BAB II Referat

download BAB II Referat

of 19

description

wretrytyhjuk

Transcript of BAB II Referat

19

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DEFINISIKardiomiopati (penyakit atau kelainan pada otot jantung) adalah istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan abnormalitas dari fungsi otot jantung yang dapat menimbulkan gejala gagal jantung. Pasien dengan kardiomiopati juga memiliki risiko untuk mengalami gangguan irama jantung (aritmia) dan bahkan menyebabkan kematian mendadak. Kardiomiopati peripartum adalah bentuk dari kardiomiopati dilatasi dimana ruang jantung membesar atau dilatasi dan ototnya melemah, menyebabkan penurunan aliran darah dan meningkatan tekanan di jantung.1Penyakit jantung kehamilan (peripartum cardiopmyopathy / PPCM) adalah kelainan otot jantung (cardiomyopathy) spesifik yang timbul pada akhir kehamilan atau awal puerpurium. Kriteria diagnostic pertama kali dibuat oleh demaskis et al (1971), yaitu :21. Gagal jantung yang timbul pada bulan-bulan akhir kehamilan atau dalam kurun waktu 5 bulan setelah melahirkan.2. Tidak adanya penyakit jantung yang diketahui sebelumnya.3. Tidak adanya penyebab penyakit jantung yang dapat diidentifikasi.4. Disfungsi sistolik ventrikel kiri, yang memenuhi kriteria secara ekocardiografi: fraksi ejeksi < 45 % fractional shortening< 30% dimensi diastolic akhir > 2,7 cm/m2Berdasarkan definisi tersebut, maka untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit ini harus melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan ekokardiografi. Pada Workshop tahun 1997 dibuat tambahan kriteria bahwa disfungsi ventrikel kiri harus ditunjukkan berdasarkan ekokardiografi.22.2 PERUBAHAN FUNGSI KARDIOVASKULAR PADA KEHAMILANTiga perubahan hemodinamik utama yang terjadi dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi perifer. Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Setelah 32 minggu, stroke volume menurun dan curah jantung sangat tergantung pada denyut jantung.Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal trimester kedua. Denyut jantung, tekanan darah dan curah jantung akan meningkat pada saat ada kontraksi uterus3,4Pada periode kehamilan akan terjadi ekspansi volume plasma darah mencapai 40% lebih tinggi dibanding kondisi sebelum hamil yang dimulai pada usia kehamilan 5-6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 24 minggu, menyebabkan peningkatan curah jantung sebesar 30-50% selama periode kehamilan normal. Hal ini disebabkan oleh stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, oleh estrogen, menyebabkan retensi cairan dan garam melalui ginjal. Selama trimester ke-3 kehamilan, curah jantung dapat mencapai angka 7 liter/menit dan mengalami peningkatan lebih lanjut hingga mencapai 10-11 liter/menit selama proses melahirkan.5Pada trimester awal kehamilan, peningkatan curah jantung terutama disebabkan oleh peningkatan volume sekuncup akibat besarnya volume darah maternal (preload), namun pada kehamilan tahap akhir, peningkatan ini terjadi akibat meningkatnya laju denyut nadi dan berkurangnya resistensi vaskuler sistemik (afterload). Peningkatan laju denyut nadi terjadi mulai 20 minggu hingga mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu dan bertahan tinggi sampai 2-5 hari setelah melahirkan. Selain itu sejak awal trimester kehamilan terjadi penurunan tekanan darah sistolik akibat penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah diastolik akan mencapai 10 mmHg lebih rendah dari kondisi sebelum kehamilan pada trimester ke-2. Hal ini terjadi karena vasorelaksasi yang dicetuskan oleh sekresi mediator vasomotor lokal prostasiklin dan nitric oxide.Sedangkan pada trimester akhir kehamilan, tekanan darah diastolik akan meningkat hingga mencapai nilai yang sama dengan kondisi sebelum hamil untuk mempersiapkan proses melahirkan secara fisiologis. Hal yang perlu diketahui selama periode trimester ke-3 kehamilan adalah bahwa curah jantung dan volume sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi tubuh, yang akan meningkat saat berbaring posisi lateral dan berkurang saat berbaring terlentang akibat kompresi vena cava inferior oleh uterus yang telah membesar (sindrom uterocaval). Pada periode ini organ jantung dapat mengalami peningkatan ukuran sebesar kurang lebih 30% dibandingkan dengan ukuran asal sebelum kehamilan, sebagian akibat dilatasi ruang jantung.Proses melahirkan akan meningkatkan curah jantung dan tekanan darah lebih lanjut akibat kontraksi uterus serta peningkatan kebutuhan oksigen, perubahan hemodinamik ini sangat dipengaruhi oleh pilihan metode melahirkan. Curah jantung juga akan tetap meningkat sesaat setelah melahirkan pada periode nifas akibat bertambahnya volume darah sirkulasi maternal yang berasal dari pergeseran aliran darah uterus dan plasenta sehingga menyebabkan peningkatan preload. Hal ini menyebabkan pasien rentan mengalami edema pulmoner pada periode pasca melahirkan. Pada kebanyakan kasus, perubahan hemodinamik ini akan berangsur-angsur kembali normal seperti keadaan sebelum hamil dalam 1-3 hari, namun pada beberapa wanita dapat bertahan hingga beberapa minggu.6

2.3 EPIDEMIOLOGIKardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada bulan terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab yang jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per 4000 kelahiran sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan kedua postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua, multipara dan kulit hitam. Angka kematian ibu bervariasi dari 25% 50%.3,7Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena hipertensi, infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di Nigeria dilaporkan insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum mengkonsumsi garam dalam jumlah yang besar. Selain itu, juga dilaporkan insidensi kardiomiopati peripartum lebih tinggi di wilayah geografis Afrika yang sebagian besar disebabkan karena faktor malnutrisi dan kebudayaan lokal pada masa nifas; masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan potensi faktor genetik dan lingkungan.6,7Di Amerika Serikat, insidens penyakit kardiomiopati peripartum antara 1:300 hingga 1:4000 kehamilan, variasi ini diyakini akibat faktor genetik dan budaya setempat. Walaupun secara definisi kardiomiopati peripartum dapat terjadi sejak bulan terakhir kehamilan hingga 5 bulan pasca melahirkan, sekitar 60% kasus terjadi dalam 2 bulan pertama masa nifas, hanya sekitar 7% kasus terjadi pada trimester akhir periode kehamilan.

2.4 ETIOLOGIPenyebab pasti kardiomiopati peripartum masih belum diketahui, beberapa faktor etiologi yang potensial adalah infeksi virus (coxsackievirus, parvovirus B19, adenovirus dan herpesvirus), proses inflamasi, miokarditis, peristiwa autoimun akibat kehamilan, peningkatan apoptosis miokardium, efek hormonal, toksemia, abnormalitas respons hemodinamik terhadap kehamilan, predisposisi genetik dan pemotongan enzimatik protein prolaktin selama peristiwa stres oksidatif. Biopsi jantung pada tahap awal rumatan penyakit dapat menemukan tanda miokarditis, mungkin disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap antigen asing janin yang sedang dikandung. Kardiomiopati peripartum dicurigai terjadi sebagai konsekuensi ketidakseimbangan proses stres oksidatif, menyebabkan pemotongan enzimatik hormon laktasi prolaktin sehingga berubah menjadi faktor angiostatic yang bersifat poten dan pro-apoptotic subfragment. Selain itu, peristiwa microchimerism fetal, terdapatnya sel fetal yang lolos masuk ke dalam sirkulasi maternal dan menginduksi terjadinya miokarditis autoimun serta abnormalitas kejadian stres oksidatif juga berperan cukup signifikan.Kardiomiopati peripartum umumnya dianggap sebagai bentuk penyakit miokard primer idiopatik terkait dengan keadaan hamil. Meskipun beberapa mekanisme etiologi masuk akal telah diusulkan, tidak satupun dari teori-teori tersebut yang pasti. Beberapa penyebabnya dibahas di bawah ini.6

Stress OksidatifData baru menunjukkan keterlibatan stresoksidatif, prolactin-cleaving protease cathepsin D, dan prolaktin pada patofisiologi PPCM. Stres oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin D dan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2), suatu enzim yang dapat megenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan ini ditemukan korelasi erat antara N-terminal brain natriuretic peptide (NT-proBNP), suatu marker tingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung, prolaktin, dan marker untuk stres oksidatif (LDL teroksidasi) dan inflamasi (interferon-gama).8Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam kardiomiosit akan memotong prolactin menjadi angiostatic and pro-apoptotic subfragment. Pasien PPCM akut mempunyai kadar low density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga peningkatan kadar serum cathepsin D yang teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin 16kDa yang bersifat angiostatik. Pada penelitian mencit fragmen prolaktin 16 kDa mempunyai efek merusak kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM. Fragmen tersebut menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel, menginduksi apoptosis dan merusak struktur kapiler yang telah terbentuk. Bentuk prolaktin ini meningkatkan vasokonstriksi dan merusak fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi tanpa keadaan PPCM telah terbukti merusak mikrovaskuler jantung, menurunkan fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel. Efek prolaktin 16kDa berlawanan dengan efek kardioprotektif prolaktin bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa tidak berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk lengkap. Pro-apoptotic serum markers (soluble death receptor sFas/Apo-1) telah ditemukan kadarnya meningkat pada pasien PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM.8

MiokarditisTelah ditemukan pada biopsi endomiokardial dari ventrikel kanan pada pasien dengan kardiomiopati peripartum yang ditandai dengan infiltrasi limfositik padat dan sejumlah miosit yang edema, nekrosis, dan fibrosis. Prevalensi miokarditis pada pasien dengan kardiomiopati peripartum berkisar antara 8,8% sampai dengan 78% pada studi. Pada sisi lain yang berbeda, ada atau tidak adanya miokarditis saja tidak dapat memprediksi outcome dari kardiomiopati peripartum.Selain stres oksidatif, inflamasi jantung disebut juga miokarditis, telah diketahui berhubungan dengan PPCM. Salah satu penelitian hubungan miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien,8 pasien menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut antara lain, parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus.Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun saat hamil dapat mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil,menyebabkan miokarditis yang berujung pada kardiomiopati.Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang mungkin menyebabkan infl amasi peripartum. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sejenis cardiotropic enterovirus bertanggung jawab atas terjadinya PPCM. 1,8

AutoimunSerum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit in vitro, berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium yang tidak terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk. menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-regulation selektif G3 subclass immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan kelas G dan semua subclass immunoglobulin terhadap myosin heavy chain. Autoantibodi berasal dari sel fetal (microchimerism) (yang dapat masuk ke dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama proses melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein miokardium maternal yang kemudian menyebabkan PPCM. Multiparitas adalah faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebabkan respon inflamasi miokardium abnormal.6

GenetikThe European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu bentuk DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah terbukti berhubungan dengan faktor genetik. Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau saudara perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan hubungan antara first-degree relative berjenis kelamin perempuan. Ada juga yang melaporkan bahwa perempuan yang mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada PPCM setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan antara wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai DCM. Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM mengungkapkan adanya causative mutation yang dapat dideteksi lebih awal dengan penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen yang mengkode cardiac troponin C (TNNC1). Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT signaling cascade juga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.3

2.5 FAKTOR RISIKOBeberapa faktor predisposisi sudah teridentifikasi berperan sebagai faktor risiko penyakit ini; antara lain usia maternal yang ekstrem (terlalu tua atau muda) saat kehamilan pertama, multiparitas, kehamilan multipel, riwayat keluarga, etnis, merokok, diabetes mellitus, malnutrisi, anemia, riwayat pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, penggunaan kronik obat golongan agonis beta, kokain dan defisiensi selenium.Pada kebanyakan kasus kardiomiopati peripartum tidak ditemukan riwayat keluarga dan sebagian besar memiliki angka kematian di rumah sakit serta kebutuhan pengobatan lanjut gejala gagal jantung yang rendah.Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki risiko yang lebih tinggi, terutama disebabkan oleh tingginya prevalensi hipertensi pada populasi ini. Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki angka kejadian kardiomiopati peripartum 15,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita bukan keturunan Afrika-Amerika.Selain itu, juga dilaporkan insidensi kardiomiopati peripartum lebih tinggi di wilayah geografis Afrika yang sebagian besar disebabkan karena faktor malnutrisi dan kebudayaan lokal pada masa nifas; masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan potensi faktor genetik dan lingkungan.6Penting untuk diingat walaupun kardiomiopati peripartum lebih sering terjadi pada wanita diatas 30 tahun dengan kehamilan ganda, kardiomiopati peripartum juga dapat terjadi pada wanita usia muda dengan kehamilan pertama.8

2.6 PATOFISIOLOGIPeripartum kardiomiopati adalah salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi.Masalah yang mendasar adalah menghilangnya kontraktilitas miokardium, yang ditandaidengan menghilangnya kemampuan sistolik jantung. Kardiomiopati dilatasi menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, peningkatan volume end-diastolik, dan volume residual, penurunan volume sekuncup ventrikel, serta gagal biventrikel.Stres oksidatif selama periode peripartum memiliki peran cukup penting dalam menyebabkan kerusakan ventrikel kiri. Senyawa proinflamatorik dan peristiwa stres oksidatif akan makin meningkat selama proses kehamilan normal dan mencapai puncaknya pada trimester terakhir kehamilan. Ketidakseimbangan proses stres oksidatif selama periode kehamilan dan pasca melahirkan dapat menyebabkan terjadinya pemotongan enzimatik hormon prolaktin oleh cathepsin-D menjadi fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa. Fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa ini dapat menginduksi apoptosis sel endotelial pembuluh darah, penghambatan proliferasi sel endotel yang diinduksi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dan mengganggu mekanisme vasodilatasi vaskuler yang diperantarai nitric oxide. Fragmen ini dapat merusak struktur mikrovaskuler jantung yang pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi ruang jantung dan disfungsi sistolik ventrikel kiri.Gangguan fungsi pompa akan menyebabkan turunnya stroke volume dan cardiac output sehingga menyebabkan hipoperfusi jaringan perifer. Hal ini akan mengaktifkan sistem adaptasi atau kompensasi berupa peningkatan fungsi kontraktil melalui mekanisme Frank-Starling (akibat peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri yang meregangkan serabut otot ventrikel kiri) dan aktivasi sistem neurohumoral (saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron). Pada awal terjadinya disfungsi, pasien jarang mengeluh karena adanya mekanisme adaptasi, namun seiring perjalanan waktu ketika terjadi progresi degenerasi sel otot jantung dan remodelling yang menyebabkan overload volume, pasien akan mulai mengeluhkan gejala gagal jantung. Dimensi ruang ventrikel yang melebar akan menyebabkan pelebaran annulus katup atrioventrikular menyebabkan regurgitasi katup fungsional. Regurgitasi bersamaan dengan disfungsi sistolik memiliki beberapa konsekuensi, yakni terjadi overload volume dan tekanan pada atrium serta ventrikel sehingga menyebabkan pembesaran atrium serta fibrilasi atrium, dan penurunan stroke volume menuju sirkulasi sistemik.Gagal jantung akibat kardiomiopati peripartum disebabkan oleh gagalnya adaptasi tubuh untuk mempertahankan tekanan perfusi ke jaringan perifer. Hal ini disebabkan oleh aktivasi sistem neurohormonal yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Aktivasi kronik berlebihan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatik (adrenergik atau katekolaminergik) menyebabkan remodeling ventrikel kiri yang progresif hingga tingkat seluler menyebabkan bertambah buruknya gejala klinis. Selain itu kontribusi aktivasi sitokin proinflamasi pada gagal jantung kronik dapat menyebabkan fibrosis, hipertrofi dan gangguan fungsi pompa ventrikel kiri.

2.7 GEJALA KLINISPeripartum kardiomiopati bermanifestasi dengan gejala-gejala dispnea, orthopnea, paroksismal nokturnal dispneau, batuk, nyeri dada, anorexia, fatigue dan. edema pedis. Dokterharuslahberhati-hati mendiagnosis kardiomiopatiperipartum dan menolak diagnosis-diagnosis yang lain. Selamakehamilan terdapat banyak perubahan fisiologis yang dapat menyerupai gagal jantung. Pada trimester pertama terjadi peningkatan volume darah, yang dapat menyebabkan distensi vena jugularis. Padabulan-bulan terakhir kehamilan normal sering ditemukan edema pedis. Dyspneu dan fatigue juga gejala sering pada kehamilan normal.1. Kelelahan adalah sensasi dari rasa lelah atau lemah dan menjadi tidak dapat menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa seperti mandi atau berpakaian tanpa berhenti untuk istirahat. Kelelahan dapat semakin memburuk pada sore hari atau setelah melakukan aktivitas yang cukup berat.2. Nafas yang pendek dapat didefinisikan sebagai sesak nafas dengan aktivitas seperti berjalan satu blok pada bidang yang datar atau menaiki tangga. Dengan semakin berkembangnya gagal jantung, pasien dapat merasa sesak saat makan, berbicara atau pada saat istirahat. Beberapa pasien juga dapat berkembang menjadi kesulitan bernafas saat malam hari, yang kemudian menyebabkan pasien terbatuk atau kongesti atau menyebabkan pasien perlu tidur dengan bantal yang tinggi.3. Retensi cairan dapat bermanifestasi sebagai bengkaknya kaki, pembengkakan pada abdomen disertai dengan rasa kembung, nyeri, hilangnya nafsu makan atau merasa penuh, kongesti pada paru menyebabkan batuk dan sesak nafas; peningkatan frekuensi miksi pada malam hari, dan penambahan berat badan.4. Pasien dengan gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati peripartum juga mengeluhkan palpitasi, denyut yang tidak beraturan, nyeri kepala, or almost fainting. Sangat jarang, pasien dengan kardiomiopati peripartum dapat disertai dengan gejala gumpalan darah yang pecah dan menuju ke organ vital seperti otak menyebabkan stroke atau pada arteri koroner menyebabkan serangan jantung. Gumpalan darah yang menuju ke paru-paru dapat menyebabkan sesak nafas, nyeri kepala, palpitasi atau hemoptoe.5Tanda fisik pasien gagal jantung akibat kardiomiopati dilatasi pada masa peripartum bervariasi tergantung derajat kompensasi, tingkat kronisitas (gagal jantung akut dibandingkan dengan gagal jantung kronik),dan keterlibatan ruang jantung (jantung sebelah kiri atau kanan). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan konfi gurasi jantung dan hepar yang membesar dengan tingginya tekanan vena sistemik. Tanda fisik overload cairan atau kongesti yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik antara lain ronkhi basah pada auskultasi paru,tanda efusi pleura, distensi/peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali, edema perifer, bising sistolik sebagai tanda adanya regurgitasi mitral akibat dilatasi masif lumen ventrikel dan atrium kiri, serta gallop S3 pada auskultasi akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada penurunan fungsi ventrikel kiri akibat dilatasi. Gangguan perfusi perifer terutama pada pasien gagal jantung tingkat lanjut dengan penyakit penyerta anemia, dapat dilihat melalui pemeriksaan ekstremitas yang teraba dingin, pucat, sianosis, dan pemanjangan waktu pengisian kapiler. Khusus pada pasien kardiomiopati peripartum, dapat ditemukan tanda bergesernya perabaan ictus cordis ke arah lateral dan bising ejeksi sistolik di tepi kiri sternum akibat regurgitasi mitral. Selain itu tanda embolisasi organ perifer tubuh misalnya ekstremitas bawah, usus dan otak dapat terjadi akibat trombus yang terbentuk di ventrikel kiri yang berdilatasi. Pada kasus jarang dapat pula terjadi emboli paru akibat terlepasnya trombus yang terbentuk di ventrikel kanan yang berdilatasi.8

2.8 DIAGNOSISKardiomiopati peripartum adalah diagnosis eksklusi, pasien harus telah diperiksa dan disingkirkan penyebab lain gagal jantung selain kehamilan. Hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis idiopathic dilated cardiomyopathy (IDCM). Pertimbangan diagnosis PPCM biasanya pada masa postpartum, sedangkan IDCM pada trimester ke-2 kehamilan. Kejadian miokarditis banyak ditemukan pada PPCM, sehingga antigen dan antibodi terhadap agen penyebab miokarditis dapat ditemukan, hal ini biasanya tidak ditemukan pada IDCM.Ukuran jantung dapat kembali normal pada PPCM, namun dapat juga menjadi progresif dan mempunyai prognosis buruk jika tidak segera ditangani Setelah berbagai etiologi telah disingkirkan, harus dipertimbangkan kriteria berikut: keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubung an dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu 60 mm memprediksi kesembuhan minimal fungsi LV (sama halnya dengan LVEF