BAB II PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA A....
Transcript of BAB II PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA A....
15
BAB II
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA
A. Tanggung Jawab Keluarga dalam Pendidikan Agama Islam Anak
1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial dan merupakan unit pertama dalam masyarakat.
Dalam keluarga pulalah proses sosialisasi dan perkembangan individu
mulai terbentuk.1 Menurut Thohari Musnamar dalam bukunya Dasar-
dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami mendefinisiakan
keluarga adalah “komunitas terkecil dalam masyarakat”.2 Definisi ini
sesuai dengan pendapat William J. Goode yang mengatakan bahwa
keluarga merupakan unsur inti dalam struktur sosial yang lebih besar
(masyarakat). Melalui keluarga, masyarakat dapat memperoleh dukungan
yang diperlukan dari pribadi-pribadi. Sebaliknya, keluarga hanya dapat
terus berjalan jika didukung oleh masyarakat yang lebih luas. Jika
masyarakat itu sebagai sistem kelompok sosial yang lebih besar, maka
keluarga adalah suatu sistem terkecil dari masyarakat.3 Pada lingkungan
ini, pembentukan kepribadian anak mulai dibangun. Selain itu, keluarga
adalah sebagai proses pendidikan orang tua untuk penanaman nilai-nilai
moral.
Berkaitan dengan hal di atas, Jalaluddin dalam bukunya Psikologi
Agama mengatakan, bahwa keluarga memiliki peran pendidikan, yaitu
dalam menanamkan rasa dan sikap keberagamaan pada anak. Dengan kata
lain, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam usaha
menanamkan rasa keagamaan pada anak dan melalui pendidikan dilakukan
pembentukan sikap keagamaan tersebut.4
1Ramayulis Tuanku Khatib, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2001), hlm. 1. 2Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami,
(Yogyakarta: UII Press, 1992), hlm. 55. 3William J. Goode, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 4 4Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 201
16
Menurut A.M. Rose “A family is a group of interacting persons
who recognize a relationship with each other based on common
parentage, marriage, and or adoption”.5 Menurut beliau keluarga adalah
kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai
ikatan darah, perkawinan atau adopsi.
Pengertian keluarga menurut A.M. Rose tersebut hampir sama
dengan pengertian keluarga menurut George S. Morrison, yang
menyatakan bahwa: “A family is defined as two or more persons living
together who are related by birth, marriage or adoption”.6 Jadi, keluarga
adalah dua orang atau lebih yang tinggal bersama yang mempunyai
hubungan kelahiran, perkawinan, ataupun adopsi.
Menurut Emory S. Bogardus, “The family is a small social group,
normally composed of a father, a mother and one or more children, in
which affection and responsibility are equitably shared and in which the
children are reared to become self-controlled and socially-motivated
persons”.7 Dengan kata lain, keluarga adalah suatu kelompok sosial
terkecil yang biasanya terdiri dari ayah, ibu, satu anak atau lebih, di mana
cinta/kasih sayang dan tanggung jawab dibagi secara adil agar anak
mampu mengendalikan diri dan menjadi orang yang berjiwa sosial.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian keluarga
secara umum adalah merupakan lembaga terkecil yang unsurnya terdiri
dari ayah, ibu dan anak yang mana hubungan sosialnya relatif tetap yang
didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan dijiwai oleh
suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.
2. Orang Tua Sebagai Pendidik
5St. Vembriarto, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 33. 6George S. Morrison, Early Childhood Education Today, (London: Merrill Publishing
Company, 1988), hlm. 414. 7St. Vembriarto, loc. cit.
16
Pendidikan merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada
anak. Anak sebagai manusia kecil yang berpotensi perlu dibina dan
dibimbing. Potensi anak yang bersifat laten ini perlu diaktualisasikan agar
anak tidak lagi dikatakan sebagai animal educable, yaitu sejenis binatang
yang memungkinkan untuk dididik. Namun lebih dianggap sebagai
manusia secara mutlak, sebab anak adalah manusia yang memiliki potensi
akal untuk dijadikan kekuatan agar menjadi manusia susila.
Anak-anak semenjak dilahirkan sampai menjadi manusia dewasa,
menjadi manusia yang dapat berdiri sendiri dan dapat bertanggung jawab
sendiri harus mengalami perkembangan. Oleh karena itu, baik buruknya
hasil perkembangn anak juga sangat ditentukan oleh pendidikan
(pengaruh-pengaruh) yang diterima anak itu dari berbagai lingkungan
pendidikan yang dialaminya, baik dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat.8
Atas dasar inilah, maka keluarga terutama orang tua memelihara
dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Orang tua sebagai
kepala dan pemimpin dalam keluarganya bertangung jawab dan
berkewajiban untuk memelihara keluarganya dari api nereka. Hal ini
sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat al-Tahrim ayat 6 sebagai
berikut:
و اسا النهقودا وارن ليكمأهو كمفسوا قوا أننءام ا الذينهاأية يارالحجعليها ملائكة غلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون
)6: التحرمي(Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. al-Tahrim: 6)9
8Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002), hlm. 123. 9Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 951.
16
Kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk
mendidik anak-anak pada dasarnya timbul dengan sendirinya secara alami,
tidak karena dipaksa dan disuruh oleh orang lain. Demikian pula
sebaliknya, kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya adalah kasih
sayang sejati yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-buat. Di rumah
anak menerima kasih sayang yang besar dari orang tuanya. Anak masih
mengantungkan sepenuhnya kepada orang tuanya dan menjadi bagian dari
keluarga di mana ia tinggal, sehingga ini berbeda dengan pendidikan yang
ia peroleh dari sekolah maupun masyarakat.
Sehubungan dengan hal di atas, maka keluarga sebagai lembaga
pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam pendidikan anak. Oleh
karena itu, orang tua (ayah dan ibu) memiliki pengaruh yang kuat dalam
perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Kewajiban itu meliputi
pendidikan jasmani dan rohani. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua
terhadap pendidikan anak tidak dapat dipikulkan kepada orang lain,
misalnya guru. Dengan kata lain, tanggung jawab pendidikan yang dipikul
oleh pendidik selain orang tua merupakan pelimpahan tanggung jawab
orang tua yang karena satu hal tidak mungkin melaksanakan pendidikan
anak secara sempurna.10
Orang tua mendidik anak dengan memperhatikan potensi yang
dimiliki anak. Karena itu, peran orang tua dalam mendidik anak dilakukan
dengan cara membimbing, membantu/mengarahkannya agar ia mengenal
norma dan tujuan hidup yang hendak dicapainya.11
Dari uraian di atas, jelas bahwa peran orang tua dalam mendidik
anak adalah sangat penting sebagai upaya untuk membimbing dan
membina keberagamaan anak, sehingga kelak mereka mampu
melaksanakan kehidupannya sebagai manusia dewasa baik sebagai pribadi
maupun sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat yang taat
terhadap agama yang dianutnya.
10Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 38. 11Muslim Nurdin, dkk., Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: Alfabeta, 1993), hlm. 262.
16
3. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Agama Islam Anak
Dalam konsep Islam, anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu
kondisi awal yang suci yaitu berkecenderungan kepada kebaikan tetapi
secara pengetahuan ia belum tahu apa-apa. Kendatipun demikian, modal
dasar bagi pengembangan pengetahuan dan sikapnya telah diberikan Allah
yaitu berupa alat indera, akal dan hati. Berkaitan dengan hal ini, orang tua
mendidik anak dengan memperhatikan potensi yang dimiliki anak. Karena
itu, peran orang tua dalam mendidik anak dilakukan dengan cara
membimbing, membantu/mengarahkannya agar ia mengenal norma dan
tujuan hidup yang hendak dicapainya.12
Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan
amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir,
ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru
perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya.
Apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik, pengaruh ayah
terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi
gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah
itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan
anaknya.13 Hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Majid yang mengatakan
sebagai berikut:
فيؤثر ىف سلوكه وتفكريه ونظرته –سرته وتقاليدها والطفل يعتنق دين ا 14ىف احلياة
Artinya: “Seorang anak itu bergantung pada agama keluarganya dan mengikutinya. Oleh karena itu, ia akan membekas dalam perilakunya, pemikirannya dan pandangan hidupnya”
Dalam lingkungan keluarga ini, orang tua bertanggung jawab
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak, sehingga mereka
12Muslim Nurdin, dkk., loc. cit., hlm. 262. 13Zakiah Daradjat, loc. cit. 14Abdul Majid, “Awamil al-Tarbiyah” dalam Shalih Abdul Aziz dan Abdul Majid, al-
Tarbiyah wa Thuruq al-Tadris, Juz 1, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th.), hlm. 87.
16
dapat menyiapkan anak-anak shaleh yang didalam hatinya tertanam iman
dan Islam. Penciptaan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak ini akan
membawa nikmat dan penyejuk bagi keluarga.15
Perbuatan orang tua sehari-hari dalam lingkungan keluarga
merupakan suatu metode yang paling efektif bagi pembinaan kepribadian
anak, karena apa yang disaksikan anak akan langsung diserap maknanya
oleh anak sebagai suatu yang seyogyanya ditiru. Di sinilah pentingnya
perilaku orang tua terkontrol, sehingga memberi dampak yang baik pada
anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus dapat memberikan
pengalaman-pengalaman yang baik dan bermanfaat bagi anak-anaknya.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:
ما من : قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: عن ابي هريرة أنه كان يقولرواه . (وينصرانه او يمجسانهمولود إال يولد على الفطرة فابواه يهودانه ا
16)مسلمArtinya: Dari Abu Hurairah, beliau berkata: bahwasanya Rasulullah saw.
Bersabda: “Tiada seorang manusia dilahirkan kecuali dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nashrani atau Majusi”. (HR. Muslim)
Mencermati hadits di atas jelas, bahwa anak memulai mengenal
agama dengan mengikuti agama orang tuanya. Oleh karena itu, mendidik
anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan oleh
orang tua, karena di sinilah anak mulai bersosialisasi dan mulai
mentransfer segala informasi, kata-kata dan perbuatan serta
menginternalisasikannya ke dalam dirinya dan dijadikan rujukan utama
bagi perjalanan hidupnya.17
Dari uraian di atas, jelas bahwa peran orang tua dalam mendidik
anak lebih ditujukan ke arah pembinaan pribadi anak yang dilaksanakan
15Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam: Pemeliharaan Kesehatan
Jiwa Anak, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 7. 16Imam ibn Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburiy, Imam
Muslim, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, t.th.), hlm. 458. 17Abdul Majid, loc. cit.
16
dalam keluarga agar kelak mereka mampu melaksanakan kehidupannya
sebagai manusia dewasa baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota
keluarga dan anggota masyarakat. Pelaksanaan dan penampilan kehidupan
dewasa tidak mungkin tanpa suatu landasan yang kuat yang tidak saja
melandasi kehidupan di dunia kini melainkan juga di akhirat kelak,
melalui pengidentifikasian tingkah laku orang tuanya sebab ia terbiasa
melihat, mendengar dan menyerap makna-makna dan tindakan orang
tuanya.
4. Tinjauan Psikologis Anak Usia 3-6 Tahun
Anak adalah amanat Allah yang harus dirawat, dipelihara dan
dididik dengan penuh kasih sayang. Mendidik anak adalah kewajiban
orang tua yang paling utama yang akan berpengaruh kuat dalam
perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Kewajiban itu meliputi
pendidikan jasmani dan rohani yang dimulai sedini mungkin.
Anak usia 3-6 tahun merupakan masa anak kecil dan masa
bermain. Pada periode ini disebut periode strokings periode I dan secara
fisik badan anak melansing. Pada umur ini, anak mulai mengenal
perbedaan dirinya dengan orang lain dan antara dirinya dengan benda-
benda di sekitarnya. Ia tidak lagi bersikap antropoformis. Ia mulai berani
menghadapi realita dan sifat-sifat egosentrisnya mulai berkurang.18 Masa
ini anak sudah siap untuk masuk sekolah dasar.19
Pendidikan anak pada masa ini lebih ditekankan untuk mendidik
anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan jalan
membiarkan anak berfikir sendiri, berbuat sendiri. Dengan perlakuan yang
adil, dengan memberikan penghargaan yang setimpal setiap menunjukkaan
kemampuannya, dengan membimbing anak yang sedang mengalami
18Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta: 1996), hlm. 54. 19Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm. 24.
16
kesulitan, tidak selalu melarang, menghukum, mencemooh, menghina dan
lain sebagainya.20
Melihat pentingnya pendidikan dalam usia ini, maka orang tua
memegang peranan yang penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan
anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di
sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya
seorang anak lebih cinta kepada ibunya. Apabila ibu itu menjalankan
tugasnya dengan baik, pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di
mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara
orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya
sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.21
Sikap orang tua sehari-hari dalam lingkungan keluarga merupakan
suatu metode yang paling efektif bagi pembinaan keagamaan anak, karena
apa yang disaksikan anak akan langsung diserap maknanya oleh anak
sebagai suatu yang seyogyanya ditiru. Di sinilah pentingnya perilaku
orang tua terkontrol, sehingga memberi dampak yang baik pada anak-
anak. Oleh karena itu, orang tua harus dapat memberikan pengalaman-
pengalaman yang baik dan bermanfaat bagi anak-anaknya.
B. Pendidikan Agama Islam bagi Anak dalam Keluarga
1. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
a. Dasar Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Sebelum berbicara mengenai pendidikan agama Islam, maka
perlu dipahami terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan. Pada
dasarnya pendidikan tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia
sehari-hari, baik dalam kehidupan individu, keluarga, maupun
masyarakat. Pendidikan merupakan kata yang sudah umum. Boleh
dikatakan semua orang mengenal kata pendidikan walaupun dalam
pengertian yang berbeda-beda.
20Agus Sujanto, op. cit., hlm. 67. 21Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 35.
16
Orang awam misalnya, mempersepsikan bahwa pendidikan itu
identik dengan sekolah, memberikan pelajaran, melatih anak dan
sebagainya. Tapi ada pula yang berpendapat bahwa pendidikan itu
mencakup aspek yang sangat luas, termasuk semua pengalaman yang
diperoleh anak dalam pembentukan dan pematangan pribadinya baik
yang dilakukan oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri.
Dalam bahasa Indonesia kata “pendidikan” berasal dari kata
“didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan manusia.22
Pengertian pendidikan secara bahasa tersebut hampir sama
dengan pengertian pendidikan menurut Frederick J. Mc Donald yang
menyatakan bahwa: “Education is a process or an activity which is
directed at producing desirable changes in the behaviour of human
beings”.23 Artinya, Pendidikan adalah suatu proses atau aktivitas yang
ditujukan untuk menghasilkan perubahan tingkah laku manusia sesuai
dengan yang diinginkan.
Menurut Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.24 Sedangkan menurut al-Ghazali, pendidikan yaitu proses
memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya
melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk
pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi
tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri
kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna.25
22Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hlm. 23. 23Frederick J. Mc Donald, Educational Psychology, (USA: Wadsworth Publishing, 1959),
hlm. 4. 24Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), hlm. 24. 25Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 56.
16
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
bimbingan, pengajaran dan latihan. Jadi, dapat diambil pengertian
bahwa pendidikan dapat dilaksanakan melalui bimbingan, pengajaran
kepada anak serta latihan-latihan yang sesuai dengan kemampuan
anak.
Setelah mengetahui arti pendidikan secara umum, maka penulis
akan menjelaskan pengertian pendidikan agama Islam. Ada beberapa
pendapat yang mendefinisikan pendidikan agama Islam. Menurut
Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup.26
Menurut Achmadi, bahwa pendidikan agama Islam adalah
usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah
keberagamaan (ireligiousitas) subyek didik agar lebih mampu
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.27
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan
yang esensial, yang berbeda hanya redaksinya. Pengertian lainnya juga
saling melengkapi. Maka dari pendapat di atas dapat diambil
pengertian bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu tindakan atau
usaha yang dilaksanakan oleh orang dewasa atau orang tua
berdasarkan kemauan sendiri untuk mendidik anak-anaknya demi
tercapainya kepribadian muslim yang baik dan sesuai dengan ajaran
Islam.
Pendidikan PAI bagi anak dalam keluarga merupakan hal
fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Artinya, hasil-
26Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 130.
27Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 29.
16
hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan
pendiidkan anak itu selanjutnya baik di sekolah maupun dalam
masyarakat.28
Dalam keluarga ada dua pemegang peran utama dalam
interaksi edukatif yaitu orang tua dan anak. Keduanya mempunyai
perananan masing-masing. Orang tua berperan sebagai pendidik
dengan mengasuh, membimbing, memberi teladan, dan
membelajarakan anak. Sedangkan anak sebagai peserta didik
melakukan kegiatan belajar mengajar dengan cara fikir, menghayati,
dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.29
Orang tua yang terdiri dari ibu dan bapak adalah manusia
dewasa yang sudah dibebani tanggung jawab terhadap keluarga. Dalam
pendidikan peran ibu lebih dominan daripada peran ayah, sebab ibu
lebih banyak menyertai anak. Ibu merupakan bagian dari diri anak,
selain itu naluri ibu lebih dekat dengan anak dibandingkan dengan
ayah.30
Meskipun peran ibu dalam pendidikan anak lebih dominan
daripada ayah, bukan berarti bahwa tanggung jawab mendidik anak
hanya terletak pada ibu saja. Selain memenuhi kebutuhan materi bagi
anak-anak dan istri, sebenarnya ayah juga sangat berperan dalam
mendidik anak.
Baik ayah maupun ibu berkewajiban mendidik anak agar
menjadi manusia saleh, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Ayah
dan ibu (orang tua) bertanggung jawab dihadapan Allah terhadap
pendiidkananak-anaknya. Sebab anak adalah generasi yang akan
memegang tongkat estafet perjuangan agama dan khalifah di bumi.
Bila pendidikan terhadap anak baik, maka orang tua akan berbahagia
28M. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 79. 29Subino Hadisubroto, dkk., Keluarga Muslim dalam Masyarakat Moder, (Badung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 23. 30Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak, dalam
Keluarga Muslim, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm. 17.
16
baik di dunia maupun akhirat.31 Hal ini sesuai dengan Firman Allah
SWT. dalam surat at-Tahrim ayat 6:
اسا النهقودا وارن ليكمأهو كمفسوا قوا أننأم ا الذينهاأيي مهرا أمون اهللا مصعال ي ادالئكة غلاظ شدا مهلية عارالحجو
ون ورمؤا يلون مفع6: التحرمي(ي(
Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. al-Tahrim: 6)32
Ayat di atas menunjukkan, bahwa orang tua berkewajiban
memelihara diri dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu
menjalankan perintah agama secara baik. Sebab anak lebih cenderung
meniru dan mengikuti kebiasaan yang ada dalam lingkungan hidupnya.
Jadi kalau orang tua memiliki kebiasaan melakukan hal-hal yang baik,
maka anak akan menjadi manusia saleh, karena sejak kecil sudah
ditempa hal-hal yang baik.
Dengan demikian keluarga merupakan ladang terbaik dalam
penyampaian nilai-nilai agama. Orang tua memiliki peranan yang
strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai
agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak. Kebiasaan orang tua
dalam melaksanakan ibadah, misalnya seperti: salat, puasa, infaq dan
sadaqah menjadi suri teladan bagi anak untuk mengikutinya.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Pada dasarnya anak lahir dalam keadaan fitrah. Keluarga dan
lingkungan anaklah yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian,
perilaku, dan kecenderungannya sesuai dengan bakat yang ada dalam
31A. Mudjab Mahalli, Kewajiban Timbal Balik Orang Tua-Anak, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2003), hlm. 134. 32Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 951.
16
dirinya. Akan tetapi pengaruh yang kuat dan cukup langgeng adalah
kegiatan dan pengalaman pada masa kecil sang anak tumbuh dari
suasana keluarga yang ia tempati.33 Dengan demikian, keluarga
mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan
masyarakat Islam maupun non Islam, karena keluarga merupakan
tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapat
pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan
paling kritis dalam pendidikan anak yaitu tahun-tahun pertama dalam
kehidupannya (usia pra sekolah). Sebab pada masa pra sekolah apa
yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga
tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya.
Di sisi lain, keluarga juga mempunyai peranan yang sangat
besar dalam pembangunan masyarakat, karena keluarga merupakan
batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama
untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.34 Dengan
demikian, dalam pendidikan keluarga menempati posisi sentral, hal ini
berdasarkan atas berbagai pertimbangan, di antaranya:
1) Keluarga lebih banyak mengalokasikan waktu dibanding lingkungan pendidikan lainnya, sehingga pola penanaman nilai-nilai kehidupan besar peluangnya.
2) Keluarga dijadikan sandaran anak dalam menumpahkan segala problematiaka kehidupan
3) Usia muda masih mudah diarahkan karena dala masa pembinaan dan juga karena belum banyak berpengaruh lingkungan asing baru.
4) Keluarga adalah segala-galanya dan merupakan sumber ketergantungan hidup bagi anak.
5) Keluarga merupakan insitusi yang mengenalkan anak pada alam raya dan lingkungan sehingga berperan utama dan pertama dalam mendidik anak menjadi generasi yang siap menuju lingkungan pendiidkan sekolah dan pendidikan masyarakat.35
33Ma’ruf Zurayk, Aku dan Anakku, (Bandung: al-Bayan, t.th.,), hlm. 21. 34Muhammad Yusuf Harun, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Yayasan al-Sofwa,
1997), hlm. 10. 35Moh. Rasyid, Ilmu Pendidikan Menuju Hidup Prospektif, (Semarang: UPT Unnes Press,
2004), hlm. 176.
16
Dalam keluarga ayah sebagai pemimpin keluarga (rumah tangga)
dan pemberi nafkah, sedangkan ibu mengurus rumah, memelihara dan
mendidik anak, ketika bapak tidak ada di rumah.36 Ayah dan ibu (orang
tua) memiliki kedudukan yang istimewa di mata anak-anaknya. Orang tua
memiliki tanggung jawab yang besar untuk mempersiapkan dan
mewujudkan kecerahan hidup masa depan anak, maka mereka dituntut
untuk berperan aktif dalam membimbing anak-anaknya dalam
kehidupannya di dunia yang penuh dnegan cobaan dan godaan.37
Ibu telah diberi prioritas yang besar untuk menjaga dan memelihara
anak-anak pada saat balita. Penjagaan dan pemeliharaan para ibulah yang
akan membentuk cara berfikir anak dan mewarnai hati nuraninya. Hal ini
secara tegas telah dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 233 sebagai
berikut:
والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة و نقهرز لود لهولى المعا وهعسإلا و فسن كلفوف لا ترعبالم نهتوكس
لا تضار والدة بولدها ولا مولود له بولده وعلى الوارث مثل ذلك فإن ا وهمليع احنر فلا جاوشتا ومهاض منرت نالا عا فصادأن أر متدإن أر
تسترضعوا أولادكم فلا جناح عليكم إذا سلمتم ما ءاتيتم بالمعروف صريلون بمعا تبم وا أن اللهلماعو قوا اللهات233: البقرة( و(
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
36Mujiyo, Jatidiri Wanita, (Bandung: al-Bayan, 1994), hlm. 138. 37Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam pada Anak, (Semarang:
Toha Putra, 1993), hlm. 16.
16
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Baqarah: 233) 38
Ibu merupakan pendidik dan pengasuh bagi anak-anaknya. Ibu
pulalah yang akan senantiasa menjaga dan memelihara kerusakan fitrah,
kemampuan dasar, karekter, dan sifat yang diturunkan kepada anak-
anaknya.39 Jika para ibu mendidik anaknya dengan pendidikan yang baik,
berarti mereka telah menemukan jalan yang mudah menuju syurga. Dan
jika para ibu keliru dalam mengarahkan anak-anak mereka, maka para
anak akan meniti jalan yang sesat menuju neraka.
2. Materi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapatkan
pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan
hidup sehari-hari dari keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan
keluarga akan mempengaruhi jiwa anak.40 Untuk membina anak agar
mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan
pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang
baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan
menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat anak
melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik.41 Dengan
demikian maka fungsi keluarga dalam konteks pendidikan anak adalah
memberi bimbingan/pimpinan belajar melalui pembiasaan dan
keteladanan yang dapat dicontoh oleh anak. Sebagaimana disebutkan
dalam al-Qur’an:
مواليو اهللا وجركان ي نة لمنسة حوول اهللا أسسفي ر كان لكم لقد ) 21 :االحزاب( الآخر وذكر اهللا كثريا
38Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 57. 39Muhammad al-Zuhaili, Menciptakan Remaja Dambaan Allah, (Bandung: al-Bayan,
2004) , hlm. 52. 40Ibid., hlm. 24-25. 41Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 78.
16
Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Qiyamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21)”.42
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa pendidikan dalam
keluarga merupakan pembentukan landasan kepribadian anak. Itulah
fungsi utama keluarga yang penjabarannya telah diungkapkan dalam al-
Qur’an surat Luqman ayat 13-19 sebagai berikut:
a. Menanamkan iman dan tauhid; b. Menumbuhkan sikap hormat dan bakti pada orang tua; c. Menumbuhkan semangat bekerja dengan penuh kejujuran; d. Mendorong anak untuk taat beribadah (terutama shalat); e. Menanamkan cinta kebenaran (ma’ruf) dan menjauhi yang buruk
(mungkar); f. Menanamkan jiwa sabar dalam menghadapi cobaan; g. Menumbuhkan sikap rendah hati, tidak angkuh dan sombong
dalam pergaulan; h. Menanamkan sikap hidup sederhana.43
Untuk menanamkan fungsi tersebut di atas tidak mungkin hanya
dengan perintah atau nasehat, larangan atau hukuman, tetapi akan lebih
berhasil apabila dilakukan dengan memberi contoh dan iklim keluarga
yang kondusif, karena anak suka meniru dan suka mencoba sendiri
sebagai naluri kreatifitasnya.44 Dengan demikian pembiasaan dalam
pendidikan anak sangat penting terutama dalam pembentukan pribadi,
akhlak dan agama pada umumnya. Karena pembiasaan-pembiasaan agama
itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang
tumbuh. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat melalui
pembiasaan-pembiasaan itu akan semakin banyaklah unsur agama dalam
pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama yang akan
dijelaskanoleh guru agama dibelakang hari.45
42Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 670. 43Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media,
1992), hlm. 93-94. 44Ibid., hlm. 94. 45Zakiyah Daradjat, op. cit, hlm. 81.
16
Pelaksanaan pendidikan agama itu dapat dilakukan dalam empat
tempat yaitu di rumah, di masyarakat, di rumah ibadah dan di sekolah. Di
antara empat tempat pendidikan agama Islam tersebut, yang paling penting
adalah pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di rumah (dalam
keluarga). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah:
a. Pendidikan agama Islam di masyarakat, rumah ibadah dan sekolah
frekuensinya rendah, dalam arti waktunya sebentar (kurang).
b. Inti dari pendidikan agama Islam adalah penanaman iman. Dan
penanaman iman itu hanya mungkin dilaksanakans ecara maksimal
dalam kehidupan sehari-hari dan hanya mungkin dilakukan di rumah
(dalam lingkungan keluarga).46
Pelaksanaan pendidikan agama di rumah sangat penting karena
pada dasarnya seseorang/anak mengenal lingkungan yang pertama adalah
lingkungan keluarga. Selain itu, menurut M. Nipan Abdul Halim, bahwa
pada hakekatnya anak adalah:
a. Sumber kebahagiaan keluarga b. Karunia Allah c. Penerus garis keturunan d. Pelestari pahala orang tua e. Anamat Allah f. Makhluk independen g. Batu ujian keimanan orang tua.47
Dengan menyadari hakikat anak tersebut, maka orang tua
diharapkan akan menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya untuk
merawat, mengasuh, membimbing dan mendidik dengan benar sehingga
anak tetap menjadi sumber kebahagiaan, mampu menjadi penerus garis
keturunan yang baik, mampu menjadi pelestari pahala setelah orang tua
meninggal, dan mampu menjadi manusia yang mandiri.
Pada dasarnya setiap anak yang lahir ke dunia ini menurut
pandangan Islam telah membawa fitrah Islamiyah. Semenjak belum lahir
46Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 134.
47M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 2.
16
ke dunia, setiap calon bayi telah berjanji kepada Allah SWT. hendak
menjadiklan-Nya sebagai satu-satunya Tuhan.48 Hal ini dijelaskan oleh
Allah SWT. dalam Firman-Nya:
وإذ أخذ ربك من بني ءادم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على تقولوا يوم القيامة إنا كنا أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن
ذا غافلنيه ن172األعراف(ع( Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukanlah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. al-A’raf: 172)49
Selain dilahirkan berbekal fitrah Islamiah, manusia ditakdirkan
menjadi makhluk pelupa, sesuai dengan namanya “al-Insan” yang berarti
makhluk yang banyak lupanya. Maka agar anak didik lupa setelah
kelahirannya, orang tua wajib mengingatkan dengan usaha yang sungguh-
sungguh. Dimulai dengan mengumandangkan adzan di telinga kanan dan
iqamat di telinga kirinya ketika lahir dan menanamkan akidah Islamiyah
secara terus menerus dari hari ke hari anak tumbuh.
Menurut Daud Ali, bahwa materi pendidikan agama Islam dapat
dibagi menjadi 3 bidang sebagai berikut:
a. Aspek akidah
Akidah merupakan hal yang sentral dalam kehidupan seseorang,
karena akidah menyangkut keyakinan seseorang. Oleh karena itu, pada
aspek akidah, pendidikan agama Islam lebih memfokuskan tentang
rukun iman, baik iman kepada Allah beserta sifat-sifatnya, iman
kepada malaikat, iman kepada kitab yang diturunkan Allah, iman
kepada utusannya, iman kepada qadha dan qadar dan iman kepada hari
48Ibid., hlm. 48. 49Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 250.
16
akhir. Sekarang ini, ilmu yang membicarkan masalah akidah
dikelompokkan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu ilmu tauhid.
b. Aspek ibadah
Aspek ibadah (syari’ah) ditetapkan Allah menjadi patokan
hidup. Dimensi ini merujuk pada seberapa tingkat kepatuhan muslim
dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan
agamanya, misalnya shalat, haji, puasa dan lain sebagainya. Dalam
Islam, dimensi peribadatan merupakan pusat ajaran agama dan jalan
hidup Islam yang berupa berbagai kewajiban beribadah dan seringkali
disebut dengan rukun Islam.
c. Aspek akhlak
Banyak sekali akhlak (terpuji) yang harus diterapakan manusia
dalam kaitannya dengan sesama manusia. Hal ini mengingat manusia
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain.
Apalagi manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat, yang
segalanya saling bergantung satu sama lainnya.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk saling
menghormati dan saling tolong-menolong antara satu sama lain.
Akhlak karimah yang harus diterapkan antara lain saling hormat-
menghormati, saling menolong, menepati janji, berkata sopan, berlaku
adil.50
Berbeda dengan pendapat di atas, Nipan Abdul Halim, bahwa
materi pokok pendidikan anak menyangkut lima aspek sebagai berikut:
a. Aspek akidah
Materi pendidikan ibadah saat sudah dikemas dalam disiplin
ilmu, yaitu ilmu tauhid. Ilmu tauhid adalah disiplin ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana cara mentauhidkan (meng-Esakan)
Allah dengan dalil-dalil yang meyakinkan. Oleh karena itu, sedimikian
mendasarnya pendidikan akidah ini bagi anak-anak, maka dengan
50Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Wali Press, 2004), hlm.
179.
16
pendidikan akidah ini, anak akan mengenali siapa Tuhannya,
bagaimana bersikap terhadap Tuhannya dan apa saja yang mesti
mereka perbuat dalam hidup ini.
b. Aspek ibadah
Materi pendidikan ibadah pada anak tidak hanya membicarakan
hukum dan tata cara melakukan shalat belaka, melainkan membahas
tentang puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
pengenalan anak terhadap aspek ibadah juga diawali dengan
pengenalan ilmu fikih, sehingga pengamalan ibadahnya kelak menjadi
baik dan benar.
c. Aspek Akhlak
Selain akidah dan ibadah, materi lain yang sangat penting dalam
pendidikan agama Islam adalah akhlak. Materi akhlak ini sebagai
upaya untuk mengukir pribadi anak dengan akhlak-akhlak mahmudah,
sehingga kelak ketika dewasa, anak tidak mudah terpengaruh dengan
kebiasan-kebiasan buruk lingkungan sekitarnya.
d. Aspek ekonomi
Dalam fikih Islam atau dalam pokok-pokok pendidikan ibadah
sebenarnya telah tercakup masalah tata ekonomi Islam. Namun dalam
rangkan mendidik anak demi terbentuknya pribadi yang benar-benar
saleh, maka perlu kiranya masalah ekonomi ini mendapat perhatian
secara khusus dari orang tua. Hal di atas didasarkan pada kenyataan,
bahwa anak tidak luput dari kebutuhan yang ekonomis, misalnya anak
didik untuk hemat dengan cara menabung.
e. Aspek kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kunci bagi terlaksananya
peribadatan. Mengingat pentingnya kesehatan bagi seseorang, maka
anak didik untuk menjaga kesehatan. Misalnya dengan olah raga,
kebersihan yang dibiasakan sejak kecil, sehingga ketika anak beranjak
16
dewasa, pengertian tentang pentingnya kesehatan sudah cukup baik
dan dapat hidup secara sehat.51
3. Metode Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Metode merupakan salah satu unsur terpenting dalam pendidikan,
karena dalam realitasnya, materi pendidikan tidak akan dapat dipelajari
dan diterima secara efektif dan efesien oleh anak didik, kecuali
disampaikan dengan cara-cara tertentu. Ketiadaan metode pendidikan
yang efektif akan menghambat dan membuang secara sia-sia waktu dan
upaya pendidikan.
Istilah metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jadi,
jalan itu bermacam-macam, begitu juga dengan metode.52 Metode
diartikan pula sebagai suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.53 Sedangkan menurut
Moh. Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Omar Muhammad al-
Thoumy al-Syaibani, bahwa metode adalah suatu jalan yang kita ikuti
untuk memberi faham kepada murid-murid segala macam pelajaran.54
Sementara itu, Muhammad Qutb berpendapat, bahwa dalam konteks
pendidikan Islam, tujuan metode adalah untuk mengembangkan sikap,
pengetahuan, daya cipta dan ketrampilan pada anak dapat dicapai melalui
berbagai metode, maka metode yang digunakan untuk pendidikan anak
dalam Islam adalah melalui metode teladan, teguran, cerita, pembiasaan
dan melalui pengalaman-pengalaman kongkrit.55
Akhir-akhir ini telah banyak metode mengajar yang dikemukakan
dan dikembangkan oleh para tokoh ahli pendidikan. Masing-masing
51Lihat, M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 91-123.
52Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm.183
53Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 19.
54Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani, “Falsafatut tarbiyah al-Islamiyah”, terj. Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551
55Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: al-Ma’arif, 1993), hlm. 324.
16
metode itu dapat dipilih dan dipraktekkan untuk penyajian suatu bidang
atau materi pelajaran tertentu termasuk dalam pendidikan agama Islam.
Secara tegas perintah untuk menggunakan metode dalam pendidikan dapat
dilihat dari Firman Allah SWT. Dalam surat al-Nahl ayat 125 sebagai
berikut:
بالتي هي مادلهجة ونسعظة الحوالمة وبالحكم كببيل رإلى س عاد نس125: النحل... (أح(
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …. (QS. al-Nahl: 125).56
Melihat metode pendidikan ini sebagai bagian dari untuk
menyampaikan materi pelajaran, khususnya dalam menyampaikan materi
pendidikan agama Islam, maka orang tua harus dapat memilih metode
yang tepat yang sesuai dengan karakteristik anak. Oleh karena itu,
peranan metode pendidikan agama Islam dalam keluarga pada dasarnya
diawali dari kenyataan yang menunjukkan, bahwa materi pendidikan
agama Islam tidak mungkin akan tepat diajarkan, melainkan diberikan
dengan cara yang khusus, sebab ketidaktepatan dalam penerapan metode
pendidikan anak dalam keluarga dapat menghambat proses pembelajaran
yang berakibat membuang waktu dan tenaga.
Jadi, agar materi pendidikan agama Islam dalam keluarga dapat
dipahami dan diamalkan anak dengan baik, maka diperlukan metode
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Karena metode
pendidikan merupakan cara yang teratur dan terpikir baik-baik yang
digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik. Metode
pendidikan adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai
tujuan pendidikan.57
Para ahli pendidikan (Islam) telah mengemukakan beberapa bentuk
metode yang umumnya mereka ambil dari petunjuk ayat-ayat al-Qur’an.
56Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 421. 57Erwati Aziz, op. cit., hlm. 13.
16
Menurut Muhammad Qutb mengatakan bahwa Islam melakukan
pendidikan melalui:
a. Metode teladan b. Metode teguran c. Metode hukuman d. Metode cerita e. Metode pembiasaan f. Melalui pengalaman-pengalaman konkrit.58
Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan, metode yang lebih
efektif dalam membentuk dan mempersiapkan anak adalah:
a. Pendidikan dengan keteladanan
b. Pendidikan dengan nasehat
c. Pendidikan dengan pengawasan
d. Pendidikan dengan memberikan hukuman (sanksi).59
Dari berbagai metode di atas, maka metode yang cocok untuk
diterapkan dalam pendidikan anak dalam keluarga, yang sesuai dengan
kondisi anak. Berkaitan dengan hal ini, Zakiah Daradjat berpendapat,
bahwa sikap anak-anak terhadap agama mengandung kekaguman dan
penghargaan. Bagi anak, ritual keagamaan (shalat, membaca al-Qur’an)
dan dekorasi (keindahan) rumah ibadah sangat menarik perhatian anak.
Dalam menggunakan metode pendidikan agama bagi anak, maka latihan-
latihan keagamaan hendaknya dilakukan dengan sedimikian rupa,
sehingga menumbuhkan nilai-nilai dan rasa aman, karena nilai-nilai
tersebut sangat diperlukan dalam pertumbuhan anak.60
Di samping menggunakan metode latihan sebagaimana di atas,
Ibnu Qayyim sebagaimana dikutip oleh al-Hijazy menambahkan, bahwa
dalam pendidikan anak, hendaknya orang tua memberikan nasehat dan
58Muhammad Quthb, loc. cit. 59Abdullah Nasih Ulwan, Kaidah-kaidah Dasar Pendidikan Anak menurut Islam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 1-153. 60Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 40-41.
16
keteladanan bagi putra-putrinya. Nasehat dan keteladanan yang diberikan
kepada anak, maka sedikit banyak akan mempengaruhi jiwa anak.61
C. Pendidikan Shalat bagi Anak dalam Keluarga
1. Dasar dan Tujuan Pendidikan Shalat
Prioritas utama untuk membina kehidupan beragama Islam pada
anak adalah pengajaran dan praktek mengerjakan shalat.62 Karena shalat
merupakan ibadah pertama yang diwajibkan dalam Islam. Kewajiban itu
diterima nabi Muhammad saw. langsung dari sidrat al-muntaha sewaktu
Isra’ Mi’raj. Shalat adalah ibadah pertama yang akan ditanyakan di hari
kiamat. Karena itu, tidak mengherankan, jika ibadah shalat itu merupakan
salah satu hal yang diwasiatkan sebelum rasul meninggal. Oleh karena itu,
shalat dikenal sebagai ibadah yang menjadi sendi dan tiang agama Islam.
Dari sini jelas, bahwa shalat adalah salah satu dari sendi-sendi
(arkan) Islam. Barangsiapa berani meninggalkan salah satu dari rukun
Islam berarti dia sengaja merobohkan agama (Islam).
Allah SWT. berfirman dalam QS. Thaha ayat 132 yang berbunyi:
ع طبراصلاة وبالص لكأه رأمة واقبالعو قكزرن نحقا نرز ألكسا لا نهلي )132: طه(للتقوى
Dan perintahkan kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizqi kepadamu, Kamilah yang memberi rizqi kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thaahaa: 132)63
Selain itu Rasulullah juga memerintahkan dalam sunnahnya:
61Hasan bin Ali Hasan al-Hijazy, “al-Fikrut Tarbawy Inda Ibni Qayyim”, terj. Muzaidi
Hasbullah, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), hlm. 223. 62Sidik Tono dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Prss, 1998), hlm.
23. 63Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 492.
16
ال رسول اهللا ق: عن عمربن سعيب عن أبيه عن جده رضى اهللا عنه قاللمسه وليلى اهللا عص : نع سنيباء سناب مهالة وبالص كمالدا اوورم
رواه . (وفرقوا بينهم ىف المضاجع. واضربوهم عليها وهم ابناء عشر 64)ابو داوود
Artinya: “Diriwayatkan Amru bin Syu’aib bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Suruhlah anak-anak kamu shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki-laki dari anak perempuan dalam tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud)
Dengan demikian, orang tua harus memperhatikan dan mendidik
masalah ibadah, terutama ibadah shalat pada anak-anaknya sejak dini agar
anak menjadi orang yang bertakwa dan beriman pada Allah SWT. Hal ini
secara tegas telah dijelaskan dalam surat Ibrahim ayat 31 sebagai berikut:
قل لعبادي الذين ءامنوا يقيموا الصلاة وينفقوا مما رزقناهم سرا )31: ابراهيم(خلال وعلانية من قبل أن يأتي يوم لا بيع فيه ولا
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan (QS. Ibrahim: 31)65
Atas dasar inillah, maka seorang mukmin yang melalaikan
kewajiban shalat telah diperingatkan Allah SWT. dalam surat al-Maun
ayat 4-5 sebagai berikut:
فولنيصل للم4(ي(وناهس لاتهمص نع مه الذين)5- 4: املاعون) (5(
(4) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (QS. al-Maun: 4-5)66
64M. Nipan Abdul Halim, loc. cit. 65Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 384-385. 66Ibid., hlm. 108.
16
Sementara itu, dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Daud Rasulullah saw. bersabda:
67)رواه ابو داود(اذا عرف ميينه من مشال فمروه بالصالة Artinya: Jika seorang anak telah mampu membedakan antara yang kanan
dan dari yang kiri, maka hendaklah mengerjakan shalat (Sunan Abi Daud)
Secara etimologis shalat (صالة) bentuk-bentuk jamaknya adalah
shalawat (صلوات) berarti do’a.68 Menurut syara’ “shalat” yaitu
menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah, karena taqwa hamba kepada
Tuhannya dengan khusu’ dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.69 Dan
secara terminologis menurut ahli fiqih “shalat” adalah suatu tindakan
ibadah disertai bacaan doa-doa yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam sesuai dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.70 Serta
menurut Syamsul Rijal Hamid, shalat berarti tindakan khusus seseorang
muslim dalam rangka memuliakan Allah, yang berisi kata-kata (bacaan-
bacaan) dan perbuatan-perbuatan (gerakan-gerakan), yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat-syarat
tertentu.71
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa shalat
adalah menghadapkan jiwa dan raga yang dilakukan oleh seorang muslim
dalam rangka memuliakan Allah, yang berisi kata-kata (bacaan-bacaan)
dan perbuatan-perbuatan (gerakan-gerakan), yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-
rukunnya. Oleh karena itu, materi pendidikan ibadah (shalat) secara
menyeluruh oleh para ulama telah dikemas dalam sebuah disiplin ilmu
67Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz 1, (Dar al-Fikr, 1992), hlm. 134. 68Bustanuddin Agus, Al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 105. 69Muhammad Baghir al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung: Mizan, 1999) , hlm. 105. 70Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, 1998), hlm.
321. 71Muslim Nurdin dkk, op. cit., hlm. 106.
16
yang dinamakan ilmu fikih dan fikih Islam. Karena seluruh tata
peribadatan telah dijelaskan di dalamnya, sehingga perlu diperkenalkan
sejak dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan dalam diri anak, agar kelak
mereka tumbuh menjadi insan-insan yang bertakwa.72 Pendidikan ibadah
di sini, khususnya pada pendidikan shalat yang merupakan tiang dari
segala amal ibadah sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah dalam
surat Luqman ayat 17 sebagai berikut:
أصابك يابني أقم الصلاة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما )17: لقمان(. إن ذلك من عزم الأمور
Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. (QS. Luqman: 17)73
Pendidikan shalat dalam konteks ayat tersebut tidak hanya terbatas
tentang tata cara untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fi’liyah,
melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah shalat. Anak
harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta
jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.
Melihat pentingnya pendidikan shalat dalam keluarga, maka di
dalam sebuah keluarga harus mempunyai kegiatan yang bersifat mendidik
secara perlahan tetapi pasti bagi anggota keluarga lainnya, termasuk di
dalamnya anak. Sehingga di kemudian hari anak-anak akan terbiasa
melakukan hal-hal yang telah ditradisikan dalam keluarga tersebut, secara
otomatis (sadar) walaupun tanpa disuruh ataupun dipaksa oleh orang
tuanya. Dan hal ini akan membekas selamanya dalam diri anak, karena
perilaku anak cenderung dipengaruhi oleh suasana dan kebiasaan dalam
keluarga dan lingkungannya. Bila lingkungannya baik, maka ia akan
bertingkah laku baik pula sesuai dengan pengaruh lingkungannya yang
telah mengintegrasikan nilai-nilai luhur yang telah didapat dan diajarkan
72M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 102. 73Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 655.
16
oleh lingkungannya, sejak ia masih kecil sampai ia memasuki usia
kedewasaannya, dan begitu pula sebaliknya.
2. Metode Pendidikan Shalat
Pendidikan shalat bagi anak pada hakikatnya hanyalah sekedar
menumbuhkan bibit (fitrah Islamiyah) yang telah ada. Oleh karena itu,
selamat tidaknya fitrah Islamiyah anak sangat tergantung pada kepedulian
orang tua dalam memberikan pendidikan.
Orang tua memiliki tanggung jawab secara langsung terhadap anak
sejak anak lahir ke dunia hingga mencapai usia dewasa (+ 21 tahun).74
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama)
merupakan periode kehidupan yang amat kritis dan paling penting. Periode
ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan
pribadi anak. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periode ini
nanti akan tampak pengaruhnya dengan nyata pada kepribadian ketika
menjadi dewasa.75 Karena itulah para pendidik perlu memberikan banyak
perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini.
Periode kanak-kanak (usia 3-6 tahun) merupakan masa yang paling
strategis untuk menanamkan nilai keagamaan pada anak.76 Pada usia ini
anak paling suka meniru segala perilaku, terutama yang dilakukan oleh
orang tuanya. Untuk mendidik agama pada anak tidak mungkin hanya
dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi harus dilakukan dengan
kebiasaan-kebiasaan ataupun latihan-latihan. Karena pada usia ini anak
belum bisa berfikir logis, kemampuan berfikir logispun baru tumbuh, tapi
tetap terkait pada fakta yang dapat dijangkaunya dengan panca indera.77
Masa kanak-kanak bukan masa pembebanan atau menanggung
kewajiban, tapi merupakan masa persiapan, latihan dan pembiasaan.
74Ali Qaimi, Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran pada Anak, (Bogor: Cahaya, 2003),
hlm. 104. 75Muhammad Yusuf Harun, op. cit., hlm. 31. 76Imam Bawani, Ilmu Jiwa Perkembangan dalam Konteks Pendidikan Islam, (Surabaya:
Bina Ilmu, 1990), hlm. 106. 77Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, op. cit., hlm. 109.
16
Karena itu anak harus dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibadah sebagai
bekal mereka ketika sudah memasuki usia baligh (dewasa) di mana pada
masa baligh mereka sudah mendapatkan kewajiban dalam beribadah
sehingga pelaksanaan ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT bukan
menjadi beban yang memberatkan bagi kehidupan mereka sehari-hari.78
Agar materi pendidikan ibadah shalat dapat dipahami dan
diamalkan anak-anak dengan baik, maka diperlukan metode pendidikan
ibadah shalat yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Hal ini karena
metode pendidikan merupakan cara yang teratur dan terpikir baik-baik
yang digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik. Metode
pendidikan adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai
tujuan pendidikan.79 Di antara metode pendidikan agama Islam yang
digunakan dalam pendidikan ibadah shalat adalah metode keteladanan dan
metode pembiasaan.
Metode keteladanan adalah metode dengan memberi contoh, baik
berupa tingkah laku sifat cara berfikir dan sebagainya.80 Keteladanan
memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada omelan atau nasehat.81
Ini sejalan dengan pendapat Nashih Ulwan, sebagaimana dikutip oleh
Raharjo yang menyatakan, bahwa metode keteladanan adalah metode
yang paling menentukan keberhasilan dalam menentukan, mempersiapkan
dan membentuk sikap dan prilaku moral, spiritual dan sosial anak.82
Metode keteladanan dalam pendidikan shalat adalah metode yang
influitif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan
membentuk anak di dalam moral spiritual dan sosial. hal ini karena
pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan
ditirunya dalam tindak tanduknya dan tata santunnya, didasari atau tidak
78Mohammad Nur Abdul Hafid, Mendidik Anak Usia Dua Tahun Hingga Baligh Versi
Rasulullah saw., (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hlm. 125. 79Erwati Aziz, loc. cit. 80Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1991), hlm. 178. 81Jaudah Muhammad Awwat, Manhaj Islam fi al-Tarbiyah al-Athfal, terj. Shihabuddin,
Mendidik Anak secara Islami, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 13. 82Raharjo, op. cit., hlm. 66.
16
bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik, baik
dalam ucapan dan perbuatan yang bersifat material dan spiritual, yang
diketahui atau tidak.83 Dengan demikian, bahwa pendidikan dengan
metode keteladanan merupakan metode yang berhasil guna.
Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menunjukkan
kepentingan penggunaan bentuk keteladanan dalam pendidikan. Di
antaranya terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
سفي ر كان لكم لقد مواليو و اللهجركان ي نة لمنسة حوول الله أس )21: األحزاب. (الآخر وذكر الله كثريا
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullh itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. al-Ahzab: 21)84
Di antara faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dalam
pendidikan dan dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah uswah
hasanah (suri tauladan) yang diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa.85
Ini menunjukkan pentingnya contoh teladan pergaulan yang baik dalam
usaha membentuk kepribadian seseorang. Dan di sini, peran seorang guru
berperan di mana ia harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak
didiknya, karena dalam prakteknya anak didik cenderung meneladani
pendidiknya.
Selain metode keteladanan, penanaman materi pendidikan ibadah
juga menggunakan metode pembiasaan dan latihan. Pembiasaan
merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama
bagi anak-anak. adapun pembiasaan yang harus dikembangkan dalam diri
anak mencakup tingkah laku, ketrampilan, kecakapan dan pola pikir
tertentu.86 Menurut Ahmad Tafsir, pembiasaan merupakan teknik
83Abdullah Nasih Ulwan, “Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam”, Juz 2, terj. Saifullah Kamali
dan Hery Noer Ali, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: asy-Syifa’, 1981), hlm. 2. 84Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 670. 85Muhammad Fadhil al-Jamaly, Meneraba Krisis Pendidikan Dunia Islam, (Jakarta:
Golden Terayon Press, 1988), hlm. 135. 86Hery Noer Aly, op. cit., hlm. 185.
16
pendidikan yang jitu, walau ada kritik terhadap metode ini. Karena cara
ini tidak mendidik anak untuk menyadari dengan analisis apa yang
dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan ini harus mengarah kepada
kebiasaan yang baik.87
Bentuk metode pembiasaan yang harus ditanamkan dalam diri
anak adalah pembiasaan akidah, ibadah dan akhlak al-karimah.88
Menanamkan kebiasaan itu sulit kadang-kadang memerlukan waktu yang
lama, kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang anak belum
mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakan.
Dalam pendidikan anak, metode ini dapat diterapkan dengan cara
orang tua/guru, memberi atau melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
seperti hidup rukun, tolong menolong, jujur dan lain-lain. Dengan sistem
pengajaran semacam ini anak secara otomatis menjadi terbiasa baik di
sekolah maupun di keluarga.
Sementara itu, secara khusus Zakiah Daradjat menjekaskan bahwa
untuk pembinaan ketaatan beribadah pada anak dalam keluarga dapat
dilakukan dengan pembiasaan dan pengalaman langsung. Oleh karena itu,
orang tua dituntut harus memberiakan teladan yang baik bagi anak-
anaknya, sehingga menjadi cermin ketika mereka telah beranjak menjadi
dewasa.89
Pendapat Zakiah di atas memang benar, sebab pendidikan ini
adalah bagi anak yang masih kecil. Karena anak belum bisa berbicara
dengan lancar dan hanya mengadakan imitasi terhadap apa yang
dilihatnya, maka pembiasaan dan pengalaman ini merupakan metode yang
sangat baik untuk diterapkan dalam pendidikan ibadah shalat bagi anak.
87Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 144 88M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 187. 89Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,
1995), hlm. 47.