BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

download BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

of 28

Transcript of BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    1/28

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Analisis Teoritis dan Penelitian yang Relevan

    2.1.1 Faktorisasi Aljabar

    2.1.1.1 Pengertian Bentuk Aljabar

    Bentuk aljabar adalah sebuah gabungan bilangan biasa dan huruf-huruf yang

    dipasangkan dengan bilangan-bilangan tersebut (Spiegel, 1999: 11). Misalnya ax

    2

    +

    bx + c = 0, 3a2b, 6x

    2 + 7xy,dan sebagainya. Pada contoh ax2 + bx + c = 0, a, b, c,x

    dan 0 adalah lambang-lambang aljabar, dimana a dan b disebut koefisien, c disebut

    konstanta, sedangkanx2

    danx disebut variabel.

    Koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk aljabar. Variabel

    (peubah) adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya

    dengan jelas. Konstanta adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan

    dan tidak memuat variabel. Suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta

    pada bentuk aljabar yang dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih. Suku sejenis

    (serupa) adalah suku-suku yang mempunyai faktor huruf (variabel) yang sama dan

    pangkat pada setiap variabel yang bersesuaian juga sama. Monomial adalah

    pernyataan aljabar yang hanya terdiri dari satu suku. Polinomial adalah pernyataan

    aljabar yang lebih dari dua suku.

    2.1.1.2 Pemfaktoran

    Faktor dari sebuah bilangan adalah salah satu dari dua atau lebih bilangan

    yang apabila dikalikan menghasilkan bilangan itu sendiri, sehingga faktor dari

    sebuah pernyataan aljabar dapat diartikan sebagai salah satu dari dua atau lebih

    pernyataan aljabar yang apabila dikalikan menghasilkan pernyataan aljabar itu

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    2/28

    8

    sendiri (Barnett, et al., 2008). Sebagai contoh:

    1.30 = 2 3 5 2, 3, dan 5 merupakan faktor-faktor dari 30.

    2.x24 = (x2) (x2) (x2) dan (x2) merupakan faktor-faktor darix24.Proses penulisan sebuah bilangan atau pernyataaan aljabar sebagai hasil

    perkalian dari bilangan-bilangan atau pernyataan-pernyataan aljabar lainnya disebut

    dengan pemfaktoran (Barnett, et. all., 2008). Proses pemfaktoran secara umum

    hanya dibatasi untuk mendapatkan faktor-faktor polinomial dengan koefisien

    bilangan bulat pada setiap suku-sukunya (Spiegel, 1999: 26). Dalam hal tersebut

    dikehendaki bahwa faktor-faktor dari suatu pernyataan aljabar juga merupakan

    polinomial dengan koefisien bilangan bulat. Sebagai contoh:

    1. (x1) tidak dapat difaktorkan menjadi ( , sebab faktor-faktorini bukan polinomial dengan koefisien-koefisien bilangan bulat.

    2. (x23y2) tidak dapat difaktorkan menjadi ( ) ( ), sebab faktor-faktor ini bukan polinomial dengan koefisien-koefisien bilangan bulat.

    3. 3x + 2y tidak dapat difaktorkan menjadi , sebab bukanpolinomial dengan koefisien bilangan bulat.

    Sebuah polinomial yang diberikan dengan koefisien bilangan bulat dikatakan

    menjadi prima apabila polinomial tersebut tidak dapat difaktorkan menurut batasan

    yang sudah ditetapkan. Jadi, telah dinyatakan

    sebagai perkalian dari faktor-faktor prima dan . Artinya, sebuah

    polinomial dikatakan telah difaktorkan secara lengkap apabila polinomial tersebut

    dinyatakan sebagai perkalian dari faktor-faktor prima (Spiegel, 1999: 26).

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    3/28

    9

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemfaktoran adalah sebagai

    berikut:

    a. Dalam faktor diijinkan mengubah tanda yang tidak berarti. Jadi dapat difaktorkan sebagai atau . Dapat

    ditunjukkan bahwa faktorisasi ke dalam faktor-faktor prima selain dari perubahan

    tanda yang tak berarti dan pengaturan faktor-faktor adalah mungkin hanya ada

    satu cara untuk memfaktorkan. Hal ini sering disebut sebagai Teorema Faktorisasi

    Tunggal.

    b. Kadang-kadang definisi dari prima berikut digunakan. Sebuah polinomialdikatakan menjadi prima apabila polinomial tersebut tidak mempunyai faktor-

    faktor positif atau negatif kecuali polinomial itu sendiri dan . Jadi analog

    dengan definisi bilangan prima atau bilangan bulat seperti 2, 3, 5, 7, 11, . . . . dan

    tampak menjadi sama dengan definisi sebelumnya.

    c. Sesekali boleh memfaktorkan polinomial-polinomial dengan koefisien-koefisienrasional, misalnya

    . Dalam kasus-kasus seperti itu

    faktor-faktor harus polinomial-polinomial dengan koefisien rasional.

    2.1.1.3 Bentuk-Bentuk Khusus Pemfaktoran

    a. Faktor Persekutuan MonomialBentuk pemfaktoran aljabar yang mempunyai faktor persekutuan monomial

    menurut Spiegel (1999: 27) adalah:

    Contoh:

    1) 2) ( )

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    4/28

    10

    b. Selisih Dua KuadratBentuk pemfaktoran selisih dua kuadrat menurut Spiegel (1999: 27) adalah :

    .

    Contoh:

    1) dimana 2) dimana a = 2y , b = 3y

    c. Trinomial Kuadrat SempurnaSebuah trinomial adalah kuadrat sempurna apabila dua sukunya adalah kuadrat

    sempurna dan suku ketiganya adalah dua kali hasil kali akar kuadrat dari dua suku

    lainnya.

    Bentuk pemfaktoran trinomial kuadrat sempurna menurut Spiegel (1999: 27)

    adalah sebagai berikut:

    Contoh:

    1) 2)

    d. Trinomial-Trinomial LainnyaBentuk pemfaktoran trinomial lainnya menurut Spiegel (1999: 27) adalah

    sebagai berikut:

    Contoh:

    1) dimana sehingga

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    5/28

    11

    jumlahnya dan hasil kalinya .

    1) dimana sehinggajumlahnya dan hasil kalinya .

    2) dimana ac = 3, bd = -2, ad + bc = -5dengan percobaan ditemukan bahwa

    memenuhi .

    3) 4)

    2.1.2 Pendekatan Pembelajaran

    Setiawan (2008: 3) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran

    merupakan jalan yang akan ditempuh guru dan siswa dalam mencapai tujuan

    pembelajaran dilihat dari mana materi itu disajikan. Sedangkan menurut Sagala

    (2008: 68)

    Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan

    pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi

    bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan

    menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman

    yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu

    kesatuan disiplin ilmu.

    Menurut Markaban (2008: 9) pendekatan pembelajaran adalah cara pandang

    terhadap pembelajaran dari sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman terhadap

    pembelajaran yang selanjutnya diikuti perlakuan pada pembelajaran tersebut.

    Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelasan untuk mempermudah bagi para guru

    memberikan pelayanan belajar dan juga bagi siswa untuk mempermudah memahami

    materi ajar yang disampaikan guru. Pada intinya pendekatan pembelajaran dilakukan

    oleh guru untuk menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    6/28

    12

    bagian lainnya berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk

    mempelajari konsep, prinsip, atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu.

    Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar siswa adalah

    pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan tersebut bertolak pada

    aspek psikologi siswa, yaitu dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan siswa,

    kemampuan intelektual, dan kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan

    belajar siswa. Pendekatan pembelajaran dilakukan sebagai strategi yang dipandang

    tepat untuk memudahkan siswa memahami materi pelajaran (Sagala, 2008: 71).

    2.1.2.1 Pendekatan Penemuan Terbimbing

    Menurut teori konsturuktivisme pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit

    yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba.

    Pengetahuan bukan merupakan seperangkat fakta-fakta atau konsep-konsep yang

    siap diambil dan diingat. Tetapi siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan itu

    dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk

    memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut

    dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri

    (Suwangsih, 2006: 114). Hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui

    siswa, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang

    sedang dipelajari. Jadi, menurut teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang

    aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna

    dari sesuatu yang mereka pelajari. Pembelajaran dengan penemuan dapat

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau

    seluruh materi yang diajarkan dengan menghubungkan dan mengaitkan informasi itu

    pada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    7/28

    13

    Menurut Jerome Bruner (Markaban, 2008: 9) penemuan adalah suatu proses.

    Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui pemecahan masalah,

    praktek membentuk, dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar

    dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan. Bruner (Markaban, 2008: 10)

    mengilustrasikan sebuah contoh pembelajaran melalui penemuan di dalam bukunya

    Toward a Theory of Instruction. Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa seorang siswa

    dihadapkan dengan potongan-potongan persegi yang ukurannya x, persegi panjang

    yang berukuran panjang x dan lebar satu satuan, dan persegipersegi satuan. Siswa

    harus membangun persegi dengan potongan-potongan tersebut sebanyak yang

    diperlukan dan siswa diharapkan dapat menduga suatu kesimpulan mengenai

    binomial, misalnya (x + 1)2, (x + 2)

    2, dan (x + 3)

    2serta melihat hubungannya dengan

    memperhatikan ukuran bangun persegi yang terbentuk seperti terlihat pada Gambar 1

    berikut.

    Hamalik (2002: 134) menyatakan penemuan adalah suatu prosedur mengajar

    yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimen oleh

    siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep.

    Pembelajaran dengan penemuan merupakan praktek pendidikan yang meliputi

    strategi mengajar yang memajukan cara belajar aktif., berorientasi pada proses,

    mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif (Hamalik, 2002: 192). Dalam

    Gambar 1. Penemuan Binomial

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    8/28

    14

    pembelajaran dengan penemuan siswa menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip

    yang baru bagi dirinya sendiri. Sementara itu, Gulo (2002: 84) menyatakan

    pendekatan penemuan penekanannya lebih kepada ditemukannya konsep atau

    prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh siswa.

    Pendekatan penemuan bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek

    dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk bekembang secara

    optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang

    sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar

    (Sagala, 2008: 196). Sedangkan peranan guru dalam pembelajaran lebih banyak

    menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar

    siswa. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri dalam

    bentuk kelompok memecahkan permasalahan bersama-sama dengan bimbingan guru.

    Sagala (2008: 196) menyatakan pendekatan penemuan merupakan pendekatan

    mengajar yang meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah,

    pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan

    kekreatifan dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai

    subjek yang belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu

    dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa. Tugas berikutnya dari guru

    adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka pemecahan masalah.

    Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan dari guru masih tetap diperlukan,

    namun campur tangan atau intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan

    masalah harus dikurangi.

    Adapun lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan

    penemuan menurut Sagala (2008: 197), yakni: (1) perumusan masalah untuk

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    9/28

    15

    dipecahkan siswa; (2) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan

    hipotesis; (3) siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab

    permasalahan/hipotesis; (4) menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; dan (5)

    mengaplikasikan kesimpulan/ generalisasi dalam situasi baru. Metode mengajar

    yang biasa digunakan guru dalam pendekatan penemuan antara lain metode diskusi

    dan pemberian tugas, diskusi untuk memecahkan permasalahan dilakukan dalam

    kelompok yang terdiri dari 3-5 siswa dengan arahan dan bimbingan guru (Sagala,

    2008: 197).

    Penerapan pembelajaran dengan pendekatan penemuan tebagi menjadi dua,

    yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Di dalam penemuan murni,

    masalah yang ditemukan semata-mata ditentukan oleh siswa, begitu pula dengan

    jalannya penemuan (Setiawan, 2008: 31).Pendekatan penemuan murni kurang tepat

    karena pada umumnya sebagian besar siswa masih memerlukan pemahaman konsep

    dasar untuk menemukan konsep, prinsip, atau rumus yang baru. Hal ini terkait erat

    dengan karakteristik pelajaran matematika yang lebih bersifat deductive reasoning

    dalam perumusannya. Di samping itu untuk sekolah lanjutan/menengah jika konsep

    atau prinsip dari materi dari hasil pengembangan silabus harus dipelajari dengan cara

    ini, guru bisa kekurangan waktu dan tidak banyak materi matematika yang dapat

    dipelajari siswa. Selain itu, pada umumnya siswa terlalu tergesa-gesa menarik

    kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri. Karena hal tersebut,

    muncul suatu pendekatan yang disebut dengan pendekatan penemuan terbimbing.

    Dalam pembelajaran pendekatan penemuan terbimbing siswa didorong untuk

    berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang

    difasilitasi guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    10/28

    16

    kemampuannya dan pada materi yang dipelajari. Menurut Setiawan (2008: 33)

    terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran

    dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing:

    1)Tujuan harus jelas.2)Pikirkan, sejauh mana bimbingan perlu diberikan. Siswa yang kurang

    pengalaman memerlukan lebih banyak bimbingan.

    3)Tentukan, bagaimana siswa akan dapat memeriksa konjektur lebih lanjut.4)Rencanakan materi latihan sesudah penemuan.

    Setiawan (2008: 33) menegaskan penerapan pendekatan penemuan terbimbing

    dalam pembelajaran matematika perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

    1)Siswa memerlukan tambahan bimbingan bila penemuan sama sekali baru bagimereka. Yang perlu ditekankan ialah bagaimana mereka tidak sangat tergantung

    pada guru.

    2)Gunakan pertanyaan pengarahan yang baik, bila anda menemui konjektur salah.Jangan sekedar Tidak! Bukan itu! Salah!.

    3)Siapkan tugas lanjutan bagi yang terdahulu menemukan, sehingga siswa(kelompoknya) tidak melupakan penemuan, atau tidak membantu kelompok lain.

    4)Yakinkan bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.5)Verbalisasi penemuan serahkan kepada siswa.6)Seringkali penemuan terbimbing dikaitkan dengan lembar kerja siswa, namun ini

    bukan suatu keharusan. Dan bila menggunakan lembar kegiatan siswa harus

    dirancang agar mengarah ketujuan.

    Urutan langkah-langkah di dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan

    penemuan terbimbing menurut Setiawan (2008: 32) adalah sebagai berikut :

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    11/28

    17

    1) Guru merumuskan masalah yang akan dihadapkan kepada siswa, dengan data

    secukupnya. Perumusan harus jelas, dalam arti tidak menimbulkan salah tafsir,

    sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

    2)Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasikan,dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan

    sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk

    melangkah kearah yang tepat. Misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan, kurang

    tepat jika guru memberikan informasi banyak sekaligus.

    3)Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.4)Bila perlu konjektur di atas diperiksa oleh guru. Hal ini perlu dilakukan untuk

    meyakinkan kebenaran prakiraan siswa.

    5)Bila telah diperoleh kepastian kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasikonjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Sesudah

    siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal tambahan

    untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

    Dengan memperhatikan uraian pendekatan penemuan terbimbing, maka dapat

    disimpulkan kelebihan dari pendekatan penemuan terbimbing, adalah: (1) siswa

    dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran; (2) siswa memahami dengan baik

    bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya, sehingga pelajaran

    tersebut lebih lama diingat; (3) menemukan sendiri menemukan rasa puas yang dapat

    meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa; (4) siswa yang memperoleh

    pengetahuan dengan penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke

    berbagai konteks; (5) pembelajaran dengan pndekatan ini melatih siswa untuk belajar

    sendiri.

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    12/28

    18

    2.1.2.2 Pendekatan Ekspositori

    Pendekatan ekspositori merupakan pendekatan yang sering digunakan dalam

    pembelajaran matematika. Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah

    laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/

    pengajar (Sagala, 2008: 78). Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah

    menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. siswa dipandang sebagai objek yang

    menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi

    mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan,

    yang dikenal dengan istilah kuliah atau ceramah. Dalam pendekatan ini siswa

    diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan guru,

    serta mengungkapkan kembali apa yang dimilikinya melalui respons yang siswa

    berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru.

    Komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan ekspositori

    adalah komunakasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi (Sagala, 2008: 78). Oleh

    karena itu kegiatan belajar siswa menjadi kurang optimal, sebab terbatas pada

    mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada guru. Guru

    yang kreatif biasanya dalam memberikan penjelasan kepada siswa menggunakan alat

    bantu seperti gambar, bagan, grafik, dan lain-lain disamping member kesempatan

    kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan.

    Kegiatan belajar yang bersifat menerima terjadi karena guru menggunakanpendekatan ekspositori dalam mengajar baik pada tahap perencanaan maupun

    pelaksanaannya. Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat

    pengajaran karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu

    konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam memperoleh pola, aturan dalil,

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    13/28

    19

    member contoh soal beserta penyelesaiannya, member kesempatan siswa untuk

    bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini.

    Sagala (2008: 79) menjelaskan dalam pendekatan ekspositori guru berperan

    lebih aktif, lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswanya, karena guru

    telah mengelola dan mempersiapkan bahan ajaran secara tuntas, sedangkan siswanya

    berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan pengelolaan bahan, karena hanya

    menerima bahan ajaran yang disampaikan guru. Dalam pendekatan ekspositori ini

    Makmun (Sagala, 2008: 79) mengemukakan bahwa guru menyajikan bahan dalam

    bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga siswa

    tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib.

    Secara garis besar prosedur pembelajaran dengan pendekatan ekspositori

    menurut Sagala (2008: 79) yaitu: (1) persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan

    bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi; (2) pertautan (apperception) bahan

    terdahulu yaitu guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan

    perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan; (3) penyajian (presentation)

    terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara member ceramah atau

    menyuruh siswa membaca bahan yang telah dipersiapkan diambil dari buku, teks

    tertentu, atau ditulis oleh guru; dan (4) evaluasi (recitation) yaitu guru bertanya dan

    siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa yang disuruh

    menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari

    lisan atau tulisan.

    2.1.3 Media Pembelajaran

    Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari

    medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    14/28

    20

    atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media pendidikan yakni

    media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran.

    Proses pembelajaran dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan

    yang tepat pula. Sagala (2008: 169) berpendapat bahwa pada dasarnya sesuai dengan

    perkembangan siswa sebagai anak, pembelajaran lebih mengutamakan sifat konkret,

    sehingga alat mengajar pun dimulai pemilihannya dari sifat itu seperti yang

    digambarkan oleh Edgar Dale pada Gambar 2 tampak sebuah kerucut yang

    bertingkat sifatnya mulai dari yang paling abstrak sampai yang paling konkret jika

    dilihat dari atas ke bawah. Kerucut pengalaman Edgar Dale ini memberi arti bahwa

    dalam menggunakan media pendidikan mula-mula berupaya dengan media yang

    paling konkret, yaitu direct purposeful experience atau pengalaman sengaja yang

    langsung.

    Pendidikan yang disertai media yang tepat, selain memudahkan siswa dalam

    mengalami, memahami, mengerti, dan melakukan juga menimbulkan motivasi yang

    Gambar 2. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    15/28

    21

    lebih kuat ketimbang semata-mata dengan menggunakan kata-kata yang abstrak

    (Sagala, 2008: 169). Dengan bantuan berbagai media atau alat bantu belajar maka

    pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan

    tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna. Berbagai macam alat bantu belajar antara

    lain bahan tercetak, alat-alat yang dapat dilihat (media visual), alat yang dapat

    didengar (media audio) dan alat-alat yang dapat disentuh (alat peraga).

    2.1.3.1 Lembar Kerja Siswa (LKS)

    Menurut Trianto (2010: 11) LKS adalah panduan siswa yang digunakan untuk

    melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS memuat

    sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk

    memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai

    indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

    Jenis-jenis LKS yang dapat dikembangkan oleh guru menurut Sutedjo (2008:

    40-49) adalah sebagai berikut:

    1. LKS yang membantu siswa menemukan konsep.2. LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep

    yang telah ditemukan

    3. LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar.4. LKS yang berfungsi sebagai penguatan.5. LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

    Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran

    adalah sebagai berikut:

    1. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.

    2. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    16/28

    22

    3. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan

    proses.

    4. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses

    pembelajaran.

    5. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari

    melalui kegiatan belajar.

    6. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang

    dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

    Pada pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan

    terbimbing guru hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator. Guru membimbing

    siswa jika diperlukan dan siswa didorong berpikir sendiri untuk menemukan prinsip

    umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru. Sebagai mediator guru dapat

    menyediakan media berupa LKS. Pada LKS tersebut siswa akan diberikan petunjuk-

    petunjuk untuk menemukan konsep-konsep atau rumus-rumus faktorisasi aljabar.

    Penggunaan LKS diharapkan dapat membantu siswa untuk menemukan

    konsep/rumus secara mandiri dan memudahkan siswa dalam mempelajari materi

    faktorisasi aljabar.

    2.1.3.2 Alat Peraga Blok Aljabar

    Menurut Estiningsih (Widyantini & Sigit, 2008: 3) alat peraga merupakan

    media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang

    dipelajari. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari

    konsep, agar siswa mampu memahami arti konsep tersebut. Dengan melihat,

    menggunakan, dan memanipulasi obyek/alat peraga maka siswa mempunyai

    pengalaman dalam kehidupan sehari-hari tentang arti dari suatu konsep. Menurut

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    17/28

    23

    Rusyan (Sagala, 2008: 56) salah satu prinsip dalam proses pembelajaran yang

    berlaku secara umum adalah proses pembelajaran berlangsung dari yang sederhana

    meningkat kepada yang kompleks, dari yang konkret kepada yang abstrak, dari yang

    khusus ke umum, dari yang mudah ke sulit, dari induksi ke deduksi.

    Bruner membagi proses belajar siswa menjadi tiga tahap yaitu tahap enaktif,

    ikonik, dan simbolik (Widyantini & Sigit, 2008: 4).

    1. Tahap EnaktifPada tahap ini, siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan

    menggunakan benda konkrit atau menggunakan situasi nyata bagi para siswa.

    2. Tahap IkonikTahap ikonik yaitu siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar

    atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkrit

    atau nyata.

    3. Tahap SimbolikTahap simbolik yaitu tahap dimana siswa mewujudkan pengetahuannya dalam

    simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain siswa harus mengalami proses

    berabstraksi.

    Proses pembelajaran sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda nyata

    terlebih dahulu. Karenanya ketika proses pembelajaran matematika berlangsung

    sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata untuk topik-topik tertentu

    yang dapat membantu pemahaman siswa.

    Adapun beberapa kriteria pemilihan alat peraga menurut Widyantini & Sigit

    (2008: 5):

    1. Alat peraga dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    18/28

    24

    kompetensinya oleh siswa.

    2.Alat peraga dapat membantu memahami konsep materi pembelajaran dan bukan

    sebaliknya.

    3. Alat peraga mudah diperoleh atau dibuat oleh guru.4. Alat peraga mudah penggunaannya.5. Alat peraga disesuaikan dengan tahap berpikir siswa.

    Karakteristik matematika yang abstrak, membuat siswa sulit mempelajarinya.

    Oleh karena itu guru perlu menggunakan alat peraga. Alat peraga matematika adalah

    suatu benda konkrit yang dapat dimanipulasi, guna menjembatani abstraksi

    matematika dan pencapaian kemampuan matematika tingkat tinggi. Salah satu alat

    peraga dalam matematika adalah blok aljabar.

    Blok aljabar atau dikenal juga dengan sebutan Blok Al-Khawarizmi merupakan

    alat peraga berupa model geometri yang digunakan untuk mengkonkritkan

    pengertian variabel dan konstanta dalam aljabar yang merupakan konsep abstrak.

    Merupakan model geometri karena alat ini berupa blok yang berbentuk bangun

    geometri, yaitu persegi dan persegi panjang, dan penggunaan alat ini juga mengacu

    pada prinsip-prinsip yang ada dalam geometri, yaitu konsep panjang, lebar, dan luas.

    Memfaktorkan artinya menyatakan suatu bentuk aljabar ke dalam perkalian

    dua bentuk aljabar. Dalam geometri luas daerah suatu persegi panjang merupakan

    hasil kali panjang dan lebar yang dapat dikatakan juga merupakan perkalian dari dua

    bilangan, sehingga dapat dikatakan memfaktorkan adalah menguraikan luas persegi

    panjang ke dalam panjang dan lebarnya.

    Blok aljabar digunakan dengan cara menyusunnya sesuai dengan simbol pada

    aljabar, kemudian diotak-atik dan dipindah-pindah untuk memahami simbol-simbol

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    19/28

    25

    dan mencari penyelesaian pada pelajaran faktorisasi aljabar. Sesuatu yang dapat

    dimanipulasi, diotak-atik, dipindahkan dan disusun untuk mendapatkan ssesuatu

    yang baru, merupakan sebuah pendekatan yang baru (Sobel, et al., 2003: 136).

    Alat peraga blok aljabar terdiri dari tiga jenis blok, yaitu:

    a. blok untuk lambangx2

    (persegi)

    b. blok untuk lambangx (persegi panjang)

    c. blok untuk lambang satuan (persegi)

    Penggunaan blok aljabar menurut Wahidin (2011: 2) adalah sebagai berikut :

    I. Bentuk Umum: ax2 + bx + c = 0Keterangan:

    a, b, dan c merupakan bilangan riila, koefisienx2, a 0b, koefisienxc, konstanta

    II.Memfaktorkan Persamaan Kuadrat1. Bentukax + bxContoh:x2 + 2x

    Ambil 1 model ukuran x2 dan 2 model ukuran x, kemudian disusun sehingga

    membentuk persegi panjang.

    Sehingga faktor darix2

    + 2x adalahx dan (x + 2). Jadi,x2

    + 2x =x(x + 2)

    x2 1x

    x

    x

    1

    1

    1x

    x2 2x x

    (x + 2)

    Gambar 3. Blok Aljabar

    Gambar 4. Pemfaktoran x+ 2xdengan Menggunakan Blok Aljabar

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    20/28

    26

    2. Bentuk Selisih Dua Kuadratx2y2Untuk membuktikan bahwa x

    2

    y

    2

    = (x + y)(xy) dapat dilakukan dengan

    eksperimen memotong persegi.

    Setelah persegi kecil dengan panjang sisi y dipotong maka luas yang tersisa

    adalah x2 y2. Persegi panjang yang terbentuk dari potongan kertas sisanya

    mempunyai luas (x +y)(xy). Karena kertas sisa yang mempunyai luasx

    2

    y

    2

    hanya

    disusun menjadi persegi panjang maka dapat disimpulkan bahwa x2y

    2= (x +y)(x

    y) (Sobel, et. all., 2003)

    Contoh: x29

    Gambar 5. Bentuk Selisih Dua Kuadrat

    Gambar 6. Pemfaktoranx

    2

    9 (Selisih Dua Kuadrat) dengan MenggunakanBlok Aljabar

    x + y

    x - y

    x - y

    x - y

    x

    y

    y

    x

    x

    x

    Dikeluarkan Disusun kembali, sehingga membentuk persegi panjang

    (x

    3)

    9

    (x + 3)

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    21/28

    27

    Keterangan:

    Dikeluarkan persegi satuan sebanyak 9 Disusun kembali materialnya, sehingga membentuk persegipanjang yang

    berukuran (x3) dan (x + 3)

    Jadix29 = (x3)(x + 3)3. Bentukx2 + 2xy + y2 danx22xy +y2Contoh: x

    2+ 6x + 9

    Sehingga faktor darix2

    + 6x + 9 adalah (x + 3) dan (x + 3).

    Jadi,x2 + 6x + 9 = (x + 3)(x + 3)

    Contoh:x22x + 1

    Gambar 7. Pemfaktoran x+ 6x+ 9 (x2

    + 2xy+ y2) dengan Menggunakan

    Blok Aljabar

    x

    x

    x

    dikeluarkan

    dimasukkan

    x

    Gambar 8. Pemfaktoran x2x+ 1 (x22xy+ y

    ) dengan Menggunakan

    Blok Aljabar

    (x + 3)

    (x

    +

    3)

    x2 96x

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    22/28

    28

    Sehingga faktor darix22x + 1 adalah (x1) dan (x1)

    Jadi,x

    2

    2x + 1 = (x1) (x1)

    4. Bentukax2 + bx + c dengan a = 1Contoh:

    a. x2

    + 6x + 8 (cbernilai positif)

    Sehingga faktor darix2 + 6x + 8 adalah (x + 2) dan (x + 4).

    Jadix

    2

    + 6x + 8 = (x + 2)(x + 4)

    b. x2

    +x2 (c bernilai negatif)

    Gambar 9. Pemfaktoran x+ 6x+ 8 (ax+ bx+ c) dengan a= 1 (cpositif)

    Menggunakan Blok Aljabar

    Gambar 10. Pemfaktoran x+ x2 (ax+ bx+ c) dengan a= 1 (c negatif)

    Menggunakan Blok Aljabar

    x2

    6x 8

    (x + 4)

    (x

    +

    2)

    Dimasukkan

    Dikeluarkan

    (x1)

    (x

    +

    2)

    xx

    x

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    23/28

    29

    Keterangan:

    Dikeluarkan persegi satuan sebanyak 2 Disusun kembali materialnya, sehingga membentuk persegipanjang yang

    berukuran (x1) dan (x + 2)

    Jadix2 +x2 = (x1)(x + 2).5. Bentukax2 + bx + c dengan a 1Contoh: 2x

    2+ 7x + 5

    Sehingga faktor dari 2x2

    + 7x + 5 adalah (x + 1) dan (2x + 5).

    Jadi, 2x2

    + 7x + 5 = (x + 1)(2x + 5)

    2.1.4 Hasil Belajar Matematika

    Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

    pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam pembelajaran.

    Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru

    tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuantujuan belajar melalui

    kegiatan belajar.

    Menurut Sudjana (1989: 23) hasil belajar merupakan kemampuan-

    kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman

    belajarnya, yang pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang

    Gambar 11. Pemfaktoran ax+ bx+ cdengan a 1 Menggunakan Blok

    Aljabar

    2x2

    7

    (2x + 5)

    (x

    +

    1)

    5

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    24/28

    30

    mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut

    Dimyati & Mudjiono (2003: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu

    interaksi tindakan belajar dan tidak mengajar. Dari sisi siswa, hasil belajarmerupakan berakhirnya pengalaman dan puncak proses belajar mengajar.

    Hasil belajar matematika adalah tingkat kemampuan atau penguasaan yang

    dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika sesuai dengan

    tujuan pembelajarannya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar

    banyak menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin S. Bloom dan kawan-

    kawannya yang lebih dikenal dengan istilah taksonomi Bloom. Bloom, et al.

    (Sudijono, 2005: 49) berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan

    pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (binaan atau

    ranah) yang melekat pada diri siswa, yaitu: (1) ranah proses berpikir (cognitive

    domain); (2) ranah nilai atau sikap (affective domain); dan (3) ranah keterampilan

    (psychomotor domain). Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling

    banyak dinilai para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa

    dalam menguasai bahan pembelajaran.

    Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa maka digunakan evaluasi

    belajar, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara kontinu dengan menggunakan

    alat evaluasi seperti tes, baik pilihan ganda maupun uraian. Dari hasil evaluasi

    tersebut guru dapat menilai sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai.

    Hasil belajar dari segi pengetahuan (kognitif) dikatakan meningkat apabila

    kriteria ketuntasan belajar telah tercapai atau hasil yang dicapai meningkat dari

    pembelajaran sebelumnya. Kriteria ketuntasan belajar yang digunakan yaitu jika

    siswa per individual memperoleh tingkat ketercapaian nilai 67. Kriteria ketuntasan

    pembelajaran suatu mata pelajaran yaitu jika hasil belajar siswa (kelas) mencapai

    85%. Jadi, hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah kemampuan yang

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    25/28

    31

    dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan faktorisasi

    aljabar yang dilihat dari ranah kognitif dan memperoleh tingkat ketercapaian 67.

    2.1.5 Penelitian yang Relevan

    1. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhaniah (2009) yang berjudul PenerapanPendekatan Penemuan Terbimbing pada Materi Titik Stasioner Suatu Fungsi di

    Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Palangka Raya disimpulkan bahwa hasil belajar

    siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing

    menunjukkan hasil yang baik ditunjukkan dari hasil tes akhir tindakan sebesar

    88,02%.

    2. Penelitian yang dilakukan oleh Sinurat (2009) yang berjudul Perbedaan HasilBelajar Matematika Siswa yang Diajarkan dengan Pendekatan Penemuan

    Terbimbing dan Pendekatan Ekspositori pada Materi Aturan Sinus dan Kosinus di

    Kelas X SMA Negeri 4 Palangka Raya diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar

    matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan penemuan terbimbing lebih

    baik dari pada pendekatan ekspositori.

    3. Penelitian Ayuni (2010) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar MatematikaSiswa yang Diajarkan dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing dan Pendekatan

    Konvensional pada Materi Segitiga di Kelas VII SMPN 9 Palangka Raya

    diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajarkan

    dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing lebih baik dari pada yang

    diajarkan dengan pendekatan konvensional.

    4. Penelitian Widodo (2010) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar FaktorisasiSuku Aljabar Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Blok Aljabar Siswa Kelas

    VIII C Semester 1 SMP Negeri 3 Purwerejo Tahun Pelajaran 2010/ 2011

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    26/28

    32

    disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan menggunakan blok aljabar

    mampu meningkatkan hasil belajar siswa yaitu pada siklus I siswa yang mampu

    melampaui KKM sebesar 79, 17% dengan indikator kinerja 85%. Sedangkan

    setelah siklus II siswa yang mampu melampaui KKM sebesar 91, 67% dengan

    indikator kinerja 85%.

    5. Penelitian Nurani (2012) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Pada MateriPerkalian Aljabar Dengan Menggunakan Alat Peraga Blokar diperoleh

    kesimpulan bahwa rata-rata skor hasil belajar siswa pada Siklus I adalah 66,59

    dengan jumlah siswa yang tuntas secara individual 21 orang sedangkan rata-rata

    skor hasil belajar siswa pada siklus II adalah 70,41 dan jumlah siswa yang tuntas

    31 orang. Ini mengidentifikasikan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor dan

    jumlah siswa yang tuntas secara individual sehingga secara kuantitatif diperoleh

    bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah penerapan pembelajaran

    dengan menggunakan alat peraga blok aljabar.

    2.2 Kerangka Berpikir

    Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

    pembelajaran yang tepat akan menjadikan siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar

    mengajar, sehingga pemahaman yang diperoleh siswa dapat diaplikasikan dengan

    baik pada pemecahan masalah matematika. Pentingnya pemahaman terhadap materi

    dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.

    Pendekatan ekspositori merupakan pendekatan yang paling umum digunakan pada

    pembelajaran matematika. Pendekatan ekspositori adalah pendekatan yang berpusat

    pada guru dimana kegiatan belajar mengajar sepenuhnya dikendalikan oleh guru

    mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya. Dalam pembelajaran aktivitas siswa

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    27/28

    33

    cenderung pasif dimana siswa lebih banyak mendengarkan dan menerima penjelasan

    atau informasi dari guru, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi

    siswa. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep yang dimiliki siswa masih kurang

    dan mudah terlupakan, sehingga akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

    Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan penemuan

    terbimbing melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan sendiri baik prinsip,

    konsep, atau rumus, guru hanya sebagai mediator maupun fasilitator yang bertugas

    untuk menyediakan, membimbing, dan memenuhi kebutuhan siswa saat proses

    pembelajaran berlangsung. Penerapan pendekatan penemuan terbimbing dalam

    pembelajaran matematika memerlukan alat bantu yang dapat mengoptimalkan

    kegiatan penemuan siswa seperti LKS dan alat peraga. LKS memuat langkah-

    langkah kegiatan yang harus dilakukan siswa sehingga kegiatan penemuan

    berlangsung efektif dan efisien. Sedangkan alat peraga adalah representasi dari suatu

    konsep atau prinsip. Untuk kebanyakan siswa khususnya siswa yang lebih muda,

    proses belajar akan lebih baik jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi

    dari apa yang akan dipelajari. Alasannya, jika para siswa mengkonstruksi sendiri

    representasi dari apa yang dipelajari, siswa akan lebih mudah menemukan sendiri

    konsep atau prinsip yang terkandung dalam materi yang direpresentasikan melalui

    alat peraga, sehingga selanjutnya siswa juga mudah untuk mengingat hal-hal telah

    dipelajari dan dapat mengaplikasikannya dalam situasi-situasi yang sesuai dengan

    pengalaman belajarnya.

    Berdasarkan uraian di atas yang didasari oleh kajian teori serta penelitian-

    penelitian yang relevan, dapat diduga pembelajaran yang dilakukan menggunakan

    pendekatan penemuan terbimbing berbantuan LKS dan blok aljabar dengan

  • 7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17

    28/28

    pembelajaran yang menggunakan pendekatan ekspositori diduga akan menunjukkan

    pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa.

    2.3 Pengajuan Hipotesis

    Berdasarkan kajian teori, penelitian-penelitian yang relevan, serta kerangka

    berfikir yang telah disusun, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat

    perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan

    penemuan terbimbing berbantuan LKS dan blok aljabar dengan pendekatan

    ekspositori pada materi faktorisasi aljabar kelas VIII MTsN 1 Model Palangka

    Raya.