BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan...

24
8 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan sumber potensial bagi penerimaan Negara karena Negara sangat mengandalkan penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun untuk pembangunan. II.1.1. Definisi dan Unsur-Unsur Pajak Soemitro, seperti yang dikutip oleh Ilyas dan Burton (2004) mendefinisikan, “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h. 5). Soemahamidjaja, seperti yang dikutip oleh Waluyo (2005) mendefinisikan, “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” (h. 3). Adriani, seperti yang dikutip oleh Zain (2003) mendefinisikan, “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” (h.10).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

8

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pajak

Pajak merupakan sumber potensial bagi penerimaan Negara karena Negara

sangat mengandalkan penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran Negara baik

pengeluaran rutin maupun untuk pembangunan.

II.1.1. Definisi dan Unsur-Unsur Pajak

Soemitro, seperti yang dikutip oleh Ilyas dan Burton (2004) mendefinisikan,

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h. 5).

Soemahamidjaja, seperti yang dikutip oleh Waluyo (2005) mendefinisikan,

“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan

jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” (h. 3).

Adriani, seperti yang dikutip oleh Zain (2003) mendefinisikan, “Pajak adalah

iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak

mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan” (h.10).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

9

Mengacu pada Mardiasmo (2006), pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan

barang).

2. Berdasarkan Undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan

pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat

ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran

yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

II.1.2. Fungsi Pajak

Mengacu pada Waluyo (2005), terdapat dua fungsi pajak yaitu :

1) Fungsi Penerimaan ( Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak

dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2) Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang

sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi

terhadap minuman keras, dan terhadap barang mewah.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

10

II.1.3. Pengelompokan Pajak

Mengacu pada Mardiasmo (2006), Pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa

kelompok yaitu sebagai berikut :

1) Menurut golongannya

a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut sifatnya

a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam

arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya : Pajak Penghasilan

b. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan

keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah.

3) Menurut lembaga pemungutnya

a. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga Negara. Contohnya : Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan

Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya : Pajak Kendaraan Bermotor dan

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak

Hiburan.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

11

II.1.4. Sistem Pemungutan Pajak

Mengacu pada Waluyo (2005), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:

a) Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pemerintah ( fiskus ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang..

b) Self Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

dibayar.

c) With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

II.1.5. Tarif Pajak

Mengacu pada Mardiasmo (2006), terdapat empat macam tarif pajak, yaitu :

a. Tarif sebanding/proposional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak

sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang

dikenai pajak.

b. Tarip tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai

pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

12

c. Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak

semakin besar.

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 17 tentang Pajak Penghasilan

dalam Undang-undang pajak (2001), tarif yang diterapkan atas Penghasilan Kena

Pajak bagi :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Tabel 2.1

b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Tabel 2.2

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10%

Diatas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 15%

Diatas Rp 100.000.000,00 30%

d. Tarif degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak

semakin besar.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000,00 5%

Diatas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00 10%

Diatas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 15%

Diatas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00 25%

Diatas Rp 200.000.000,00 35%

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

13

II. 2. Pajak Penghasilan

II.2.1. Definisi Penghasilan

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) tentang Pajak

Penghasilan dalam Undang-undang pajak (2001) mendefinisikan, “Penghasilan adalah

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan

nama dan dalam bentuk apapun” (h 80).

Suandy (2006) mendefinisikan “Penghasilan (income) adalah penambahan aktiva

atau penurunan kewajiban yang m engakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari

kontribusi penanaman modal (h. 86).

II.2.2. Definisi Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ditinjau dari lembaga

pemungutnya, Pajak Penghasilan dikategorikan sebagai pajak pusat, tetapi ditinjau dari

sifatnya dikategorikan sebagai pajak subjektif dan ditinjau dari golongannya

dikategorikan sebagai pajak langsung.

Ikatan Akuntan Indonesia (2004) mendefinisikan, “Pajak Penghasilan adalah

pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas

penghasilan kena pajak perusahaan” (h. 46.2).

Suandy (2006) mendefinisikan, “Pajak penghasilan adalah pajak atas laba atau

penghasilan kena pajak yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih setelah

pajak (after tax return)” (h. 12).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

14

II.2.3. Subjek dan Non Subjek Pajak Penghasilan

• Subjek Pajak Penghasilan

Mengacu pada Djuanda dan Lubis (2006), yang termasuk subjek pajak adalah :

1). a. Orang pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2) Badan

3) Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 2 tentang Pajak Penghasilan

dalam Undang-undang pajak (2001) menyatakan bahwa Subjek Pajak terdiri dari :

1) Subjek Pajak dalam negeri adalah :

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183

(seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu

12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c) Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2) Subjek pajak luar negeri adalah :

a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia.

b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

15

belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia

bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia.

• Non Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 3 tentang Pajak Penghasilan

dalam Undang-undang pajak (2001) yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 adalah :

1) Badan perwakilan negara asing.

2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari

negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada

dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara

Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar

jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik.

3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Keuangan, dengan syarat :

a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut,

b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal

dari iuran para anggota.

4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

16

tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

II.2.4. Objek dan Non Objek Pajak Penghasilan

• Objek Pajak Penghasilan

Mengacu pada Mardiasmo (2006), yang termasuk objek pajak sebagaimana yang

tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh tahun 2000 adalah sebagai berikut :

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,

uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam

Undang-undang PPh.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c) Laba usaha.

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan

badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena

pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,

kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial

atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

17

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang.

g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi.

h) Royalti.

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n) Premi asuransi.

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak.

• Non Objek Pajak Penghasilan

Mengacu pada Mardiasmo (2006), yang tidak termasuk objek pajak sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (3 )UU PPh tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

18

a. 1) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima

zakat yang berhak.

2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau

pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Warisan.

c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti

penyertaan modal.

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan

asuransi kesehatan, asuransi kecelakan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi

beasiswa.

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai

Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada

badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia :

1) Dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan

2) Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada

badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor

dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

19

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan

oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud

pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan.

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan

kongsi.

j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima)

tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian

laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan

di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :

1) Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam

sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan

2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

II.2.5. Biaya Fiskal dan Non Fiskal

• Biaya Fiskal

Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 6 ayat (1) tentang Pajak

Penghasilan dalam Undang-undang pajak (2001), menyatakan bahwa yang termasuk

sebagai biaya fiskal atau biaya-biaya yang diperbolehkan mengurangi penghasilan bruto

untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan

bentuk usaha tetap, adalah sebagai berikut :

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

20

a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya

pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,

bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,

biaya administrasi dan pajak kecuali Pajak Pengasilan.

b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal

11A.

c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan.

d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan.

e) Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

g) Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.

h) Piutang yang nyata-nyatanya tidak dapat ditagih, dengan syarat :

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis

mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur

yang bersangkutan.

3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, dan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

21

4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada

Direktorat Jenderal Pajak yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

• Biaya Non Fiskal

Mengacu pada Setiawan (2004), biaya yang termasuk sebagai biaya non fiskal

atau biaya yang bukan merupakan pengurang penghasilan bruto yang terkait dengan

Wajib Pajak badan didasarkan atas Pasal 9 ayat (1) UU PPh adalah sebagai berikut

a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk pembayaran

dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, pembagian laba dan gaji

yang dibayarkan Wajib Pajak yang berbentuk CV dan sejenisnya yang tidak terbagi

atas saham serta semua biaya yang terkait dengan pembagian laba.

b) Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti

perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar

perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.

c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih

untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha

asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan

dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan

asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar

oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib

Pajak yang bersangkutan.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

22

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman

bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan

kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan yang dilakukan.

g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan yang tidak ada

hubungan usaha, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh

Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam

negeri yang dimiliki oleh Pemeluk agama Islam kepada badan amil Zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

h) Pajak Penghasilan yang terhutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau

orang yang menjadi tanggungannya.

j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham.

k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

II.3. Rekonsiliasi Fiskal

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial

dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

23

Pajak. dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, Wajib Pajak harus mengacu kepada

peraturan perpajakan sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan

standar akuntansi keuangan harus disesuaikan atau dikoreksi terlebih dahulu sebelum

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Mengacu pada Mansur (2005), mendefiniskan bahwa “Rekonsiliasi Fiskal adalah

suatu penyesuaian pelaporan penghasilan Wajib Pajak secara komersial dengan

ketentuan Undang-undang perpajakan yang pada akhirnya dihasilkan laba atau rugi

fiskal (h. 150).

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal

dapat dikelompokan menjadi dua yaitu perbedaan waktu (timing differences) dan

perbedaan tetap (permanent differences).

Mengacu pada Suandy (2006), perbedaan waktu (timing differences) adalah

perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan

penghasilan dan beban antara peraturan perpajakn dengan standar akuntansi keuangan,

sedangkan perbedaan tetap (permanent differences) adalah perbedaan yang terjadi

karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba

menurut standar akuntansi keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari.

II.4. Pengelakan Pajak

II.4.1. Penyelundupan Pajak

Barr, James, dan Prest, yang telah dikutip oleh Zain (2003) mendefinisikan,

“Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai manipulasi secara illegal atas

penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang” (h. 50).

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

24

Anderson, yang telah dikutip oleh Zain (2003) mendefinisikan, “Penyelundupan

pajak adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak” (h. 50).

Mengacu pada pendapat Oliver Oldman yang telah dikutip oleh Zain (2003),

menegaskan bahwa pengertian penyelundupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan

dan penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi

kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh :

a) Ketidaktahuan (ignorance), yaitu Wajib Pajak tidak sadar atau tidak tahu akan

adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.

b) Kesalahan (error), yaitu Wajib Pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan

peraturan perundang-undang perpajakan, tetapi salah hitung datanya.

c) Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu Wajib Pajak salah menafsirkan

ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan.

d) Kealpaan (negligence), yaitu Wajib Pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-

bukti secara lengkap.

II.4.2. Penghindaran Pajak

Barr, James, dan Prest, yang telah dikutip oleh Zain (2003) mendefinisikan,

“Penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang

masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk

memperkecil jumlah pajak yang terutang” (h. 50).

Anderson, yang telah dikutip oleh Zain (2003) mendefinisikan, “Penghindaran

pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan

pajak” (h. 50).

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

25

II.5. Manajemen Pajak

Suandy (2006) mendefinisikan, “Manajemen pajak adalah sarana untuk

memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat

ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”(h.7).

Tiga fungsi manajemen pajak yang digunakan untuk mencapai tujuan dari

manajemen pajak itu sendiri adalah sebagi berikut :

a) Perencanaan pajak (tax planning)

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini

dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud

dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Tindakan

penghematan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi

ketentuan perpajakan (lawful) atau disebut dengan istilah tax avoidance maupun yang

melanggar peraturan perpajakan (unlawful) atau disebut dengan istilah tax evasion.

b) Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)

Langkah selanjutnya setelah menyeleksi tindakan penghematan pajak yang akan

dilakukan adalah mengimplementasikannya secara formal maupun material.

c) Pengendalian pajak (tax control)

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah

dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan

formal dan material. Dalam pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan

pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting

dalam strategi penghematan pajak, misalnya dalam melakukan pembayaran pajak pada

saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih

awal.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

26

II.6. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak

Mengacu pada Suandy (2006), banyak motivasi yang mendasari dilakukannya

suatu perencanaan pajak, tetapi semua itu bersumber dari tiga unsur perpajakan yaitu :

a) Kebijaksanaan perpajakan (tax policy).

Kebijaksanaan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran

yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijaksanaan pajak,

faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak antara lain adalah

jenis pajak yang akan dipungut, siapa yang akan dijadikan subjek pajak, apa saja yang

merupakan objek pajak, berapa besarnya tarif pajak dan bagaimana prosedurnya.

b) Undang-undang perpajakan (tax law).

Kenyataan menunjukan bahwa dimanapun tidak ada Undang-undang yang

mengatur setiap permasalahan secara sempurna, oleh karena itu dalam pelaksanaannya

selalu diikuti oleh ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak). Tidak jarang ketentuan

pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena

disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan yang lain

yang ingin dicapainya. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah (loopholes) bagi

Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk

digunakan perencanan pajak yang baik.

c) Administrasi perpajakan (tax administration).

Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak

dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya

perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat dari begitu luasnya

peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

27

II.7. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak

Mengacu pada Suandy (2006), agar perencanaan pajak (tax planning) dapat

berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan

melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut :

a) Analisis informasi (data base) yang ada.

Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis

komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung

seakurat mungkin beban pajak (tax burden) yang harus ditanggung.

b) Buat satu model atau lebih rencana besarnya pajak.

Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas

tindakan-tindakan berikut :

1. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.

2. Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi

residen dari negara tersebut.

3. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.

c) Evaluasi atas perencanaan pajak.

Agar perencanaan pajak dapat berhasil diperlukan juga suatu evaluasi,

dimana evaluasi ini dilakukan untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu

perencanaan pajak terhadap beban pajak (tax burden), perbedaan laba kotor dan

pengeluaran selain pajak atas berbagai alternative perencanaan.

d) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.

Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus

dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang

terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

28

operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai

bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah

mengingat adanya perubahan peraturan atau perundang-undangan. Tindakan

perubahan harus tetap dijalankan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau

kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak

(tax saving) yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Karena

bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.

Jadi tetap akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai

dengan pemberian gambaran beberapa presentase kesuksesan dan di lani pihak

beberapa potensial laba (benefit) yang akan diperoleh jika berhasil disertai potensial

kerugian (loss) jika terjadi kegagalan.

e) Mutakhirkan rencana pajak.

Meskipun rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan

namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari

Undang-undang maupun pelaksanaannya di Negara dimana aktivitas tersebut

dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu

perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi di luar negeri atas

berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis yang tersedia sangat

terbatas.

Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang

maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi

akibat yang merugikan dari adanya perubahan dan pada saat yang bersamaan mampu

mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

29

II.8. Perencanaan Pajak Dalam Meminimalkan Beban Pajak

Mengacu pada Suandy (2006), beberapa strategi untuk meminimalkan beban

pajak yaitu antara lain sebagai berikut :

a) Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum yang tepat sesuai

dengan kebutuhan, jenis usaha dan memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan.

b) Mengambil keuntungan semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan

atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh UU.

c) Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang.

d) Memilih sewa guna usaha atau pembelian langsung dalam pendanaan aktiva tetap.

e) Pemilihan metode penilaian persediaan.

f) Pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan oleh peraturan perpajakan.

g) Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang

bukan obyek pajak.

h) Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.

i) Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan

pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo.

j) Menghindari pemeriksaan pajak. dan menghindari pelanggaran terhadap peraturan

perpajakan yang berlaku.

Mengacu pada Suandy (2006), beberapa strategi yang dapat digunakan untuk

meminimalkan beban PPh Badan yaitu antara lain sebagai berikut :

a) Pembukuan. Cash basis atau accrual basis.

Pada basis kas, biaya dicatat pada saat dibayar sedangkan pada basis akrual,

biaya dicatat pada saat terjadi. Jadi dari sisi efisiensi beban pajak lebih menguntungkan

memilih basis akrual.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

30

b) Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada

karyawan.

Strategi efisiensi PPh yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan yaitu:

1) Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan

tarif tertinggi (diatas Rp 100 juta) dan pengenaan PPh badan yang tidak final,

diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam

bentuk natura dan kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan

sebagai biaya.

2) Untuk perusahaan yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, sebaiknya

memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan

(fringe benefit), karena pemberiaan natura dan kenikmatan kepada karyawan

tidak termasuk objek PPh Pasal 21.

3) Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan (fringe

benefit) akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil.

c) Pemilihan metode penilaian persediaan.

Untuk efisiensi pajak, terutama dalam kondisi perekonomian yang mengalami

inflasi dimana harga-harga barang cenderung naik, maka metode rata-rata (average)

akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibanding dengan metode

FIFO. Harga pokok penjualan yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi

lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan menjadi lebih kecil.

d) Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva.

Untuk efisiensi beban pajak sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih

dari pembelian langsung karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur

aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian aktiva

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak II.1.1. Definisi dan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00016-AK Bab 2.pdfmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

31

tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian

dilakukan secara langsung.

e) Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud.

Untuk efisiensi beban pajak, sebelum menentukan metode mana yang akan

digunakan terlebih dahulu seorang tax planner harus melihat kondisi perusahaan yang

bersangkutan. Jika kondisi perusahaan adalah laba dan besarnya penghasilan kena pajak

sudah mencapai tarif pajak tertinggi, maka metode saldo menurun menguntungkan tetapi

sebaliknya jika kondisi perusahaan rugi maka lebih baik memilih metode garis lurus.

f) Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax.

Selain sebagai pembayar pajak, perusahaan juga sebagai pemotong pajak

terhadap pihak ketiga (withholding tax). Masalah yang sering timbul adalah pihak yang

bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong

withholding tax (misalnya PPh Pasal 23 atas jasa konsultan), maka perusahaan akan

menanggung akbitnya jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaan akan

dikenakan kewajiban untuk membayar withholding tax dimaksud dan ditambah denda

bunga atas keterlambatan penyetoran sebesar 2 % sebulan dari pokok pajak. Untuk

mengatasinya maka perusahaan sebaiknya menggross up nilai transaksi agar nilai

tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan hanya membayar PPh Pasal 23

tersebut, maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

g) Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.

Wajib Pajak dapat mengoptimalkan pengkreditkan pajak yang telah dibayar sebagai

strategi untuk meminimalkan beban pajak, karena pengkreditkan pajak lebih

menguntungkan daripada dibebankan sebagai biaya. Keuntungan yang diperoleh sebesar

70 % dari nilai pajak yang dikreditkan (dengan asumsi PKP telah mencapai tarif 30 %).