BAB II Lapkas Hps

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stenosis pilorus merupakan kelainan yang terjadi pada bayi, yang ditandai dengan obstruksi gastric outlet dan penebalan abnormal dari otot antrum pilorikum sehingga sfingter pilorus gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1). Menurut teori, stenosis pilorik hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan atau proses degenerasi ganglion dan serabut saraf. Stenosis pilorus merupakan diagnosa secara klinis, masa pilorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau dengan meminum kontras larut air. [1] Pada orang dewasa, stenosis pilorus merupakan penyakit yang membingungkan dan jarang ditemukan. Apakah itu berasal dari stenosis pilorus kongenital atau dari ulkus peptikum masih belum jelas. Kebanyakan pasien dewasa dengan stenosis pilorus mempunyai temuan radiologik yang sama dengan ulkus peptikum. [2] 12

description

vvcvcvcvcv

Transcript of BAB II Lapkas Hps

28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Stenosis pilorus merupakan kelainan yang terjadi pada bayi, yang ditandai dengan obstruksi gastric outlet dan penebalan abnormal dari otot antrum pilorikum sehingga sfingter pilorus gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1). Menurut teori, stenosis pilorik hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan atau proses degenerasi ganglion dan serabut saraf. Stenosis pilorus merupakan diagnosa secara klinis, masa pilorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau dengan meminum kontras larut air.[1]Pada orang dewasa, stenosis pilorus merupakan penyakit yang membingungkan dan jarang ditemukan. Apakah itu berasal dari stenosis pilorus kongenital atau dari ulkus peptikum masih belum jelas. Kebanyakan pasien dewasa dengan stenosis pilorus mempunyai temuan radiologik yang sama dengan ulkus peptikum.[2]Stenosis pilorus adalah penyempitan dari pilorus, yaitu bagian dari lambung yang menuju ke usus halus. Dalam kondisi normal, makanan akan dengan mudah melalui lambung menuju ke bagian pertama dari usus halus melalui katup yang disebut pilorus. Pada Stenosis pilorus, otot otot pilorus mengalami penebalan. Hal tersebut mencegah pengosongan isi lambung menuju usus halus.(3)2.2 Epidemiologi

Stenosis pilorus hipertrofi terjadi pada sekitar 3:1.000 kelahiran hidup di Amerika serikat, frekuensinya mungkin makin meningkat. Lebih sering terjadi pada orang kulit putih keturunan Eropa Utara, kurang sering pada orang kulit hitam, dan jarang pada orang asia. Laki-laki terutama anak pertama 4 kali lebih sering daripada perempuan. Keturunan ibu, dan pada tingkat yang lebih sedikit dari keturunan bapak yang menderita stenosis pilorus berisiko lebih tinggi untuk mengalami stenosis pylorus. Stenosis akan terjadi pada sekitar 20% laki-laki dan 10% perempuan keturunan ibu yang menderita stenosis pilorus. Insidens stenosis pilorus terlihat meningkat pada bayi dengan golongan darah B dan O. stenosis pilorus disertai dengan kelainan bawaan lain seperti fistula trakeoesofagus.[4]

2.3 EtiopatogenesisPenyebab stenosis pilorus belum diketahui tetapi berbagai macam faktor telah dicurigai terlihat. Stenosis pilorus biasanya tidak tampak pada saat lahir dan lebih konkordans pada kembar monozigot dari pada dizigot. Inervasi otot yang tidak normal, menyusui dan stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat. Peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksida sintase di pilorus dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung. Pemberian prostaglandin E eksogen untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus telah dihubungkan dengan stenosis pylorus; dan juga dengan gastroenteritis eosinofilia dan trisomi 18, sindrom Turner, sindrom Smith-lemli Opitz dan sindrom Cornelia de Lange .[4]

Stenosis pilorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot pylorus (otot longitudinal dan sirkuler) yang menyebabkan penyempitan antrum gaster. Kanalis pilorus menjadi panjang dan dinding otot pilorus mengalami penebalan, diikuti dengan penebalan dan edema dari mukosa. Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi dilatasi dan menyebabkan obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis pilorus hipertrofi dapat bersifat multifaktorial. Faktor lingkungan dan herediter dipercaya sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pilorus hipertrofi. Faktor etiologik yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit Oksida Sintase (NOS), inervasi abnormal dari plexus mienterikus, hipergastrinemia infantile, dan penggunaan antibiotik seperti obat golongan makrolid (eritromisin). Pada tahun 2002, Cooper et al menemukan bahwa paparan awal terhadap eritromisin (pada hari ke 3-13 kehidupan) dikaitkan dengan hampir 8 kali lipat peningkatan risiko stenosis pilorus. Tidak ada peningkatan risiko stenosis pilorus diamati pada bayi yang terpajan terhadap eritromisin setelah 13 hari hidup. [5]

Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pilorus hipertrofi karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergic sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pylorus menjadi hipertrofi sehingga menyebabkan disfungsi lambung.[6]

Dalam penelitian yang lebih baru, Huang et al (2006) mengumpulkan sampel biopsi dari pilorus pada 13 pasien dengan stenosis pilorus hipertrofik infantil dan menemukan penurunan ekspresi neuronal oksida nitrat sintase (nNOS), menunjukkan bahwa kadar nitrit plasma dapat dijadikan acuan untuk mendiagnosis stenosis pilorik. [5]Stenosis pilorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali. [6]Gejala konstipasi dapat pula terjadi akibat sedikitnya jumlah cairan yang dapat melewati pilorus menuju usus halus. [7] Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai keduodenum. Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan bikarbonat.[6]

Gambar 1

Ilustrasi hipertrofi otot pilorus

(Dikutip dari kepustakaan 7)2.5 Anatomi dan Fisiologi Lambung

Secara embriologi Lambung tampak sebagai suatu pelebaran usus depan berbentuk fusiformis pada perkembangan minggu keempat. Pada minggu-minggu berikutnya, bentuk dan kedudukannya banyak berubah akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai bagian dindingnya, dan perubahan kedudukan alat-alat di sekitarnya. Perubahan kedudukan lambung paling mudah dijelaskan dengan menganggap bahwa organ ini berputar mengelilingi sebuah sumbu panjang dan sumbu anteroposterior. Pada sumbu memanjangnya, lambung melakukan putaran 90 searah dengan jarum jam sehingga sisi kirinya menghadap ke depan dan sisi kanannya menghadap ke belakang. Oleh karena itu, nervus vagus kiri, yang semula mempersarafi sisi kiri lambung, sekarang mempersarafi dinding depan, demikian pula nervus vagus kanan mempersarafi dinding belakang. Selama perputaran ini, bagian dinding lambung aslinya di belakang, tumbuh lebih cepat daripada bagian depan, dan hal ini menghasilkan pembentukan kurvatura mayor dan minor. [8] Ujung sefalik dan kaudal lambung pada mulanya terletak di garis tengah, tetapi pada pertumbuhan selanjutnya lambung berputar mengelilingi sumbu anteroposterior, sehingga bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak ke kanan dan ke atas, dan bagian sefalik atau bagian kardia ke kiri dan sedikit ke bawah. Dengan demikian, lambung mencapai kedudukannya yang terakhir dan sumbu panjangnya berjalan dari kiri atas ke kanan bawah.[8]

Karena lambung menempel di dinding tubuh dorsal melalui mesogastrium dorsal dan ke dinding ventral tubuh melalui mesogastrium ventral, rotasi serta pertumbuhannya yang tidak proposional mengubah kedudukan mesentrium-mesentrium ini. Dengan demikian, rotasi mengelilingi sumbu longitudinal menarik mesogastrium dorsal ke kiri, sehingga menciptakan sebuah ruang, yang disebut dengan bursa omentalis (sakus peritonealis minor), di belakang lambung. Rotasi ini juga menarik mesogastrium ventral ke kanan. Ketika proses ini berlanjut pada minggu ke-5 perkembangan, primordium limpa terbentuk sebagai proliferasi mesoderm di antara dua lembaran mesogastrium dorsal. Dengan berlanjutnya rotasi lambung, mesogastrium dorsal memanjang, dan bagian yang berada di antara limpa dan garis tengah bagian dorsal membelok ke kiri dan menyatu dengan peritoneum dinding abdomen posterior. Lembaran posterior mesogastrium dorsal dan peritoneum di sepanjang garis penyatuan ini berdegenerasi. Limpa, yang selalu mempertahankan kedudukannya intraperitoneal, kemudian dihubungkan dengan dinding tubuh di daerah ginjal kiri oleh ligamentum lienorenalis dan ke lambung oleh ligamentum gastrolienalis. Pemanjangan dan bersatunya mesogastrium dorsal ke dinding posterior tubuh juga menentukan posisi akhir pankreas. Mula-mula organ ini tumbuh ke dalam mesoduodenum dorsal, tetapi akhirnya kaudanya memanjang ke mesogastrium dorsal. Karena bagian mesogastrium dorsal ini menyatu dengan dinding tubuh dorsal, kauda pankreas terletak di daerah ini. Begitu lembaran posterior mesogastrium dorsal dan peritoneum dinding tubuh posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan ini, kauda pankreas dibungkus posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan ini, kauda pankreas dibungkus oleh peritoneum hanya pada permukaan anteriornya dan karena itu terletak di posisi retroperitoneal. (Organ-organ, semacam pankreas, yang mula-mula dibungkus oleh peritoneum tetapi kemudian menyatu dengan dinding tubuh posterior sehingga menjadi retroperitoneal disebut sebagai retroperitoneal sekunder. [8]

Pada umumnya berbentuk huruf L terbalik, huruf J atau berbentuk silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus, dan pylorus. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas yang tegas secara makroskopis. Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis, yaitu keadaan mukosa dan kelenjar. Cardia adalah bagian dari gaster di mana oesophagus bermuara. Fundus ventriculi merupakan bagian sesudah cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia. Bagian yang terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri menjadi duodenum. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut antrum pyloricum. Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis pyloricum. Muara pilorus ke dalam duodenum disebut orificium pyloricum, dilengkapi oleh sphincter pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum circulare pars muscularis. Antara corpus dan pylorus terbentuk suatu lekukan di bagian kanan, disebut incisura angularis. [9]

Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan makanan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus kedalam lambung. [10]

Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal, lapisan otot sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos yaitu otot mukosa, yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa.[11]

2.5 Diagnosis2.5.1. Gejala Klinis

Dari anamnesis didapatkan pada pasien yang mengalami stenosis pilorus biasanya gejala awalnya adalah muntah proyektil nonbilious (tidak berwarna hijau) yang bersifat progresif dan terjadi segera setelah makan. Muntah biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal pada umur 1 minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus menerus terjadilah kehilangan cairan, ion hidrogen dan klorida secara progresif sehingga menyebabkan alkalosis metabolik, hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera membaik setelah obstruksinya sembuh.[4] Kadang ditemui bahan muntahan bercampur darah, hal ini disebabkan oleh pecahnya kapiler pada mukosa gaster akibat gastritis. [7]Tiga gejala pokok yang penting:

1. Muntah proyektil dimulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung.

2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karena banyak muntah.

3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang kurang.[1] Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik:

1. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas

2. Teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.[1]Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pylorus. Massa ini kenyal, bisa digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan umbilikus di midepigastrium di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah makan, mungkin ada gelombang peristaltik lambung yang terlihat berjalan menyilang perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti buah zaitun lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan, tetapi biasanya tidak diperlukan.[4]

2.5.2. Pemeriksaan Radiologi

Prosedur imaging dicadangkan untuk bayi yang diagnosisnya tetap meragukan. Ultrasononografi abdomen telah menggantikan pemeriksaan barium dalam menegakkan diagnosis pada kasus yang sulit. (13)a. Foto Polos Abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen sebenarnya tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis stenosis pilorus. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan menunjukkan lambung berisi cairan atau udara yang berlebih, ini menunjukkan adanya obstruksi lambung. Dilatasi pada lambung dengan incisura yang berlebih memberi gambaran Caterpillar sign. Hal ini terjadi akibat peningkatan gerak peristaltik lambung pada penderita. Tanda ini dapat juga ditemukan pada Pneumatosis gastric sehingga tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis. (14)

b. Maagduodenografi (MD)

Metode pencitraan dengan bantuan kontras radiografi ini merupakan metode pemeriksaan yang efektif (bahkan lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan ultrasonografi) untuk menegakkan diagnosis pada bayi dengan gejala klinis muntah muntah. Bahkan kita bisa menemukan kelainan yang tidak terdeteksi dengan ultrasonografi dengan menggunakan metode pencitraan ini, contohnya untuk menegakkan diagnosis malrotasi dan refluks gastroesofageal. (14)

Pemeriksaan ini tidak membutuhkan persiapan khusus dari pasien. Kontras yang digunakan adalah barium, bisa peroral (barium dicampur dengan susu yang diberikan kepada bayi) ataupun melalui NGT (Nasogastric tube). Pencitraan dilakukan dengan posisi oblique kanan anterior untuk memfasilitasi terjadinya pengosongan lambung.Pada pemeriksaan ini kita akan mendapatkan sejumlah tanda/gambaran untuk menegakkan diagnosis Stenosis Pilorus, yaitu:1. Pengosongan lambung yang tertunda (14)

2. Saluran pilorus yang memanjang, penonjolan otot pilorus ke dalam antrum yang disebut tanda bahu/shoulder sign (feeling defect pada antrum akibat prolaps dari otot yang mengalami hipertrofi).(14)3. Lapisan paralel barium terlihat pada saluran yang menyempit, sehingga menghasilkan tanda saluran ganda atau double-track sign.(14)

4. String sign merupakan gambaran bayangan kontras yang melewati saluran pilorus yang menyempit. Kadang-kadang bisa terlihat bayangan radiolusen diantara bayangan kontras barium yang terjadi karena kontraksi dari mukosa atau dinding pilorus, tampak pengisian bulbus duodenum yang lambat sekali. (14)

c. USG

Ultrasonografi (USG) adalah modalitas pencitraan pilihan untuk menegakkan diagnostik stenosis pilorus dengan tingkat akurasi 100%, apabila pemeriksa mempunyai skill yang baik. USG aman, non-invasif, dan cepat untuk mendiagnosis stenosis pilorus. Pemeriksaan grey-scale dan colour Doppler secara simultan dapat lebih akurat dalam mendiagnosis stenosis pilorus, oleh karena itu, pemeriksaan ini sangat direkomendasikan untuk diagnosis yang lebih akurat. (16,17)Ultrasonografi dilakukan dengan transduser frekuensi tinggi, antara 6-10 MHz linier pada anak terlentang. Semakin besar bayinya dan semakin dalam pilorusnya maka kita dapat menambah frekuensinya.Gambaran USG dari stenosis pilorik adalah sebagai berikut : (17) Ketebalan otot (serosa pada mukosa) > 3 mm

Diameter pilorus (Target sign) > 12 mm

Panjang kanal pilorus (Cervix sign) 14-20 mm (rata rata 17 mm)

Pada pemeriksaan Colour Doppler akan terlihat positive flow pada mukosa dan otot pada pilorus.

d. CT Scan Abdomen

2.5.3. Pemeriksaan Lab

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin yang rendah dengan hiponatrinemia dan hipoalbunemia. Peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrit oksida sintase di pylorus dan hipergastrinemia pada bayi dapat ditemukan pada penyakit HPS tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung.[1,4]

Pada stadium lanjut bayi dalam keadaan dehidrasi malnutrisi-hipokalemi dan alkalosis metabolic hipokloremik. [1]2.6. Penatalaksanaan

2.6.1. Penatalaksanaan Umum

1. Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa barium bila bayi dilakukan foto barium-meal2. Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan alkalosisnya. Transfuse darah dan atau plasma/albumin bila terdapat anemia tau defisiensi protein serum.[1]

Pengobatan prabedah ditujukan langsung pada koreksi cairan, asam basa, dan kehilangan elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl, dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar 30-50 mEq/L. terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami rehidrasi dan kadar bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/L, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah terkoreksi. Koraksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea pascabedah, yang mungkin merupakan akibat dari anastesi. Kebanyakan bayi bisa berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam. Muntah biasanya berhenti bila lambung kosong, dan kadang-kadang saja bayi membutuhkan pengisapan nasogastrik.[1]2.6.2. Pembedahan

Prosedur bedah pilhan adalah piloromiotomi Ramstedt. Prosedur ini dilakukan melalui insisi pendek melintang atau dengan laparaskopi. Massa pylorus di bawah mukosa dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.[4]

Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pylorus tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24 jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap menunjukkan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna, gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain.[4]Pengobatan beda stenosis pilorus adalah kuratif, dengan mortalitas pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medic konservatif (dengan memberikan makanan sedikit-sedikit, atropine) pernah dilakukan pada masa lalu tetapi perbaikannnya lambat dengan mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi balon cukup berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima sebagai terapi.[4]2.7. PrognosisSetelah pembedahan bayi masih sekali-sekali muntah, sembuh sempurna setelah 2-3 hari pasca bedah.[1]Dengan pembedahan, maka gejala/keluhan yang dialami pasien dapat sembuh atau teratasi. Bayi biasanya sudah dapat mentoleransi makanan yang masuk dalam frekuensi dan jumlah yang sedikit sedikit beberapa jam setelah pembedahan.[1]

Gambar 18: Piloromiotomi

Ramstedt

Gambar 2: Anatomi gaster

Gambar 3: Potongan melintang dari dinding usus

Gambar 5: Anatomi gaster tampak dalam

(dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 4: Anatomi gaster tampak luar

(dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 6: Manifestasi klinik stenosis pylorus

(dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 7

Gambar foto polos abdomen yang memperlihatkan gambaran Caterpillar sign pada lambung yang mengalami hiperperistaltik dan pembesaran.

Dikutip dari kepustakaan 14

Gambar 8. Gambaran Air Fluid Level diatas hemidiafragma kanan yang menunjukkan adanya pengosongan lambung yang tertunda.

Dikutip dari kepustakaan 15

Gambar 9. Gambaran pengosongan lambung yang tertunda. Tampak kontras melalui pilorus yang menyempit.

Dikutip dari kepustakaan 14

Gambar 10. Gambaran kanalis pilorus yang meyempit dan memanjang (tanda panah).

Dikutip dari kepustakaan 14

Gambar 11. Terlihat kontras melalui sela sela mukosa dari kanal, membentuk gambaran double-track sign (ujung panah besar), dengan tambahan saluran di tengah (ujung panah kecil). Tampak impresi massa pada antrum lambung (tanda panah putih), paling bagus terlihat selama peristaltik, gamabaran ini disebut shoulder sign.

Gambar 12. Gambaran string sign

Diambil dari kepustakaan 14

Gambar 13

Memperlihatkan gambaran hasil pengukuran dari pilorus. Ukuran panjang pilorus 21,6 mm (garis nomor 1), ketebalan dinding pilorus 4,6 mm (garis nomor 2), diameter pilorus 9,3 mm (garis nomor 3). Indikasi adanya stenosis pilorus.

Gambar 11

Gambar pengukuran ketebalan dinding pilorus.

Dikutip dari kepustakaan 16

Gambar 14

Gambar potongan transversal pilorus pada penderita IHPS, memberikan gambaran target sign

Dikutip dari kepustakaan 15

Gambar 15

Pemeriksaan Colour Doppler pada pilorus menunjukkan vaskularitas pada mukosa dan otot pilorus.

Dikutip dari kepustakaan 17

Gambar 16: CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal (Dikutip dari kepustakaan 17)

Gambar 17: CT-Scan abdomen dengan kontras potongan axial pada pasien yang mengalami penebalan pada pylorus dan antrum bagian distal (tanda panah). (Dikutip dari kepustakaan 17)

12