BAB II Rinitis

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral (Common cold) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin

description

rinitis

Transcript of BAB II Rinitis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 PengertianRhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung.Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral (Common cold) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana kasus ini disebut sebagai rhinitis alergik. Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang disebabkan proses inflamasi yang diperantarai oleh Imunoglobin E(IgE) akibat paparan alergen pada mukosa hidung.Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.Rinitis alergi adalah radang selaput lendir yang disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitifitas/alergi tipe I, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin, rinore dan hidung tersumbat yang reversible spontan maupun dengan pengobatan.

Menurut sifatnya Rinitis dapat dibedakan menjadi dua: a.Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi. b.Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2.2 Anatomi dan Fisiologi A. Hidung Luar.Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya:a. Pangkal hidung ( bridge )b. Dorsum nasi c. Puncak hidung ( apeks )d. Ala nasie. Kolumelaf. Lubang hidung ( nares anterior )Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan ataumenyempitkan lubang hidung.Kerangka tulang terdiri dari :1. Sepasang os nasalis ( tulang hidung )2. Prosesus frontalis os maksila3. Prosesus nasalis os frontaliSedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawanyang terletak dibagian bawah hidung, yaitu :1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor )3. Beberapa pasang kartilago alar minor4. Tepi anterior kartilago septum nasi Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok yaitu :1. Kelompok dilator : m. dilator nares ( anterior dan posterior ) m. proserus kaput angulare m. kuadratus labii superior2. Kelompok konstriktor : m. nasalis m. depresor septiB. Hidung dalam Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagiananterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares posterior( koana ) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.a. VestibulumTerletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyaibanyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.b. Septum nasiSeptum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang terdiri dari : lamina perpendikularis os etmoid vomer krista nasalis os maksila krista nasalis os palatinaBagian tulang rawan terdiri dari : kartilago septum ( lamina kuadrangularis ) kolumelac. Kavum nasi Dasar hidungDasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os palatum. Atap hidungTerdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalisos maksila, korpus os.etmoid dan korpus os.sfenoid. Sebagian besar ataphidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n. olfaktoriusyang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagianteratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior Dinding lateralDinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, oslakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularisos palatum dan lamina pterigoideus medial. Konka Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknyapaling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka mediadan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konkasuprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiriyang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media,superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Meatus nasiDiantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yangdisebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasarhidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muaraduktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dansinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantarakonka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dansinus sfenoid. Dinding medialDinding medial hidung adalah septum nasi.

2.3 EtiologiRinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak.Pada anak-anak sering disertai gejala alergen lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biassanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.Berdassarkan cara masuknya alergen dibagi atas:1. Alergen Inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya susu, coklat, ikan, dan udang.3. Alergen injektan, yaitu masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau sengatan lebah4. Alergan kontaktan yaitu melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa misalnya, bahan kosmetik atau perhiasan.

2.4 WOCTerlampir

2.5 PatofisiologiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu immadiatephase alergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelah nya dan late phase alergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sebagai sel penyaji akan menangkap alergen yang menempel pada permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan oleh sel T helper. Selanjutnya limfosit B aktif dan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia seperti histamin.

2.6 Manifestasi Klinisa. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).b. Hidung tersumbat.c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangatGejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.

2.7 Komplikasi1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.3. Sinusitis kronikOtitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.4. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.

2.8 Penatalaksanaan 1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebab2. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. 3. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain.4. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas5. Penggunaan Imunoterapi.Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah alergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan obat-obat yang biasanya dipakai baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi yang sering dipakai adalah antihistamin H1 dengan dekongestan. Medikamentosa diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama. Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan.

2.9 Pemeriksaan Laboratorium1. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis esinofil pada spesimen sekret hidung.2. Pemeriksaan in vivoDilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.

Tika ini daftar pustaka nyaCarpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGCDoengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGCPrice, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGCDorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGCSoepardi, efiaty arsyad. 1997. Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta : fakultas kedokteran universitas indonesia