Lapkas OsteoArthritis

32
BAB I PENDAHULUAN Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat. 1 Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebabkan oleh faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen, sedangkan osteoartritis sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama, dan lain-lain. 2 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen, dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi bersangkutan membentuk efusi. 3 Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. 4 Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan pemeriksaan ke dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda nyeri. 5 Data di RSU Prof. 1

description

rehabilitasi medik

Transcript of Lapkas OsteoArthritis

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti

penyebabnya, ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat.1

Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer

disebabkan oleh faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen, sedangkan

osteoartritis sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya kelainan endokrin,

inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang

terlalu lama, dan lain-lain.2 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan

sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit,

kerusakan ligamen, dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi

bersangkutan membentuk efusi.3

Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di

dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas

pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.4 Berdasarkan data

Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di

Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya

melakukan pemeriksaan ke dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat

bebas pereda nyeri.5 Data di RSU Prof. dr. RD Kandou menunjukkan bahwa

selama kurun waktu Januari-Desember 2003 terdapat 726 (12,89%) penderita OA

dari 5632 penderita yang ditangani di bagian rehabilitasi medik, sedangkan

selama kurun waktu Januari-Desember 2004 terdapat 820 (13,68%) penderita OA

dari 5995 penderita yang ditangani di bagian rehabilitasi medik.6

Penanganan rehabilitasi medik OA lutut disesuaikan dengan problem serta

dampak yang ditimbulkannya baik impairment, disabilitas, maupun handicap yang

terjadi. Tujuan umum penanganan rehabilitasi OA lutut adalah meningkatkan

fungsi, mempertahankan fungsi, mencegah disfungsi sehingga tercapai derajat

fungsional yang seoptimal mungkin dan akhirnya meningkatkan kualitas hidup

penderita.7

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Osteoartritis adalah kelainan sendi sebagai akibat proses mekanik dan biologik

yang menyebabkan ketidakseimbangan antara proses memburuknya rawan sendi

dengan pembentukan kondrosit. Matriks rawan sendi mengalami perlunakan,

fibrilasi, ulserasi, rawan sendi hilang, terbentuk kista subkondral dan osteofit.8

B. Epidemiologi

Osteoartritis lutut adalah salah satu kelainan muskuloskeletal yang paling

sering dijumpai di seluruh dunia. Penyakit ini merupakan penyebab utama

impairment dan disabilitas pada usia lanjut dan menimbulkan beban ekonomi

yang bermakna dalam masyarakat.9

Osteoartritis dapat menyerang semua sendi, tetapi yang paling sering adalah

sendi penyokong berat badan.8 Sendi-sendi yang umumnya terserang adalah sendi

lutut, panggul, lumbal, dan servikal.9

Menurut Sharma, pada usia kurang dari 45 tahun, OA terdapat lebih banyak

pada laki-laki dibandingkan wanita, tetapi pada usia di atas 45 tahun, wanita lebih

banyak dibandingkan laki-laki.10 Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia

cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria, dan 12,7% pada wanita.11

C. Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi pasti dari osteoartritis sampai saat ini tidak diketahui, akan tetapi

beberapa faktor predisposisi terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh:

1. Usia : dengan bertambahnya usia, berarti terdapat peningkatan

penggunaan sendi sehingga terjadi ketidakseimbangan faktor biokimia dengan

faktor biomekanik dimana pada usia tua terdapat perubahan fungsi kondrosit

dan matriks rawan sendi.8

2. Jenis kelamin : wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA generalisata,

laki-laki lebih sering terkena OA panggul, pergelangan tangan, dan leher.12

3. Ras: Lebih sering pada orang Asia khususnya China, Eropa, dan

Amerika.12

2

4. Obesitas : berat badan yang berlebih akan menambah beban sendi

penumpu berat badan sehingga stress mekanik bertambah dan hal ini

mempercepat degenerasi rawan sendi.8

5. Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga : Pemakaian sendi yang berlebihan

(peningkatan stress mekanik) untuk jangka waktu yang lama dapat merusak

rawan sendi melalui mekanisme pengikisan dan proses degenerasi. OA juga

berhubungan dengan berbagai jenis olahraga tertentu yang sering

menimbulkan cedera sendi seperti lari maraton (OA panggul), sepakbola (OA

lutut dan panggul), dan American football (OA lutut).8

6. Penyakit radang sendi : OA dapat timbul sebagai akibat berbagai penyakit

sendi lainnya, seperti artritis reumatoid, artritis karena infeksi kronis seperti

tuberkulosis sendi. Reaksi peradangan pada membran sinovial akan

mengeluarkan enzim perusak matriks rawan sendi.8

7. Penyakit endokrin : penderita diabetes melitus dimana kadar gula darah

tinggi akan menyebabkan produksi proteoglikan menurun yang akan

mencetuskan OA.8

8. Faktor keturunan.8

9. Trauma.8

D. Patogenesis

Perubahan yang pertama terjadi pada osteoartritis adalah ketidakrataan rawan

sendi disusul ulserasi dan hilangnya rawan sendi sehingga terjadi kontak tulang

dengan tulang dalam sendi disusul dengan terbentuknya kista subkondral, osteofit

pada tepi tulang dan reaksi radang pada membran sinovial. Pembengkakan sendi,

penebalan membran sinovial dan kapsul sendi serta teregangnya ligamen

menyebabkan ketidakstabilan dan deformitas.8

Otot sekitar sendi menjadi lemah karena efusi sinovial dan disuse atrophy

pada satu sisi dan spasme otot pada sisi lain. Perubahan biomekanik ini disertai

dengan perubahan biokimia dimana terjadi gangguan metabolisme kondrosit,

gangguan biokimia matriks akibat terbentuknya enzim metaloproteinase (MPP)

yang memecahkan preoteoglikan dan kolagen.8

3

Rawan sendi pada keadaan normal melapisi ujung tulang. Matriks rawan sendi

mempunyai 2 tipe makromolekul yaitu proteoglikan dan kolagen disamping

mineral, air, dan enzim. Proteoglikan terdiri dari protein dengan rantai

glikosaminoglikan, kondroitin sulfat, dan keratan sulfat. Proteoglikan bergabung

dengan glikosaminoglikan lain dan protein lain yang berfungsi untuk

menstabilkan dan memperkuat rawan sendi. Kolagen penting untuk integritas

struktur dan kemampuan fungsi rawan sendi. Kolagen rawan sendi adalah kolagen

tipe II.8

Stress mekanik yang terjadi akan mempengaruhi metabolisme kondrosit,

pelepasan enzim MPP, dan gangguan biokimia sifat matriks sehingga terdapat

penurunan kadar proteoglikan sedangkan kolagen masih normal, sementara

sintesis kondrosit meningkat sebagai tanda usaha memperbaiki diri. Enzim MPP

akan menyebabkan pemecahan proteoglikan dan kolagen.8,9

Enzim MPP dalam keadaan normal dihambat oleh Tissue Inhibitor of

Metaloprotein (TIMP). Secara teoritis, ketidakseimbangan antara produksi MPP

dan TIMP akan menyebabkan peningkatan proteolisis matriks sehingga terjadi

degenerasi rawan sendi.8,9

Rawan sendi menjadi lunak, timbul celah yang akan mencapai subkondral

sehingga terbentuk kista. Serpihan rawan sendi yang mengandung protein kolagen

dan kristal fosfat kalsium terapung dalam cairan sendi akan difagosit sel membran

sinovia sehingga terjadi reaksi radang (sinovitis). Osteofit terjadi karena serpihan

rawan sendi yang tumbuh menjadi tulang yang keras.8

Gambar 1. Gambaran sendi

normal dan sendi yang terkena OA

E. Gejala Klinis

4

Pada umumnya, gejala klinis osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama bila

sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita

beristirahat. 13

Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan

beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi

digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung

selama beberapa menit (tidak lebih dari 30 menit).14

Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit,

permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau

spasme dan kontraktur otot periartikular. Gangguan ini biasanya semakin

bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.13

Gejala lainnya yaitu terdapat krepitasi atau rasa gemeretak pada sendi yang

sakit, pembesaran sendi atau deformitas, dan perubahan gaya berjalan.11,13

F. Diagnosis

5

Untuk diagnosis OA lutut, digunakan kriteria klasifikasi dari American

College of Rheumatology seperti pada Tabel 1.2

Tabel 1. Kriteria Diagnosis OA

Klinis dan Laboratorium Klinis dan radiologi Klinis

Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 berikut :

Nyeri lutut + minimal 1 dari 3 berikut

Nyeri lutut + minimal 3 dari 6 berikut :

- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun

- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit - stiffnes < 30 menit

- krepitasi - krepitasi + osteofit - krepitasi

- nyeri pada tulang - nyeri pada tulang

- pelebaran tulang - pelebaran tulang

-tidak hangat pada perabaan -tidak hangat pada perabaan

- LED < 40mm/jam

- Rheumatoid factor < 1:40

- Cairan sinovial : jernih, viscous,leukosit<2000/mm3

Terdapat beberapa pemeriksaan fisik yang terkait untuk mendiagnosa

osteoartritis, yaitu dengan tes provokasi, antara lain ialah:

a. Anterior Drawer Test

6

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi ruptur atau instabilitas ligamentum

krusiatum anterior.

Penderita berbaring

terlentang dengan salah satu lutut

difleksikan.Pemeriksa duduk di tepi meja periksa, bersandar pada kaki

penderita untuk menstabilkannya. Pemeriksa meletakkan kedua tangannya di

bagian proksimal tungkai bawah dengan ibu jari pada kedua sisi tulang tibia

anterior distal dan jari-jari lainnya melingkar di belakang tungkai bawah.

Pemeriksa mencoba untuk menarik tibia ke depan. Bila ditemukan tulang tibia

yang menggeser ke depan lebih dari 5 mm, maka dianggap anterior drawer

test positif.15

b. Posterior Drawer Test

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi ruptur atau instabilitas ligamentum

krusiatum posterior. Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior

Drawer Test. Pada tes ini pemeriksa meletakkan tangan pada bagian

proksimal tungkai bawah dan ibu jari berada di bagian distal tulang patela

kemudian didorong ke arah belakang. Tes ini positif jika ditemukan tulang

tibia bergeser ke belakang.15

7

Gambar 2. Anterior Drawer Test

c. Test for Medial Stability

Tes ini untuk menilai instabilitas ligamen kolateral medial. Penderita tidur

telentang dengan lutut ekstensi penuh. Pegang tungkai bawah dengan satu

tangan diletakkan pada lutut bagian posterior lateral dan memaksakan bagian

distal tungkai bawah ke lateral. Buatlah daya valgus pada lutut dan tekanan

pada ligamentum kolateral medial. Manuver dilakukan pada 0 dan fleksi lutut

30. Tes bernilai positif jika nyeri dan atau peningkatan pemisahan pada garis

sendi medial.15

d. Test for lateral stability

Tes ini untuk menilai instabilitas ligamen kolateral lateral. Penderita dalam

posisi berbaring telentang dengan lutut ekstensi penuh. Pegang tungkai bawah

8

Gambar 3. Posterior Drawer Test

Gambar 4. Test for Medial Stability

dengan satu tangan diletakkan pada lutut bagian posterior medial saat

memaksakan bagian distal tungkai bawah ke medial. Buatlah daya varus pada

lutut dan tekanan pada ligamentum kolateral lateral. Manuver dilakukan pada

0 dan fleksi lutut 30. Tes positif jika nyeri dan atau peningkatan celah pada

garis sendi lateral.15

e. McMurray Test

Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi

meniskus medial dan lateral. Pada tes ini penderita berbaring terlentang

dengan satu tangan pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya

memegang lutut. Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah

eksorotasi dan endorotasi kemudian secara perlahan-lahan diekstensikan.

Kalau terdengar bunyi “klek” atau teraba sewaktu lutut diluruskan, maka

meniskus medial atau bagian lateral yang mungkin terobek.15

9

Gambar 6. Pemeriksaan McMurray

Gambar 5. Test for lateral stability

f. Apley Compresion Test

Tes ini dilakukan untuk menentukan cedera ligamental atau meniskus.

Penderita dalam posisi berbaring tengkurap dengan tungkai bawah difleksikan

90. Kemudian dilakukan penekanan pada tumit pasien. Penekanan dilanjutkan

sambil memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi) dan luar (eksorotasi). Tes

ini positif apabila pasien merasakan nyeri pada bagian lutut.15

g. Apley Distraction Test

Tes ini dilakukan untuk menentukan cedera meniskus atau ligamental pada

persendian lutut. Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Apley

Compression Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai

bawah keluar (eksorotasi) dan ke dalam (endorotasi). Apabila pada distraksi

eksorotasi dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tes ini positif.16

Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren &

Lawrence:17

Derajat 0 : Radiologi normal.

Derajat 1 : Penyempitan celah sendi meragukan.

Derajat 2 : Osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.

Derajat 3 : Osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi, sklerosis

sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.

Derajat 4 : Osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata, sklerosis

yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.

10

Gambar 7. (a) AppleyComppresion Test; (b) Appley Distraction Test

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan osteoartritis terdiri dari terapi non farmakologik, terapi

farmakologik sistemik, terapi lokal, dan tindakan bedah.9,10

1. Terapi non farmakologik

Terapi ini sangat penting dan meliputi edukasi, penurunan berat badan,

dan rehabilitasi medik.

2. Terapi farmakologik sistemik

Meliputi pemberian analgesik sederhana non narkotik, analgesik narkotik,

obat anti inflamasi non steroid (OAINS), dan inhibitor COX-2 selektif.

3. Terapi lokal

Terapi ini meliputi pemberian injeksi intraartikuler steroid atau hialuronan

dan pemberian terapi topikal seperti krim OAINS, krim salisilat.

4. Tindakan bedah

Bila terapi medikal tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka

dipertimbangkan untuk melakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dapat

berupa arthroscopic debridement, osteotomi tibial tinggi, artroplasti atau

artrodesis.

Pada stadium akut, intervensi rehabilitasi medik meliputi medikamentosa,

istirahat, terapi dingin, dan terapi latihan. Terapi dingin bermanfaat untuk

mengurangi edema, nyeri serta kerusakan rawan sendi oleh kolagenase. Terapi

latihan yang diberikan berupa latihan lingkup gerak sendi (LGS) pasif dengan

cukup sekali gerak tanpa peregangan karena latihan LGS yang progresif akan

memperberat proses radang.7

Setelah stadium akut terlewati, intervensi rehabilitasi medik bertujuan untuk

mengatasi dan mengurangi keluhan nyeri, mengoreksi dan mempertahankan LGS

serta fungsi sendi agar tetap lentur dan stabil, mempertahankan dan meningkatkan

kekuatan dan ketahanan otot agar fungsi sendi bisa optimal serta proteksi dan

konservasi bentuk serta fungsi sendi dari kerusakan lebih lanjut. Intervensi

rehabilitasi medik meliputi medikamentosa, terapi dengan modalitas fisik, terapi

latihan, terapi okupasi, ortosis dan edukasi.7,18

a. Terapi dengan modalitas fisik

11

Terapi panas, bertujuan untuk mengurangi nyeri, spasme otot, dan

meningkatkan kelenturan tendon sebelum latihan peregangan. Beberapa modalitas

fisik yang digunakan ialah hot pack, infra merah, paraffin bath, short wave

diathermy, micro wave diathermy, ultrasound diathermy.

Terapi listrik atau TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)

untuk mengurangi nyeri melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.

Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan

membuat ringan bagian atau ekstremitas yang direndam sehingga sendi lebih

mudah digerakkan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi nyeri,

relaksasi otot, dan memberi rasa nyaman.7,18

b. Terapi latihan

Pada keadaan inaktivitas otot akan kehilangan massa otot sebesar 30% dalam

seminggu dan penurunan kekuatan mencapai 5% per hari apabila dibiarkan

istirahat baring. Osteoartritis lutut sangat erat hubungannya dengan penurunan

kekuatan otot quadrisep dan bahkan dikatakan kelemahan otot quadrisep mulai

muncul pada tahap awal kerusakan rawan sendi, di lain pihak quadrisep sendiri

merupakan stabilisator atau penyeimbang lutut yang utama. Terapi latihan yang

diberikan meliputi latihan LGS, latihan penguatan, maupun latihan ketahanan

(endurance).7

c. Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas sehari-hari (AKS) untuk

memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa melakukan

kembali kegiatan atau pekerjaan normalnya.7,8

d. Alat bantu atau ortosis

Untuk OA lutut dengan sendi yang tidak stabil, dapat diberikan knee brace.

Pemberian knee brace meningkatkan fungsi proprioseptif pada OA kompartemen

medial lutut dengan varus alignment.7,8

e. Edukasi

Tujuan dari edukasi adalah mengubah perilaku penderita OA dalam

mempertahankan fungsi, karena pasien mengerti mengenai penyakitnya sendiri,

melakukan aktivitas perlindungan sendi, mencegah progresivitas penyakit dan

meningkatkan kualitas hidup penderita.7,8

12

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. JS

13

Umur : 64 tahun

Alamat : Ranotana, Manado, Sulawesi Utara

Status : Menikah

Agama : Kristen Protestan

Suku : Minahasa

Pekerjaan : Pensiunan

Tanggal periksa : 12 Agustus 2014

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri pada lutut kiri dan kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri pada kedua lutut sejak lama, memberat ± 2 minggu terakhir. Nyeri

dirasakan selama setengah jam, nyeri hilang timbul. Nyeri meningkat saat

beraktivitas, berjalan jauh, dan berdiri dari duduk. Nyeri menurun saat

istirahat. Kekakuan pada pagi hari dirasakan oleh penderita selama ± 5 menit.

Penderita merasa kesulitan saat naik dan turun tangga. Terdapat riwayat lutut

bengkak dan merah. Riwayat demam, mengangkat benda berat sebelumnya,

dan terjatuh disangkal penderita. BAB dan BAK normal.

Riwayat penyakit dahulu :

- Asam Urat (+) sejak 36 tahun yang lalu diobati dengan allopurinol rutin.

- Hipertensi (+) sejak 7 tahun yang lalu terkontrol dengan amlodipine rutin.

- Stroke (+) 7 tahun yang lalu hemiparesis kiri.

Riwayat kebiasaan : mengonsumsi minuman beralkohol tidak ada, merokok

ada, jalan jauh dan naik turun tangga saat kerja dulu.

Riwayat sosial :

- Tinggal dengan istri, memiliki 2 orang anak, keduanya telah berkeluarga.

- Rumah beton satu lantai, lantai tehel, tidak ada tangga, WC duduk.

14

- Penggunaan air PDAM, sumber penerangan PLN, biaya sehari-hari cukup,

biaya pengobatanditanggung oleh PT Asuransi Kesehatan.

- Kerja pensiunan PNS saat kerja sering naik turun tangga dan berjalan

jauh.

Riwayat psikologi : penderita tampak cemas dengan penyakit yang

dideritanya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 140/80 mmHg.

Nadi : 88 x/menit.

Respirasi : 18 x/menit.

Suhu badan : 36oC.

Berat badan : 66 kg

Tinggi badan : 170 cm

Indeks massa tubuh : 22,83 kg/m2(normal)

Kepala : normocephal

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.

Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya

kiri dan kanan ada, refleks cahaya tidak

langsungkiri dan kanan ada.

Leher : Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah

bening tidak ada.

Thoraks : Simetris kiri = kanan

Cor dan Pulmo: dalam batas normal.

Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

15

teraba, bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Akral hangat

Visual Analog Scale Genu Dekstra

Visual Analog Scale Genu Sinistra

Status lokalis:

1. Regio genu dekstra:

Inspeksi : edema (+), deformitas (-)

Palpasi : hangat (-), nyeri tekan (-)

Gerak : nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (-) krepitasi (+)

2. Regio genu sinistra:

Inspeksi : edema (-), deformitas (-)

Palpasi : hangat (-), nyeri tekan (-)

Gerak : nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (-), krepitasi (+)

Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) regio genu dekstra dan sinistra:

Dekstra Sinistra Normal

Fleksi 0-1200 0-1100 1350

Ekstensi 0-00 0-00 00

16

0 101 4

DinamisStatis

0 101 5DinamisStatis

Pemeriksaan Neuromuskular:

Ekstremitas inferior

Dekstra Sinistra

Gerakan +N +N

Kekuatan otot5/5/5/5

(nyeri)

5/5/5/5

(nyeri)

Tonus otot N N

Atrofi otot 39/30 39/30

Refleks Fisiologis N N

Refleks Patologis - -

Sensibilitas Normal Normal

Tes Provokasi:

Jenis tes Dekstra Sinistra

Anterior drawer test - -

Posterior drawer test - -

Medial stability test - -

Lateral stability test - -

Lachmann test - -

McMurray test - -

Apley compression test - -

Apley distraction test - -

Pemeriksaan Penunjang :

Foto Rontgen regio genu dekstra dan sinistra

17

Foto AP

Genu Dekstra

Foto AP

Genu Sinistra

Kesan : OA genu dekstra dan sinistra

IV. RESUME

Laki-laki, 64 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kedua lutut yang

dialami penderita sejak lama, memberat ± 2 minggu terakhir. Nyeri terasa

selama 30 menit, bersifat hilang timbul, meningkat saat penderita beraktivitas,

berjalan jauh, dan berdiri dari duduk, nyeri berkurang saat istirahat. Kekakuan

pada pagi hari dirasakan oleh penderita selama ± 5 menit. Riwayat lutut

bengkak dan merah (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, nadi

88x/menit, RR 18x/menit, suhu badan 36oC, Indeks Massa Tubuh 22.83 kg/m2

(normal). Pada status lokalis region genu dekstra dan sinistra didapatkan nyeri

gerak aktif dan krepitasi. VAS 4 pada lutut kanan dan VAS 5 pada lutut kiri.

Terdapat keterbatasan Lingkup Gerak Sendi pada kedua lutut. Hasil foto

didapatkan kesan osteoartritis genu bilateral.

18

Foto Lateral

Genu Dekstra

Foto Lateral

Genu Sinistra

V. DIAGNOSA

Diagnosa klinis : OA genu bilateral

Diagnosa etiologi : degeneratif

Diagnosa topis : kartilago genu dekstra dan sinistra

Diagnosa fungsional : - Impairment : nyeri dan keterbatasan Lingkup

Gerak Sendi dekstra dan sinistra

- Disability : gangguan aktivitas kehidupan

sehari-hari dan ambulasi

- Handicap : -

VI. PROBLEM

1. Nyeri lutut kiri (VAS 5), kanan (VAS 4)

2. Gangguan ambulasi

3. Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari

4. Gangguan kecemasan

VII. PENATALAKSANAAN

- Medikamentosa:

Obat Anti Inflamasi Non-Steroid jika nyeri.

- Non medikamentosa:

Rehabilitasi medik

Fisioterapi

- Evaluasi:

Nyeri lutut kiri (VAS 5), kanan (VAS 4)

Keterbatasan LGS genu bilateral

Gangguan ambulasi

- Program:

Short Wave Diathermy (SWD)pada regio genu dekstra dan

sinistra.

Kompres es di regio genu dekstra

Latihan isometrik untuk menguatkan m. quadriceps.

19

Setelah lewat fase akut, berikan latihan peningkatan Lingkup

Gerak Sendi dengan sepeda statis.

Okupasi terapi

- Evaluasi:

Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari

- Program: Latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan

sehari-hari dengan prinsip mengurangi beban pada sendi lutut

(joint protection).

Ortotik Prostetik

- Evaluasi:

Nyeri kedua lutut

Keterbatasan LGS genu bilateral

Gangguan Ambulasi

Gangguan AKS

- Program: Rencana menggunakan knee brace.

Psikolog

- Evaluasi: Penderita merasa cemas dengan sakitnya.

- Program: Memberi dukungan kepada penderita agar rajin berlatih

di rumah dan kontrol secara teratur, serta memberi dukungan

mental kepada penderita agar tidak cemas dengan penyakit yang

dideritanya.

Sosial medik

- Evaluasi: Biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan

ditanggung oleh asuransi kesehatan.

- Program: Membantu penderita dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi sehubungan dengan penyakit yang dialami dan

memberikan dukungan agar penderita rajin melakukan terapi dan

home program.

Home program atau edukasi

- Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik

turun tangga dan berdiri dalam waktu yang lama.

20

- Kontrol ke poli rehabilitasi medik secara rutin.

6. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

Qua ad sanationam : Dubia ad Bonam

21

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Murray CJL, Lopez AD. The global burden of disease. Geneva: World

Health Organization. 1996; 1-3.

2. Altman RD. Criteria for the classification of osteoarthritis. Journal of

Rheumatology. 1991; 27: 10-12.

3. Setiyohadi B. Osteoartritis selayang pandang. Dalam Temu Ilmiah

Reumatologi. Jakarta. 2003; 27-31.

4. Reginster JY. The prevalence and burden of osteoarthritis. Rheumatology.

2002; 41:3-6.

5. Kongres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. Yogyakarta, 2005;

10:21-40.

6. Yaputri C. Hubungan waktu tempuh GUG test dengan indeks Lequesne

pada penderita osteoartritis lutut. Manado: FK Unsrat; 2005.

7. Tulaar ABM. Penatalaksanaan rehabilitasi medik pada nyeri osteoporosis

dan osteoartritis. Buku panduan dan makalah lengkap KONAS IV

PERDOSRI Jakarta. 1998; 26-44.

8. Ilyas E. Pendekatan terapi fisik pada osteoartritis. Dalam: Nuhoni SA,

Tulaar ABM, Kusumaastuti P, eds. Naskah lengkap PIT I PERDOSRI.

Jakarta. 2002: 53-68.

9. Klippel JH. Osteoarthritis. In: Klippel JH, Crofford LJ, Stone JH, Weyand

CM, eds. Primer on the rheumatic disease, 12nd ed. Georgia: Arthritis

foundation, 2001 : 285-98.

10. Hicks JE, Gerber LH. Rehabilitation of the patient with arthritis and

connective tissue. In: DeLisa J, Crans B, eds. Rehabilitation medicine

principles and practice, 3rd ed. Philadelphia : Lippincott Raven, 1998: 1477-

516.

11. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku

22

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta. Interna publishing. 2009.

h.2538-49.

12. Kurniawan CD. Management of the knee osteoarthritis in the elderly people.

In: Soebadi RD, Wulan SMM, Santoso B, eds. Proceedings updating

physical medicine and rehabilitation towards 2010. Bali. 2004; 81-6.

13. Price S, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.

Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 1995: 1218-22.

14. Haq I, Murphy E, Dacre J. Osteoarthritis: Review. Postgrad Med J. 2003;

79:377-83.

15. Miler A, Heckert KD, Davis BA. The 3-minute musculoskeletal &

peripheral nerve exam. New York: Demos medical; 2009.h.65-76.

16. Fransen M, Bridgett L,March L,Hoy D, Penserga E, Brooks P. The

epidemiology of osteoarthritis in Asia. International journal of rheumatic

diseases 2011;14:113–121.

17. Santiago DT, Kathleen T, Elizabeth F. Rheumatic Disease. In: Randall L

Braddom, editor. Physical medicine and rehabilitation. 4th ed. 2007. p.770-1.

18. Fuath A. Rehabilitasi medik pada osteoartritis. Dalam: Kertia N, ed. Naskah

lengkap KONAS dan pertemuan ilmiah ikatan reumatologi Indonesia VI.

Yogyakarta. 2005: 13-27.

23