BAB II Pembahasan

20
BAB II PEMBAHASAN A. Imunoterapi 1. Definisi Imunoterapi atau desensitisasi atau allergy injection therapy adalah suatu terapi yang memerlukan proses panjang dari suatu suntikan yang berulang dari ekstrak alergen yang disuntikkan pada pasien dengan penyakit alergi, yang jelas faktor alergen pencetusnya, dengan tujuan untuk mengurangi gejala penyakitnya (imunologi dasar 2010). Imunoterapi (IT) adalah pemberian ekstrak allergen kepada penderita alergi yang jumlahnya secara perlahan ditingkatkan dengan tujuan menghilangkan gejala yang ditimbulkan pajanan dengan allergen yang merupakan penyebab penyakit( karnen garna bratawidjaja 2006 ). Imunoterapi dapat direkomendasikan, apabila kontrol lingkungan dan intervensi obat hanya 3

Transcript of BAB II Pembahasan

BAB IIPEMBAHASAN

A. Imunoterapi1. DefinisiImunoterapiatau desensitisasi atau allergy injection therapy adalah suatu terapi yang memerlukan proses panjang dari suatu suntikan yang berulang dari ekstrak alergen yang disuntikkan pada pasien dengan penyakit alergi, yang jelas faktor alergen pencetusnya, dengan tujuan untuk mengurangi gejala penyakitnya (imunologi dasar 2010).Imunoterapi (IT) adalah pemberian ekstrak allergen kepada penderita alergi yang jumlahnyasecara perlahan ditingkatkan dengan tujuan menghilangkan gejala yang ditimbulkan pajanandengan allergen yang merupakan penyebab penyakit( karnen garna bratawidjaja 2006 ).Imunoterapi dapat direkomendasikan, apabila kontrol lingkungan dan intervensi obat hanyaefektif sebagian atau menyebabkan efek samping yang merugikan. Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan pemberian imunoterapi dengan ketentuansebagai berikut: Imunoterapi sebagai terapi tambahan selain menghindari pajanan alergen dan sebagai pengobatan pasien rhinitis yang diinduksi alergen Imunoterapi harus dimulai sejak dini untuk mengurangi risiko efek samping dan untuk mencegah perkembangan penyakit menjadi lebih berat. Argumen untuk melakukan imunoterapi adalah sebagai berikut :

1. respons terhadap farmakoterapi tidak maksimal1. terjadi efek samping obat1. penolakan tatalaksana dengan menggunakan farmakoterapi1. imunoterapi spesifik secara injeksi (subkutan) dapat digunakan pada rhinitis berat dan berkepanjangan (biasanya berhubungan dengan asma)1. imunoterapi spesifik secara lokal (intranasal dan sublingual-oral) dapat digunakan pada pasien tertentu dengan riwayat terjadi efek samping dan menolak suntikan.2. Jenis Imunoterapia). Local nasal aeroallergen immunotherapy Merupakan bentuk imunoterapi alternatif yang menggunakan larutan alergen yang disemprotkan ke mukosa hidung dengan interval waktu tertentu. Efek samping lokal yang timbul berupa pruritus, kongesti dan bersin. Belum ada penelitian yang merekomendasikan bentuk ini sebagai salah satu imunoterapi.b). Alum-precipitated allergen extracts Adalah modifikasi ekstrak alergen cair dengan melakukan presipitasi protein dengan menggunakan aluminium hidroksida yang didahului dengan ekstraksi alergen dengan piridin untuk menghasilkan efek sistemik yang lebih sedikit. Dengan demikian dimungkinkan untuk memberikan imunoterapi denganpeningkatan dosis yang lebih cepat sehingga mengurangi jumlah suntikan. Contoh ekstrak piridin alum-precipitated pada rumput terbukti efektif tetapi pada ragweed akan mengalami denaturasi sehingga efektivitasnya berkurang.

3. Prinsip Klinis Imunoterapia) Prinsip pertama dari imunoterapi adalah bahwa efektifitas klinis tergantung dosis, dosis minimal tertentu dari ekstrak allergen harus diberikan untuk mendapatkan suatu control gejala yang efektif. Ekstrak allergen ini dibuat dengan proses yang khusus dengan mencampurkan sumber katerial allergen pada cairan buffer untuk mengekstraksi komponen yang larut dalam air. b) Efek terapi meningkat bersamaan dengan lamanya pengobatan. Perbaikan yang nyata biasanya baru tampak setelah terapi diberikan 6 bulan atau lebih. Belum jelas kenapa diperlukan waktu yang sedemikian lama, baru terlihat efeknya. Mungkin oleh karena diperlukan waktu yang cukup panjang untuk menaikkan dosis allergen yang terkecil yang ditoleransi sampai konsentrasi 10.000 kali untuk mencapai kadar yang member efek klinis dan imunologis. Efek klinis terus meningkat sampai beberapa tahun setelah suntikan dihentikan. Lamanya penyuntikan ini perlu dibicarakan dengan pasien atau keluarganya sebelum mulai terapi.c) Sebagian besar gejala pasien berkurang, dan imunoterapi hanya mengurangi beratnya gejala tetapi tidak menghilangkannya. Sejumlah 25% pasien tidak menunjukkan perbaikan yang berarti, hal ini perlu dibicarakan dulu sebelum mulai terapi.d) Reaksi anafilaksis yang bersifat sistemik sering dilaporkan. Reaksi ini biasanya ringan dan tidak mengancam kehidupan, tetapi mungkin membutuhkan epinefrin untuk mengatasinya, biasanya cukup dengan satu dosis epinefrin. Reaksi ini sangat mungkin terjadi oleh karena pasien diberikan allergen yang berdasarkan pemeriksaan RAST dan tes kulit memang sensitive, serta diberikan penyuntikan secara berulang. Jadi untuk mengantisipasi terjadinya reaksi anafilaksis pasien harus menunggu 20-30 menit, baru boleh pulang. e) Penelitian sedang dilakukan dengan penambahan ajuvan untuk meningkatkan efektifitas dari imunoterapi, dan memodifikasi allergen untuk mengurangi risiko reaksi anafilaksis yang berat. Rute lain untuk memberikan ekstrak allergen tanpa suntikan juga sedang dikembangkan, yang mulai dilakukan sekarang adalah rute sublingual.

4. Mekanisme Kerja ImunoterapiMekanisme dan cara kerja yang pasti dari imunoterapi belum diketahui. Beberapa mekanisme imunoterapi telah dikemukakan untuk menerangkan keberhasilan imunoterapi, yaitu :a) Induksi pembentukan IgG (blocking antibody)b) Penurunan produksi IgEc) Penurunan pengerahan sel efektord) Perubahan keseimbangan sitokin (pergeseran dari Th2 ke Th1)e) Anergi sel Tf) Induksi terjadinya sel T regulatorImunoterapi bekerja pada antibody spesifik terhadap allergen. IgE spesifik meningkat sementara pada awal pemberian imunoterapi, tetapi menurun setelah dosis rumatan. Reaksi cepat kulit menurun setelah imunoterapi tetapi sangat kecil perannya dalam perbaikan klinis. Dipihak lain, reaksi lambat pada uji kulit menurun secara nyata setelah imunoterapi. Imunoterapi juga menginduksi igG spesifik terhadap allergen, berfungsi untuk meniadakan respons alergi walaupun terdapat korelasi lemah dengan perbaikan klinis. IgG terutama meningkat berkorelasi dengan peningkatan dosis.Sel T juga berperan pada imunoterapi. Baik pada kulit maupun mukosa hidung jumlah penyusupan sel T dan eosinofil menurun pada akhir imunoterapi. Seiring dengan itu, terjadi pergeseran keseimbangan sitokin Th-1 dan Th-2, terjadi peningkatan IL-2, IFN- dan IL-12.5Setelah imunoterapi dengan sengat lebah, terjadi induksi sel T regulator yang menghasilkan IL-10 dan pergeseran sitokin kearah Th-1. IL-10 mempunyai peran komplek termasuk produksi IgG4 sebagai indikator keberhasilan imunoterapi. Penelitian di Surabaya menunjukkan bahwa imunoterapi dengan ekstrak debu rumah pada penderita asma anak menyebabkan penurunan IL-4, IL-5, kenaikan IFN- dan IL2. Penambahan kortikosteroid hirupan selama 3 bulan pada penelitian ini menyebabkan penekanan lebih besar pada penurunan IL-5 menginduksi modulasi respons imun yang mengakibatkan perbaikan klinis yang ditunjukkan dengan perbaikan reversibilitas FEV-1.5. Penggunaan Imunoterapi Pada Penderita AlergiAlergi adalah penyakit kronis yang sangat mengganggu hilang dan timbul tidak menentu, sulit dideteksi penyebabnya(IPD jilid II 2003). Berbagai pendekatan terapi pada alergi telah dilakukan salah satu diantaranya adalah imunoterapi. Imunoterapiatau desensitisasi atau allergy injection therapy adalah suatu terapi yang memerlukan proses panjang dari suatu suntikan yang berulang dari ekstrak alergen yang disuntikkan pada pasien dengan penyakit alergi, yang jelas faktor alergen pencetusnya, dengan tujuan untuk mengurangi gejala penyakitnya. Pengobatan ini efektif pada penyakit alergi derajat ringan dan yang tidak responsif terhadap terapi standar.Imunoterapi merubah pejalanan penyakit, dan menghambat terjadinya asma pada anak dengan rinitis alergika. Imunoterapi spesifik masih merupakan pengobatan pilihan untuk reaksi sistemik pada sengatan tawon dan lebah. Mekanisme yang jelas pada kegunaan imunoterapi masih belum jelas. Diduga efek pada Sel T regulator, berkaitan dengan pergeseran sel B dalam produksi IgG4. Efek imunoterapi memerlukan waktu lama, tetapi begitu tercapai, memberikan perbaikan klinis yang berlangsung lama, sedangkan farmakoterapi, bermanfaat selagi pemberian berlangsung. Tehnik baru imunoterapi saat ini sedang dikembangkan meliputi alergen rekombinan, alergen hipoalergenik, vaksin peptida Sel T, stimulan Th1, dan anti-IgE, yang hasilnya cukup menjanjikan untuk digunakan pada penyakit alergi. Terapi ini direkomendasikan pada penyakit alergi saluran pernafasan, terutama asma dan rinitis bersama dengan penghindaran alergen dan penggunaan obat-obatan. Walaupun telah dibuktikan imunoterapi efektif untuk pasien dengan gigitan serangga, rinitis alergi dan asma, tetapi pemilihan pasien dengan hati-hati untuk memulai imunoterapi sangat penting. Imunoterapi untuk bisa ular dan serangga memberikan efektivitas lebih dari 95%. Tetapi pada anak, imunoterapi terhadap gigitan serangga tidak begitu penting, karena reaksi sistemik yang terjadi biasanya tidak begitu berat. Oleh karena itu untuk anak dengan alergi gigitan serangga, imunoterapi hanya diberikan pada anak dengan riwayat terjadi reaksi yang mengancam kehidupan bila digigit serangga.Pada rinitis alergi, imunoterapi hanya diberikan bilamana telah dilakukan penghindaran alergen dan iritan secara maksimal, dan pemberian medikamentosa secara benar dan optimal, terutama oleh karena lamanya terapi. Imunoterapi pada rinitis alergi telah terbukti sangat efektif baik untuk rinitis yang intermiten maupun yang persisten. Lamanya terapi biasanya antara 3-5 tahun, dan biasanya gejala tetap membaik walaupun pengobatan telah dihentikan.Pada asma alergi banyak penelitian yang telah membuktikan manfaatnya. Tetapi karena pada asma anak reaksi alergi tipe I hanya merupakan sebagian dari patofisiologinya, imunoterapi harus dipertimbangkan dengan hati-hati, terutama setelah dilakukan penghindaran alergen dan terapi medikamentosa secara maksimal. Kunci dari suksesnya imunoterapi pada pasien asma anak adalah kehati-hatian memilih pasien. Imunotarapi hanya dilakukan terhadap alergen yang bila terpapar jelas menimbulkan serangan, dan juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan IgE spesifik. Walaupun imunoterapi tidak di rekomendasikan pada alergi makanan, pilihan imunoterapi terhadap alergi makanan sedang banyak diteliti.

B. Imunosupresan1. Definisi ImunosupresanImunosupresan merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun ( Karnen Garna Baratawidjaja, 2010 )Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun. ( J.H.L. Playfair, 2009 )Penyakit penyakit autoimun memiliki beberapa ciri yang sama yaitu kerusakan jaringan akibat inflames. Obat imunosupresan mempunyai sifat sifat sebagai berikut :0. SitotoksikSP atau sitoksan yang diberikan setiap hari kepada penderita dengan berbagai penyakit imun. Azotioprin bersama predinisolon dan SP dapat bekerja sinergi dalam menginduksi toleransi, efek samping SP adalah toksisitas terhadap kandung kemih, nausea, alopesia, reaksi alergi, memacu produksi IgE dan merusak sel sel yang menekan alergi. Obat sitotoksik lainnya yang sudah dikembangkan adalah 2 klorodeoksiadenosin ( 2-CDA. Kladribin) dan fludarabin.1. AntimetabolikStruktur MTX adalah analog dengan asam folat, Dalam klinik MTX digunakan pada pengobatan artritis rheumatoid, ashma yang steroid yang dependen, Efek toksik yang paling sering terjadi adalah pada system Gastrointestinal berupa anoreksia, nausea, muntahm diare, stomatitis. Efek efek membaik jika MTX dihentikan.1. AntiproliferatifKegunaan dalam klinik yaitu, transplantasi, artrits rheumatffoid, dan LES. AZA sering digunakan bersama steroid yang efektif dan kombinasi ini menimbulkan efek baik. Efek samping dapat menimbulkan sindrom hipersensitifitas berupa, panas, myalgia, malaie, nausea, muntah dan lemas.1. Antiaktivasi sel TAnti aktivasi sel T terbagi menjadi 3, Siklosporin A, Takrolimus dan Rapamisin. Efek antiinflamasinya terpisah dari efeknya terhadap imun, pada umumnya, azatioprin dan siklosporin bekerja terhadap sel T.Penggunaan Imunosupresan menurut J. H. L Playfair dalam buku At a Glance Imunologi1. Respon imunsistem pertahanan (imunitas), yaitu imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity). Imunosupresan nonspesifik.Merupakan mekanisme pertahanan terdiri dari beberapa diantaranya : a. ALS ( antilymphocyte serum, serum antilimfosit ) dibuat dari kuda atau kelinci yang diimunisasi dengan limfosit manusia dan menyerap keluar spesifisitas yang tidak diinginkan. Serum ini terutama mendeplesi / mengurangi sel T, dengan mengopsonisasi sel untuk fagositosis. b. Iradiasi ekstrakorporeal darah dan drainse duktus torasik adalah tindakan dratis mendelesi sel T yang beresirkulasi.c. 6MP ( 6- Mercaptopurin ) dan prekursornya azatioprin (Imuran) menghambat metabolism purin, yang diperlukan untuk sintesis DNA. Zat imunosupresan ini dianggap terasi standart selama bertahun tahun pada transplantasi organ dan secara luas digunakan untuk penyakit autoimun, misalnya atritis rheumatoid dan SLEd. Siklofosfamid efektif digunakan untuk penykit autoimun, yaitu jika antibody adalah factor utama ( artritis rheumatoid, SLE ) tetapi efek samping umum berupa sterilitas membatasi penggunaan pada pasien yang lebih tuae. Kortikostreoid ( misalnya Kortison, predinison ) bersama dengan siklosporin, merupakan andalan imunosupresan transplantasi organ, dan juga berguna pada hamper seluruh penyakit hipersensitivitas dan autoimun. Obat obat ini bekerja pada sel T, tetapi efek utamanya kemungkinan pada polimor dan aktivitas magrofag. Imunisupresan spesifikAktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel. Berikut adalah yang termasuk imunosupresan spesifik :a. Antibodib. Antigenc. Elimnasi klonald. Sel T regulatori2. Indikasi ImunosupresanImunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu:a. transplantasi organb. penyakit autoimunc. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonates3. Prinsip umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai berikut:1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan akan jauh berkurang.2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain. 3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit diatasi.4. Pilahan Obat ImunosupresanSecara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu pemberiannya. Untuk itu, respon imun dibagi dalam dua fase :a. Fase pertama adalah fase induksi, yang meliputi : a) Fase pengolahan antigen oleh makrofag, dan pengenalan antigen oleh limfosit imunokompeten.b) Fase proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel Tb. Fase kedua adalah fase produksi, yaitu fase sintesis aktif antibodi dan limfokin.Berdasarkan respon imun, imunosupresan dibagi menjadi tiga kelas :Kelas I : harus diberikan sebelum fase induksi yaitu sebelum terjadi perangsangan oleh antigen. Kerjanya merusak limfosit imunokompeten. Jika diberikan setelah terjadi perangsangan oleh antigen, biasanya tidak diperoleh efek imunosupresif sehingga respon imun dapat berlanjut terus.Kelas II: harus diberikan dalam fase induksi, biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan oleh antigen berlangsung. Obat golongan ini bekerja mengambat proses diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit.Kelas III: memiliki sifat dari kelas I dan II. Jadi golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh Antigen.Contoh Penyakit Pada Pengobatan Imunosupresan1. SLE ( Sistemic Lupus Erythematosis ) adalah penyakit autoimun yang mengenai multisystem, atau didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada jaringan konektif yang bersumber dari autoimmune ( Lemone & Burke, 2000 )Etiologi dari penyakit ini belum diketahui, tapi ada beberapa factor yang mempengearuhi diantaranya, genetic, lingkungan dan hormonal. Genetic ( HLA Genes). Lingkungan ( Virus, bakteri, chemical, drug, uv ), Hormon ( Sex Hormon ) Untuk menentukan diagnose SLE harus ditemukan paling tidak 4 atau lebih dari kriteria sebagai berikut : Malar rash, discoid rash, photosensitivitas, ulkus pada mulut ( oral ulcer ), artritis, serositis, penyakit ginjal ( proteinuria ), penyakit neurologi ( kejang ), penyakit haematoligi, penyakit imunologik, antinuclear antibody.Pathogenesis SLEAdapun Patogenesis SLE ditandai oleh pembentukaan sebagai berikut :a. dibentuknya antibody yang melawan berbagai komponen tubuh ( autoimun ) yakni jaringan sel sel dan protein serum sendirib. adanya autoantibodi merefleksikan menurunnya toleransi autoimun dan menimbulkan kerusakan pada system imunc. Limposit T merupakan kelompok utama sel darah putih yang bertanggung jawab untuk mengontrol respon imund. Pada SLE jumlah sel T supresor menurun, disamping itu juga aktivitas sel T supresor dihambat.Tatalaksana dari SLENSAIDs : Acetylsaliclic acid ( Aspirin ) : 3-6 gram untuk dewasa Indomethacine ( Indocin ) : 25-50 mg 3-4x sehari untuk dewasa Antiinfeksi : Hydroxychloroquine ( plaquienil ) : 200 400 mg oral 2x sehari untuk dewasa Chloroquine : 250 mg oral sehari s.d dua minggu untuk dewasaKortikostreoid : Prednison ( Orasone, Deltasone, Meticorten) prednisone adalah dosis tunggal pagi hari Dosis rendah ( 15 mg/hari ) Dosis sedang ( 16 40 mg/hari ) Dosis tinggi ( 41 120 mg/hari )Metilpredinisolon ( solu-Medrol, Amethapred) i.v s.d 1000mg/hari, dalam dosis terbagiAnti neoplastik : Azathioprine ( Imuran ) 150mg perhari s.d 25 mg 3x seminggu untuk dewasa Cyclophospamide150 per hari s.d 25mg 3x seminggu untuk dewasa Chlorombucil10 mg per hari s.d 2 mg 3x seminggu untuk dewasa

16