BAB II LANDASAN TEORI - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9828/3/Muhammad Isa Baiquni_BAB...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/9828/3/Muhammad Isa Baiquni_BAB...
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Minyak
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua
istilah ini berarti trimester dari gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan
minyak, yaitu pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak
berbentuk cair. Sebagian gliserida pada hewan adalah berupa lemak
sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak, karena
itu biasa terdengar ungkapan lemak (lemak sapi) dan minyak nabati
(minyak jagung, minyak bunga matahari) (Suhardjo, 1988).
Minyak goreng adalah minyak bahan nabati yang telah
dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh
seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi minyak goreng biasanya
digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambahan cita
rasa atau shortening yang membentuk struktur pada pembuatan roti
(Trubusagrisarana,2005).
Menurut Luciana (2005), minyak goreng agar tidak kehilangan
manfaatnya sebagai penurun kolesterol dapat digunakan sebagai salad
dressing. Karena tidak melibatkan proses pemanasan tinggi, maka
manfaat sebagai penurun kolesterol tidak hilang. Contoh penggunaan lain
yang suhunya relatif tidak setinggi penggorengan adalah sebagai minyak
tumis.
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan
sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak
beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Asam lemak tidak jenuh seperti
asam oleat, dan asam linoleat. Asam linoleat terdapat dalam minyak
goreng bekas merupakan trigliserida yang dapat digunakan sebagai bahan
baku alternatif pembuatan sabun mandi padat atau cair menggantikan
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
6
asam lemak bebas jenuh yang merupakan produk samping proses
pengolahan minyak goreng (Ketaren, 1985).
Standar mutu minyak goreng antara lain 1) kriteria uji bau dengan
persyaratan normal, 2) kriteria uji rasa persyaratan normal, 3) kriteria uji
warna persyaratan mudah jernih, 4) kriteria uji cita rasa persyaratan
hambar, 5) kriteria uji kadar air persyaratan max 0,3%, 6) kriteria uji asam
lemak bebas persyaratan max 0,3%, 7) kriteria uji titik asap persyaratan
max 200º, dan 8) kriteria uji bilangan iodium persyaratan 45-5. (Sumber :
SNI 3741-1995 Standar Mutu Minyak Goreng)
2. Kandungan Minyak
Dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak goreng
merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak
dariminyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak.
Minyakgoreng juga mengandung senyawa-senyawa lain seperti beta
karoten,vitamin E, lesitin, sterol, asam lemak bebas, bahkan juga
karbohidrat danprotein. Akan tetapi semua senyawa itu hanya terdapat
dalam jumlah yang sangat kecil (Luciana, 2005).
Berdasarkan ikatan kimianya, lemak dalam minyak goreng dibagi
dua yaitu lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembagian jenuh dan tidak
jenuh berpengaruh terhadap efek peningkatan kolesterol darah (Luciana,
2005). Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya
terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat, dan asam kaprat.
Asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng mengandung asam oleat
dan asam linoleat (Soedarmo, 1985).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan
sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak
beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Asam lemak tidak jenuh seperti
asam oleat,asam linoleat, dan asam linolinat terdapat dalam minyak
goreng bekasyang merupakan trigliserida yang dapat digunakan
sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun menggantikan asam
lemak bebas jenuh yang merupakan produk samping proses pengolahan
minyak goreng (Djatmiko,1973 dan Ketaren, 1986).
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
7
3. Bahaya Minyak Goreng Bekas
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami
pemanasan pada suhu tinggi 160-250 °C dalam waktu yang cukup lama.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan
polimerisasi yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi
minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan
manusia. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik,
sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas
(FFA), bilangan iodin, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa,
adanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang digoreng
(Ketaren, 1985). Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu
penggorengan yang cukup tinggi akan mengakibatkan minyak menjadi
cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat pada bahan
makanan yang digoreng dengan rupa yang kurang menarik dan cita
rasa yang tidak enak kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama
penggorengan akan menurunkan nilai gizi dan mutu bahan yang
digoreng. Namun jika minyak goreng bekas tersebut dibuang selain tidak
ekonomis juga akan mencemari lingkungan (Ketaren, 1985; Susinggih, et
.al, 2005).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan
pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan
polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik
dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagai vitamin dan asam
lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak akan
menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton,
serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena
reaksi polimerisasi, adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti
dengan terbentuknya bahan yang menyerupai gum (gelembong) yang
mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1985).
Banyaknya minyak goreng dari sisa industri maupun rumah tangga
dalam jumlah tinggi dan menyadari adanya bahaya konsumsi minyak
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
8
goreng bekas, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan
minyak goreng bekas tersebut agar tidak terbuang dan mencemari
lingkungan. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat dilakukan
pemurnian agar dapat digunakan kembali sebagai media penggorengan
atau digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun
(susinggih, 2005).
4. Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Menurut Ketaren (1985), tujuan utama proses pemurnian minyak
adalah menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak
menarik, serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi
atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Kotoran-kotoran
yang ada dalam minyak dapat berupa komponen yang tidak larut dalam
minyak. Komponen yang tidak larut alam minyak adalah lendir, getah,
abu dan mineral. Dalam bentuk suspensi koloid adalah fosfolipid,
karbohidrat, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Dan komponen
yang larut dalam minyak berupa asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon,
monogliserida, digliserida, dan zat warna yang terdiri dari karotenoid dan
klorofil.
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan
minyak goreng bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak
goreng kembali atau sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi. Tujuan
utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau
yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya
simpan sebelum digunakan kembali (Wijana et. al, 2005)
Pemurnian minyak goreng ini meliputi 3 tahap proses yaitu :
a. Penghilangan kotoran
Penghilangan bumbu (kotoran) merupakan proses
pengendapandan pemisahan kotoran akibat bumbu dari bahan pangan
yang bertujuanuntuk menghilangkan partikel halus tersuspensi atau
berbentuk koloidseperti protein, karbohidrat, garam, gula, dan bumbu
rempah-rempahyang digunakan menggoreng bahan pangan.
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
9
b. Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam
lemakbebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan
asam lemakbebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun. Selain itu penggunaan basa membantu
mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir
dalam minyak. Penggunaanlarutan basa 0,5 N pada suhu 70 C akan
menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Ketaren, 1985)
c. Pemucatan (bleaching)
Pemucatan (bleaching) ialah suatu tahap proses pemurnian
untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam
minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan
sejumlah kecil adsorben, seperti tanahserap, lempung aktif dan arang
aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia (Ketaren, 1985).
5. Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan padat yang berpori dan
umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang
mengandung unsur karbon yang telah diaktivasi dengan menggunakan
bahan-bahan kimia, sehingga pori-porinya terbuka. Dengan demikian
daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau
(Ketaren, 1985).
Adsorben atau bahan penyerap berupa karbon aktif yang
digunakanpada proses pemurnian dapat meningkatkan kembali mutu
minyak goreng bekas dimana karbon aktif akan menyerap warna yang
membuat minyak jelantah menjadi keruh (Susinggih, et.al, 2005).
6. Jeruk mandarin ( Citrus reticulata )
Penyebaran tanaman jeruk mandarin sangat luas hampir di semua
daerah tropis dan subtropis didunia. Temperatur optimal antara 25-30°C
namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38°C.Jeruk keprok
memerlukan temperatur 20°C. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
10
yang terlindung dari sinar matahari. Kelembaban optimum untuk
pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80% (Rahardi, 1999).
Jeruk Mandarin ( Citrus reticulata ) merupakan jenis pohon dengan
tinggi 2-8 meter. Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh
dikatakan tidak bersayap, panjang 0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk
bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk lanset dengan ujung
tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit sangat
lemah dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5-2,5
cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola
tertekan dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging
buahnya berwarna oranye. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya
selebar 1-1,5 mm (Van Steenis, 1975). Menurut Backer dan Bakhhuizen
(1965), tanaman ini masuk dalam spesies Citrus reticulata berasal dari
famili Rutaceae dan dalam genus Citrus. Jeruk mandarin memiliki nama
lokal yang beragam seperti jeruk keprok, jeruk jepun, jeruk maseh.
Kulit jeruk Citrus reticulate mempunyai berbagai macam senyawa
diantaranya banyak mengandung senyawa flavonoid polimetoksi seperti
tangeretin dan nobletin (Nogata, 2006). Nobiletin dapat menghambat
kerja COX-2 dengan cara inhibisi pada murine macrophage. Selain itu,
minyak berbau khas ini juga bisa diolah menjadi kosmetik, bahan farmasi
serta penyedap kuliner. Dalam bidang kesehatan, minyak relaksasi,
mengolah stress, sebagai antibiotic konvensional yang sangat aktif
terhadap mikroba seperti bakteri, virus dan juga jamur (Saraswati, 2018).
7. Simplisia
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya,
misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa
zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. Simplisia nabati juga merupakan
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
11
tanaman atau bagian tanaman yang dikeringkan. Bagian yang dibuat
simplisia bisa seluruh tanaman atau hanya sebagian. Jika dimaksudkan
sebagian tumbuhan bisa berupa batang, kulit batang, akar, daun, umbi,
bunga, buah atau biji tanaman ( Djumadi, 1998).
Faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia ada dua yaitu bahan
baku simplisia dan proses pembuatan simplisia. Bahan baku simplisia
biasa diperoleh dari tanaman liar atau tanaman yang dibudidayakan. Jika
simplisia diambil dari tanaman tanaman budidaya, keseragaman, umur,
masa panen, dan galur (asal-usul dan garis keturunan) dapat dipantau.
Sementara jika diambil dari tanaman liar, banyak kendala yang biasa
dikendalikan seperti asal, umur dan tempat tumbuh. Pada dasarnya
pembuatan simplisia meliputi beberapa tahap, dimulai pengumpulan
bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk (perajangan),
pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan (Depkes RI,
1985)
8. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses melarutkan minyak atsiri dalam bahan
dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat mudah menguap.
Ekstraksi umumnya dapat dilakukan dalam tempat yang disebut
ekstractor. Tujuan penggunaan pelarut organik untuk mengekstraksi
minyak atsiri yang mudah rusak, karena pemanasan dengan uap dan air,
misalnya bunga melati, mawar, kulit jeruk, dan lain-lain (Guenther,
1987).
9. Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya
merendam) adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut
nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu
tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope
Indonesia, 1995). Apa yang disebut “bahan nabati”, dalam dunia farmasi
lebih dikenal dengan istilah “simplisia nabati”. Langkah kerjanya adalah
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
12
merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari
tertentuk selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan
diambil beningannya.
Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif
dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok.
Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya
air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak
campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau
pelarut organik) (Depkes RI, 1985).
Metode maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau
pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan dimaserasi
direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh
dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari
itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga
penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat
aktif, misalkan 100%. Sementara penyari yang berada di luar sel belum
terisi zat aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat
akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan
konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel.
Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi
keseimbangan konsentrasi (“jenuh”). Dalam kondisi ini, proses ekstraksi
dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki
konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50% (Depkes RI,
1986)Keuntungan dari metode ini (1) Unit alat yang dipakai sederhana,
hanya dibutuhkan bejana perendam, (2) Biaya operasionalnya relatif
rendah, (3) Prosesnya relatif hemat penyari, dan (4) Tanpa pemanasan.
Adapun kelemahan dari metode ini (1) Proses penyariannya tidak
sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja,
(2) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol,
atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
13
timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan
pada awal penyarian (Ketaren, 1985).
10. Sabun
Sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak atau lemak
menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang dilanjutkan dengan proses
saponifikasi menggunakan basa (KOH atau NaOH). Asam lemak bebas
yang berikatan dengan basa ini dinamakan sabun (Ketaren, 1985).
Sabun mandi bisa ditambah dengan susu, madu, parfum dan
berbagai jenis filler yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci
merupakan sabun yang sedikit larut dalam air, tetapi tidak larut dalam
pelarut lemak, seperti gasoline, eter dan benzena (Fessenden, 1994).
Reaksi hidrolisis dan saponifikasi dapat dilihat pada gambar 2.1
dan gambar 2.1 di bawah ini, (Fessenden, 1994 dan Ketaren, (1985).
Gambar 2.1 Reaksi hidrolisis minyak
Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya
dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah
reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
14
melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida.
Trigliserida dapat berupa esterasam lemak membentuk garam
karboksilat.
Sifat dari sabun yang menonjol adalah tegangan permukaan
yang rendah sehingga dapat membasahi lebih baik dari pada air saja.
Kombinasi dari daya pengemulsi dan kerja permukaan dari larutan
sabun memungkinkan untuk melepas kotoran, lemak dan partikel
minyak dari permukaan yang sedang dibersihkan dan
mengemulsikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air (Suminar,
1993).
Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan
hasil optimum pada pembuatan sabun cuci piring cair terdapat pada
minyak goreng bekas pemakaian 1 kali dengan menggunakan karbon
aktif 240 mesh 7,5% dari berat minyak goreng pada proses
pemurniannya. Analisa bilangan penyabunan dengan menggunakan KOH
30% dan temperatur operasi 45-55 °C diperoleh bilangan peyabunan
yang sesuai dengan syarat mutu sabun cuci piring cair SNI 06-3532-
1994 yaitu bilangan penyabunan = 196–206 (Pratiwi, 2010).
Syarat mutu sabun mandi ditetapkan SNI 06-3532-1994.
1. Karakteristik Kadar air syarat mutunya maksimal 43%.
2. Karakteristik Asam lemak bebas syarat mutunya maksimal 2,5%
3. Karakteristik Bilangan penyabunan. Mg KOH/gr syarat mutunya 43
4. Karakteristik Alkali bebas dihitung sebagai KOH syarat mutunya
maksimal 0,14%
5. Karakteristik pH syarat mutunya 9,0-10,8
11. Gliserin
Gliserin merupakan golongan hidroksil, alifatik dengan nama
dagang glycerine; propanetriol; glyceritol. Cairan tidak berwarna hingga
kuning, tidak berbau, berasa manis, berteksture kental; bersifat
higroskopis; berat molekul 92,09; tekanan uap 0,0025 mmHg pada 50ºC;
kerapatan uap (udara=1); larut dalam air, alkohol, etil asetat, dan eter;
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
15
tidak larut dalam benzen, kloroform, karbon tetraklorida, karbon
disulfida, petroleum eter, dan minyak.
Kegunaan gliserin sebagai bahan pembuatan sabun, detergen, dan
ester gliserol, kosmetik, bahan pembuatan produk farmasi, pembuatan
cat, resin dan kertas. Gliserin seharusnya disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat, simpan ditempat yang sejuk, kering dan berventilasi baik
lalu jauhkan dari panas (BPOM, 2011).
12. Alkohol
Alkohol adalah kelompok senyawa yang mengandung satu atau
lebih gugus fungsi hidroksil (-OH) pada suatu senyawa alkana. Alkohol
dapat dikenali dengan rumus umumnya R-OH. Alkohol merupakan salah
satu zat yang penting dalam kimia organik karena dapat diubah dari dan
ke banyak tipe senyawa lainnya. Reaksi dengan alkohol akan
menghasilkan 2 macam senyawa. Reaksi bisa menghasilkan senyawa
yang mengandung ikatan R-O atau dapat juga menghasilkan senyawa
mengandung ikatan O-H. Alkohol (ROH) begitu erat hubungannya
dengan kehidupan sehari-hari. Alkohol digunakan dalam minuman keras.
Dalam laboratorium dan industri, semua senyawa ini digunakan sebagai
pelarut dan regensia.17 Dalam ilmu kimia, alkohol adalah istilah yang
umum bagi senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil (-
OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom
hidrogen dan atau atom karbon lain. Alkohol dapat dianggap sebagai
molekul organik yang analog dengan air. Kedua ikatan C-O dan H-O
bersifat polar karena elektronegatifitas pada oksigen. Sifat ikatan O-H
yang sangat polar menghasilkan ikatan hidrogen dengan alkohol lain atau
dengan sistem ikatan hidrogen yang lain, misal alkohol dengan air dan
dengan amina. (Fessenden, 1982).
13. Penentuan sifat minyak dan lemak
Penentuan kadar lemak bebas (FFA)
Angka asam adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan
untukmenetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
16
minyak. Angka asam yang besar menujukkan asam lemak bebas yang
besar yang berasal dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan
yang kurangbaik, semakin tinggi angka asam semakin rendah
kualitasnya (Ketaren, 1985).
Keterangan :
V = Volume titrasi KOH (ml)
N = Normalitas KOH (0,1)
BM = Berat molekul asam palmitat (256g/mol)
M = Bobot Sampel
14. Penentuan Sifat Fisika dan Sifat Kimia Sabun Cair
a. Penentuan bilangan penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak.
Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan
larutan KOH berlebih dalam alkohol maka KOH akan bereaksi
dengan trigliserida,yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu
molekul minyak atau lemak (Ketaren, 1985).
Keterangan :
Vb = Volume Blanko (ml)
Vt = Volume Titrasi (ml)
N = Normalitas HCL (0.5 N)
BM = Berat Molekul KOH (56,1 g/mol)
M = Berat Sampel (g)
b. Penentuan jumlah busa
Tujuan penentuan jumlah busa pada sabun cair untuk
mengetahui seberapa banyak busa yang dihasilkan dari larutan sabun
dalam beberapa detik, karena dengan hasil busa yang banyak daya
pengemulsi sabun semakin baik. Larutan sabun yang dibuat dari
proses penyabunan dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu dikocok
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019
17
dengan alat mixer untuk menghasilkan busa dari larutan sabun yang
dibuat dari proses penyabunan.
Tinggi Busa (Tb) = TS
To
Keterangan :
Tb : Tinggi busa (cm)
Ts : Tinggi busa pada detik ke 60 (cm)
Ts : Tnggi busa pada detik ke 30 (cm)
B. Kerangka Pikir
Semakin banyaknya limbah minyak jelantah hasil industri masakan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun cair. Tujuan utama
pembuatan sabun mandi cair minyak jelantah dengan tambahan bahan kulit
jeruk mandarin (Citrus reticulata) untuk membantu masyrakat dalam
mengolah limbah minyak hasil penggorengan agar tidak menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan serta menciptakan suasana sehat dalam
lingkungan rumah atau masyarakat secara luas.
Di dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen dimana
peneliti mencoba bahan-bahan yang divariasikan dalam pembuatan sabun
mandi cair minyak jelantah dengan bahan tambahan kulit jeruk mandarin
(Citrus reticulata). Berat karbon aktif yang akan digunakan dalam proses
pemurnian 5% - 7,5% dari volume minyak yang akan digunakan dan
memvariasikan konsentrasi KOH yang digunakan 20, 30, 40, dan 50 ml. Serta
kulit jeruk mandarin sebagai bahan tambahan pembuatan sabun. Jadi pada
proses penelitian ini murni untuk memanfaatkan limbah yang sering ada di
masyarakat untuk menjamin standarisasinya dilakukan pengujian sesuai
syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI 06-3532-1994.
Pemanfaatan Minyak Jelantah…, Muhammad Isa Baiquni, Fakultas Farmasi UMP, 2019