Referat TK - Bab II

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konsensus PERDOSSI (2006) mendefinisikan trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen . Sinonim dari trauma kapitis adalah cedera kepala, head injury, trauma kranioserebral, traumatic brain injury (1). Sedangkan menurut Soertidewi L (2012) Trauma kapitis atau cedera kranioserebral termasuk dalam ruang lingkup neurotraumatologi yang mempelajari/meneliti pengaruh trauma terhadap sel otak secara struktural maupun fungsional dan akibatnya baik pada masa akut maupun sesudahnya. Akibat trauma dapat terjadi pada masa akut (kerusakan primer) dan sesudahnya (kerusakan sekunder), oleh karena itu manajemen segera dan intervensi lanjut 3

description

sss

Transcript of Referat TK - Bab II

Page 1: Referat TK - Bab II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Konsensus PERDOSSI (2006) mendefinisikan trauma kapitis adalah trauma

mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi

psikososial baik temporer maupun permanen . Sinonim dari trauma kapitis adalah

cedera kepala, head injury, trauma kranioserebral, traumatic brain injury (1).

Sedangkan menurut Soertidewi L (2012) Trauma kapitis atau cedera

kranioserebral termasuk dalam ruang lingkup neurotraumatologi yang

mempelajari/meneliti pengaruh trauma terhadap sel otak secara struktural maupun

fungsional dan akibatnya baik pada masa akut maupun sesudahnya. Akibat

trauma dapat terjadi pada masa akut (kerusakan primer) dan sesudahnya

(kerusakan sekunder), oleh karena itu manajemen segera dan intervensi lanjut

harus sudah dilaksanakan sejak saaat awal kejadian guna mencegah/

meminimalkan kematian maupun kecacatan pasien (6).

2.2. Epidemiologi

Insidensi trauma kapitis di dunia meningkat, hal ini terutama dikarenakan

trauma yang berhubungan dengan peningkatan penggunaan kendaraan bermotor,

khususnya di negara berkembang. Perkiraan insidensi trauma kapitis menunjukan

variasi di tiap negara (Gambar 2.1) (7).

3

Page 2: Referat TK - Bab II

Gambar 2.1. Perkiraan insidensi trauma kapitis global.

Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah

data dari beberapa rumah sakit (sporadis). Data di ruang rawat neurologi RSCM

tahun 2005 di tunjukan pada Tabel 2.1 (1).

Tabel 2.1. Data Trauma Kapitis di Ruang Neurologi RSCM

Jenis Kelamin

TK Ringan TK Sedang TK Berat Operasi Meninggal

PriaWanita

292142

22986

226

3 185

Jumlah 434 315 28 23

2.3. Etiologi

Penyebab utama dari trauma kapitis yaitu kecelakaan lalu lintas, jatuh,

kriminalitas dan cedera yang terjadi saat bekerja, di rumah dan selama olah raga.

Frekuensi relatif dari tiap kausa bervariasi antara kelompok usia berbeda dan dari

tempat-tempat di seluruh Negara (3).

Trauma kapitis akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering

pada laki-laki dewasa muda; penggunaan alcohol sering kali ikut terlibat.

Kecelakaan lalu lintas, meskipun hanya sekitar 25% dari semua pasien dengan

trauma kapitis, merupakan penyebab dari cedera yang lebih serius. Penyebab ini

4

Page 3: Referat TK - Bab II

menyumbang 60% dari kematian akibat trauma kapitis; dari semua, setengahnya

meninggal sebelum mencapai rumah sakit (3)

2.4. Patofisiologi

Proses trauma kapitis dapat diklasifikasikan menjadi cedera primer dan

cedera sekunder. Cedera primer merupakan akibat dari kekuatan mekanis yang

mengenai kepala yang cedera. Cedera sekunder merupakan akibat dari perubahan

biomolekuler dan fisiologis yang terjadi setelah cedera primer (5).

Cedera primer tidak hanya akibat dari trauma langsung tetapi juga tenaga

akselerasi, deselerasi atau rotasional baik terjadi bersamaan atau terpisah dari

trauma langsung.Tahapan kejadian ini menyebabkan tenaga inersia pada jaringan

dan sel otak (8).

Dibandingkan cedera primer, cedera sekunder lebih lambat dan progresif serta

pada akhirnya dapat menjadi faktor penentu dalam kesembuhan pasien. Periode

cedera primer awal dicirikan dengan destruksi jaringan otak namun tidak

mengalami degenarasi neuron, sel glia atau akson yang luas; efek ini merupakan

inti dari cedera sekunder. Pada pasien-pasien yang bertahan pada cedera awal,

morbiditas dan mortalitas akan ditentukan oleh cedera sekunder. Meskipun

banyak usaha intervensi farmakologis pada cedera sekunder, belum satupun

sampai saat ini secara klinis terbukti efektif (8).

Proses biomolekuler pada cedera sekunder terdiri dari banyak proses yang

terjadi baik saling berhubungan maupun terjadi secara terpisah. Beberapa proses

diantaranya seperti perubahan fisiologis alirah darah serebral, eksitotoksisitas

(glutamat) dan stress oksidatif, edema, inflamasi, nekrosis, apoptosis dan lain-lain.

5

Page 4: Referat TK - Bab II

Proses perubahan fisiologis alirah darah serebral, dan proses biomolekuler

eksitotoksik dijelaskan pada Gambar 2.2 dan 2.3 (5,8,9)

Gambar 2.2 Proses perubahan aliran darah serebral pada trauma kapitis (5).

Gambar 2.3 Proses biomolekuler eksitotoksik pada trauma kapitis (9).

2.5. Klasifikasi

Trauma kapitis diklasifikasikan berdasarkan patologi, letak lesi, tingkat

6

Page 5: Referat TK - Bab II

kesadaran (GCS), dan kejadian pasca trauma (6).

2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Patologi

Berdasarkan patologinya trauma kapitis dibagi menjadi kommosio serebri,

kontussio serebri, dan laserrasio serebri (10).

Kommosio serebri adalah keadaan pingsan yang berlangsung lebih dari 10

menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien

mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat (10).

Kotussio serebri atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam

jaringan otak tanpa adanya robekan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron

mengalami kerusakan atau terputus. Yang terpenting untuk terjadinya lesi

kontusio ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan

pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi detruktif. Akselerasi yang

kuat berarti juga ektensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak

terlalu kuat, sehingga menimbulkan blokade reversible terhadap lintasan ascenden

retikularis difus. Akibat blokade itu,otak tidak mendapat input aferen dan karena

itu, kesadaran hilang selama reversibel berlangsung (10).

Laserrasio serebri terjadi jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan

piamater. Laserasio biasanya berkaitan dengan adanya subaraknoid traumatikus,

subdural akut dan interserebral. Laserasio dapat dibedakan menjadi langsung dan

tak langsung (10).

Laserasio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan

benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama fraktur depresi terbuka.

Sedangkan laserasio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang

7

Page 6: Referat TK - Bab II

hebat akibat kekuatan mekanis.

2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Letak Lesi

Berdasarkan letak lesinya, trauma kapitis dibagi menjadi lesi difus dan fokal.

Lesi difus adalah lesi yang mengenai seluruh bagian otak sedangkan lesi fokal

adalah lesi yang mengenai bagian spesifik diotak (11).

Lesi difus sendiri dapat dibagi menjadi tiga, yaitu konkussio serebri, cedera

aksonal difus dan perdarahan subaraknoid traumatik. Konkussio meupakan

perubahan status mental yang berlangsung sementara selama < 6 jam. Cedera

aksonal difus adalah pemotongan dan peregangan sel neuron pada tingkat

selluler. Muncul saat otak bergerak ke depan dan belakang dengan cepat di dalam

tengkorak, merobek dan merusak akson neuron. Perubahan status mental semetara

yang berlangsung > 6 jam tanpa defisit fokal. Derajat keparahan lesi aksonal difus

ditunjukan pada tabel 2.2. Perdarahan subaraknoid traumatik adalah

perdarahan di dalam celah yang menyelubungi otak (11,12, 13).

Lesi fokal dapat dibedakan menjadi kontussio, laserasio seperti yang telah

dijelaskan di atas serta hematoma. Hematoma adalah bekuan darah yang

terbentuk akibat rupturnya pembuluh darah di otak. Hematoma dapat dibedakan

menjadi (3,11):

1. Hematoma Subdural : kumpulan darah

di antara duramater dan piamater

2. Hematoma Epidural: kumpulan darah di antara tulang tengkorak dan

duramater.

3. Hematoma intraparenkimal : kumpulan darah dalam parenkim otak

8

Page 7: Referat TK - Bab II

Tabel 2.2 Derajat Lesi Aksonal Difus (13)

Ringan Sedang Berat

Kehilangan kesadaran

Lama Tidak sadar

Postur deserbrasi

Amnesia

Defisit memori

Outcome dalam 3 bulan

Membaik

Defisit Berat

Kematian

Segera

6-24 jam

Jarang

Jam

Ringan

63%

6%

15%

Segera

>24 jam

Kadang

Hari

Sedang

38%

12%

24%

Segera

Hari-Minggu

Sering

Minggu

Berat

15%

14%

51%

2.5.3 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Kesadaran (GCS)

Pembagian klasifikasi berdasarkan tingkat kesadaran trauma kapitis

diperlihatkan pada Tabel 2.3 (6).

Tabel 2.3 Klasifikasi Trauma Kapitis Berdasarkan Tingkat Kesadaran (6)

Kategori GCS Gambaran Klinik Skening Otak

TK Ringan 13-15Pingsan < 10 menit, Defisit

neurologis (-)Normal

TK Sedang 9-12Pingsan 10 menit – 6 jam,

defisit neurologis (+)Abnormal

TK Berat 3-8Pingsan > 6 jam, defisit

Neurologis (+)Abnormal

2.5.4 Klasifikasi Berdasarkan Kejadian Amnesia Pasca Trauma

Pembagian klasifikasi trauma kapitis berdasarkan kejadian amnesia pasca

trauma diperlihatkan Tabel 2.4 (6).

9

Page 8: Referat TK - Bab II

Tabel 2.4 Klasifikasi Trauma Kapitis Berdasarkan amnesia pasca trauma (6)

Lama Amnesia Pascacidera Beratnya Trauma Kapitis

Kurang dari 5 menit Sangat ringan

5 – 60 Menit Ringan

1 – 24 Jam Sedang

1 – 7 Hari Berat

1 – 4 Minggu Sangat Berat

Lebih dari 4 Minggu Ekstrem Berat

2.6. Diagnosis

Diagnosis trauma kapitis ditegakkan berdasarkan (1):

1. Anamnesis

2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis

3. Foto Kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial

4. Foto lain atas indikasi

5. CT Scan otak

6. Pemeriksaan penunjang lainnya.

2.6.1 Anamnesis

Terkadang pasien dapat mendeskripsikan kejadian yang menyebabkan trauma

kapitis, namun biasanya dokter bergantung pada penjelasan orang lain yang

menyaksikan kejadian. Beberapa hal yang perlu diketahu (3)i:

Periode kehilangan kesadaran: berhubungan dengan derajat keparahan

kerusakan difus otak dan dapat bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa

minggu.

10

Page 9: Referat TK - Bab II

Periode amnesia pasca trauma: merupakan periode kemunculan amnesia yang

permanen setelah trauma kapitis. Periode ini juga menggambarkan keparahan dari

kerusakan dan pada cidera berat dapat bertahan beberapa minggu . (Periode

amnesia retrograde, misalnya amnesia terhadap kejadian sebelum trauma kurang

bermakna karena tidak berhubungan dengan derajat keparahan cidera dan akan

cenderung membaik).

Penyebab dan perjalanan dari cidera: pasien dapat jatuh atau menabrakkan

kendaraanya akibat dari kejadian intrakranial sebelumnya, misal perdarahan

subaraknoid atau kejang epiletik. Semakin hebat cidera, semakin besar risiko yang

berhubungan dengan cidera ekstrakranial.

Adanya nyeri kepala dan muntah: gejala-gejala ini merupakan gejala yang

biasa terjadi setelah cidera kepala. Jika gejala ini tidak membaik, kemungkinan

hematoma intrakranial perlu dipertimbangkan.

2.6.2 Pemeriksaan Klinis Neurologis

Beberapa hal yang perlu diperiksa pada kasus trauma kapitis yaitu adanya

laserasi dan memar , tingkat kesadaran, tanda fraktur basis kranii, respon pupil,

ada/tidaknya kelemahan ektremitas, dan pergerakan bola mata (3).

A. Adanya laserasi dan memar

Adanya tanda ini mengkonfirmasi terjadinya trauma kapitis, meskipun

hematoma intrakranial dapat muncul tanpa cedera eksternal (Gambar 2.4 dan

2.5) (3).

11

Page 10: Referat TK - Bab II

Hati-hati salah mendiagnosis fraktur depresi saat ada hematom (Gambar 2.5)

(3).

Pertimbangkan kemungkinan cedera hiperekstensi vertebra servikal jika

ditemukan tanda laserasi atau memar pada bagian frontal kepala.

B. Fraktur Basis Kranii

Penting mencari manifestasi klinis fraktur basis kranii (Gambar 2.6 dan

2.7) yang sulit dideteksi dengan CT scan dan foto X ray tengkorak. Jika

ditemukan, maka aka nada rute potensial untuk dengan infeksi risiko

konkomitan meningitis (3).

12

Gambar 2.4. Laserasi dalam pada fraktur depresi tulang tengkorak (3).

Gambar 2.5. Hematom kadang menyerupai fraktur depresi (3).

Page 11: Referat TK - Bab II

Gambar 2.6 Tanda fraktur basis kranii fossa anterior.

Gambar 2.7 Tanda fraktur basis kranii os petrosus (3).

C. Tingkat Kesadaran – Skala Koma Glasgow

Nilai kesadaran pasien dalam hal respon membuka mata, verbal dan

motorik (Tabel 2.5) dan catat dalam interval yang regular (Gambar 2.8). tabel

observasi ini penting dan menggambarkan kecenderungn kondisi pasing

secara jelas. Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan untuk segera

mengivestigasi dan melakukan tindakan yang sesuai (3).

13

Gambar 2.8 Pencatatan tingkat kesadaran dalam interval yang regular.

Page 12: Referat TK - Bab II

Tabel 2.5 Penilaian Kesadaran (Skala Koma Glasgow) (6)

Tampakan Skala Nilai

E(ye) opening Spontan 4

Dipanggil 3

Rangsang nyeri 2

Tidak ada respon 1

V(erbal) response Orientasi baik 5

Jawaban kacau 4

Kata-kata tak-patut 3

Suara tidak berarti 2

Tidak bersuara 1

M(otor) response Sesuai perintah 6

Lokalisasi perintah 5

Reaksi atas nyeri 4

Fleksi (dekortasi) 3

Ekstensi (deserbrasi) 2

Tidak ada respon 1

Total nilai Skala Koma Glasgow (SKG/GCS) antara 3-15

D. Respon Pupil

Meskipun kerusakan nervus II penting dicatat dan dapat berakibat

gangguan visus yang permanen, fungsi nervus III merupakan indikator

terpenting perluasan lesi intracranial. Herniasi lobus temporal medial melalui

hiatus tentorial dapat merusak nervus III secara langsung atau menyebabkan

iskemik otak tengah (Gambar 2.9), berakibat dilatasi pupil dengan gangguan

atau hilangnya refleks terhadap cahaya. Dengan peningkatal tekanan

intracranial lebih lanjut, dilatasi pupil bilateral dapat muncul (3).

14

Page 13: Referat TK - Bab II

Gambar 2.9 Lesi desak ruang mengakibatkan herniasi tentorial (3).

E. Kelemahan Ekstremitas

Tentukan kelemahan ektremitas dengan membandingkan respon di tiap

ektremitas terhadap stimulus nyeri. Hemiparese atau hemiplegi biasanya

muncul pada sisi kotralateral lesi. Lekukan dari pedunkulus serebri oleh ujung

tentorium cerebelli (kernohan’s notch) dapat menyebabkan defisit ipsilateral

(Gambar 2.10), tanda lokalisir yang salah lebih sering ditemukan pada

subdural hematoma. Oleh karena itu defisit ektremitas mempunyai

ketebartasan nilai dalam menentukan lokasi lesi (3).

15

Gambar 2.10 Kesalahan lokalisasi lesi (kelemahan ipsilateral) (3)

Page 14: Referat TK - Bab II

F. Pergerakan Bola Mata

Pergerakan bola mata tidak membantu dalam manajemen awal, namun

menggambarkan petunjuk prognosis yang berguna. Pergerakan bola mata

dapat terjadi spontan, atau dapat dipicu secara reflex dengan rotasi kepala

(refleks okulocephalik) atau dengan stimulus kalori (refleks okulovestibuler)

(Gambar 2.11) (3).

Gambar 2.11 Penilaian pergerakan bola mata (3).

Pergerakan bola mata yang abnormal dapat disebabkan oleh disfungsi

batang otak, kerusakan pada nervus yang mempersarafi otot-otot ekstraokuler

atau kerusakan apparatus vestibuler. Ketidakadaan pergerkan bola mata

berhubungan dengan tingkat kesadaran yang rendah dan mengindikasikan

prognosis yang buruk (3).

2.6.3 Foto Polos X Ray

Foto polos X ray digunakan untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang

kepala. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifitas rendah dalam

mendeteksi perdarahan intrakranial . Saat ini foto x ray sudah mulai digantikan

CT-Scan dalam pemeriksaan penunjang trauma kapitis (10, 14).

16

Page 15: Referat TK - Bab II

Jika CT-Scan Emergensi tidak direncakanan, X- Ray kepala dilakukan jika

(14):

kesadaran menurun baik saat pemeriksaan atau kapan saja sejak

terjadinya trauma

Tanda dan gejala neurologis (+)

Rhinorrhea atau otorrhea (+)

memar atau bengkak di kepala yang signifikan

Penilaian keadaan umum sulit (mis intoksifikasi alkohol)

2.6.4 CT Scan Kepala

CT Scan merupakan standar baku perdarahan intrakranial. Semua GCS

kurang dari 15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien

dengan GCS 15, CT scan hanya dilakukan atas indikasi tertentu seprti (14):

Nyeri Kepala Hebat

Tanda fraktur basis kranii

Riwayat cedera berat

Muntah > 1 kali

usia >65 tahun dengan penurunan kesadaran atau amnesia

Kejang

Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat antikoagulan

Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca dan menulis

Rasa baal

Gangguan keseimbangan atau berjalan

17

Page 16: Referat TK - Bab II

Tabel 2.6 Klinis dan CT Scan tipe-tipe trauma kapitis (12).

Kelainan Klinis Diagnosis

Hematoma

subdural

akut

Disfungsi neurologis akut, dapat

foka, nonfokal atau keduanya

Hematoma yang kecil, klinis

mungkin normal

CT: hiperdensitas di celah

subdural; Bentuk bulan sabit

(crescent-shaped)

derajat midline shift penting

Fraktur

Basis kranii

Rhinorrhea atau otorrhea

Darah dari meatus akustikus

ekternus atau internus

Battle’s sign atau raccon eyes

CT: tampak fraktur

Hematoma

subdural

kronik

Nyeri kepala gradual, somnolen,

bingung, kadang dengan defisit

fokal atau kejang

CT: hipodens di celah subdural

(kelainan isoden selama transisi

sub akut dari hiperdens ke

hipodens)

Konkussio Perubahan status mental yang

transien selama <6 jam

Berdasarkan klinis

CT atau MRI: lesi di parenkim

tidak dapat menjelaskan klinis

Kotussio Disfungsi neurologis yang

bervariasi atau fungsi yang masih

normal

CT: Hiperdensitas akibat titik

perdarahan dengan ukuran

bervariasi

Cedera

aksonal difus

Kehilangan kesadaran selama >6

jam tanpa kelainan fokal atau

motor posturing

Berdasarkan Klinis

CT: awal dapat normal atau

terdapat hiperdens kecil di corpus

collosum, centrum semiovale,

ganglia basalis, atau batang otak

Hematoma

epidural

Nyeri kepala, gangguan kesadaran

dalam beberapa jam, kadang

dengan interval lucid

Herniasi secara khas menyebabkan hemiparese kontralaterak dan dilatasi pupil ipsilateral

CT: hiperdens dicelah epidural,

lenticular shaped dan terletak di

a. meningeal media (fossa

temporalis) karena fraktur tulang

frontal

Perdarahan Secara khas, Fungsi normal CT: hiperdens dalam celah

18

Page 17: Referat TK - Bab II

subarachnoi

d Kadang, disfungsi neurologis akut

subaraknoid pada permukaan otak

2.6.5 Pemeriksaan Penunjang Lainnya

A. MRI

MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan CT

scan; kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI.

Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT

scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat (14).

B. PET dan SPECT

Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emissio

Computer (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase

akut dan kronik meskipun CT scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis

tidak memeperlihatkan kerusakan. Namun, spesifitas penemuan abnormalitas

tersebut masih dipertanyakan. Saat ini, penggunaan PET atau SPECT pada

fase awal kasus trauma kapitis ringan masih belum direkomendasikan (14).

2.7 Penatalaksanaan Trauma Kapitis

2.7.1 Penatalaksanaan Trauma Kapitis di Unit Gawat Darurat

Penananan emergensi trauma kapitis (trauma kapitis akut) sesuai dengan

beratnya trauma kapitis (ringan, sedang, berat) berdasarkan urutan (1,6,14):

1. Survei primer, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien meliputi

tindakan sebagai berikut:

A = Airway (jalan nafas)

• Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan

19

Page 18: Referat TK - Bab II

posisi kepala ekstensi

•Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi

•Membebaskan jalan n afas dengan memeriksa mulut dan

mengeluarkan darah, gigi patah, muntahan dsb.

• Netralkan posisi servikal dengan stiffneck collar, head block dan

diikat pada alas yang kaku jika curiga servikal.

B = Breathing (pernafasan)

• Pastikan pernafasan adekuat.

• Nilai: frekuensi, kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan

otot-otot tambahan, dan auskultasi bunyi nafas.

• Cari penyebab: Sentral atau perifer.

• Bila perlu berikan oksigen dengan target SpO2 >92%.

C = Circulation (sirkulasi)

• Pertahankan TD Sistolik >90 mmHg

• Hentikan sumber perdarahan

• Pasang sulur intravena. Berikan cairan isotonik Normal Saline atau

Ringer Laktat (20ml/KgBB)

• Bila perlu berikan obat vasopressor dan/ inotropik

• Konsultasi bedah saraf jika ada indikasi operasi.

D = Disaability (yaitu untuk menegtahui lateralisai dan kondisi umum

dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi)

• Tanda Vital: TD, Nadi, Pernafasan, Suhu

• SKG/ GCS

20

Page 19: Referat TK - Bab II

• Pupil: ukuran, bentuk, & refleks cahaya

• Px neurologis cepat: hemiparesis & refleks patologis

• Luka

• Anamnesa: AMPLE (Allergies, Medications, Past illnes, Last meal,

Event/ Environment related to the injury)

2. Survei sekunder, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setealah

kondisi pasien stabil

E = Laboratorium

• Darah : Hb, Leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum,

kreatinin, gula darah sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit.

• Urin: perdarahan (+)/(-)

F = Manajemen terapi

• Persiapkan operasi jika ada indikasi

• Persiapkan masuk rawat inap

• Penanganan luka

• Pemberian terapi obat-obatan sesuai kebutuhan

Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila

telah dupastikan penderita cedera kepala ringan tidak memiliki masalah

dengan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah, maka tindakan lanjutan

adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera desertai observasi tanda

vital dan defisit neurologis. Selain itu, pemakaian penyangga leher

diindikasikan jika ada kecurigaan fraktur servikal. Bila setelah 24 jam tidak

ditemukan kelaina neurologis berupa:

21

Page 20: Referat TK - Bab II

• Penurunan kesadaran (GCS) dari observasi awal

• Gangguan daya ingat

• Nyeri kepala hebat

• Mual dan muntah

• Kelainan neurolognis fokal

• Fraktur melalui foto kepala atau CT scan

• Abnormalitas anatomi otak dari CT scan

Indikasi operasi trauma kapitis :

1. EDH

a) >40 cc dengan midline shift di temporal/ frontal/ parietal dengan

fungsi batang otak masih baik

b) >30 cc pada fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang

otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik

c) EDH progresif

2. SDH

a) SDH (> 40 cc/ > 5 mm); GCS >6, fungsi batang otak masih baik

b) SDH dengan edema serebri/ kontusio serebri disertai midline shift

dengan fungsi batang otak masih baik

3. CH pasca trauma:

a) Penurunan kesadaran progresif

b) Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (cushing

refrex)

c) Perburukan defisit neurologi fokal.

22

Page 21: Referat TK - Bab II

4. Fraktur impresi melebihi 1 (satu) diploe

5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri

6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial)

7. Edema serebri berat disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan

operasi dekompresi.

2.7.2 Penatalaksaan di Ruang Rawat Inap

1) Trauma Kapitis Ringan (Komossio Serebri) (1)

1. Dirawat 2 x 24 jam.

2. Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30 derajat.

3. Obat simptomatis dan lain-lain sesuai indikasi

2) Trauma Kapitis Sedang dan Berat – SKG 5-12 (1, 14)

1. Lanjutkan penanganan ABC

2. Pemantauan tanda vital (suhu, pernafasan, tekanan darah), pupil, SKG,

gerakan ekstremitas, sampai pasien sadar (memakai tiap 4 jam

Dijaga jangan sampai terjadi kondis sebagai berikut:

i. TD sistolik <90 mmHg

ii. Suhu >38oC

iii. RR >20x/ menit

3. Cegah TIK tinggi dengan cara:

i. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat

ii. Bila perlu berikan manitol 20% (hati-hati kontraindikasi)

• Dosis awal 1gr/KgBB dalam waktu ½ - 1 jam, drip cepat

• Lanjutkan dengan dosis 0,5 gr/ Kg BB drip cepat dalam ½ - 1 jam

23

Page 22: Referat TK - Bab II

setelah 6 jam pemberian pertama

• 0,25 gr/ KgBB drip cepat selama ½ - 1 jam drip cepat setelah 12

dan 24 jam pemberian pertama

iii. Bila perlu berikan analgetika dan sedasi jangka pendek

4. Atasi komplikasi

a. Kejang

Pada kasus risiko tinggi berikan fenitoin dengan dosis 3 x 100mg/ hari

selama 7-10 hari

b. Perdarahan lambung

Pemberian antasida 3 x 1 tablet per oral atau H2 Blocker (simetidin,

ranitidin ata famotidin) 3 x 1 ampul IV selama 5 hari

c. Demam

Setiap kenaikan suhu harus diatasi dan dicari tahu penyebabnya.

Berikan kompres dingin di kepala, ketiak dan lipat paha atau tanpa

memakai baju dan perawatan dilakukan di ruang dengan pendingin

d. Infeksi

Profilaksis jika ada risiko tinggi, misal fraktur terbuka, luka luar,

fraktur kranii. Jika ada curiga infeksi meningeal berikan AB dengan

dosis meningitis.

e. Gelisah

Bia perlu berikan obat penenang dengan observasi kesadaran lebih

ketat. Obat yang dipilih adalah obat per oral tanpa efek depresi nafas.

5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat

24

Page 23: Referat TK - Bab II

6. Roboransia, neuroprotektan (citicoline), nootropik sesuai indikasi

3) Trauma Kapitis Kritikal – SKG 3- 4

Perawatan dilakukan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ ICU

(bila Fasilitas tersedia). Monitoring di ruang ICU diperlihatkan pada Gambar

2.10 (1, 11).

Gambar 2.12 Perawatan di Ruang ICU (11)

2.8 Penatalaksanaan Neurorehabilitasi

1. Evaluasi defisit neurologis

Parese nervi kranialis

Parese motorik

Gangguan sensorik

Gangguan otonom

25

Page 24: Referat TK - Bab II

Koordinasi

Neurobehavior

TOAG (Tes Orientasi Amnesia Galveston) (ruang

rawat)

MMSE (Minimental State Examination)

o Jika nilai TOAG > 75\

o Di ruangan

o Jika >30 kirim ke devisi neurobehavior

Status mental neuro (dilakukan di divisi

neurobehavioMembuat program restorasi berdasarkanacuan

baku sesuai defisit yang ditetapkan

2. Membuat discharge planning

3. Mengirim ke pusat rehabilitasi

2.9 Prognosis

Prediksi luaran bergantung pada banyak faktor, antara lain umur, beratnya

cedera berdasarkan GCS dan CT scan otak, komorbitas, hipotensi dan/atau iskemi

serta lateralisasi neurologik (6).

26