Bab II Pembahasan
-
Upload
tika-dian-paramita -
Category
Documents
-
view
57 -
download
2
Transcript of Bab II Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
Seorang pria, 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing berkurang.
Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu sebelumnya
penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki, dan penderita
minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.
2.2 KATA KUNCI
1. Pria, 68 tahun
2. Produksi kencing berkurang
3. Muntah-muntah dan malaise
4. 2 minggu sebelumnya sakit terutama lengan dan kaki
5. Pernah minum obat
2.3 PERTANYAAN
1. Jelaskan fungsi sel-sel juxtaglomerulus dalam sistem renin angiotensin!
2. Jelaskan mekanisme oliguria serta hubungan gejala dengan keluhan utama!
3. Jelaskan penyakit yang dapat memberikan gejala oliguria pada anak dan dewasa!
4. Jelaskan cara mendiagnosis penyakit yang dapat menyebabkan oliguria!
5. Jelaskan faktor-faktor yg mempengaruhi GFR dan prinsip hukum starling dan proses
reabsorpsi dan sekresi!
6. Jelaskan hubungan antara RPD dan obat yang dikonsumsi pasien dengan RPS!
7. Jelaskan perubahan biokimia urin dan darah dan kompensasi ginjal dalam
keseimbangan asam basa!
8. Jelaskan diagnosis differentialnya!
2.4 Fungsi sel-sel juxtaglomerulus dalam sistem renin angiotensin
2
Sel-sel makula densa mengetahui adanya perubahan pengiriman volume ke arah tubulus
distal melalui sinyal yang belum dimengerti sepenuhnya. Penurunan konsentrasi NaCl ini
kemudian memicu sinyal yang berasal dari makula densa, dan memberikan dua efek :
1. Menurunkan tahanan terhadap aliran di arteriol aferen, yang meningkatkan tekanan
hidrostatik glomerulus dan membantu mengembalikan GFR menjadi normal.
2. Meningkatkan pelepasan renin dari sel-sel Jukstaglomerulus pada arteriol aferen dan
eferen, yang merupakan tempat penyimpanan utama untuk renin. Renin yang dilepaskan
dari sel-sel ini kemudian berfungsi sebagai enzim untuk meningkatkan pembentukan
angiotensin I, yang akan diubah menjadi Angiotensin II. Akhirnya, angiotensin II
mengakibatkan konstriksi arteriol eferen, dengan demikian meningkatkan tekanan
hidrostatik glomerulus dan mengembalikan GFR menjadi normal.
2.5 Mekanisme oliguria
Penyebab produksi urin berkurang bisa karena:
Kebocoran dari membran plasma
Obstruksi tubulus
Peningkatan permeabilitas kapiler
3
Iskemia atau nefrotoksin
Penurunan aliran darah ginjal
Kerusakan sel
tubulus
Kerusakan
glomerulus
Penurunan aliran darah
glomerulus
Peningkatan
hantaran Nacl ke makula densa
Obstruksi
tubulus
Kebocoran
filtrat
Penurunan
ultrafiltrasi
glomerulus
↓ GFR
Sel epitel tubulus sangat peka terhadap anoksia serta rentan terhadap toksin. Beberapa
factor memudahkan tubulus mengalami cedera toksik, termasuk permukaan bermuatan listrik
yang luas untuk reabsorbsi tubulus, system transport aktif untuk ion dan asam organic, dan
kemampuan melakukan pemekatan secara efektif. Iskemia menyebabkan banyak perubahan
structural di sel epitel. Hilangnya polarital sel nampaknya merupakan kejadian awal yang
penting secara fungsional (reversible). Hal ini menyebabkan redistribusi protein membrane
(missal Na+, K+, ATPase) dari permukaan basolateral ke permukaan luminal sel
tubulussehingga penyaluran natrium ke tubulus distal meningkat. Yang terakhir melalui system
umpan balik tubuluglomerulus, menyebabkan vasokontriksi. Kerusakan lebih lanjut di tubulus
dan terbentuknya debris tubulus dapat menghambat aliran keluar urin dan akhirnya
meningkatkan tekanan intratubulus sehingga GFR meningkat. Selain itu, cairan dari tubulus yang
rusak dapat bocor kedalam interstisium sehingga tekanan interstisium menigkat dan tubulus
kolaps. Sel tubulus yang iskemik juga mengekspresikan sitokin dan molekul perekat yang
berfungsi merekrut dan mengimobilisasi leukosit yang dapat ikut serta menimbulkan cedera ini.
Cedera ginjal iskemik juga ditandai dengan perubahan hemodinamik yang mencolok
yang menyebabkan GFR menurun. Salah satunya adalah vasokontriksi intrarenal, yang
menyebabkan penurunan aliran plasma glomerulus dan penurunan penyaluran oksigen ke tubulus
di medulla bagian luar (pars asendens yang tebal dan segmen lurus tubulus proksimal).
Walauoun sejumlah jalur vasokontriktor diperkirakan berperan dalm fenomena ini (missal renin-
angiotensin, norepinefrin), yang sebagian dipicu dengan peningkatan penyaluran natrium di
distal, opini yang sekarang berkebang adalah bahwa vasokontriksi diperantai oleh cedera endotel
subletal, yang menyebabkan peningkatan pengeluaran vasokontriktor endotel endotelin dan
penurunan pembentukan vasodilator nitrat oksida. Akhirnya, juga terdapat bukti bahwa terjadi
4
Aliran darah ke ginjal ↓Ekskresi ginjal ↓Oliguria
↓Laju filtrasi
glomerulus
efek langsung iskemia atau toksin pada glomerulus, yang menyebabkan penuruna koefisien
uktrafiltrasi glomerulus, mungkin karena penurunan permukaan filtrasi efektif.
2.6 Penyakit-penyakit dengan gejala oliguria
Gagal Ginjal Kronik (CRF)
merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif, irreversibel, dan lambat
(tahunan) dari berbagai penyebab.
Klasifikasi Penyakit Nama Penyakit Prevalensi
Penyakit infeksi
tubulointerstisial
Penyakit peradangan
Penyakit vaskular hipertensif
Pielonephritis / Reflux
nephropathy
Glomerulonephritis
Nefrosclerosis benigna
Nefrosclerosis maligna
Stenosis areteria renalis
90 % kasus ♀
♂ 2 : 1 ♀
-
-
-
Gangguan jaringan ikat
Gangguan kongenital dan
herediter
Penyakit metabolik
SLE
Poliarteritis nodusa
Sclerosis sistemik progresif
Peny.ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
D M
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
90 %♀ (20-40)
♂ lebih sering♀
♀ lebih sering♂
1:6000-1:40000
♀ lebih sering♂
Ras Amerika dan
Afro-Amerika
-
-
-
5
Nefropathy toksik
Nefropathy obstruktif
Penyalahgunaan analgetik
Nefropathy timbal
Traktus bagian atas:
batu ginjal, neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus bagian bawah:
Hipertrophy prostat, striktur urethra, anomali
kongenital leher vesica urinaria dan urethra
Gagal Ginjal Akut (ARF) : Suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal secara cepat.
2.7 Penegakkan Diagnosis
A. Anamnesis keluhan utama
a. Menanyakan keluhan utama oliguria/luka pada alat kelamin/bengkak
pada wajah dan perut/nyeri bagian kanan dan menggali riwayat penyakit saat
ini . Tanyakan :
• onset dan durasi keluhan utama : sejak kapan?
6
Klasifikasi
Azotemia Prarenal
(penurunan perfusi ginjal)
Azotemia Pascarenal
(obstruksi saluran kemih)
Gagal Ginjal Akut Intrinsik
- Deplesi volume cairan ekstrasel
- Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
- Perubahan hemodinamika ginjal primer
- Obstruksi vaskular ginjal bilateral
- Obstruksi urethra
- Obstruksi aliran keluar kandung kemih
- Obstruksi ureter bilateral
- Nekrosis tubular akut: 1. pascaiskemik
2. nefrotoksik
• bentuk, warna dan jumlah urin, ada batu atau tidak, kencing berpasir,
hematuria, kapan mulai bengkak pada wajah
• gejala lain yang berhubungan : mual, nyeri pinggang, nyeri saat buang air
kecil, rasa tidak enak pada abdomen, nyeri tekan pada perut bagian kanan
b. Melakukan anamnesis yang berkaitan dengan sistem
c. Menggali penyakit dahulu yang berkaitan dengan oliguria, luka pada alat
kelamin, bengkak pada wajah dan perut, nyeri perut bagian kanan.
d. Riwayat kebiasaan : makan jeroan, menggunakan obat nonsteroid, antibiotic,
antiinflamasi atau jamu.
e. Riwayat keluarga : penyakit yang diderita menyebabkan gangguan susah buang
air kecil.
f. Menggali riwayat pengobatan sebelumnya.
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan regio costo-vertebralis
Pemeriksaan dapat dengan duduk, tapi yang paling baik dan biasa dilakukan
adalah dalam posisi baring terlentang (Supine position), dilihat dari depan dan
belakang.
- Inspeksi : Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores),
benjolan di lateral abdomen yg ikut gerak nafas (tumor).
- Palpasi :
a. Pemeriksaan posisi baring, 1 tangan di costo-vertebralis dan satu tangan
didepan dinding perut. Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan ekspirasi.
Ginjal kanan lebih rendah, kadang teraba "ballotement" pada inspirasi
maksimal.
b. Periksa adanya nyeri saat palpasi dan konsistensi ginjal.
- Perkusi :
a. Dilakukan di daerah costo-vertebralis (lat dinding perut). Lihat
perluasan dan progresifisitas daerah pekak (dullness) dinding lateral
abdomen (perdarahan pd kasus trauma ginjal).
7
b. Perdarahan retroperitoneal pekak pada perkusi tidak berubah dgn
perubahan posisi, jika intraperitoneal pekak berpindah sesuai dengan
perubahan posisi.
- Auskultasi : terdengar suara bising (systolic bruit) bila ada stenosis atau
aneurysma arteri renalis.
2. Pemeriksaan Supra Pubik
- Inspeksi :
Normal : kosong atau volume <150 cc à tdk teraba/terlihat)
a. Lihat penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan umbilikus à
buli-buli penuh.
b. Benjolan tidak teratur disupra pubis à tumor buli-buli besar.
c. Periksa testis di skrotum à bila kosong/hanya 1 à seminoma testis
intra abdominal.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis, pemeriksaan ini meliputi :
a) Makroskopik : Warna, bau, berat jenis
b) Kimiawi : pH, protein, glukosa
c) Mikroskopik : Pemeriksaan Sediment
Faal Ginjal
a) Urea Clearance
b) Creatinine Clearance
Nilai Normal:
• Ureum : 20-40 mg%
• Kreatinin : Laki-laki = 0,6 -1,3 mg%
Perempuan =0,4 ± 1,1 mg%
• Eritrosit : <12.000 eritrosit/cc
• Leukosit : 2-3/LPB
• pH urin : 4,5-8,0
• Warna : pucat-kuning tua
• Protein : tidak lebih dari 150 mg/hari
D. Pemeriksaan radiologi
8
• Ultrasonografi : untuk memeriksa korteks, medulla, piramid ginjal dan
pelebaran sistem kolekting ureter.
• Pielogravi Intra Vena : untuk melihat ginjal, ureter dan kandung kencing
• BNO ( BUIK NIER OVERZICHT) : untuk melihat batu berkapur
(kalsifikasi), bayangan mass intraperitoneal / retroperitoneal /mass ginekologi.
2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi GFR dan prinsip hukum starling dan proses
reabsorpsi dan sekresi
A. Faktor yang mempengaruhi GFR
• Tekanan darah kapiler glomerulus
Adalah gaya pendorong utama yang berperan untuk filtrasi glomerulus
sehingga bila tekanan darah kapiler glomerulus meningkat akan
menyebabkan peningkatan GFR.
• Tekanan osmotik koloid plasma
Bersifat melawan filtrasi. Jika terjadi penurunan konsentrasi protein plasma,
maka tekanan osmotik akan menurun yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya peningkatan GFR. Begitu pula sebaliknya.
• Tekanan hidrostatik kapsula Bowman
Ditentukan oleh 3 variabel yaitu tekanan arteri, tahanan arteriol aferen dan
tahanan arteriol eferen. Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan GFR.
Kenaikan tahanan arteriol aferen akan mengurangi tekanan hidrostatik
glomerulus dan menurunkan GFR. Terjadinya kontriksi arteriol eferen akan
mengakibatkan penurunan GFR.
• Aktivasi saraf simpatis
Rangsangan simpatis ringan atau sedang dapat menyebabkan arteriol aferen
bervasokontriksi sehingga lebih sedikit darah yang mengalir ke gromerulus.
Hal ini menyebabkan tekanan darah kapiler glomerulus menurun dan terjadi
penurunan GFR.
B. Hukum Starling
9
“ Kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara kapiler dan jaringan
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik masing-masing
kompartemen “.
C. Proses reabsorbsi dan sekresi
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99%
filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan
terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang
masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah
kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Setelah terjadi
reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat
berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak
ditemukan lagi. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osnmosis. Reabsorbsi
air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
Sisa penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala
ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
2.9 Hubungan antara RPD dan obat yang dikonsumsi pasien dengan RPS
Salah fungsi ginjal adalah untuk mengaktifkan vitamin D. Fungsi vitamin D
adalah untuk mengontrol homeostasis kalsium, mempertahankan konsentrasi kalsium
plasma. Metabolisme Vitamin D diatur oleh konsentrasi kalsium dan fosfat plasma.
Kalsitriol bekerja dengan cara menginduksi 24-hidroksilase di ginjal, meransang
penyerapan di tubulus ginjal, memobilisasi mineral tulang, pembentukan interlikuin oleh
limfosit T dan Ig oleh limfosit B. Kalsium adalah Zat kapur yang penting dalam
pembentukan tulang, proses pembekuan darah dan peransangan saraf.
Gagal ginjal yang berkepanjangan dapat menyebabkan osteomalasia, yang
menyebabkan sebagian tulang diabsorsi sehingga tulang menjadi lemah. Penyebab dari
keadaan ini vitamin D harus diubah melalui dua tahap pertama di hati kemudian di ginjal.
Kemudian akan sangat menurunkan Vit.D aktif dalam darah, kemudian mengurangi
absorsi kalsium usus dan ketersedian kalsium dalam tulang. Penyebab dimineralisasi
tulang yang penting lainnya pada gagal ginjal adalah peningkatan konsentrasi fosfat
10
serum yang terjadi akibat berkurangnya GFR, meningkatnya fosfat serum menyebabkan
meningkatnya fosfat dengan kalsium dalam plasma, sehingga menurunkan konsentrasi
kalsium terionisasi dalam serum plasma, yang kemudian meransang sekresi hormon
paratiroid. Hiperpatiroidisme kemudian meransang pelepasan kalsium dari tulang yang
menyebabkan dimineralisasi tulang lebih lanjut. Pada gagal ginjal mempunyai gejala
klinis hiperkalemia ( kalium dalam darah ), terjadi perubahan elektrolit dan penurunan
PH enselopati uremik neuropati perifer ( nyeri pada ektremitas ) karena pada daerah
ektremitas lebih banyak beraktifitas. Dan juga sisa- sisa metabolisme ( ureum )
menumpuk pada tangan dan kaki karena faktor aktifitas.
2.10 Perubahan biokimia urin dan darah dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan
asam basa
Ginjal mengontrol pH tubuh dengan mengontrol keseimbangan asam basa melalui
pengeluran urin yang sama ataupun basa. Pengeluaran urin yang asam akan mengurangi
jumlah asam dalam cairan ektraseluler, sedangkan pengeluaran urin yang basa akan
menghilangi basa dari cairan ektraseluler.
Keseluruhan mekanisme ekresi urin asam maupun basa oleh ginjal adalah sebagai
berikut : sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus ke dalam tubulus,
dan bila ion bikarbonat diekresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari
darah. Sebagian besar jumlah ion hidrogen juga di sekresikan ke dalam lumen tubulus
dari sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan basa dari darah. Bila lebih banyak ion
hidrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang disaring, akan terdapat
kehilangan asam dari cairan ektraseluler. Sebaliknya apabila lebih banyak ion bikarbonat
yang disaring daripada hidrogen yang diekresikan, maka akan terdapat kehilangan basa.
Pengaturan keseimbangan konsentrasi ion hidrogen ini dilakukan ginjal melalui 3
mekanisme dasar:
1. Sekresi ion-ion hidrogen
2. Reabsorbsi ion-ion bikarbonat yang disaring
3. Produksi ion-ion bikarbonat yang baru
1. Sekresi ion hidrogen di tubulus ginjal
11
Sekresi ion hidrogen berlangsung di sel-sel epitel tubulus proksimal, segemn tebal
asenden ansa henle, dan tubulus distal ke dalam cairan tubulus.
Proses sekresi berlangsung ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk
melalui metabolisme sel di dalam epitel tubulus. CO2 akan berikatan dengan H2O dan
membentuk H2CO3 melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim karbonik anhidrase. H2CO3
akan berdisosiasi menjadi H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). H2CO3 mengikuti gradien
konsentrasi melalui membran basolateral akan pergi ke cairan interstitial ginjal dan ke
aliran darah kapiler peritubular. Bersama dengan itu H+ akan disekresikan ke lumen
tubular, tergantung daerah lumen, proses ini berlangsung melalui transport aktif primer
pompa H-ATPase, transport aktif primer pompa H, K-ATPase, ditubulus distal dan
kolligens, serta transport imbangan Na/H ditubulus proksimal.
Sekresi ion hidrogen melalui transport imbangan Na/H terjadi ketika natrium
bergerak dari lumen tubulus ke dalam sel, natrium mula-mula bergabung dengan protei
pembawa di batas luminal membran sel; pada waktu yang bersamaan; ion hidrogen di
bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa.
Natrium bergerak ke dalam sel melalui gradien konsentrasi yang telah dicapai oleh
pompa natrium kalium ATPase di membran basolateral kemudian menyediakan energi
untuk menggerakkan ion hidrogen dalam arah yang berlawanan dari dalam sel ke dalam
lumen tubulus. Jadi untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus,
satu ion bikarbonat masuk ke dalam darah.
2. Reabsorbsi ion bikarbonat yang disaring
Ion bikarbonat yang disaring akan direabsorbsi oleh ginjal untuk mencegah
kehilangan bikarbonat dalam urin. Sekitar 80-90% reabsorbsi bikarbonat (dan sekresi
hidrogen) berlangsung didalam tubulus proksimal sehingga hanya sejumlah kecil ion
bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal dan dukstus kolligens.
Ion bikarbonat yang di saring pada glomerulus akan bereaksi dengan ion hidrogen yang
disekresikan oleh sel-sel tubulus mebentuk H2CO3 oleh kerja enzim karbonik anhidrase,
yang kemudian berdiosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah
melewati membran tubulus, oleh karena itu CO2 segera berdifusi masuk ke dalam sel
tubulus, tempat CO2 bergabung dengan H2O , dibawah pengaruh enzim karbonik
anhidrase, untuk mengahsilkan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 kemudian berdisosiasi
12
membentuk ion bikarbonat dan ion hidrogen, ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui
membran basolateral ke dalam cairan interstitial dan dibawa naik ke darah kapiler
peritubular. Efek bersih dari reaksi ini adalah reabsorbsi ion bikarbonat dari tubulus,
walaupun walaupun ion-ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ektraseluler
tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.
3. Produksi ion bikarbonat baru
Bila ion-ion hidrogen di sekresikan ke dalam kelebihan bikarbonat yang difiltarsi
ke dalam cairan tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan ion hidrogen ini yang dapat
dieksresikan dalam bentuk ion hidrogen dalam urin. Alasan untuk ini adalah bahwa pH
minimal urin adalah sekitar 4,5. Bila terdapat kelebihan ion hidrogen dalam urin, ion
hidrogen akan bergabung dengan penyangga selain bikarbonat dan ini akan menghasilkan
ion bikarbonat baru yang dapat masuk ke dalam darah, dengan demikian membantu
mengganti ion bikarbonat yang hilang dari cairan ektraseluler pada keadaan asidosis.
Penyangga paling penting untuk mekanisme ini adalah phospat dan amonia.
Ketika pengeluaran melebihi pembentukan atau asupan maka konsentrasi ion
hidrogen plasma arteri akan turun yang mnyebabkan pH naik diatas 7,4 dan ini disebut
alkolisis (pH bersifat basa). Sebaliknya, pembentukan ataupun asupan melebihi
pengeluaran maka konsentrasi ion hidrogen plasma arteri akan naik yang menyebabkan
pH turun menjadi 7,4 dan ini disebut asidosis (pH bersifat asam).
2.11 Diagnosis differential
2.11.1 Gagal Ginjal Akut
A. Definisi :
- Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik
tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya.
- Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh
akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine,
metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa.
B. Etiologi :
- Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
13
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang
menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah : penipisan volume, hemoragi,
kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik), kehilangan cairan melalui
saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik), gangguan efisiensi jantung, infark
miokard, gagal jantung kongestif, disritmia, syok kardiogenik, vasodilatasi,
sepsis, anafilaksis, medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan
vasodilatasi
- Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau
tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini : cedera akibat
terbakar dan benturan, reaksi transfusi yang parah, agen nefrotoksik, antibiotik
aminoglikosida, agen kontras radiopaque, logam berat (timah, merkuri), obat
NSAID, bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida),
pielonefritis akut glumerulonefritis
- Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat
dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-
kondisi sebagai berikut : batu traktus urinarius, tumor, BPH, striktur, bekuan
darah
C. Patofisiologi
Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh
ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk
pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.
Periode Diuresis
14
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda
perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya
menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
Periode Penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
Nilai laboratorium akan kembali normal
Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%
D. Gejala klinis
- Edema perifer
- Urine sedikit
- Kulit pucat, eklimosis
- Oliguria (tetapi pasien mungkin saja menderita gagal ginjal tanpa disertai
oliguria), anuria
- Delirium, letargia, mioklonus, kejang-kejang
- Nyeri punggung, fasikulasi, ktram otot
- Takipnea, takikardia
- Rasa lemah, anoreksia, malaise umum, mual
- Asidosis metabolik
- Hiperkalemia
E. Diagnosis penunjang
1. Perubahan Urinalisa : Proteinuria, hematurias dan leukosituria.
Osmolalitas urin, <400 mOsm/kg, berat jenis urin <1,020, Na urin >20
mEq/L.
2. Peningkatan BUN dan kadar kreatinin : peningkatan yang tetap dalam
BUN dan laju peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.
3. Hiperkalemia: pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi
glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan
15
tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi).
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
4. Asidosis metabolik : pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi
muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang terbentuk oleh proses
metabolik normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal
ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah
dan pH darah. Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal
ginjal akut.
5. Abnormalitas Ca++ dan PO4- : Peningkatan konsentrasi serum fosfat
mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respon
terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme
kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
6. Anemia : Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi
yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi
eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.
7. Rontgen Thorax : dapat ditemukan udem pulmo.
F. Diagnosis banding
Perlu segera dibedakan jenis Gagal Ginjal Akut prarenal, renal atau
pascarenal oleh karena masing-masing mempunyai aspek pengobatan yang
berbeda. Gagal Ginjal pascarenal (obstruksi) paling mudah dipastikan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Untuk membedakan Gagal Ginjal prarenal atau
intrarenal, dapat dilakukan 2 macam cara pemeriksaan :
1. Pemeriksaan laboratorium:
16
URINE PRARENAL RENAL
volume Sedikit Sedikit
protein Negatif Sering positif
sedimen Normal Torak granular, eritrosit
Berat jenis >1020 1010-1015
Na urine (mmol/l) <20 >25
Urea urine (mmol/l) >250 <160
Osmolalitas (mmol/l) >500 200-350
Ratio osmolalitas U/P >1,3 <1,1
FENa <1 >1
2. Perbedaan secara pemberian terapi :
Cara ini hendaknya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya
overloading atau dehidrasi.
a. Terapi cairan : dengan memberikan infus garam isotonik atau Ringer’s
Lactate sebanyak 20 ml/kg berat badan selama 1 jam, dilanjutkan
pemberian diuretik. Bila terjadi diuresis > 2 ml/kg BB/jam berarti Gagal
Ginjal Prarenal.
b. Diuretik : boleh dilakukan bila faktor prarenal telah dikoreksi :
1. Furosemide 1-2 mg/kg BB/kali, diberikan 2 kali (selang 4 jam).
Efek samping : eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas terutama
bila diberikan dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik.
2. Mannitol 0,5-1 gram/kg bb diinfus dalam 10-20 menit .
Efek samping : meningkatkan volume darah dan sembab paru.
Bila terjadi diuresis > 2 ml/kg/jam pasca terapi berarti suatu Gagal
Ginjal Prarenal. Bila diuresis < 2 ml/kg/jam berarti suatu Gagal
Ginjal Intrarenal.
G. Penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam
jiwa pada gangguan ini. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]),
secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung,
feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar
untuk terapi pengganti cairan.
Obat dalam tatalaksana gagal ginjal
17
Bila ada tanda awal gagal ginjal akut karena hipovolemia, berikan segera
infus garam faal. Bila oliquria bertahan,berikan dopamine dosis rendah
untuk timbulkan vasodilatasi a renalis.
Bila oliquria karena hipoperfusi (CVP rendah), berikan segera dopamine
1-5 mcg/kg/menit dan 80 mg furosemide IV sbg dosis awal. Naikkan dosis
bila belum ada respon sampai tercapai dosis masimal 1 gr. Bila penderita
perlu aminoglikosida, ganti furosemide dengan bumetanide.
2.11.2 Gagal Ginjal Kronik
A. Definisi
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
B. Epidemiologi
Jumlah penderita CRF atau gagal ginjal kronik terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada
penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia.
Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan
prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta
penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk.
C. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%).
D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa
nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan
18
tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan
konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa
hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini
penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.
E. Manifestasi Klinik
19
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,
miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.
Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK.
g. Kelainan kardiovaskular
20
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem
vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
F. Penegakkan diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan
yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi
GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan
objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas
dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal
ginjal.
2. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum
sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah,
elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,
endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
G. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
1) Terapi diet rendah protein (DRP)
2) Kebutuhan jumlah kalori
3) Kebutuhan cairan
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolic
21
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH = 7,35 atau serum bikarbonat = 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC).
3) Keluhan gastrointestinal
Terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
5)kardiovaskular : beta-bloker.
c. Terapi pengganti ginjal
1) Hemodialisis
2) Dialisis peritoneal (DP)
3) Transplantasi ginjal
H. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan
yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan
kardiovaskular adalah:
a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil
risiko penurunan fungsi ginjal
b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c. penghentian merokok
d. peningkatan aktivitas fisik
e. pengendalian berat badan
f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE
(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin telah
terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan penurunan
fungsi ginjal.
I. Komplikasi
• Hiperkalemia, Akibat penurunan ekskresi asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
22
• Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung.
• Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin angioaldosteron.
• Anemia, akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
pendarahan gastrointestina akibat iritasi.
• Penyakit tulang, akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah
metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium.
J. Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika
dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda. Prognosis
gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.
2.11.3 Dehidrasi
A. Definisi
Gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi
karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).
Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan
zat elektrolit tubuh.
B. Etiologi
kekurangan zat natrium
kekurangan air
kekurangan natrium dan air
C. Klasifikasi
Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan)
Dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari
berat badan)
Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari
berat badan).
Dehidrasi hipertonik hilangnya air lebih banyak dari natrium→ rendahnya
kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif
serum (kurang dari 270 mosmol/liter).
23
Dehidrasi isotonik hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama→
tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan
peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
D. Patofisiologi
Na & Cl keluar bersama cairan tubuh. 36 – 48 jam kemudian terjadi
reabsorpsi berlebihan oleh ginjal yang mengakibatkan Na & Cl ekstrasel
meningkat (hipertonik) sehingga air keluar dari sel (dehidrasi sel). Hal tersebut
merangsang hipofise untuk sekresi ADH, maka terjadilah oliguria.
E. Gejala klinis
1. Dehidrasi ringan
- Meningkatnya rasa haus
- Kegelisahan atau rewel
- Menurunnya elastisitas kulit
- Mulut dan lidah yang kering
- Mata yang kering karena tidak adanya air mata
- Mata yang cekung
2. Dehidrasi Sedang
- Penurunan tekanan darah
- Dalam kondisi tertentu gampang sekali pingsan
- kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
- Kejang
- Perut kembung
- Denyut nadi cepat dan lemah.
3. Dehidrasi berat
- Tangan dan kaki yang dingin dan lembab
- Anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas
- Ketidakmampuan untuk minum
- Hilagnnya elastisitas kulit secara sepenuhnya
- Tidak ada air mata
- Lapisan lendir yang sangat kering pada mulut
- Pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni
24
F. Pemeriksaan penunjang
1. Kadar natrium plasma darah
2. Osmolaritas serum
3. Ureum dan kreatinin darah
4. BJ urin
5. Tekanan vena sentral (sentral venous pressure)
G. Penatalaksanaan
Dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-
2500 ml/24jam (30 ml/kg berat badan/24 jam)
Dehidrasi hipertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman
dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan
anggur.
Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang
mengandung sodium seperti jus tomat juga dapat diberikan isotonik yang
ada di pasaran
Pada dehidrasi sedang dan berat. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan
cairan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari
defisit cairan total perhari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan
NaCl, 45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksanakan dengan mengatasi
penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu
pemberian cairan hipertonik.
25