BAB II LANDASAN TEORI II.1 Analisa Sahamthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2009-2-00071-AK Bab 2.pdfakan...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1 Analisa Sahamthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2009-2-00071-AK Bab 2.pdfakan...
6
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Analisa Saham
Banyak orang menganggap perdagangan di pasar modal hampir sama dengan
tempat judi. Benarkah demikian? Memang banyak investor yang bertransaksi saham
tanpa informasi yang jelas. Sebagian dari mereka hanya menebak-nebak apakah suatu
saham akan naik atau turun. Umumnya mereka mengharapkan hasil yang instant,
dengan pengetahuan yang instant pula. Alangkah baiknya jika mereka menginvestasikan
pengetahuan mereka untuk memahami strategi perdagangan saham dengan lebih baik.
Kesimpulannya, persepsi masyarakat harus diperbaiki dengan cara banyak membantu
mereka menganalisa investasi saham.
Secara garis besar analisis dalam memprediksi pergerakan harga saham di masa
mendatang dibagi menjadi dua cara, yakni analisis teknikal (technical analysis) dan
analisis fundamental (fundamental analysis).
II.1.1 Analisis Fundamental
Menurut James L. Bickford (2008), “Analisa fundamental adalah suatu
penyelidikan ekonomi dan didasarkan pada asumsi bahwa penawaran dan permintaan
mata uang adalah hasil dari proses ekonomi yang bisa dilihat dalam praktiknya dan yang
bisa diprediksi”. Sedangkan Dedhy Sulistiawan (2007), juga menjelaskan mengenai
analisa fundamental sebagai “analisis sekuritas yang menggunakan data-data
fundamental dan faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan badan usaha”.
7
Untuk mata uang, suatu strategi perdagangan fundamental terdiri dari strategi
penilaian di mana suatu mata uang tertentu diperdagangkan berdasarkan bebagai kriteria,
kecuali pergerakan harga. Kriteria ini memang termasuk bahan untuk dianalisis, akan
tetapi tidak membatasi pada kondisi perekonomian suatu Negara yang diwakili dengan
mata uangnya, kebijakan moneternya, dan unsur-unsur lainnya yang mendasar bagi
perekonomian. Konsentrasi dari analisis fundamental meliputi kekuasaan ekonomi,
sosial, dan politik, yang mengendalikan penawaran dan permintaan. Tidak ada satu pun
tatanan kepercayaan yang mengendalikan analisis fundamental, kecuali kebanyakan
analis fundamental yang melihat kepada berbagai indikator ekonomi makro seperti
tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, inflasi, dan pengangguran.
II.1.2 Analisis Teknikal
James L. Bickford menjelaskan motivasi untuk mempercayai semua analisis
teknikal adalah “bahwa data teknis pada masa lalu dan sekarang (harga pembukaan,
tertinggi, terendah, dan penutupan) memberikan informasi yang memadai untuk
meprediksikan fluktuasi harga dalam waktu yang singkat selanjutnya”. Dedhy
Sulistiawan “analisis teknikal adalah analisis sekuritas dengan menggunakan grafik
harga dan volume historis”. Analisa yang dimaksud adalah grafik pergerakan harga (atau
volume) saham, obligasi, option, future, forex, dan instrumen keuangan lainnya.
Menurut Murphy (1999) dan Luca (2000) terdapat tiga asumsi dasar dalam analisis
teknis, yaitu:
8
1. Market Price Discounts Everything
Pengguna analisis ini percaya bahwa semua peristiwa bisa berpengaruh
terhadap harga saham. Kejadian atau peristiwa tersebut akan tercermin
pada harga sahamnya. Hal ini terjadi karena harga pasar saham tersebut
secara alami ditentukan oleh permintaan dan penawaran para pelaku pasar.
Peristiwa yang dimaksud tersebut bukan hanya aspek fundamental, tetapi
juga aspek politik, keamanan, psikologi pasar, dan aspek lain baik bersifat
ekonomis maupun nonekonomis. Jika mayoritas investor memiliki persepsi
yang buruk terhadap suatu saham dalam suatu waktu, maka saham akan
turun. Begitu pula sebaliknya, harga saham akan naik jika mayoritas
investor memiliki persepsi yang baik. Sebagai konsekuensinya analis tidak
akan memperhatikan alasan mengapa harga naik atau turun tetapi hanya
mempelajari perubahan harga pada market saja. Kondisi ini dinyatakan
dengan ungkapan lama yang terkenal di Wall Street, yaitu “sell on good
news”. Kondisi tersebut terjadi karena harga yang ada di market telah
merefleksikan berita tersebut sehingga kenaikan harga yang terjadi akan
terbatas.
2. Price moves in trend
Harga saham akan bergerak dalam suatu tren. Prinsip dasar dalam
penggunaan analisis teknikal adalah jangan pernah mengambil keputusan
transaksi yang melawan tren harga. Pengguna analisis ini percaya bahwa
semua informasi tercermin pada harga pasar saham, sehingga tren tersebut
9
menunjukan sikap para pelaku pasar/ investor atas suatu saham. Tren turun
menunjukan mayoritas pelaku pasar mengharapkan sahan tersebut turun,
dan sebaliknya. Semakin banyak pelaku pasar menginginkan saham
tersebut (keinginan ini dipicu oleh berbagai informasi, baik informasi
finansial maupun non-finansial), permintaan akan naik dan akan berakibat
pada harga saham yang juga akan naik. Dalam kondisi tersebut jangan
pernah mencoba mengambil keputusan yang melawan kehendak pasar.
Pahami tren yang ada dan ikuti kemana tren tersebut akan bergerak agar
kita bisa memanfaatkan pergerakan harga tersebut untuk meningkatkan
hasil investasi.
3. History repeats itself
Data historis dapat digunakan untuk meprediksikan data/harga saham di
masa mendatang. Hal ini diyakini oleh pengguna analisis teknikal
mengingat adanya faktor psikologis para pelaku pasar yang secara umum
bersifat konstan. Maksudnya adalah manusia cenderung bereaksi terhadap
sesuatu dengan cara yang sama. Misalnya jika terjadi kecelakaan pesawat
terbang maka akan ada kecendrungan para masyarakat takut untuk
berpergian menggunakan pesawat terbang. Namun kecemasan tersebut
hanya terjadi selama beberapa saat saja. Setelah beberapa waktu, mereka
melupakannya dan lupa terhadap kecemasan tersebut. Dalam bursa saham,
hal ini bisa dilihat ketika terjadi peledakan bom di suatu tempat yang
strategis atau penting, misalnya gedung BEJ di Jakarta atau gedung World
Trade Centre (WTC) di USA, maka harga saham akan turun secara drastis.
10
Penurunan ini sebenarnya terjadi karena adanya panic selling atau
kepanikan investor yang berlebihan sehingga mereka menjual saham tanpa
banyak pertimbangan. Namun setelah beberapa waktu, mereka sadar bahwa
harga sudah turun terlalu jauh (sangat murah), maka mereka mulai membeli
dan harga akan kembali ke dalam kondisi normal.
II.2 Analisis Teknikal Modern
Pengguna analisa teknikal ini biasa disebut sebagai chartist. Penggunanya
percaya bahwa tren dan signyal transaksi suatu saham dapat diperoleh berdasarkan
bentuk pola tertentu dari grafik harga saham. Beberapa istilah yang sering digunakan,
antara lain : chart, trend, support, dan resistance.
II.2.1 Chart, Trend, Support and Resistance
Edianto Ong mendefenisikan chart adalah “sebuah gambar atau grafik yang
fungsi utamanya menunjukan riwayat pergerakan nilai harga saham pada suatu periode
waktu tertentu, sehingga dibutuhkan sebagai alat utama untuk melakukan suatu analisa
secara teknikal”. Terdapat tiga jenis chart yang paling sering digunakan, yaitu : line
chart, bar chart, point and figure chart, dan candlestick charts
1. Line Chart
Line chart adalah sebuah charts yang terbentuk dengan cara
menghubungkan setiap titik dari harga penutupan pada tiap sesi. Oleh karena
itu line chart tidak memberikan gambaran atas informasi lain seperti: harga
11
pembukaan, harga tertinggi, maupun harga terendah. Contoh line chart dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Line Chart
2. Bar Chart
Bar chart terbentuk dari empat jenis harga, yaitu : harga penutupan, harga
tertinggi, harga terendah dan harga penutupan. Harga pembukaan selalu
berada di sebelah kiri, dan harga penutupan selalu berada di sebelah kanan.
Sedangkan harga tertinggi dan harga terendah dihubungkan dengan garis
vertikal di tengah antara harga pembukaan dan harga penutupan.
Bar chart juga sering disebut dengan OHLC charts, yang menerangkan
- O artinya = Opening Price (harga pembukaan)
- H artinya = Highest Price (harga tertinggi)
- L artinya = Lowest Price (harga terendah)
12
- C artinya = Closing Price (harga penutupan)
Gambar 2. Bar chart
3. Candlestick Chart
Sama halnya seperti sebuah bar di dalam bar chart, pada setiap candle di
dalam candlestick juga mencerminkan empat komponen harga, yaitu :
- O artinya = Opening Price (harga pembukaan)
- H artinya = Highest Price (harga tertinggi)
- L artinya = Lowest Price (harga terendah)
13
- C artinya = Closing Price (harga penutupan)
Hanya saja badan atau body dari candlestick dibedakan warnanya antara
harga yang naik (menguat) dengan harga yang turun (melemah), sehingga
lebih mudah untuk dilihat secara visual dibandingkan dengan bar chart.
Disebut dengan “candlestick” karena bentuknya yang menyerupai “batang
lilin”.
Green candle (badan candle yang berwarna hijau) menandakan pergerakan
harga yang naik pada sesi tersebut, atau harga penutupan berada di atas harga
pembukaan. Red candle (badan candle yang berwarna merah) menandakan
pergerakan harga yang turun pada sesi tersebut, atau harga penutupan yang
lebih rendah daripada harga pembukaan. Ada beberapa macam tipe
candlestick chart yaitu: Hammer, , morning star, doji, hanging man, dark
cloud cover, evening star, shooting star, dragonfly, gravestone.
3.1 Hammer
Hammer terjadi setelah trend menurun yang kuat. Jika terjadi setelah
trend menguat yang tajam maka disebut hanging man. Bentuknya
seperti bullish pattern dengan lowest price yang dalam serta tidak
memiliki highest price. Contoh gambar Hammer :
Gambar 3. Hammer Candlestick
14
3.2 Morning Star
Pattern seperti ini menandakan harga telah mencapai titik bawah
(support) yang potensial. Munculnya star (candle yang ditengah)
mengindikasikan akan terjadi trend balik bila diikuti bullish pada
candle berikutnya. Star dapat berupa bull candle atau bear candle.
Gambar 4. Morning Star
3.3 Doji
Candlestick yang harga pembukaannya (hammer) sama dengan harga
penutupan, menunjukan kekuatan bulls (pembeli) dan bears (penjual)
yang seimbang.
Gambar 5. Doji
15
3.4 Hanging Man
Terjadi setelah uptrend yang signifikan. Terdiri dari dua candle dengan
lowest price yang jauh kebawah tanpa highest price. Pattern seperti ini
adalah kebalikan dari hammer pada bullish candlestick formation.
Gambar 6. Hanging Man
3.5 Dark Cloud Cover
Merupakan bearish pattern . Akan lebih kuat pengaruhnya apabila candle
kedua muncul dibawah dari bullish candle pertama.
Gambar 7. Dark Cloud Cover
3.6 Evening Star
16
Menunjukan bahwa harga sudah mencapai titik resistance point-nya. Star
(candle yang ditengah) menunjukkan kemungkinan terjadi trend balik
berupa bearish. Star dapat berupa bear candle atau pun bull candle.
Gambar 8. Evening Star
3.7 Shooting Star
Merupakan trend balik minor. Star harus memiliki highest price yang
cukup panjang untuk dapat dikatakan shooting star.
Gambar 9. Shooting star
3.8 Dragonfly
17
Juga merupakan titik balik. Hanya saja disini menunjukkan bahwa lowest
price-nya jauh lebih besar dibanding highest price.
Gambar 10. Dragonfly
3.9 Gravestone
Open dan close serta lowest price adalah sama. Sementara highest price
jauh meninggi.
Gambar 11. Gravestone
4. Point and Figure Chart
Point and figure berbeda dengan penggambarang grafik lainnya karena tidak
digambarkan dalam waktu tapi dalam jumlah perdagangan dalam suatu
kisaran harga tertentu. Grafik point and figure terdiri dari serangkaian “O”
yang menggambarkan harga turun dan “X” yang menggambarkan harga naik.
Gambar 12. Point and Figure
18
Masih mengarah kepada buku Ediando Ong yang menafsirkan Trend adalah
“kecendrungan arah pergerakan harga pada suatu pasar”. Trend merupakan
salah satu faktor kunci dalam studi teknikal analisis yang sering dikatakan
dengan kalimat “Trend is your friend” atau ”Never fight the trend”.
Dalam Dow Theory dikatakan bahwa terdapat tiga jenis tren, antara lain:
1. Uptrend (kecendrungan harga naik),
Gambar 13. Uptrend
2. Downtrend (kecendrungan harga turun),
Gambar 14. Downtrend
19
3. Sideways or Trendless (kecendrungan harga ke samping/tetap).
Gambar 15. Sideways or Trendless
Masih mengacu pada bukunya, Edianto Ong menjelaskan Garis
support adalah “level di mana terdapat kecendrungan harga akan naik, karena
pembeli yang lebih banyak daripada penjual, atau demand lebih besar dari
pada supply”. Sedangkan garis resistance adalah “level di mana terdapat
kecendrungan harga akan turun, karena penjual lebih banyak daripada
pembeli, atau supply lebih besar daripada demand. Untuk lebih jelasnya kita
dapat melihatnya pada gambar di bawah ini.
20
Gambar 16. Support and Resistance
II.2.2 Bollinger Band
Indikator ini pertama kali ditemukan oleh seorang pakar teknikalis bernama John
Bollinger pada tahun 1980-an. Teknik ini juga merupakan Moving Average yang
dikembangkan menjadi dua garis, yaitu garis atas yang disebut Upper Band, dan garis
bawah yang disebut Lower Band. Kedua garis pada indikator ini “membungkus”
pergerakan harga saham yang 95% berada di dalamnya seperti pada MA Envelopes.
Pergerakan harga saham yang berada di luar garis atas menandakan kondisi yang sedang
overbought atau sinyal bearish. Sedangkan pergerakan harga saham yang berada di luar
garis bawah menandakan kondisi sedang oversold atau sinyal bullish.
Meskipun sangat mirip dengan MA (Moving average) Envelope namun Bollinger
Band memiliki cara perhitungan yang berbeda karena melibatkan perhitungan volatility
harga sebuah saham. Hal ini membuat tampilan garis Bollinger band yang bisa “melebar
dan menyempit” berbeda dengan MA Envelope yang konstan. Setting standar yang
21
direkomendasikan oleh John Bollinger adalah 20-2. Artinya menggunakan MA-20
dengan 2 standar deviasi (2SD). Garis atas (Upper Band) adalah hasil MA-20
ditambahkan 2SD. Garis bawah (Lower Band) adalah hasil MA-20 dikurangi 2SD.
Standar deviasi merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukan volatilitas
sebuah saham, misalnya dengan mengukur perbedaan nilai harga penutupan dengan nilai
rata-rata. Semakin tinggi standar deviasi maka menunjukan volatilitas yang semakin
tinggi. Volatilitas yang tinggi ini pada garis Bollinger Band akan tercermin pada kedua
garisnya yang membuka (melebar atau semakin berjauhan). Semakin dekat nilai harga
penutupan dengan harga rata-rata maka standar deviasi akan semakin rendah,
menandakan volatilitas sedang rendah. Hal ini akan tercermin pada kedua garis
Bollinger Band yang merapat.
Gambar 17. Bollinger Band Low Volatility
22
Gambar 18. Bollinger Band High Volatility
Rumus Bollinger Band:
Middle Bollinger Band berdasarkan n-day MA
Upper Band = Middle Band + 2 * n period Standard Deviation
Lower Band = Middle Band – 2 * n period Standard Deviation
Perhitungan standar deviasi :
23
Di mana:
Xi :Harga saham
X :Rata-rata harga saham/ MA
n :Periode
Contoh Perhitungan :
24
25
Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya bahwa terkadang suatu saham
walaupun sedang dalam kondisi oversold (bullish) ataupun overbought (bearish) bisa
saja tetap berada dalam sentiment tersebut selama beberapa waktu. Pada sebuah uptrend
yang kuat harga akan berfluktuasi terus di sekitar garis atas atau upper band. Pada
sebuah downtrend yang kuat harga akan terus “menempel” pada garis bawah atau lower
band. Karena hal ini maka signal yang didapat dari indikator Bollinger Band lebih baik
dikonfirmasikan lagi dengan teknik lain. Penulis sendiri lebih cenderung menggunakan
Bollinger Band sebagai secondary tools atau alat konfirmasi saja. Contohnya niat untuk
membeli saham tersebut akan ditunda “jika seluruh body candlestick” ternyata berada di
luar Upper Band. Probabilitas harga saham untuk naik tentu lebih kecil. Sebaliknya bila
kondisi seperti ini mengkonfirmasi sebuah rencana jual, maka saat itu trader akan
berlangsung masuk full-positions sekaligus (biasanya trader melakukan averaging-up).
Teknik yang sama juga digunakan untuk posisi taking-profit. Bila body
candlestick sudah “sepenuhnya” berada di luar garis Bollinger Band maka posisi yang
sudah ada akan ditutup sebagian (dikurangi) ataupun ditutup semuanya sekaligus (bila
body candle meloncat jauh di atas / di bawah garis Bollinger). Cara alternatif lain untuk
mengantisipasi hal ini adalah dengan messenger stop-order agar lebih dekat.
Gambar 19. Bollinger Band Over Bought and Sold
26
II.2.3 Fibonacci
Fibonacci adalah nama lain dari seorang ahli matematika Italia di abad ke-12
yang juga dikenal dengan nama Leonardo Pisano. Pada teori ini mengggunakan basis
perhitungan dari golden ratio pada perhitungan Fibonacci, yaitu :
0,1,1,2,3,5,8,13,21,34,55,89,144, dan seterusnya. Rasio ini sering disebut juga PHI. Ini
adalah contoh deret perhitungannya :
233/144 = 1,618 610/377 = 1,618
377/233 =1,618 987/610 = 1,618
PHI memiliki peranan yang luas dalam kehidupan di alam raya ini. Fischer
(1997) menyatakan phi merupakan “The most important mathematical presentation of
natural phenomena ever discovered”. Deret Fibonacci diterapkan pada hampir seluruh
hukum alam. Deret ini dapat kita temukan pada tubuh kita sendiri. Tubuh manusia rata-
rata adalah jika antara pusar dan telapak kaki dianggap berjarak 1 unit, maka tinggi
seorang manusia setara dengan 1,618 unit. Lalu jarak antara ujung jari dan siku
27
dibandingkan dengan jarak antara pegelangan tangan dan siku, jarak antara garis bahu
dan ujung atas kepala dibandingkan panjang kepala, jarak antara pusar dan lutut
dibandingkan dengan jarak telapak kaki, semua ini menghasilkan PHI. Selain itu PHI
juga kita temukan pada lebah, dalam setiap sarang lebah, lebah betina jumlahnnya lebih
banyak dari lebah jantan, perbandingan lebah betina dengan lebah jantan menghasilkan
ratio yang sama yaitu PHI. Pada tumbuhan, PHI juga ditemukan pada bunga matahari.
Biji bunga matahari tumbuh dengan melawan spiral, rasio dari setiap diameter rotasi ke
rotasi berikutnya berjumlah sama yakni phi. Hampir semua ciptaan Tuhan di muka bumi
ini dipengaruhi oleh PHI. Mengacu pada bukunya, Fischer juga menyatakan bahwa deret
Fibonacci ditemukan pada pyramid, kerang laut spiral, sampi lukisan Leonardo Da
Vinci yang terkenal Monalisa. Pada wajah Monalisa dan bahkan kita sendiri terdapat
rasio emas ini. Panjang wajah dibandingkan dengan lebah wajah, jarak antara bibir dan
titik dimana kedua alis mata bertemu dibandingkan panjang hidung, panjang wajah
dibandingkan jarak antara ujung rahang dan titik di mana kedua alis mata bertemu,
panjang mulut dibandingkan lebar hidung, dsb.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa deret Fibonacci menjadi
acuan hukum alam (nature’s law). Berdasarkan penelitian, deret Fibonacci dapat
digunakan sebagai salah satu cara analisa teknikal untuk memprediksi pergerakan harga
saham di masa mendatang. Hal ini dikarenakan fluktuasi harga di pasar meurupakan
refleksi yang kuat dengan fenomena alam, dan hukum alam dapat diukur dengan deret
Fibonacci. Dalam analisis teknikal kita menggunakan kedua rasio tersebut, yakni PHI
dan phi. Phi merupakan kebalikan dari PHI. Sedangkan phi merupakan direct ratio dari
PHI, yaitu 1/PHI sehingga hasil yang didapat adalah 0,618. Rasio-rasio inilah yang akan
28
kita pakai dalam analisis teknikal. Phi digunakan untuk menentukan besarnya koreksi
dalam support dan resistance.
II.2.4 Fibonacci Retracement
Sejalan dengan perkembangan dunia pasar modal, indikator Fibonacci
berkembang menjadi empat bagian besar, yakni Fibonacci Retracement, Fibonacci
Expansion, Fibonacci Fan, Fibonacci Arc. Namun, untuk membatasi ruang lingkup,
Penulis hanya akan membahas mengenai Fibonacci Retracement sebagaimana akan
digunakan dalam penelitian. Retracement adalah istilah yang digunakan pada dunia
saham untuk menggambarkan persentase penurunan suatu nilai harga saham dari puncak
tertinggi ke dasar setelahnya. Pada setiap pergerakannya, baik uptrend maupun
downtrend, suatu harga saham tentu tidak pernah bergerak searah secara terus menerus.
Pergerakan arah yang berlawanan dengan tren aslinya ini disebut dengan koreksi atau
secondary trend di dalam Dow Theory. Retracement mempunyai level-level tertentu
yang paling banyak menarik minat para teknikalis. Dow Theory menggunakan
percentage retracement 1/3 (atau 33%), ½ (atau 50%) dan 2/3 (atau 66%). Artinya:
pergerakan harga diprediksi akan cenderung melanjutkan tren yang berlangsung setelah
terkoreksi pada level-level ini. Di antara ketiga level tersebut di atas, level yang paling
popular adalah retracement 50%. Sedangkan retracement 38.2% disebut sebagai level
minimum, dan 61.8% di sebut sebagai level maksimum. Bila suatu tren utama tetap
bertahan, seharusnnya koreksi akan terhenti di level maksimum 61.8%.
Level 61.8% dikatakan menjadi area yang rendah resiko untuk membeli pada
sebuah major uptrend ; atau menjual pada sebuah major downtrend. Bila level
29
maksimum ini tertembus, maka lebih besar kemungkinan terjadi reversal dan harga akan
berlanjut atau menuju ke level retracement 100%.
Gambar 20. Fibonacci Retracement
Alternatif retracement lainnya yang hampir mirip dengan Dow Theory
dikemukakan oleh William Delbert Gann (1878-1955) yang membagi sebuah tren
menjadi 8 bagian, yaitu: 1/8, 2/8, 3/8, 4/8, 5/8, 6/8, 7/8, dan 8/8. Namun dia lebih
menekankan level terpenting pada: 3/8 (38%), 4/8(50%) dan 5/8 (62%).
Meskipun demikian, persentase retracement yang lebih standar digunakan saat
ini adalah: 38,2% - 50% - 61,8%. Angka persentase 38,2%, 50% dan 61,8% ini didapat
dari perhitungan Fibonacci, sehingga disebut sebagai Fibonacci Retracement. Berikut
ini adalah contoh perhitungan Fibonacci Retracement.
0,00 merupakan angka pertama dari deret Fibonacci
0,236 merupakan pembagian fn dengan fn+3
30
0,382 merupakan hasil dari phi/PHI = 0,618⁄1,618
0,500 merupakan setengah dari 1
0,618 merupakan direct ratio 1/PHI = 1/1,618
1,618 merupakan PHI ratio
Penggunaan Fibonacci Retracement ini cukup mudah, trader hanya perlu
menguhubungkan antara “Swing High” dengan ”Swing Low” dari harga. Swing high
adalah candlestick yang terletak di antara candlestick-candlestick yang lebih tinggi
disebelah kanan dan kirinya. Sedangkan Swing Low merupakan kebalikan dari Swing
High yaitu bagian yang lebih rendah dibandingkan candle disebelah kanan dan kirinya.
Untuk lebih jelasnya gambar di bawah ini menunjukan apa yang menjadi Swing High
dan Swing Low.
Gambar 21. Swing High and Swing Low
31
Dengan menghubungkan Swing High dan Swing Low pada Fibonacci Retracement maka
secara otomatis harga support dan resistance akan muncul disana. Berikut ini adalah
contoh gambar Retracement dengan menghubungkan Swing High dengan Swing Low.
Gambar 22. Retracement Swing High and Low
Seni dalam Fibonacci adalah bagaimana menentukan Swing High dan Swing Low yang
tepat sehingga mendapatkan support dan resistance yang ideal. Trader memerlukan
pengalaman dan trial error untuk menentukannya, semakin sering trader
menggunakannya maka akan semakin mahir jadinya.
32
II.2.5 Risk Reward Ratio
Menurut David Keller (2008), Risk Reward Ratio adalah sebuah rasio yang
banyak digunakan oleh banyak investor untuk membantu membandingkan hasil yang
diharapkan dari suatu investasi dengan jumlah resiko ini dilakukan untuk mendapatkan
kembali reward. Rasio ini dihitung dengan membagi matematis jumlah keuntungan
trader yang akan dibuat bila ada posisi tertutup (yakni reward) oleh jumlah ia berani
kehilangan jika harga bergerak di arah yang tidak terduga (yakni risk).
Sebagai contoh : katakanlah seorang trader membeli 100 lot saham dari
perusahaan pada harga $20 dan meletakan order stop loss pada $15 dan memastikan
kerugian yang berani ditanggung tidak melebihi $500. Mari kita asumsikan trader ini
percaya harganya akan mencapai $30 dalam beberapa hari ke depan. Dalam kasus ini
trader berani untuk menanggung resiko kerugian sebesar $5 per lot dan mendapatkan
keuntungan $10 per lot setelah trader menutup transaksinya. Semenjak trader
menetapkan untuk membuat keuntungannya dua kali lipat dari kerugian yang berani
ditanggung, trader mengatakan perbandingan 1:2 risk/reward ratio.