BAB II LANDASAN TEORI - sinta.unud.ac.id II.pdfSejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di...

12
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Biogas Sejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di benua Eropa. Biogas adalah hasil dari proses anaerobik digestion Ditemukan seorang ilmuwan bernama Alessandro Volta yang melakukan penelitian terhadap gas yang dikeluarkan rawa rawa pada tahun 1770. Gas dari rawa tersebut teridentifikasi sebagai gas methana. Pada perkembangannya tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Selanjutnya, tahun 1884 seorang ilmuwan lainnya bernama Pasteor melakukan penelitian tentang biogas menggunakan mediasi kotoran hewan. Perkembangan biogas mengalami pasang surut, seperti pada akhir abad ke-19 tercatat jerman dan perancis memanfaatkan limbah pertanian menjadi beberapa unit pembangkit yang berasal dari biogas. Selama perang dunia kedua banyak petani di Inggris dan benua Eropa lainnya yang membuat digister kecil untuk menghasilkan biogas, namun dalam perkembangannya karena harga BBM semakin murah dan mudah diperoleh, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa mulai ditinggalkan, dan pada saat ini ditengah keterbasaan persediaan fosil, biogas kembali dikembangkan. Selain itu disamping persediaan bahan baku yang cukup melimpah, gas hasil dari pembakaran biogas sangat ramah lingkungan oleh karena itu masyarakat mulai mengembangkan biogas sebagai bahan bakar alternatif (KESDM, 2014). 2.2 Proses Pembentukan Biogas Biogas dihasilkan dari proses pembusukan dari limbah organik dengan bantuan bakteri dalam keadaan anaerob. Limbah organik dapat berupa kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses bahan organik ini dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi (Haryati, 2006). Ada tiga tahap dalam proses kerja bakteri ini, yaitu: Pemecahan polimer (hidrolisis)

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - sinta.unud.ac.id II.pdfSejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di...

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Biogas

Sejarah awal penemuan biogas pada awalnya muncul di benua Eropa. Biogas adalah

hasil dari proses anaerobik digestion Ditemukan seorang ilmuwan bernama Alessandro Volta

yang melakukan penelitian terhadap gas yang dikeluarkan rawa – rawa pada tahun 1770. Gas

dari rawa tersebut teridentifikasi sebagai gas methana. Pada perkembangannya tahun 1875

dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Selanjutnya,

tahun 1884 seorang ilmuwan lainnya bernama Pasteor melakukan penelitian tentang biogas

menggunakan mediasi kotoran hewan. Perkembangan biogas mengalami pasang surut, seperti

pada akhir abad ke-19 tercatat jerman dan perancis memanfaatkan limbah pertanian menjadi

beberapa unit pembangkit yang berasal dari biogas. Selama perang dunia kedua banyak

petani di Inggris dan benua Eropa lainnya yang membuat digister kecil untuk menghasilkan

biogas, namun dalam perkembangannya karena harga BBM semakin murah dan mudah

diperoleh, pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa mulai ditinggalkan, dan pada saat

ini ditengah keterbasaan persediaan fosil, biogas kembali dikembangkan. Selain itu

disamping persediaan bahan baku yang cukup melimpah, gas hasil dari pembakaran biogas

sangat ramah lingkungan oleh karena itu masyarakat mulai mengembangkan biogas sebagai

bahan bakar alternatif (KESDM, 2014).

2.2 Proses Pembentukan Biogas

Biogas dihasilkan dari proses pembusukan dari limbah organik dengan bantuan

bakteri dalam keadaan anaerob. Limbah organik dapat berupa kotoran binatang, manusia, dan

sampah organik rumah tangga. Proses bahan organik ini dilakukan oleh mikroorganisme

dalam proses fermentasi (Haryati, 2006). Ada tiga tahap dalam proses kerja bakteri ini, yaitu:

Pemecahan polimer (hidrolisis)

Pada tahap hidrolisis ini terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan

pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana , perubahan struktur

bentuk primer menjadi bentuk monomer. Komponen organik sederhana yang larut

dalam air digunakan oleh bakteri pembentuk asam. Pada fase ini mengubah protein

menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula sederhana, dan lemak menjadi asam

lemak rantai panjang. Laju hidrolisis tergantung pada jumlah substrat yang tersedia

dan konsentrasi bakteri serta faktor lingkungan seperti suhu dan pH.

Pembentukan asam (asidogenesis)

Pada tahap pengasaman ini komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk

pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.

Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,

propionat, format, laknat, alcohol, dan sedikit butirat, gas karbon dioksida, hydrogen,

dan ammonia.

Pembentukan metan (metanogenesis)

Bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase diatas terdiri dari:

- Bakteri pembentuk asam (Acidogenic Bacteria) yang merombak senyawa

organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik,

CO2, H2, H2S.

- Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic Bacteria), yang merubah asam organik,

dan senyawa netral yang lebih besar dari methanol menjadi asetat dan

hydrogen.

- Bakteri penghasil metan (Metanogen), yang berperan dalam merubah asam-

asam lemak dan alcohol menjadi metan dan karbon dioksida. Bakteri

pembentuk metan antara lain methanococcus, methanobacterium, dan

methanosarcina.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas

Banyak faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan biogas,

diantaranya:

Temperatur

Gas metana diproduksi pada tiga tingkat temperatur sesuai dengan bakteri yang

tumbuh. Bakteri Psyhripilic dapat hidup pada suhu 0 - 7°C, Bakteri mesophilic dapat

hidup pada temperatur 13 - 40°C, sedangkan bakteri termophilik adalah bakteri ysng

berkembang pada suhu tinggi. Mampu hidup dan tumbuh pada tempratur 55 – 60°C.

Suhu yang baik pada proses fermentasi adalah 30°C sampai kira-kira 55°C. Menurut

teori, pada suhu yang lebih tinggi kecepatan produksi biogas akan lebih besar.

Waktu retensi

Faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu waktu retensi, faktor ini sangat

dipengaruhi oleh temperatur, pengenceran, laju pengadukan bahan dan lain

sebagainya. Pada temperatur yang tinggi laju fermentasi berlangsung dengan cepat,

dan menurunkan waktu proses yang diperlukan. Pada kondisi normal fermentasi

kotoran berlangsung antara dua sampai empat minggu.

Derajat keasaman (pH)

Peranan pH berhubungan dengan media untuk aktifitas mikroorganisme. Bakteri-

bakteri anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2 – 7,6, tetapi yang baik adalah

6,6 – 7,5. Tangki pencerna dapat dikatakan stabil apabila larutannya mempunyai pH

7,5 – 8,5. Batas bawah pH adalah 6,2, dibawah pH tersebut larutannya sudah toxic,

maksudnya bakteri pembentuk biogas tidak aktif. Pengontrolan pH secara ilmiah

dilakukan oleh ion NH4. Ion-ion ini akan menentukan besarnya pH (Nur Hidayat,

2009).

Kandungan bahan kering

Bahan isian untuk pembuatan biogas harus berupa bubur. Bentuk bubur ini dapat

diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi. Bahan baku

dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi dengan

menambahkan air ke dalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai dengan kadar

bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik mengandung 7-9% bahan

kering. Ternyata kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan

kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang di kandung berbagai macam

kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan. Setiap kotoran atau

bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya. Kotoran sapi segar misalnya,

mempunyai kadar bahan kering 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian sebesar

7-9% bahan kering, maka bahan baku tersebut perlu diencerkan dengann air

mencakup berbandingan 1:1 (bahan baku:air). Adonan tersebut lalu diaduk sampai

campuran rata.

Bahan isian

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian, sisa

dapur dan sampah limbah kelapa muda. Bahan isian harus terhindar dari bahan

anorganik seperti pasir, batu, beling, dan plastik. Bahan baku dalam bentuk selulosa

lebih mudah dicerna oleh bakteri anaerobik. Sebaliknya, pencernaan akan lebih sukar

dilakukan bakteri anaerob jika bahan bakunya banyak mengandung kayu atau lignin.

Pengadukan

Proses pengadukan akan sangat menguntungkan karena apabila tidak diaduk solid

akan mengendap pada dasar tangki dan akan terbentuk busa pada permukaan yang

akan menyulitkan keluarnya gas. Masalah tersebut terjadi lebih besar pada proses

yang menggunakan bahan baku limbah sayuran dibandingkan yang menggunakan

kotoran ternak. Pada sistem kontinyu masalah ini lebih kecil karena pada saat bahan

baku dimasukkan akan memecahkan busa pada permukaan seolah-olah terjadi

pengadukan.

Rasio Karbon Nitrogen

Unsur nitrogen adalah unsur yang paling penting, disamping adanya selulosa sebagai

sumber karbon. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat

daripada nitrogen. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah

nitrogen akan memiliki C/N ratio 15 berbanding 1, C/N ratio dengan nilai 30 (C/N =

30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan

pada tingkat yang optimal, bila kondisi yang lain juga mendukung.

Kandungan Air

Bentuk bubur hanya dapat diperoleh apabila bahan yang dihancurkan mempunyai

kandungan air yang tinggi. Apabila sampah tersebut memiliki kandungan air yang

sedikit maka bisa ditambahkan air supaya pembentukan biogas bisa optimal.

2.4 Habitat Mikroorganisme Termopilik

Termopilik adalah bakteri yang tumbuh optimal pada suhu yang lebih tinggi dari

45°C. Habitat bakteri ini adalah pada tempat-tempat yang mempunyai kondisi lingkungan

yang panas, dapat hidup dan berkembang biak pada lingkungan suhu yang ekstrim. Beberapa

habitat yang ekstrim bagi bakteri termopilik diantaranya adalah sumber air panas, kawah

gunung berapi. Bakteri termopilik pertama kali ditemukan oleh Thomas brock pada tahun

1960 di daerah sumber air panas Yellow stone. Bakteri termopilik dapat tumbuh dengan suhu

antara 45-80°C, Tetapi beberapa bakteri termopilik dapat disebut hipertermofil tumbuh antara

kisaran suhu 80-110°C (K Heny Dwi, 2012).

2.5. Kandungan Gas

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan

hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas

metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan

ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil biogas dan hasil yang diperoleh

memuaskan.Perbandingan kisaran komposisi gas dalam biogas antara kotoran sapi dan

campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi gas dalam biogas (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak

dengan sisa pertanian

Jenis Gas Kotoran Sapi

(%)

Campuran Kotoran ternak dan sisa

pertanian (%)

Metan (CH4) 65,7 54-70

Karbodioksida (CO2) 27,0 27-45

Nitrogen (N2) 2,3 0,5-3,0

Karbonmonoksida (CO) 0,0 0,1

Oksigen (O2) 0,1 6,0

Propen (C3H8) 0,7 -

Hidrogen Sulfida (H2S) Tidak terukur Sedikit sekali

Nilai Kalor (kkal/m3) 6.513 4.800-6.700

Sumber : (Harahap dkk, 1978 )

2.6 Reaktor Biogas

Untuk memperoleh biogas dari bahan organik, diperlukan alat yaitu digester

Biogas/Biodigester, yang bekerja dengan prinsip menciptakan suatu tempat penampungan

bahan organik tersebut dapat difermentasi oleh bakteri metanogen untuk menghasilkan

biogas. Biogas yang timbul kemudian dialirkan ketempat penampungan biogas, sedangkan

lumpur sisa aktifitas fermentasi dikeluarkan lalu dijadikan pupuk alami yang dapat

dimanfaatkan untuk usaha pertanian maupun perkebunan. Untuk proses pengkondisian

termopilik maka dibuatkan tiga box termopilik yang terbuat dari bahan triplek dengan variasi

suhu 40°C, 45°C, 50°C. kemudian dilakukan dengan menambahkan kapsul termostat untuk

mengatur suhu dan dua buah bola lampu pijar di masing – masing kotak pemanas. Untuk

mengecek temperatur di dalam box termopilik diberikanlah sebuah termometer di masing –

masing kotak pemanas. Pada umumnya ada dua jenis digester yang digunakan. Kedua

digester tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Kedua jenis

digester tersebut sebagai berikut:

Fixed Domed Plant

Terdiri dari digester yang memiliki penampung gas dibagian atas digester. Ketika

gas mulai timbul, gas tersebut menekan lumpur sisa fermentasi ke bak slurry. Jika

pasokan kotoran ternak terus menerus, gas yang timbul akan menekan slurry hingga

meluap ke bak slurry. Gas yang timbul digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang

diberi katup/keran.

Adapun keunggulan dari digester ini adalah:

- Dapat berumur panjang (awet)

- Tidak ada bagian yang bergerak

- Tidak membutuhkan ruangan

- Menghemat tempat karena dibangun dalam tanah terlindung dari berbagai

cuaca atau gangguan lain

Adapun juga kelemahan dari digester ini adalah:

- Suhu dalam reaktor relatif dingin.

- Bila terjadi sedikit kebocoran pada reaktor akan mengakibatkan kehilangan

gas yang cukup besar sehingga dibutuhkan pembuat reaktor yang telah

terlatih.

- Tekanan gas berfluktuasi tergantung dari gas yang dihasilkan.

Gambar 2.1 Skema Digester Biogas Tipe Fixed Dome

Floating Drum Plant

Terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa bergerak. Penampung gas

ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun lagi ketika gas berkurang

seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya.

Adapun kelebihan dari digester jenis ini adalah:

- Kontruksi alat sederhana dan mudah dioprasikan

- Jumlah gas bisa diketahui dengan melihat naik turunnya drum

- Tekanan gas konstan karena penampung gas yang bergerak mengikuti jumlah

gas

Adapun kekurangan dari digester jenis ini adalah:

- Korosi pada drum.

- Biaya perawatan cukup mahal.

- Umur reaktor lebih pendek dari pada fixed dome.

Katup control gas

Digester

Saluran keluar

Campuran slurry

Tanah

Saluran masuk Katup masuk Pipa Gas

Gambar 2.2 Skema Digester Biogas Tipe Floating Drum

2.7 Alat Ukur Tekanan Biogas

Tekanan gas dapat dihitung degan menggunakan pressure gauge digital seperti terlihat pada

gambar 2.3:

Gambar 2.3 Pressure Gauge Digital

2.8 Inokulum

Inokulum adalah sediaan yang mengandung jasad renik tertentu yang memiliki

kegiatan/ sifat yang khas untuk dibiakkan pada suatu media atau bahan tertentu. Inokolum

kotoran hewan sendiri adalah slurry yang diambil dari pertengahan usia proses pembentukan

biogas dengan bahan baku kotoran sapi. Pemilihan usia dipertengahan proses dikarenakan

pada usia ini slurry dianggap telah memiliki kandungan bakteri pembentuk biogas yang

lengkap, dan diharapkan inokulum ini mampu berkembang biak pada slurry yang kita

inginkan.

Saluran keluar

Digester

Campuran slurry

Tanah

Saluran masuk Katup masuk

Pipa Gas

Katup kontrol gas

2.9 Karakteristik Limbah Kelapa Muda

Meningkatnya aktifitas perdagangan di Indonesia, menghasilkan sampah atau limbah

dari sisa-sisa hasil aktifitas perdagangan. Kurangnya pemanfaatan dari limbah-limbah yang

dihasilkan, membuat tumpukan sampah dengan skala yang lumayan besar. Berbagai jenis

sampah seperti; sampah organik dan non organik bisa kita jumpai dimana-mana.

Salah satu jenis sampah yang pemanfaatannya masih kurang di Indonesia adalah

limbah kelapa muda. Dengan tingkat produksi kelapa muda yang cukup besar di Indonesia,

tentu akan mengahsilkan sampah atau limbah kelapa muda dengan skala yang cukup besar.

Kelapa muda tentu sangat digemari di kalangan masyrakat.

Pemanfaatan limbah kelapa muda saat ini masih sebatas diolah menjadi briket, arang,

kompos atau kerajinan lainnya. Meskipun limbah kelapa muda tergolong bahan sampah

organik, untuk menjadi kompos juga jelas kurang efisien. Karena sifat bahan yang sudah

keras dan tidak mudah terurai oleh mikroorganisme. Limbah kelapa muda lebih banyak di

buang begitu saja oleh pedagang tersebut, karena limbah kelapa muda tersebut tidak

memungkinkan untuk dibuang di tempat sampah karena dari sisi berat dan ukurannya

memerlukan ruang tersendiri. Dengan permasalahan tersebut, pedagang juga ternyata

mempunyai solusi untuk mengurangi limbah kelapa muda yang menumpuk dengan

bekerjasama dengan pemasok kelapa muda untuk mengambil limbah tersebut. (Larasati.

Dwinita, 2007).

Dari sekian alternatif, limbah kelapa muda sangat berpotensi untuk diolah menjadi

bahan baku biogas yang ramah lingkungan sebagai energi terbarukan alternatif. Penelitian ini

akan mengembangkan potensi tersebut sebagai salah satu sumber bahan baku alternatif dan

campuran kotoran hewan hanya digunakan sebagai stater (bakteri organik) dalam

pembentukan biogas.

2.10. Volume Gas

Perhitungan untuk memperoleh nilai Volume gas dapat dicari dengan menggunakan

persamaan ( Daniel., et., all, 2013) :

( ) (c )...…...………………………………………………(2.1)

Keterangan:

Vb = Volume biogas (c )

Vpb = Volume digester – volume slurry (c )

Pb = Tekanan dalam digester (Pa)

Ts = Temperatur luar digester (0C)

Tb = Temperatur dalam digester ( 2730K)

Patm = Tekanan atmosfer (1atm = 1.103 x 1 Pa)

2.11 Total Solid (TS)

Total solid adalah jumlah % nilai kering dari bahan baku. Pencarian nilai dry matter

bertujuan untuk mengetahui kadar air dari suatu bahan organik. Total solid dapat dicari

dengan cara memanaskan bahan bahan baku menggunakan alat yaitu TGA 701.setelah

didapatkan data moisture pada TGA maka persentase TS dicari menggunakan persamaan

berikut (Arnata. Made, 2013):

( )

Keterangan :

dengan asumsi : berat bahan baku dianggap 100 % dan

Moisture = Berat air (%)

Setelah didapatkan persentase total solids maka untuk mencari jumlah massa substrat yang

diperlukan untuk masing-masing digester, dinyatakan dalam persamaan berikut:

( ) ( )

( )

Keterangan :

Massa akhir (TS) = jumlah variasi total solid (gram)

% TS = Jumlah % nilai kering dari bahan baku.

2.12 Volatil Solid (VS)

Volatil solid adalah kandungan organik yang terkandung di dalam suatu bahan.Volatil solid

dapat dicari dengan memanaskan suatu bahan dengan menggunakan alat TGA, persentase

Volatil Solid tertera pada komputer, setelah di analisis oleh sistem

2.13 Volume Spesifik Biogas

Volume spesifik biogas berfungsi untuk mengetahui berapa liter biogas yang

dihasilkan per kg TS. Volume spesifik biogas merupakan perbandingan jumlah biogas yang

dihasilkan dengan satuan berat Total solids yang dimasukkan ke dalam masing-masing

digester dapat ditentukan dengan cara (Arnata. Made, 2013) :

( )

2.14 Menghitung CH4 Dan CO2

Untuk menghitung CH4 Dan CO2 pada biogas dan mengetahui hasil persentase gas

CH4 dan CO2 pada masing-masing digester serta mengetahui digester yang paling banyak

menghasilkan gas metana (CH4), dapat kita cari dengan persamaan sebagai berikut, (Arnata.

Made, 2013) yaitu :

...................……………………………(2.5)

………………………………..(2.6)

Keterangan : data total jumlah abudance kita peroleh dari hasil uji Gas Analizer

2.13 Jenis-jenis Sampah

Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.

Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Jenis-jenis sampah diantaranya :

Berdasarkan sifatnya, sampah terdiri dari :

Sampah organik adalah sampah yang mudah sekali membusuk (degradable)

seperti sisa makanan, buah-buahan, daun kering, sayuran dan lain-lain. Sampah ini

dapat diolah kembali menjadi pupuk kompos

Sampah anorganik adalah sampah yang tidak mudah membusuk (undergradable)

contohnya seperti sampah plastik, botol minuman plastik, kertas, kayu, kaleng dan

sebagainya. Sampah jenis ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang

bisa dijual untuk dijadikan produk lainnya

Berdasarkan bentuknya, sampah terdiri dari :

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan

sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga diantaranya sampah dapur,

plastik, metal dan gelas

Sampah cair adalah bahan cair yang sudah digunakan dantidak diperlukan lagi dan

dibuang ke tempat pembuangan sampah. Sampah ini terdiri dari limbah hitam

yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.

Limbah rumah tangga adalah limbah cair yang dihasilak dari dapur, kamar mandi

dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen. (Wikipedia, 2014)