Bab II Referat indikasi arthroplasti pada osteoarthritis

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Osteoarthritis 1.1 Epidemiologi Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7. 1.2 Definisi Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008). Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan (Koentjoro, 2010). Osteoarthritis ialah suatu

Transcript of Bab II Referat indikasi arthroplasti pada osteoarthritis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Osteoarthritis

1.1 EpidemiologiOsteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

1.2 DefinisiOsteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008).

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan (Koentjoro, 2010). Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi (Nur, 2009). American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat

(Sumual, 2012). Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun. Laki-laki di bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita pada umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi osteoarthritis lebih banyak wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang lebar dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut. Osteoartritis juga sering ditemukan pada orang yang kelebihan berat badan dan mereka yang pekerjaanya mengakibatkan tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi tubuh (Nur, 2009).

1.3 Etiologi Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder ( Soeroso, 2006 ).

1.4 PatofisiologiSelama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera

( Felson, 2008 ). Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi (Felson, 2008). Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2008). Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008). Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008). Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008). Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008). Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008). Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas

serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago (Felson, 2008). Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2008). Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. 6 Universitas Sumatera Utara Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2008). Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur (Felson, 2008). Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008).

Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut : 1) Fase 1

Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.

2) Fase 2 Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.

3) Fase 3 Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan

dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

1.5 Gejala Klinis

Gejala yang paling umum dari osteoarthritis adalah nyeri sendi. Rasa sakit cenderung memburuk dengan aktivitas, terutama setelah masa istirahat ini telah disebut gelling phenomenon. Osteoarthritis dapat menyebabkan kekakuan di pagi hari, tapi biasanya berlangsung selama kurang dari 30 menit, tidak seperti rheumatoid arthritis, yang menyebabkan kekakuan selama 45 menit atau Gejala ini mengakibatkan hilangnya fungsi, dengan pasien membatasi kegiatan mereka sehari-hari karena sakit dan kaku.

1.6 Sendi yang sering terkena

Sendi yang paling sering terkena adalah tangan, lutut, pinggul, dan tulang belakang, tetapi hampir setiap sendi dapat terlibat. Osteoarthritis sering asimetris. Pemeriksaan fisik merupakan poin penting dalam membuat diagnosis. Nyeri pada rentang gerak dan keterbatasan jangkauan gerak merupakan bentuk dari osteoarthritis, tetapi masing-masing sendi memiliki temuan pemeriksaan fisik yang berbeda.

1.7 Diagnosis

Osteoarthritis dapat di diagnosis menggunakan diagnosis klinis, dokter yakin dapat membuat diagnosis berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik. Plain radiografi dapat membantu dalam mengkonfirmasikan diagnosis dan mengesampingkan teknik pencitraan lain conditions tomography atau magnetic resonance imaging jarang diperlukan kecuali diagnosis diragukan dan ada kecurigaan kuat untuketiologi lain, seperti cedera meniscal. Pengujian laboratorium biasanya tidak diperlukan untuk membuat diagnosis. Tanda peradangan, seperti tingkat sedimentasi eritrosit dan tingkat protein C-reaktif, biasanya normal. Tes imunologi, seperti antinuclearantibodi dan faktor rheumatoid, tidak seharusnya dilakukan kecuali ada bukti sendi peradangan atau sinovitis, yang membuat arthritis autoimun diagnosis lebih mungkin. Tingkat asam urat disarankan hanya jika gout dicurigai

SIGN AND SYMPTOMPS

Hand

Pain on range of motion

Hypertrophic changes at distal and proximal interphalangeal joints

Tenderness over carpometacarpal joint of thumb

Shoulder

Pain on range of motion

Limitation of range of motion, especially external rotation

Crepitus on range of motion

Knee

Pain on range of motion

Joint effusion

Crepitus on range of motion

Presence of popliteal cyst (Baker cyst)

Lateral instability

Valgus or varus deformity

Hip

Pain on range of motion

Pain in buttock

Limitation of range of motion, especially internal rotation

Foot

Pain on ambulation, especially at first metatarsophalangeal joint

Limited range of motion of first metatarsophalangeal joint, hallux rigidus

Hallux valgus deformity

Spine

Pain on range of motion

Limitation of range of motion

Lower extremity sensory loss, reflex loss, motor weakness caused by nerve root impingement

Pseudoclaudication caused by spinal stenosis

1.8 TerapiSampai saat ini tidak ada terapi yang bisa mengobati osteoarthritis. Tujuan terapi osteoarthritis adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi hilangnya fungsi fisik. Pengobatan OA dilakukan secara komprehensif yaitu menangani semua gangguan yang dialami dan meningkatkan fungsi. Pengobatan komprehensif tersebut. Dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau terapi nonfarmakologis. Pasien dengan gejala ringan yang hilang timbul mungkin perlu perawatan nonfarmakologis saja. Namun, pasien dengan nyeri hebat yang mengganggu aktivitas sehari-hari mungkin membutuhkan terapi komprehensif, baik terapi nonfarmakologis maupun terapi farmakologis.

1.8.1 Farmakoterapi Paracetamol merupakan analgesik yang dapat dipilih dalam terapi OA. Untuk sebagian pasien, efek obat ini sudah adekuat dalam menghilangkan nyeri sehingga penggunaan OAINS yang memiliki efek lebih toksik terhadap tubuh dapat dihindari.OAINS merupakan obat paling populer untuk mengobat i osteoarthritis. Obat ini dapat diberikan secara topikal atau oral. Dalam uji klinis, OAINS oral menghasilkan efek analgesik 30% lebih besar daripada paracetamol dosis tinggi. Sebagian pasien yang diobati dengan OAINS mengalami efek yang signifikan, sedangkan sebagian lain mengalami sedikit perbaikan. OAINS harus diberikan secara topikal atau per oral sesuai kebutuhan karena efek samping akan berkurang jika obat digunakan dosis intermiten rendah. Jika penggunaan obat sesekali adalah kurang efektif, maka pengobatan setiap hari dapat diindikasikan. OAINS peroral sering menimbulkan efek samping, yang paling banyak adalah efek toksisitas pada saluran cerna, termasuk dispepsia, mual, kembung, perdarahan gastrointestinal, dan tukak gastrointestinal.

1.8.2 NonfarmakoterapiTujuan utama dari terapi nonfarmakologis berkaitan dengan mengurangi beban pada sendi yang sakit dan meningkatkan fungsi mekanisme protektif sendi sehingga dapat mengurangi pembebanan pada sendi. Beberapa cara yang dilakukan untuk mengurangi pembebanan sendi antara lain :

1. Menghindari/mengurangi aktivitas yang menyebabkan kerja berlebihan pada sendi dan terbukti mengakibatkan nyeri pada sendi tersebut.

2. Meningkatkan kekuatan otot penunjang kerja sendi untuk mengoptimalkan fungsinya sebagai faktor protektif sendi. Mengurangi beban yang diperoleh sendi dengan menggunakan alat bantu seperti memasang splint pada

sendi yang sakit, menggunakan tongkat untuk berjalan pada pasien OA lutut, dan sebagainya.

3. Tindakan operatifKetika pasien dengan OA lutut atau pinggul telah gagal menjalani pengobatan medis dan tetap kesakitan dengan keterbatasan fungsi fisik yang menurunkan kualitas hidup, pasien harus dirujuk untuk artroplasti total. Ini adalah operasi yang sangat efektif dalam menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan fungsi pada sebagian besar pasien. Saat ini tingkat kegagalan 1% per tahun. Kemungkinan keberhasilan operasi ini lebih besar di pusat- pusat kesehatan dimana sedikitnya 25 operasi tersebut dilakukan setiap tahun atau dengan ahli bedah yang berpengalaman dalam melakukan operasi tersebut. Waktu penggantian lutut atau pinggul sangat penting. Jika pasien menderita selama bertahun-tahun hingga status fungsional mereka telah menurun secara substansial dengan otot-otot yang sudah cenderung melemah, status fungsional pasca operasi tidak dapat meningkat setara dengan yang dicapai oleh orang lain yang menjalani operasi pada tahapan awal dalam perjalanan penyakitnya.

2. Joint Replacement2.1 Definisi

Total joint replacement adalah suatu tindakan pembedahan dimana permukaan sendi yang mengalami kelainan diganti dengan material sintetik (prosthesis), sehingga akan meredakan nyeri dan memperbaiki kinematik dan fungsi sendi (HCPU, 2012).

Gambar 2.1 Sendi panggul yang mengalami kerusakan dan penggantiansendi panggul buatan (Simon, 2013)

2.2 Jenis2.2.1 Total Hip Arthroplasty

Total hip arthroplasty (THA) merupakan salah satu tindakan ortopedik yang paling sukses dilakukan saat ini. Total hip arthroplasty dapat meredakan nyeri, mengembalikan fungsi, dan memperbaiki kualitas kehidupan pada pasien-pasien dengan nyeri sendi panggul akibat berbagai macam penyebab. Total hip arthroplasty ini dikembangkan pertama kali berupa desain hip prosthesis pada tahun 1960-an oleh Sir John Charnley, seorang dokter bedah ortopedik di Inggris (HCPU, 2012).Fungsi normal sendi panggul adalah sebagai “ball-and-socket”, dimana caput femur (ball) bersambungan dengan acetabulum (socket) yang dapat membuat pergerakan yang halus ke banyak arah bidang. Kondisi apapun yang mempengaruhi struktur ini akan menyebabkan penurunan fungsi sendi, yang kemudian akan menimbulkan deformitas, nyeri, dan kehilangan fungsi. Kondisi yang paling umum menyebabkan hal ini adalah osteoarthritis (Erens, 2015).

Tabel 2.2.1 Perbandingan Berbagai Pendekatan Pembedahan pada Total Hip Arthroplasty (Parks, 2009)

Approach Internervous Interval

Major Structures At Risk

Advantages Disadvantages/Risks

Anterior (Smith-Petersen)

SuperficialSartorius

(femoral nerve) and tensor fasciae latae (superior gluteal nerve)

DeepRectus femoris

(femoral nerve) and gluteus medius (superior gluteal nerve)

Lateral femoral cutaneous nerve

Ascending branch of the lateral femoral circumflex artery

Allows hip dislocation without risk to the femoral head blood supply

Useful for anterior column exposure (eg, pelvic osteotomy or fracture)

Extensive access to inner and outer tables of the ilium, anterior femoral head and neck, and acetabulum

Limits posterior acetabular visualization

Extensive release of the abductors can result in weakness and a high incidence of heterotopic ossification

Two-incision anterior (Berger)

Anterior incision for acetabular insertion

Lateral incision for femoral component

Same as anterior approach

Lateral femoral cutaneous nerve

Further study and long-term follow-up needed to determine if it expedites patient recovery

Technically difficult Does not allow wide exposure of the hip joint

Anterolateral (Watson-Jones)

Tensor fasciae latae (femoral nerve) and gluteus medius (femoral nerve)

Branch of the superior gluteal nerve that supplies the tensor fasciae latae

Femoral nerve

Low incidence of postoperative dislocation

Good exposure of hip joint and proximal femur without trochanteric osteotomy

Damage to the femoral shaft and malpositioning of the femoral component during femoral canal preparation

Damage to the abductors

Lateral (Hardinge)

NoneModified

Hardinge approach divides the gluteus medius at the junction of the anterior third and posterior two thirds

Same as anterolateral approach

Access to the anterior and posterior hip joint without osteotomy of the trochanter

Low rate of postoperative dislocation

Improved access to the proximal femur for reaming compared to anterolateral and anterior approaches

Postoperative limp (18% incidence in primary THA)

Heterotopic ossification (incidence as high as 47% in primary THA)

Transtrochanteric lateral (Charnley)

No internervous plane, access to joint through osteotomy of the greater trochanter

Same as anterolateral approach

Excellent exposure; allows complete visualization of the

Increased intraoperative time and blood loss because of the time needed to repair the trochanteric

Level of the osteotomy may be varied based on necessary exposure

Small wafer/trochanteric slide

Standard-size osteotomy at the vastus ridge

Extended trochanteric osteotomy 3 to 10 cm distal to the trochanteric ridge

Various techniques for repair of the trochanter have been described, including wire knots and the commonly used Dall-Miles* cable grip system

May be combined with anterolateral, posterolateral, or direct lateral approaches

anterior and posterior aspects of the hip and a full view of the acetabulum

Ability to preserve blood supply to the femoral head

Improved biomechanics of the abductor mechanism through the advancement of the greater trochanter through distal reattachment

Allows exposure of the hip without applying torque to the femur, decreasing fracture risk (osteoporosis, cortical defects)

osteotomy siteSlower rehabilitation

resulting from weight-bearing protection postoperatively; usually a period of 6 weeks to allow for trochanteric healing

Trochanteric nonunion (rates reported: 5% to 32%)

Broken wires, trochanteric bursitis, and ectopic bone formation

Posterolateral None Sciatic nerve Minimal anatomic disruption (abductors preserved)

Excellent exposure of socket and femur

Slightly higher dislocation rate

Quick recovery/no limp

Higher patient satisfaction

Less heterotopic ossification

Extensile exposure easy to obtain

Lower rate of reported overall complications

Mini-posterior Same as standard posterolateral approach

Same as standard posterolateral approach

Further study and long-term follow-up needed to determine if it expedites patient recovery

Same as standard posterolateral approach Increased potential for component malpositioning

2.2.2 Total Knee ArthroplastyTotal knee arthroplasty dalam beberapa bentuk telah dipraktekkan lebih dari 50 tahun. Awalnya, total knee arthroplasty ini tidak sesukses hip replacement oleh Sir John Charnley. Namun, dengan semakin majunya teknologi, desain pembedahan ini semakin berkembang. Pembedahan ini dapat meredakan nyeri sendi lutut dan menghilangkan permukaan bantalan yang rusak, sehingga luas gerakan (ROM) dapat ditingkatkan (Subagyo, 2013).Total knee arthroplasty memiliki beberapa pendekatan pembedahan yakni, insisi kulit anterior, pendekatan medial parapatellar, pendekatan midvastus, pendekatan subvastus, insisi mini, dan pendekatan lateral. (Bolognesi, 2009).

Gambar 2.2.2 Gambaran skematik perbandingan pendekatan pembedahan: medial peripatellar (A), subvastus (B), and

midvastus (C).

2.3 Prosedur dan BahanPre OperasiPeralatan yang diperlukan antara lain: perlengkapan cementing, spons dengan epinefrin, sucker 2 ujung, kauter ujung panjang dan gagang pisau panjang, stay suture, stimulator syaraf. Pemeriksaan radiologis dari sendi pinggul diperlukan untuk mengevaluasi acetabulum dan femur preoperasi, untuk mengukur panjang, template femoral neck cut, ukuran komponen, dan diagnosis banding dari penyakit sendi. Pada pre operasi dilakukan penilaian medis dengan konsultasi pada bidang kardiologi, anestesi, urologi, dan gastroenterologi, serta dilakukan pertimbangan untuk transfusi darah (Wheeless, 1996).

Paparan awalPada tahap ini dilakukan pemasangan kateter foley,

pemasangan pad anterior dan posterior untuk menahan posisi lateral, pemasangan pad pada axilla, bawah lengan, dan bawah tungkai, persiapkan lampu, serta Mayo stand untuk memposisikan tungkai internal rotasi. Desinfektan kulit yang dapat digunakan adalah alkohol, iodofor, dan klorheksidin.

Insisi kulit dilakukan dengan metode posterolateral approach. Landmark dari insisi antara lain spina iliaca posterior superior dan trochanter majus, serta distal dari landmark. Kemudian dilakukan insisi melalui iliotibial band, diteruskan dengan gluteus maximus splitting (Wheeless, 1996).

Reseksi Columna FemoralisHoman retractor diposisikan pada columna femoralis,

dilakukan pengangkatan soft tissue yang ada di lateral dari columna femoralis dan yang ada di medial dari trochanter majus. Kemudian dilakukan osteotomy 2 mm lebih tinggi dari templating preoperatif (Wheeless, 1996).

AcetabulumPada tahapan ini dilakukan pengangkatan kapsul ke arah

anterior dari acetabulum. Begitu juga dengan kapsul inferior dilakukan insisi sebagian secara longitudinal untuk menampakkan labrum inferior. Kemudian dilakukan retraksi dari kapsul anterior, nervus ischiadicus, m. gluteus medius, dan m. gluteus minimus dengan

retractor. Osteofit diangkat, yang dilanjutkan dengan eksisi dari labrum acetabulum secara melingkar. Lakukan secara hati-hati agar tidak melukai arteri obturatorius (Wheeless, 1996).

Femur diposisikan retraksi ke arah anterior untuk agar dapat dilalui oleh reamer. Kemudian reaming dilakukan terhadap dinding posterior dan medial menuju roof dari acetabulum, sehingga akan terhindarkan pergeseran dari sumbu rotasi ke arah lateral atau superior. Untuk osteoarthritis reaming dilakukan lebih ke sentral bukan ke perifer. Reaming telah selesai apabila seluruh kartilago telah diangkat, reamer telah memotong tulang hingga tepi dari acetabulum, serta telah didapatkan bentukan hemisfer. Kemudian prosthesis trial dipasang untuk mengevaluasi ketepatannya (Wheeless, 1996).

Komponen FemurPosisikan Homan retractor medium di bawah columna

femoralis dan di bawah m. quadrisep femoris kemudian angkat jaringan yang tersisa dari sisi posterior dan lateral dari columna femoralis. Back cut ke dalam trochanter diperlukan karena kebanyakan komponen femur yang digunakan saat ini memiliki batang lateral yang cenderung lurus. Tulang yang tersisa pada columna femoralis dan korteks medial dari trochanter majus, diangkat dengan box osteotome. Arahkan hand reamer pada condylus medialis sehingga komponen femur akan sedikit valgus 5-150 anteversi (Wheeless, 1996).

Selanjutnya dilanjutkan dengan broaching dari femur. Metode yang akurat adalah dengan melakukan internal rotasi dari sendi pinggul dan menahan tibia lurus ke atas. Pengangkatan tulang cancellous lunak dari permukaan medial dari columna femoralis harus dilakukan dengan baik agar kolom semen dapat memadat dengan baik. Terakhir, gunakan trial femoral dan hindari posisi varus (Wheeless, 1996).

Sebelum mereduksi sendi pinggul, pastikan bahwa pusat dari caput femoralis berada kira-kira setinggi trochanter majus. Setelah percobaan reduksi telah lengkap, liner acetabulum trial diangkat, sekrup kubah acetabulum yang tersisa dimasukkan dan liner definitif disisipkan. Nervus ischiadicus harus diraba dengan sendi pinggul fleksi untuk memastikan bahwa saraf tidak mengalami ketegangan yang berlebihan (Wheeless, 1996).Insersi cementless femoral stem

Persiapan femoralis dimulai dengan pengangkatan sisa-sisa bagian lateral columna femoralis dan bagian korteks medial trochanter majus. Bagian proksimal columna femoral dimasuki dengan box osteotome. Jalan masuk ke dalam kanal medulla yang terdiri dari tahapan exposue, positioning, back cut, dan memasukkan box osteotome ke dalam canal IM untuk mengangkat dasar dari kolumna femoralis dan bagian medial dari trochanter majus. Kemudian

dilanjutkan femoral reaming dan broaching for cementless stem (Wheeless, 1996).Insersi cemented femoral stem

Pertama, dilakukan persiapan insersi dengan calcar planer yang diperlukan untuk memaksimalkan kontak dengan femoral collar. Untuk prosthesis dengan collar, gunakan calcar planer untuk membuat penyesuaian akhir dari collar terhadap bagian medial dari korteks columna femoralis. Restriktor semen disisipkan dan dilanjutkan dengan irigasi kanal medulla dengan pembilasan yang pulsatil. Spons yang telah dibasahi epinefrin dimasukkan ke dalam kanal medulla. Kemudian dilakukan pengaplikasian stem centralizer pada batang dan dilanjutkan dengan proses penyemenan (Wheeless, 1996).

Pada teknik insersi, kaki ditempatkan pada posisi aman, dan prosthesis disisipkan. Prostesis harus dimasukkan dengan anteversi yang tepat. Prostesis dimasukkan dengan hati-hati untuk mempertahankan anteversi yang tepat. Pada awalnya prostesis dimasukkan dengan tangan tetapi pada 2 cm terakhir mungkin diperlukan stem impactor dan mallet. Buang semen yang berlebih. Kemudian angkat debris dari acetabulum dan periksa kembali panjang kaki dengan trial head. Usap bersih batang femoral dan tekankan pada caput femur, dan diteruskan dengan reduksi dari sendi pinggul. Pada tahap reduksi akhir, ambil spons dan pastikan tidak ada benda asing yang tertinggal serta pastikan tidak ada jaringan lunak yang menyela. Terakhir, kembali periksa stabilitasnya (Wheeless, 1996). Final Trial Sesudah batang dan mangkok ditanamkan, hanya ada tiga variabel yang dapat mengoptimalkan panjang dan stabilitas, yaitu acetabular liner, diameter caput, dan panjang columna). Sedangkan panjang kaki dimodifikasi dengan memperpanjang atau memperpendek panjang columna. Panjang kaki intraoperatif ditentukan oleh template preoperasi, X-rays intraoperatif, jarak antara pin Steinman, dan shuck test (yang merupakan jumlah relatif dari gerak yang dicapai ketika femur dialihkan dari acetabulum (biasanya sekitar 1 cm). Pastikan bahwa liner definitif telah terpasang erat pada tempatnya (Wheeless, 1996). Penutupan luka

Kaki ditempatkan pada bantalan Mayo berdiri di 100 abduksi untuk meredakan ketegangan di kaki. Kemudian dilakukan perbaikan kapsul posterior dan melekatkan kembali rotator eksterna untuk membantu mengurangi dislokasi posterior). Pemasangan drain pada total hip arthroplasty masih kontroversial (Wheeless, 1996).

Post OperasiSetelah operasi akan dilakukan pemeriksaan untuk

mengevaluasi status vaskular dan neurologis dari kedua kaki, serta menilai panjang kaki berdasar ketinggian malleoli ataupun adanya dislokasi. Pemeriksaan radiografi yang diperlukan adalah foto polos dua posisi, yaitu AP dan lateral. Foto AP digunakan untuk melihat semen di luar korteks, sedangkan foto lateral dapat menunjukkan penetrasi batang pada korteks. Pada post operasi ini, pasien perlu untuk membatasi fleksi hingga 900 (Wheeless, 1996).

2.4 IndikasiJoint replacement therapy (Terapi penggantian sendi) merupakan terapi yang dapat dipilih oleh pasien osteoarthritis end stage apabila terapi non farmakologis dan terapi farmakologis tidak berhasil. Berikut adalah indikasi dilakukan terapi penggantian sendi adalah adanya: (Nace et al, 2012)1. Bukti radiologis adanya penyakit inflamasi sendi degeneratif yang

ditunjukkan melalui gambaran penyempitan sendi, adanya osteofit dan kista tulang, dan sklerosis tulang.

2. Gejala yang parah berupa nyeri yang merupakan indikasi utama dilakukan penggantian sendi. Arthroplasty atau penggantian sendi diindikasikan bagi pasien yang mengalami nyeri menetap setelah 6 bulan menjalani pengobatan non operatif. Nyeri diklasifikasikan sebagai nyeri tumpul yang sulit untuk melokalisasinya. Aktivitas akan meningkatkan nyeri dan akan berkurang jika digunakan untuk istirahat. Peningkatan aktivitas di siang hari akan diikuti nyeri yang bertambah pada malam hari. Nyeri di malam hari ini sangat mengganggu pasien dan menjadi indikasi penting dilakukan tindakan operasi. Pada osteoarthritis terjadi keterbatasan fungsi yang berhubungan dengan nyeri berjalan dan menaiki tangga. Pasien akan mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari dan penurunan mobilitas. Kontraksi capsular dan deformitas sendi menyebabkan penurunan luas gerak sendi.

3. Kondisi kesehatan pasien harus optimal sebelum dilakukan operasi, tidak ada infeksi, mekanisme ekstensor yang masih intak, serta diperoleh persetujuan dari pasien untuk dilakukan tindakan penggantian sendi.

2.5 KontraindikasiKotraindikasi joint replacement therapy adalah adanya infeksi akut dan obesitas. Kontraindikasi relatif meliputi kondisi kesehatan yang buruk dan terdapat resiko anestesi, deformitas yang signifikan, kepadatan tulang yang kurang, dan neuropati (Crawford et al., 1997).

2.6 Prognosis

Faktor yang menyebabkan prognosis menjadi buruk pada joint replacement adalah adanya adanya penyakit penyerta sehingga resiko operasi yang dapat terjadi akan melebihi manfaat yag diharapkan. Faktor tersebut diantaranya gangguan psikiatri, demensia, dan atau infeksi sistemik (Crawford et al., 1997)

2.7 Rehabilitasi MedikTujuan rehabilitasi medik setelah operasi joint replacement therapy adalah untuk mengurangi bengkak, meningkatkan luas gerak sendi, meningkatkan kotrol otot dan kekuatan pada ekstrimitas yang terlibat di bawahnya serta memaksimalkan mobilitas. Rehabilitasi medik disesuaikan pada sendi mana yang dilakukan operasi.

Rehabilitasi medik setelah joint replacement therapy pada sendi bahu membutuhkan waktu 9-12 bulan untuk mencapai pemulihan penuh. Pada 6 minggu pertama sendi yang dioperasi harus dilindungi dengan cara menghindari gerakan internal rotasi dan eksternal rotasi. Sling harus digunakan pada 48-72 jam pertama. Setelah 3 hari, sling dapat dilepas untuk aktivitas ringan seperti di meja kerja. Sling harus dipakai sesuai kebutuhan, setiap kali pasien aktif atau dalam lingkungan yang tidak terlindungi, harus selalu dipakai saat malam hari pada 6 minggu pertama. Penggunaan sling dapat dihentikan setelah 6 minggu. Pasien diedukasi agar tidak melakukan gerak aktif bahu untuk 4 minggu, menjaga luka agar tetap kering, dan terapi dingin 3 kali sehari selama 20 menit. Latihan yang dilakukan berupa latihan pendulum tanpa beban, latihan luas gerak sendi aktif asistif berupa gerakan fleksi, abduksi, eksternal rotasi 20°, latihan luas gerak sendi aktif berupa gerakan fleksi ekstensi sendi siku, fleksi ekstensi telapak tangan, dan pronasi supinasi, serta gerakan mengangkat bahu. Setiap dua minggu dilakukan peningkatan latihan yang bertahap sampai tercapai perkembangan aktivitas penuh seperti yang diarahkan dokter.Pada pasien dengan joint arthroplasty pada sendi panggul, selama 3

bulan setelah operasi harus menghindari fleksi sendi panggul 90°, menghindari internal rotasi dari ekstrimitas bawah, menghindari pergerakan yang melewati batas tengah tubuh, dan menghindari duduk di bawah. Latihan fisik pada pasien dilakukan secara bertahap berupa latihan luas gerak sendi dan kekuatan otot (Beagan, C. P. 2011).

Rehabilitasi medik setelah joint arthroplasty pada sendi lutut pasien harus menggunakan walker atau crutches sampai dokter mengijinkan untuk menghentikan penggunaannya. Terapi dingin dengan cryocuff sampai 30 menit tiap 2 jam. Merubah posisi lutut setidaknya satu kali dalam satu jam, ketika bangun, untuk menghindari kekakuan. Latihan di rumah dilakukan 3 kali sehari. Ketika menaiki tangga, kaki yang sehat didahulukan kemudian kaki yang menggunakan crutches, sedangkan ketika menuruni tangga,

kaki yang menggunakan crutches yang didahulukan. Tujuan rehabilitasinya adalah untuk mencapai ambulasi yang aman dengan walker, crutches, atau tongkat, meningkatkan luas gerak sendi, dan kemandirian dalam mobilisasi. Latihan yang dilakukan adalah latihan luas gerak sendi dan latihan kekuatan otot (Ghazinouri, 2012).