta US $). Tahun 2008

nilai investasi naik lagi sebesar 19,20 persen untuk PMDN sedangkan

PMA naik sekitar 203,76 persen, setahun kemudian (2009) investor

dalam negeri (PMDN) mengalami kenaikan lagi sehingga nilai

investasinya menjadi Rp. 25,41 trilyun atau naik 27,58 persen dibanding

tahun sebelumnya. Sementara PMA nilai investasinya justru terjadi

sebaliknya yaitu mengalami penurunan sekitar 39,60 persen (1.561,79

juta US $). Kemudian tahun 2010 PMDN mengalami peningkatan yang

cukup berarti yaitu sebesar 61,42 persen. Sementara PMA naik sebesar

31,50 persen. Rendahnya angka realisasi penanaman modal dalam

negeri maupun modal asing menggambarkan pelemahan aktivitas

investasi di Jawa Timur. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah

Provinsi Jawa Timur guna meningkatkan investasi, yaitu jaminan

permasalahan tanah, buruh, energi listrik dan kemudahan perijinan.

Selain itu, Gubernur Jawa Timur telah menetapkan percepatan

infrastruktur yang difokuskan pada peningkatan kapasitas Pelabuhan

Page 82: Bab ii   rkpd 2012

−90−

Tanjung Perak, penambahan runway Bandara Internasional Juanda dan

mempercepat pembangunan jalan tol pengganti di wilayah Porong

Sidoarjo. Bagi investor dalam negeri, Pemerintah Provinsi Jawa Timur

berusaha memfasilitasi kerjasama perdagangan, investasi dan pariwisata

dengan pengembangan sisters-province dalam dan luar negeri, yang

ditunjang dengan penyediaan layanan informasi online di website dan

melakukan pelayanan perijinan investasi antara pemerintah pusat,

provinsi dan kabupaten/kota.

Tabel 2.38

Perkembangan Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA) Tahun 2006-2010

Tahun

Sumber Modal

PMDN (000 000 Rp) PMA (000 US $)

Abs % Abs %

(1) (2) (3) (4) (5)

2006 167.441.529 2.935,09 1.447.088 161,29 2007 16.705.091 -90,02 851.292 -41,17 2008 19.912.810 19,20 2.585.906 203,76 2009 25.405.226 27,58 1.561.787 -39,60 2010 41.009.463 61,42 2.053.716 31,50

Sumber : Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur

2.1.4.3 Fokus Sumber Daya Manusia

1. Rasio Lulusan S1/S2/S3 Jawa Timur Tahun 2009 – 2010.

Selama tahun 2009-2010 di Jawa Timur terjadi peningkatan rasio

lulusan S1/S2/S3, dari 341 menjadi 424 lulusan S1/S2/S3 per sepuluh

ribu penduduk, dengan pertambahan sebanyak 83 lulusan S1/S2/S3 tiap

sepuluh ribu penduduk dalam setahun. Peningkatan lebih rendah/kecil

terjadi pada penduduk perempuan, dari 318 menjadi 399 lulusan

S1/S2/S3 tiap sepuluh ribu penduduk, dengan pertambahan sebanyak 81

lulusan S1/S2/S3 tiap sepuluh ribu penduduk selama setahun.

Sementara pada penduduk laki-laki terjadi peningkatan dari 363 menjadi

448 lulusan S1/S2/S3 per sepuluh ribu penduduk, dengan pertambahan

sebanyak 85 lulusan tiap sepuluh ribu penduduk selama setahun.

Page 83: Bab ii   rkpd 2012

−91−

Gambar 2.41

Rasio Lulusan S1/S2/S3 menurut Jenis Kelamin (per 10.000)

dan Sex Ratio Lulusan S1/S2/S3 (Persen) di Jawa Timur 2009-2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

363

448

318

399

341

424

120 116

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2009 2010

Laki-laki

Perempuan

Total

Sex Ratio

Peningkatan lulusan S1/S2/S3 penduduk perempuan, juga terlihat

dari turunnya

sex ratio lulusan

S1/S2/S3 dari

120 persen pada

tahun 2009

menjadi 116

persen di tahun

2010. Bila situasi

ini terus terjadi,

maka dalam

beberapa tahun

rasio lulusan

S1/S2/S3 penduduk perempuan akan sama bahkan lebih tinggi dari

penduduk laki-laki. Jika situasi ini terjadi, maka sangat mungkin dari sisi

jumlah juga akan sebanding atau bahkan lebih tinggi, yang tercermin

dari semakin turunnya sex ratio lulusan S1/S2/S3. Jika ini terwujud maka

kondisi ini menjadi indikasi bahwa akibat positif pembangunan gender di

Jawa Timur adalah terbukanya peluang yang besar pada pendidikan

tinggi bagi perempuan di Jawa Timur. Selain itu dapat juga menjadi

indikasi bahwa penduduk perempuan di Jawa Timur, memiliki cara

pandang tentang nilai positif dari pendidikan yang lebih baik

dibandingkan penduduk laki-laki.

Page 84: Bab ii   rkpd 2012

−92−

Harapan bahwa semakin tinggi kualitas penduduk yang tercermin

dari rasio lulusan S1/S2/S3, maka akan semakin baik kualitas tenaga

kerja. Output dari kondisi ini akan menguatkan kemampuan ekonomi

penduduk di suatu wilayah, yang tercermin oleh tingginya indeks paritas

daya beli (PPP) penduduknya.

Berdasarkan kondisi kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2010

menunjukkan bahwa tidak semua wilayah dengan rasio lulusan S1/S2/S3

yang relatif baik, penduduknya memiliki capaian indeks daya beli yang

relatif baik juga. Situasi ini hanya terjadi di Kota Surabaya, Kota Madiun,

Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, dan Kota Blitar serta Kabupaten

Magetan dan Kabupaten Sidoarjo. Namun tidak demikian untuk Kota

Kediri, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Batu,

serta Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Jember, dengan rasio lulusan

S1/S2/S3 yang tinggi namun memiliki indeks daya beli yang relatif

rendah.

Gambar 2.42 Sebaran Capaian Rasio Lulusan S1/S2/S3 (per 10.000 penduduk) dan Indeks Paritas Daya

Beli/PPP (Persen) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2010

Sumber : BPS Provi nsi Jawa Timur Catatan : Garis warna merah mewakili capaian Rasio Lulusan S1/S2/S3 per 10.000 penduduk dan Indeks Paritas Daya

Beli/PPP (Persen) Jawa Timur 2010

01. Pacitan

02. Ponorogo

03. Trenggalek

04. Tulungagung

05. Blitar

06. Kediri07. Malang

08. Lumajang

09. Jember

10. Banyuwangi

11. Bondowoso

12. Situbondo

13. Probolinggo

14. Pasuruan

15. Sidoarjo

16. Mojokerto

17. Jombang

18. Nganjuk

19. Madiun

20. Magetan

21. Ngawi

22. Bojonegoro

23. Tuban

24. Lamongan

25. Gresik

26. Bangkalan

27. Sampang

28. Pamekasan

29. Sumenep

71. Kediri

72. Blitar

73. Malang

74. Probolinggo

75. Pasuruan

76. Mojokerto 77. Madiun

78. Surabaya

79. Batu

JAWA TIMUR

Ind

eks

Par

itas

Day

a B

eli/

PP

P (

Pe

rse

n)

Rasio Lulusan S1/S2/S3 (Per 10.000)

Page 85: Bab ii   rkpd 2012

−93−

2.2 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2009-2010, Evaluasi Pencapaian

Kinerja Pembangunan Daerah

2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah

Sebagaimana amanat Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2009

tentang RPJMD 2009-2014, kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2010

diukur berdasarkan pada 5 (lima) indikator kinerja utama yaitu : Tingkat

Pengangguran Terbuka, Persentase Penduduk Miskin terhadap Jumlah

Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Disparitas Wilayah, serta Indeks

Pembangunan Manusia.

Tabel 2.39

Matrik Penetapan Indikator Utama

Kelima indikator tersebut merupakan representasi dari kinerja 9

(sembilan) agenda pembangunan yang akan dicapai secara bertahap dan

berkelanjutan. Evaluasi terhadap Indikator Kinerja Utama tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Tingkat Pengangguran Terbuka ( Tpt ) Jawa Timur Tahun 2006-2010

Secara umum terjadinya pengangguran dapat disebabkan beberapa

faktor antara lain : terbatasnya jumlah lapangan kerja yang tersedia,

pertumbuhan penduduk yang relatif cepat, iklim usaha yang kurang kondusif,

terjadinya pemulangan tenaga kerja dari luar negeri (TKI), kualitas SDM yang

tidak linier dengan tingkat pendidikan yang dicapai, dan lebih urban oriented

dibanding rural oriented. Sementara akibat dari tingginya tingkat pengangguran

adalah ketidakstabilan sosial-ekonomi.

Dari hasil pelaksanaan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan

Agustus 2009 melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), hampir tidak

terlihat adanya dampak krisis ekonomi global. Pengangguran justru mengalami

Page 86: Bab ii   rkpd 2012

−94−

penurunan ketika terjadi krisis ekonomi. Namun demikian berkurangnya jumlah

penganggur seperti yang disajikan pada Tabel 2.31, harus dipahami secara

hati-hati, agar tidak menimbulkan persepsi yang salah terhadap kondisi yang

ada, khususnya jika dikaitkan dengan kondisi kesejahteraan penduduk secara

luas.

Tabel 2.40 Indikator Ketenagakerjaan Agustus 2006- Agustus 2010

Kegiatan Utama 2006 2007 2008 2009 2010

1. Bekerja (jutaan) 17,67 18,751 18,882 19,305 18,698 2. Penganggur (jutaan)

1,575 1,366 1,296 1,033 0,829

3. TPAK (%) 67,36 68,99 69,32 69,25 69,08 4. TPT (%) 8,19 6,79 6,42 5,08 4,25

Sumber :Hasil Sakenas 2007 – 2009, BPS Jawa Timur

Diperkirakan pada kondisi krisis, tenaga kerja Jawa Timur melakukan

mekanisme penyesuaian dengan cara mencari pekerjaan sampingan dan

mempekerjakan anggota rumahtangga usia produktif. Salah satu indikasi yang

bisa ditunjukkan dari hasil Sakernas adalah banyak ibu rumah tangga yang

masuk ke pasar kerja baik sebagai pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga

maupun tenaga kerja usia lanjut yang sebenarnya sudah berada di luar

angkatan kerja karena pensiun, dan kembali masuk dalam pasar kerja sebagai

pekerja yang berstatus pengusaha mandiri. Kondisi ini mengklarifikasikan

peranan signifikan sektor informal sebagai penyangga (buffer) perekonomian.

Oleh karena itu sebaiknya berhati-hati dalam membuat proyeksi

ketenagakerjaan yang mengkaitkan angka pengangguran dengan pertumbuhan

ekonomi.

Tabel 2.41 Jumlah Penduduk Usia Kerja

yang Termasuk Bukan Angkatan Kerja di Jawa Timur Tahun 2008 – 2009

Bukan Angkatan Kerja 2009 2010

1. Sekolah 1.864.810 1.949.264 2. Mengurus Rumahtangga 5.500.513 5.624.245 3. Lainnya 1.567.651 1.459.055

Jumlah 8.932.974 9.032.564 Sumber : Hasil Sakenas 2008 – 2009, BPS Jawa Timur

Page 87: Bab ii   rkpd 2012

−95−

Gambar 2.43

Perkembangan Persentase Penduduk Miskin

di Jawa TimurTahun 2002 – 2010

Sumber :BPS, PSE 2005, PPLS 2008 dan Susenas

20.34

19.52

19.10

19.95

21.09

19.98

18.51

16.68

15.26

13

15

17

19

21

23

25

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh pengambil kebijakan terkait

dengan masalah ketenagakerjaan adalah dampak krisis ekonomi di pasar

tenaga kerja. Dampak yang paling nyata adalah turunnya pendapatan riil, baik

bagi pekerja informal (pendatang baru dalam pasar kerja) maupun bagi mereka

yang berstatus karyawan. Penurunan pendapatan riil dapat disebabkan karena

dampak langsung kenaikan harga barang dan jasa, atau bukan akibat

penurunan pendapatan nominal. Hal ini mengkonfirmasikan bahwa persoalan

ketenagakerjaan tidak selesai ketika seseorang sudah bekerja. Status sebagai

pekerja tidak memberikan jaminan bahwa dia sejahtera, dan status sebagai

penganggur tidak selalu berarti bahwa dia miskin. Implikasinya, menjadikan

penganggur sebagai kelompok sasaran utama dalam program penanggulangan

krisis merupakan langkah yang menyesatkan. Oleh karena itu kelompok yang

paling memerlukan perhatian adalah yang sudah bekerja tetapi tidak mampu

keluar dari lingkaran kemiskinan.

Persentase Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk Di Jawa Timur Tahun 2006 – 2010

Jumlah dan persentase

penduduk miskin di Jawa

Timur pada periode 2002-

2010 berfluktuasi dari tahun

ke tahun. Jumlah penduduk

miskin nampak terjadi

penurunan dari 20,34 persen

pada tahun 2002 menjadi

19,10 persen pada tahun

2004. Selanjutnya pada tahun

2005 dan 2006 (Hasil SSN

Panel Maret 2005 - 2006), terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup

drastis, yaitu menjadi 7,14 juta orang atau 19,95 persen (tahun 2005) dan 7,68

juta orang atau 21,09 persen (tahun 2006). Selanjutnya dengan adanya

program aksi mengatasi dampak kenaikan harga BBM (PAMDKB) pada tahun

2006 yang dilakukan secara berturut-turut diduga memberikan andil penurunan

persentase jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2007 persentase penduduk

miskin menjadi sebesar 19,98 persen, tahun 2008 menjadi sebesar 18,51

Page 88: Bab ii   rkpd 2012

−96−

persen dan tahun 2009 menjadi sebesar 16,68 persen, dan selanjutnya

menurun kembali menjadi 15,26 persen pada tahun 2010.

Pertumbuhan Ekonomi Adhk Tahun 2000 Jawa Timur Tahun 2006-

2010

PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku selama kurun waktu lima

tahun terakhir masing - masing Rp. 470,63 trilyun (2006), Rp. 534,92 trilyun

(2007), Rp. 621,39 trilyun (2008), Rp. 686,85 trilyun (2009), dan Rp. 778,46

trilyun (2010). Nilai PDRB yang dihasilkan tersebut masih mengandung

pengaruh perubahan harga, sehingga belum bisa digunakan untuk menghitung

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Untuk melihat pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur dapat dilihat dari PDRB atas dasar harga konstan 2000, karena

pertumbuhan ekonomi ini benar-benar diakibatkan oleh perubahan jumlah nilai

produk barang dan jasa yang sudah bebas dari pengaruh harga (pertumbuhan

riil).

Berdasarkan Tabel 2.33 dapat dilihat bahwa pada tahun 2006

perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh 5,80 persen, kemudian meningkat

pertumbuhannya menjadi 6,11 persen pada tahun 2007, menurun pada tahun

2008 menjadi 5,94 persen, 5,01 persen (2009), dan 6,76 persen (2010).

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 mencapai 5,80 persen, sedikit

melambat dari tahun sebelumnya akibat dampak dari keanikan harga BBM.

Namun seiring berjalannya waktu, perekonomian Jawa Timur mampu bangkit

pada tahun 2007 sehingga mencapai pertumbuhan sebesar 6,11 persen.

Tabel 2.42 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Tahun 2006 – 2010

Keterangan 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

1. PDRB ADHB (Miliar

Rupiah) 470.627 534.919 621.392 686.848 778.455

2. PDRB ADHK 2000 (Miliar Rupiah)

271.249 287.814 305.539 320.861 342.254

3. Pertumbuhan Ekonomi (%)

5,80 6,11 5,94 5,01 6,68

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

Membaiknya kondisi ekonomi Jawa Timur tidak bertahan lama, karena

pada akhir tahun 2007 hingga kuartal kedua tahun 2008, kenaikan harga

Page 89: Bab ii   rkpd 2012

−97−

minyak dunia meningkat hingga mencapai 147 dollar AS per barrel. Secara

perlahan, kenaikan itu juga berdampak pada kenaikan harga BBM di dalam

negeri yang pada akhirnya mendorong naiknya harga barang dan jasa. Kondisi

ini terus berlanjut dengan terjadinya krisis finansial yang dimulai dari kasus

subprime mortgage di Amerika Serikat, hingga meluas di berbagai negara di

dunia termasuk Indonesia. Bagai efek domino, Jawa Timur juga terkena imbas,

sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 melambat kembali dan hanya

mencapai 5,94 persen.

Dampak Krisis Keuangan Global yang terjadi pada akhir tahun 2008 terus

berlanjut hingga tahun 2009, ekspor beberapa komoditi unggulan Jawa Timur

khususnya ke negara-negara Amerika dan Eropa ikut merosot, dan berakibat

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2009 terus melambat dengan

hanya tumbuh sebesar 5,01 persen.

Memasuki tahun 2010, perekonomian Jawa Timur mulai menunjukkan

pertumbuhan yang menggembirakan, sebagai dampak dari membaiknya

perekonomian global yang mendorong naiknya ekspor Jawa Timur, baik ke luar

negeri atau ke luar daerah. Dengan kondisi yang kondusif tersebut,

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama tahun 2010 mampu mencapai level

6,68 persen.

Pertumbuhan Sektoral Tahun 2006 – 2010

Pada tahun 2006 perekonomian Jawa Timur sebesar 5,80 persen,

sedikit melambat dibandingkan tahun 2005 sebagai dampak terjadinya

kenaikan harga BBM. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh paling

cepat dibandingkan sektor lainnya, yaitu sebesar 9,63 persen, diikuti oleh

sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa dan jasa

perusahaan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-masing

sebesar 8,41 persen, 7,49 persen, dan 7,37 persen. Sementara itu sektor

pertanian dan sektor industri pengolahan sebagai sektor yang dominan di Jawa

Timur, hanya tumbuh sebesar 3,96 persen dan 3,09 persen.

Page 90: Bab ii   rkpd 2012

−98−

Tabel 2.43 Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2006-2010 (persen)

Sektor 2006 2007 2008 2009) 2010*)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian 3,96 3,14 3,12 3,92 2,23 2. Pertambangan & Penggalian 8,41 10,35 9,31 6,92 9,18 3. Industri Pengolahan 3,09 4,77 4,36 2,80 4,32 4. Listrik,Gas & Air Bersih 4,09 13,70 3,00 2,72 6,43

5. Konstruksi 1,43 1,21 2,71 4,25 6,64

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,63 8,39 8,07 5,58 10,67 7. Pengangkutan & Komunikasi 7,37 7,83 8,98 12,98 10,07

8. Keuangan, Sewa, & Jasa Perusahaan

7,49 8,40 8,05 5,30 7,27

9. Jasa-jasa 5,37 5,77 6,32 5,76 4,34

PDRB 5,80 6,11 5,94 5,01 6,68

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki

Pengaruh kenaikan harga BBM pada tahun 2005-2006 mulai berkurang

pada tahun 2007, sehingga tahun 2007 perekonomian Jawa Timur nampak

meningkat dengan tumbuh sebesar 6,11 persen. Sektor listrik, gas, dan air

bersih tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu sebesar 13,70

persen, diikuti sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa,

dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-

masing sebesar 10,35 persen, 8,40 persen dan 8,39 persen. Sedangkan sektor

industri pengolahan dan sektor pertanian yang masih menjadi penyumbang

terbesar kedua dan ketiga dalam perekonomian Jawa Timur hanya mampu

tumbuh 4,77 persen dan 3,14 persen.

Krisis keuangan global yang terjadi pada semester II tahun 2008

berpengaruh pada melambatnya perekonomian Jawa Timur tahun 2008,

sebesar 5,94 persen. Tercatat tiga sektorbesaryaitu sektor perdagangan, hotel

dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami

perlambatan pertumbuhan. Sektor-sektor yang masih mengalami pertumbuhan

tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan

komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan,

sewa, dan jasa perusahaan masing-masing tumbuh sebesar 9,31 persen, 8,98

persen, 8,07 persen, dan 8,05 persen.

Page 91: Bab ii   rkpd 2012

−99−

Tabel 2.44 Indeks Williamson Jawa Timur

Tahun 2005-2009

Tahun Indeks

Williamson Perubahan

(1) (2) (3)

2005 116,57 1,50644

2006 116,31 -0,22304

2007 115,71 -0,51586

2008 115,26 0,21606

2009*) 115,86 0,52056

2010**) 115,14 -0,62144

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

Dampak krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berlanjut

hingga tahun 2009, ekspor komoditas unggulan Jawa Timur ke luar negeri

menurun tajam, sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Pada tahun 2009

perekonomian Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,01 persen, dimana

sebagian besar sektor ekonomi juga tumbuh melambat. Beberapa sektor yang

masih mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor pengangkutan dan

komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-jasa masing-

masing tumbuh sebesar 12,98 persen, 6,92 persen, dan 5,76 persen. Sektor-

sektor andalan Jawa Timur seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran,

sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masing-masing hanya tumbuh

sebesar 5,58 persen, 2,80 persen dan 3,92 persen. Sementara sektor lainnya

rata-rata masih tumbuh pada level 2 sampai 4 persen.

Memasuki tahun 2010, perekonomian Jawa Timur membaik seiring dengan

membaiknya kondisi perekonomian global, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur mencapai 6,68 persen, pertumbuhan tertinggi selama lima tahun terakhir.

Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ini terutama didukung oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 10,67 persen. Membaiknya

kondisi perekonomian global memberi dampak terhadap membaiknya daya beli

masyarakat yang mendorong sektor perdagangan, baik perdagangan luar negeri

maupun perdagangan antar wilayah. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

pertambangan dan penggalian, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan

tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,07

persen; 9,18 persen, dan 7,27 persen. Sementara itu, sektor industri pengolahan

dan sektor pertanian tumbuh masing-masing sebesar 4,32 persen dan 2,23

persen.

Indeks Disparitas Wilayah Jawa Timur

Tingkat kesenjangan ekonomi antar wilayah di suatu wilayah umumnya

berfluktuasi seiring dengan tingkat

perubahan PDRB per kapitanya. Melebar

atau menyempitnya kesenjangan itu juga

dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi

masyarakat, selain itu juga sangat

dipengaruhi oleh kreatifitas Pemerintah

Daerah dalam memanfaatkan segala

potensi yang ada untuk meningkatkan

output daerah. Kondisi tersebut

Page 92: Bab ii   rkpd 2012

−100−

tergambarkan pada indeks Williamson (baca : Indeks Kesenjangan) dengan

PDRB per kapita sebagai tolok ukur penghitungan.

Kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang

ditunjukkan dengan Indeks Disparitas Williamson dalam periode tahun 2005 –

2009 mengalami kemajuan yang signifikan dengan indeks yang cenderung

menurun. Tercatat bahwa indeks pada tahun 2005 sebesar 116,57. Dari

kolom(3) Tabel di atas diketahui bahwa indeks kesenjangan tersebut

mengalami peningkatan sebesar 1,51 persen dibanding dengan tahun 2004.

Diduga karena semakin melebarnya kesenjangan pada tahun 2005 karena

dampak kenaikan harga BBM yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi

secara nasional maupun Jawa Timur. Sebagai akibat tingginya laju inflasi yang

terjadi selama tahun 2005 berdampak semakin menurunnya kemampuan daya

beli masyarakat secara umum, yang pada akhirnya semakin melebarnya

kesenjangan antar wilayah. Namun kondisi tersebut tidak berlanjut di tahun-

tahun berikutnya, dan kesenjangan semakin menyempit. Pada tahun 2006

indeks kesenjangan bernilai 116,31 atau terjadi penurunan sebesar 0,22

persen, indeks pada tahun 2007 sebesar 115,71 atau mengalami penurunan

sebesar -0,52 persen.

Adanya kenaikan harga BBM mulai 24 Mei 2008 serta terjadi krisis global

menyebabkan melebarnya tingkat kesenjangan di Jawa Timur, yaitu

ditunjukkan dengan naiknya nilai indeks Disparitas Williamson sebesar 115,26

atau mengalami kenaikan sebesar 0,22 persen dibanding tahun 2007. Kenaikan

harga BBM 2008 tidak berlangsung lama, karena pada akhir tahun 2008 harga

BBM kembali menurun secara bertahap sehingga belum berdampak

menyempitnya kesenjangan di Jawa Timur pada tahun 2009. Pada tahun 2009

indeks sebesar 115,86, masih terjadi sedikit kenaikan sebesar 0,52 persen

dibanding dengan data tahun 2008. Tetapi perekonomian semakin membaik

pada tahun 2010, dengan ditunjukkan indeks ini yang menurun menjadi 115,14

atau terjadi penurunan -0,62 persen.

Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur Tahun 2006 – 2010.

Status pembangunan manusia

Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2006 - 2010

menunjukkan kenaikan. Pada tahun 2006 nilainya 69,18, dan selanjutnya

meningkat 69,78 (2007); 70,38 (2008); 71,06 (2009) dan 71,55 (2010). Dari

hasil penghitungan IPM (lihat di Lampiran) tahun 2010, diperoleh gambaran

Page 93: Bab ii   rkpd 2012

−101−

Tabel 2.45 Perkembangan Angka IPM Selama di Jawa Timur, Tahun 2006-2010

No. Tahun IPM Angka IPM

Tertinggi

Angka IPM

Terendah

Jml. Kab dengan IPM di bawah rata-rata Jatim

Jml. Kab dengan IPM

di atas rata-rata Jatim

1. 2006 69,18 75,58 56,27 19 19

2. 2007 69,78 75,88 56,99 19 19

3. 2008 70,38 76,60 57,66 19 19

4. 2009* 71,06 76,98 58,68 19 19

5. 2010** 71,55 77,28 59,58 19 19

Sumber : BPS RI Keterangan : *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

***) Angka Sangat Sementara

bahwa 19 Kabupaten/Kota mempunyai IPM lebih tinggi daripada IPM Jawa

Timur, sedangkan 19 kabupaten lainnya memiliki nilai IPM di bawah angka IPM

Jawa Timur. Nilai IPM tertinggi dicapai oleh Kota Blitar sebesar 77,28

sedangkan urutan kedua ditempati Kota Surabaya dengan nilai IPM 77,18 dan

urutan ketiga adalah Kota Malang sebesar 77,10. Urutan terendah IPM adalah

Kabupaten Sampang dengan nilai 59,58 dimana angka ini lebih baik jika

dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang hanya sebesar 58,68.

Secara garis besar, nilai IPM di tiap kabupaten/kota mengalami kenaikan

dari tahun 2006 hingga 2009 walaupun tidak menunjukkan kenaikan yang

drastis. Kenaikan IPM ini dikarenakan adanya berbagai program pemerintah

baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk meningkatkan angka IPM, seperti

program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan

kualitas sarana prasarana masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut

juga tergantung pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan

sarana tersebut. Perlu disadari bahwa investasi pembangunan dalam rangka

pembangunan manusia yang dalam hal ini dipotret dalam angka IPM, hasilnya

tidak langsung berdampak di tahun berikutnya. Sebagai contoh usaha

peningkatan rata-rata lama sekolah (MYS) yang dimanifestasikan dalam

program wajar dikdas 9 tahun (pendidikan dasar), maka hasilnya akan terasa

pada beberapa tahun kemudian.

Page 94: Bab ii   rkpd 2012

−102−

Kecepatan Pencapaian Pembangunan Manusia

Kemajuan atau kemunduran pencapaian pembangunan manusia diukur

dengan reduksi shortfall (ketertinggalan) per tahun, dimana besaran shortfall

periode 2006-2009 adalah 1,67. Posisi masing-masing kabupaten/kota yang

berkaitan dengan pencapaian pembangunan manusia dicerminkan oleh besaran

IPM dan reduksi shortfall per tahun yang dibandingkan dengan reduksi shortfall

Provinsi Jawa Timur sebagaimana terlihat.

Pada gambar di bawah ini terdapat 9 kabupaten/kota yang memiliki

reduksi shortfall lebih tinggi dan angka IPM yang juga lebih tinggi dari angka

IPM Jawa Timur. Kemudian pada kuadran II hanya terdapat 2 kabupaten/kota

yang memiliki shortfall lebih tinggi dari shortfall Jawa Timur tetapi mempunyai

IPM yang lebih rendah daripada Jawa Timur yaitu Kabupaten Ponorogo dan

Kabupaten Ngawi. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki reduksi shortfall

dan IPM keduanya lebih rendah dari pada Jawa Timur (berada di kuadran III)

sebanyak 17 daerah. Kabupaten/kota yang berada di kuadran IV atau memiliki

IPM lebih tinggi dari Jawa Timur tetapi mempunyai reduksi shortfall rendah

sebanyak 10 daerah. Daerah yang memiliki shortfall terendah adalah Kabupaten

Bangkalan (1,48), sedangkan yang mempunyai shortfall paling bagus adalah

Kota Batu (1,79).

Berdasarkan indeks kesehatan, angka tertinggi berhasil dicapai Kota

Blitar yaitu sebesar 78,65 dan angka terendah sebesar 60,10 dicapai oleh

Kabupaten Probolinggo.

Page 95: Bab ii   rkpd 2012

−103−

Gambar 2.44 Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Berdasarkan IPM Tahun 2009 dan Reduksi Shortfall Tahun 2006-2010

Kabupaten Kota

01 Pacitan 11 Bondowoso 21 Ngawi 71 Kediri

02 Ponorogo 12 Situbondo 22 Bojonegoro 72 Blitar

03 Trenggalek 13 Probolinggo 23 Tuban 73 Malang

04 Tulungagung 14 Pasuruan 24 Lamongan 74 Probolinggo

05 Blitar 15 Sidoarjo 25 Gresik 75 Pasuruan

06 Kediri 16 Mojokerto 26 Bangkalan 76 Mojokerto

07 Malang 17 Jombang 27 Sampang 77 Madiun

08 Lumajang 18 Nganjuk 28 Pamekasan 78 Surabaya

09 Jember 19 Madiun 29 Sumenep 79 Batu

10 Banyuwangi 20 Magetan

Sumber : BPS RI

01

02

03

04

05

06

07

08

09

1011 12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

2223

2425

26

27

28

29

71

7273

74

75

76

7778

79

IPM

Shortfall

6080

1,4

1,5

III

III IV

1,6

1,7

1,8

70

Pada Gambar berikut dapat dilihat bahwa sebanyak 18 kabupaten/kota

berada pada kuadran I yang memiliki nilai IPM dan indeks kesehatan yang lebih

tinggi dari angka Jawa Timur. Hanya 2 kabupaten yang menempati kuadran II

yaitu Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Ngawi. Sedangkan pada kuadran III

terdapat 17 kabupaten yang memiliki nilai IPM dan indeks kesehatan yang lebih

rendah daripada angka Jawa Timur, termasuk di dalamnya sebagian daerah

tapal kuda. Kuadran IV ditempati oleh Kota Pasuruan dan Kota Batu.

Page 96: Bab ii   rkpd 2012

−104−

Gambar 2.45 Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Berdasarkan IPM dan Indeks Kesehatan Tahun 2010

Kabupaten Kota

01 Pacitan 11 Bondowoso 21 Ngawi 71 Kediri

02 Ponorogo 12 Situbondo 22 Bojonegoro 72 Blitar

03 Trenggalek 13 Probolinggo 23 Tuban 73 Malang

04 Tulungagung 14 Pasuruan 24 Lamongan 74 Probolinggo

05 Blitar 15 Sidoarjo 25 Gresik 75 Pasuruan

06 Kediri 16 Mojokerto 26 Bangkalan 76 Mojokerto

07 Malang 17 Jombang 27 Sampang 77 Madiun

08 Lumajang 18 Nganjuk 28 Pamekasan 78 Surabaya

09 Jember 19 Madiun 29 Sumenep 79 Batu

10 Banyuwangi 20 Magetan

Sumber : BPS RI

01

02

03

0405

06

07

08

09

10

1112

13

14

15

16

171819

20

21

22

2324

25

26

27

28

29

71

72

7374

7677

78

79

75

IPM

Indeks Kesehatan

60 8075

65

55

II

IVIII

I

Dalam usaha meningkatkan nilai indeks kesehatan sebagai penunjang

naiknya angka IPM, maka pemerintah harus mengarahkan perhatian pada

daerah yang masih memiliki indeks kesehatan rendah, yaitu dengan

pembangunan sarana kesehatan yang memadai. Selain itu masyarakat yang

berada di daerah tersebut sangat membutuhkan adanya pembinaan terhadap

pola pikir mereka tentang pentingnya pemanfaatan sarana kesehatan secara

optimal.

Page 97: Bab ii   rkpd 2012

−105−

Gambar 2.46 Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Berdasarkan IPM dan Indeks Pendidikan Tahun 2010

Kabupaten Kota

01 Pacitan 11 Bondowoso 21 Ngawi 71 Kediri

02 Ponorogo 12 Situbondo 22 Bojonegoro 72 Blitar

03 Trenggalek 13 Probolinggo 23 Tuban 73 Malang

04 Tulungagung 14 Pasuruan 24 Lamongan 74 Probolinggo

05 Blitar 15 Sidoarjo 25 Gresik 75 Pasuruan

06 Kediri 16 Mojokerto 26 Bangkalan 76 Mojokerto

07 Malang 17 Jombang 27 Sampang 77 Madiun

08 Lumajang 18 Nganjuk 28 Pamekasan 78 Surabaya

09 Jember 19 Madiun 29 Sumenep 79 Batu

10 Banyuwangi 20 Magetan

Sumber : BPS RI

01

02

0304

05

06

07

0809

10

11

1213

14

15

16

1718

1920

2122 23

24

25

26

27

28

29

71

72

73

74

7576

7778

79

IPM

Indeks Pendidikan

60

70

80

80

60

III

III

IV50

90

Dalam penghitungan IPM pada tingkat kesehatan penduduk dicerminkan

oleh besaran angka harapan hidup. Peningkatan angka harapan hidup akan

bisa dicapai apabila ada upaya untuk meminimalkan angka kematian bayi

maupun kematian ibu melahirkan. Beberapa faktor yang cukup sensitif

terhadap perubahan angka kematian bayi dan ibu adalah pola makanan yang

bergizi dan penolong kelahiran/persalinan. Variabel lainnya yaitu indeks

pendidikan pada tahun 2010 tertinggi dicapai Kota Malang (89,59) sedangkan

nilai terendah dicapai Kabupaten Sampang (52,31). Dari Gambar 4.9, kuadran I

ditempati sebanyak 19 kabupaten/kota yang mencakup seluruh wilayah kota.

Pada kuadran II terdapat 3 kabupaten/kota yang memiliki nilai IPM yang

Page 98: Bab ii   rkpd 2012

−106−

lebih rendah dari Jawa Timur dengan indeks pendidikan yang lebih tinggi dari

indeks Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Nganjuk dan

Kabupaten Madiun, sebanyak 16 Kabupaten berada di kuadran III dan tidak

ada yang menempati kuadran IV. Dari hasil penghitungan indeks kesehatan

dan indeks pendidikan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayah dengan

indeks kesehatan rendah juga merupakan daerah yang memiliki indeks

pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu semakin rendah

tingkat pendidikan yang dimiliki di suatu wilayah maka tingkat kesehatan

masyarakatpun juga semakin rendah.

Dari kedua gambar di atas terlihat bahwa kondisi kesehatan dan

pendidikan penduduk yang tinggal di sebagian besar wilayah tapal kuda relatif

rendah dibandingkan rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur, sehingga

komponen tersebut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rendahnya

angka status pembangunan manusia di wilayah tapal kuda. Rendahnya kedua

variabel tersebut, diduga karena pengaruh kultur yang cukup melekat pada

masyarakat di wilayah tersebut serta pengaruh akses terhadap fasilitas

pendidikan dan kesehatan yang relatif masih sulit bagi masyarakat tapal kuda.

Hal ini dapat diartikan bahwa usaha dalam meningkatkan IPM akan mengalami

kesulitan jika dilihat dari segi kesehatan maupun pendidikan, karena kedua

komponen tersebut berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat

yang tidak mudah mengalami perubahan.

Komponen ketiga yaitu PPP (Purchasing Power Parity / daya beli), juga

perlu dilihat seberapa jauh mempengaruhi angka IPM. Variabel ini cukup

berpengaruh, karena identik dengan capaian kesejahteraan masyarakat secara

ekonomi. Gambar berikut ini menunjukkan daerah yang berada di kuadran I

sebanyak 8 kabupaten/kota dengan 2 daerah di antaranya adalah Kabupaten

Blitar dan Kabupaten Sidoarjo, sedangkan sisanya adalah daerah perkotaan.

Tidak satupun kabupaten/kota menempati kuadran II. Pada kuadran III

ditempati oleh 19 kabupaten yang sebagian besar wilayahnya juga merupakan

daerah tapal kuda, sedangkan pada kuadran IV terdapat 11 kabupaten.

Sebaran nilai IPM dan PPP yang ditunjukkan pada Gambar tersebut

memperlihatkan bahwa nilai PPP tertinggi pada tahun 2009 dicapai oleh Kota

Surabaya (67,14) sedangkan untuk PPP terendah adalah Kabupaten Bojonegoro

(59,08).

Secara umum, nilai PPP di Jawa Timur lima tahun terakhir mengalami

perbaikan meskipun mengalami beberapa kendala akibat faktor internal dan

Page 99: Bab ii   rkpd 2012

−107−

Gambar 2.47 Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Berdasarkan IPM dan Indeks PPP Tahun 2010

Kabupaten Kota

01 Pacitan 11 Bondowoso 21 Ngawi 71 Kediri

02 Ponorogo 12 Situbondo 22 Bojonegoro 72 Blitar

03 Trenggalek 13 Probolinggo 23 Tuban 73 Malang

04 Tulungagung 14 Pasuruan 24 Lamongan 74 Probolinggo

05 Blitar 15 Sidoarjo 25 Gresik 75 Pasuruan

06 Kediri 16 Mojokerto 26 Bangkalan 76 Mojokerto

07 Malang 17 Jombang 27 Sampang 77 Madiun

08 Lumajang 18 Nganjuk 28 Pamekasan 78 Surabaya

09 Jember 19 Madiun 29 Sumenep 79 Batu

10 Banyuwangi 20 Magetan

Sumber : BPS RI

01

02

03

04

05

06

07

08

09

1011

12

13

14

15

16

1718

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29 71

727374

75

76

77

78

79

IPM

Indeks PPP

60 70 80

60

II

IV

I

III

70

eksternal. Tetapi dari pengalaman menghadapi krisis ekonomi, kabupaten/kota

dapat menggeliatkan ekonominya dan daya beli masyarakat pada tahun 2010

seluruh kabupaten/kota mengalami peningkatan sehingga mampu

mendongkrak IPM. Secara visual kondisi kabupaten/kota menurut IPM dan

Indeks PPPnya sebagaimana gambar berikut:

Page 100: Bab ii   rkpd 2012

−108−

2.3 Permasalahan Pembangunan Daerah

Dari hasil evaluasi terhadap kinerja pembangunan, masih ditemukan

berbagai permasalahan yang menjadi hambatan dalam mewujudkan target-

target yang telah direncanakan. Oleh karena itu rumusan isu strategis dan

permasalahan pembangunan di Jawa Timur sampai dengan tahun 2011 ini

adalah sebagai berikut:

1. Indeks Pembangunan Manusia

Komponen utama yang menunjang IPM adalah Indeks Kesehatan yang

dicerminkan oleh besaran angka harapan hidup dan Indeks Pendidikanyang

dihasilkan dari nilai rata-rata dari variabel Angka Melek Huruf (AMH) dan

Rata-rata Lama Sekolah (RLS).

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan angka IPM

adalah :

1) Menurunnya kemampuan orang tua dalam membiayai pendidikan;

2) Meningkatnya biaya operasional pendidikan ;

3) Tingginya angka Buta Huruf terutama masyarakat berusia diatas 65

tahun (±3,4 jt org) ;

4) Rendahnya Angka Partisipasi Sekolah terutama tingkat SLTA ;

5) Rendahnya Daya saing Siswa paska lulus sekolah ;

6) Belum optimal dan meratanya peningkatan kualitas akses Yankes ;

7) Rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ;

8) Terjadinya beban ganda penyakit dan rawan bencana serta kasus gizi

buruk ;

9) Rendahnya dukungan Kualitas lingkungan ;

10) Belum meratanya Distribusi dan kompetensi Nakes ;

11) Kurang optimalnya sistem manajemen dan regulasi kesehatan.

12) Rendahnya IPM Pendidikan Jawa Timur, khususnya daerah Tapal

Kuda (Kab. Probolinggo : 63,03 -- Bondowoso : 62,07 – Situbondo :

65,86 --Sumenep : 64,07 – Sampang : 52,01 – Bangkalan : 666,38 --

Pamekasan : 66,67 – Lamongan : 73,29 – Bojonegoro : 71,20 –

Tuban : 70,27).

2. Permasalahan Kemiskinan dan Pengangguran

1) Masih tingginya jumlah penduduk miskin (5,52 juta orang) (BPS

2010);

Page 101: Bab ii   rkpd 2012

−109−

2) Belum optimalnya peran dan fungsi Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan di setiap jenjang ;

3) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan asset-asset dan

hasil-hasil pembangunan program kemiskinan di perdesaan;

4) Rendahnya kualitas SDM tenaga kerja ;

5) Masih belum siapnya Kabupaten/kota membangun jaringan online

untuk kegiatan SIAK.

3. Isue Strategis Kesenjangan Wilayah

Kesenjangan pembangunan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur

dapat didasarkan pada tiga tinjuan, yaitu dari tinjuan ekonomi, infrastruktur

dan SDM.

• Tinjauan ekonomi: kesenjangan yang terjadi dapat diukur

berdasarkan angka pendapatan perkapita masing-masing kabupaten/kota.

Pengembangan kegiatan perekonomian pada masing-masing

kabupaten/kota akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi

kabupaten/kota. Angka pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur menunjukan bahwa adanya

ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota. Kabupaten/kota (Kota

Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten sidoarjo, Kota Malang, Kota

Mojokerto) yang berada pada kawasan utara memiliki kecenderungan

memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang besar bila

dibandingakan dengan kabupaten/kota pada kawasan selatan.

• Tinjauan infrastruktur: dapat dinilai dari peran dan fungsi Kota

Surabaya dan sekitarnya sebagai pusat pengembangan di provinsi Jawa

Timur yang memiliki daya tarik kegiatan yang sangat besar sehingga

sebagian besar kegiatan pembangunan yang ada berpusat pada Kota

Surabaya dan sekitarnya (primacy Kota Surabaya). Fungsi kota surabaya

sebagai pusat pengembangan wilayah juga menyebabkan terpusatnya

pengembangan infrastruktur pada wilayah utara dibandingkan dengan

wilayah selatan. Berdasarkan kondisi tersebut, menyebabkan terjadinya

kecenderungan ketimpangan pembangunan antara wialayah utara (Kota

Surabaya dan sekitarnya) dan wilayah selatan. Data yang menunjukan

adanya ketimpangan antara kawasan Utara dan Selatan serta kepulauan

adalah terkonsentrasinya infrastruktur strategis pendukung kegiatan

ekonomi seperti infrastruktur transportasi dan infrastruktur penunjang

Page 102: Bab ii   rkpd 2012

−110−

kegiatan perkotaan. Persebaran infrastruktur Kota Surabaya sekitar 8% dari

kepadatan infrastruktur Jawa Timur, Kabupaten Malang, Banyuwangi,

Gresik dan Sumenep memiliki proporsi sekitar 4-5%, Kabupaten/kota

lainnya memiliki proporsi rata-rata antara 1-3%. Konsentrasi perkembangan

kawasan perkotaan telah menimbulkan kesenjangan antar wilayah yang

cukup signifikan serta inefisiensi pelayanan prasarana dan sarana. Sekitar

67,08% fasilitas dan pembangunan Jawa Timur terkonsentrasi di koridor

Surabaya-Malang.

• Tinjauan SDM: dapat dilihat dari nilai IPM masing-masing

kabupaten/kota. Besaran angka IPM menurut wilayah kabupaten/kota

sangat bervariasi. Ini tercermin dari makin besarnya range antara angka

IPM atau HDI tertinggi dan terendah. Boleh jadi ini disebabkan prioritas

sasaran program maupun kebijakan yang diambil masing-masing daerah

tidak sama. Terdapat 7 kabupaten/kota dengan kategori sangat tinggi, di

antaranya Kota Blitar, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota

Madiun, Kabupaten Kediri dan Sidoarjo. Kota Blitar menempati urutan

tertinggi dengan IPM sebesar 77,28 pada tahun 2010. Adapun

kabupaten/kota yang tertinggal dalam aspek IPM adalah dengan nilai

indeks di bawah rata-rata Jatim tersebar pada 19 kabupaten/kota.

Kabupaten/kota dengan kategori nilai IPM rendah dan sangat rendah

adalah kabupaten/kota di Kepulauan Madura, dan di daerah Probolinggo

serta Bondowoso.

Berdasarkan kondisi umum dan perkembangan pembangunan

inftastruktur yang terkait dengan upaya mengatasi permasalahan

kesenjangan antar wilayah adalah :

1. Penurunan kondisi dan kinerja Jaringan Jalan Menurun Akibat Beban

Muatan Lebih;

2. Masih belum optimalnya perkembangan pembangunan jalan lintas

selatan;

3. Masih tingginya pelanggaran muatan lebih di jalan akibat belum

optimalnya pengawasan melalui jembatan timbang karena

keterbatasan fisik/peralatan, SDM dan sistem manajemen;

4. Kondisi sarana dan prasarana keselamatan Lalu Lintas Angkutan Jalan

yang belum memadai;

5. Kondisi kualitas dan kuantitas sarana dan pelayanan angkutan umum

yang masih terbatas;

Page 103: Bab ii   rkpd 2012

−111−

6. Masih banyaknya kondisi prasarana (rel, jembatan KA dan sistem

persinyalan dan telekomunikasi KA) yang telah melampui batas umur

teknis;

7. Masih kurangnya keterpaduan pembangunan jaringan transportasi

SDP dengan rencana pengembangan wilayah, pengembangan

prasarana dan sarana ASDP;

8. Belum oprimalnya pelayanan pelabuhan dalam rangka mendukung

pelayanan arus barang dan penumpang;

9. Masih adanya biaya ekonomi tinggi, dan kurangnya fasilitas prasarana

bongkar muat di pelabuhan, menambah beban bagi pengguna jasa

yang pada akhirnya menambah biaya bagi masyarakat secara umum;

10. Masih terbatasnya cakupan pelayanan air minum dan air limbah di

perkotaan dan perdesaan;

4. Bidang Lingkungan Hidup

1) Meningkatnya Pencemaran Air; Berdasarkan hasil pemantauan kualitas

air pada tahun 2010 dari 15 titik pantau oleh Perum Jasa Tirta yang

telah dianalisa oleh BLH Provinsi Jawa Timur dengan metode STORET

(Sistem Nilai dari United Stated – Environment Protection Agency)

diperoleh skor antara -29 s/d -79. Sesuai dengan Klasifikasi Mutu Air,

mutu air di DAS Brantas termasuk dalam kategori kelas C dan kelas D

dengan status cemar sedang – berat. Adapun parameter yang diukur

meliputi parameter fisika (temperatur dan zat tersuspensi), kimia (pH,

oksigen terlarut, BOD dan COD, dan lain-lain), serta biologi (fecal coli

dan total coli).

2) Menurunnya Kualitas Udara di Perkotaan; Kualitas udara di kota besar

cukup mengkhawatirkan, terutama Surabaya. Senyawa yang perlu

mendapat perhatian serius adalah partikulat (PM10), karbon monoksida

(CO), dan nitrogen oksida (NOx). Semakin meningkatnya perindustrian

dan penggunaan kendaraan bermotor sangat mempengaruhi kualitas

udara, khususnya di wilayah perkotaan, serta kejadian kebakaran hutan,

dan kurangnya tutupan hijau di perkotaan. Selain itu, limbah B3 (bahan

berbahaya dan beracun) yang berasal dari rumah sakit, industri,

pertambangan, dan permukiman juga belum dikelola secara optimal.

Tingginya biaya, rumitnya pengelolaan B3, serta rendahnya pemahaman

Page 104: Bab ii   rkpd 2012

−112−

masyarakat menjadi kendala tersendiri dalam upaya mengurangi

dampak negatif limbah terutama limbah B3 terhadap lingkungan.

3) Tingginya Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati; Banyak jenis

flora fauna terancam punah. Pelestarian plasma nutfah asli Indonesia

belum berjalan baik. Kerusakan ekosistem dan perburuan liar, yang

dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman

utama bagi keanekaragaman hayati (biodiversity).

4) Meningkatnya Kerusakan Daerah Aliran Sungai; penebangan liar dan

konversi lahan menimbulkan dampak luas, yaitu kerusakan ekosistem

dalam tatanan daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan DAS

berkondisi kritis semakin meningkat. Kerusakan DAS juga dipacu oleh

pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta

kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam

keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan

air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan

konsumsi rumah tangga

5) Menurunnya Kondisi Hutan;

• Luas kawasan hutan eksisting di Provinsi Jawa Timur adalah seluas

kurang lebih 1.364.400 Ha (28,54 % dari luas wilayah Jawa Timur),

atau menurut fungsinya terdiri dari hutan konservasi seluas kurang

lebih 233.829 Ha (4,89 %), hutan lindung seluas kurang lebih

314.720 Ha (6,58 %) dan hutan produksi seluas kurang lebih

815.851 Ha (17,07 %). Apabila ditambahkan dengan kawasan hutan

rakyat eksisting, luasan hutan eksisting di Provinsi Jawa Timur

kurang lebih 1.725.970 Ha (36,11% dari luas Provinsi Jawa Timur).

Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Salah satu

penyebabnya adalah karena fenomena alih fungsi dari kawasan

lindung menjadi budidaya

• Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo yang mencakup areal seluas

27.868,30 hektare, keberadaannya ditujukan untuk menjaga

pelestarian alam, mengembangkan pendidikan dan wisata, dan juga

berperan dalam pemeliharaan kelangsungan fungsi hidrologis Daerah

Aliran Sungai (DAS) Brantas, DAS Konto, dan DAS Kromong.

Mengingat daerah ini merupakan kawasan lindung sebagai daerah

resapan air, maka keberadaannya menjadi sangat penting bagi

kelangsungan lingkungan hidup dan air tanah untuk wilayah

Page 105: Bab ii   rkpd 2012

−113−

sekitarnya.

• Belum Berkembangnya Pemanfaatan Hasil Hutan Non-Kayu dan Jasa

Lingkungan; Hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan dari

ekosistem belum berkembang seperti yang diharapkan mengingat

nilai jasa ekosistem hutan jauh lebih besar daripada nilai produk

kayunya dengan perkiraan nilai hasil hutan kayu hanya sekitar 7%

dari total nilai ekonomi hutan, sisanya adalah hasil hutan non-kayu

dan jasa lingkungan. Dewasa ini permintaan terhadap jasa

lingkungan mulai meningkat, khususnya untuk air minum kemasan,

objek penelitian, wisata alam, dan sebagainya. Permasalahannya,

sampai saat ini sistem pemanfaatannya belum berkembang maksimal

5. Bencana Alam

1) Belum Berkembangnya Sistem Mitigasi Bencana Alam; Banyak wilayah

Jawa Timur yang rentan terhadap bencana alam. Apabila tidak disikapi

dengan pengembangan sistem kewaspadaan dini (early warning

system), maka bencana alam tersebut akan mengancam kehidupan

manusia, flora, fauna, dan infrastruktur prasarana publik yang telah

dibangun. Pengembangan kebijakan sistem mitigasi bencana alam

menjadi sangat penting dan dukungan pemahaman akan “kawasan

rawan bencana geologi” (Geological Hazards Mapping) perlu dipetakan

secara baik sehingga rencana tata ruang yang disusun dan pola

pembangunan kota disesuaikan daya dukung lingkungan lokal;

2) Banyaknya desa rawan bencana yang masih belum dibentuk sebagai

Desa Tangguh, karena pihak Kab/Kota belum peduli;

3) Masih rendahnya pengetahuan di sekolahan akan Penanggulangan

bencana, karena masih banyak sekolah yg belum dilatih dan

keterbatasan pendanaan.