BAB II LANDASAN TEORI -...

31
13 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan sebagai landasan berpikir penulis dalam penelitian mengenai keterkaitan konformitas teman sebaya, konsep diri, dan kenakalan remaja. Dalam hal ini berada di lingkungan remaja Sekolah Menengah Atas. 2.1. Konformitas Teman Sebaya 2.1.1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya Peer atau teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2006). Konformitas teman sebaya secara operasional didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengikuti aktivitas dan kecenderungan teman sebaya mereka (Santor, Messervey, Kusumaker, 2000). Pada Monks (2004) konformitas pada remaja terhadap kelompok teman sebaya terjadi karena dalam perkembangan sosialnya, remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya. Dalam Susilowati (2011) disebutkan bahwa teman sebaya berfungsi sebagai penyedia informasi mengenai dunia di luar keluarga. Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima suatu umban balik tentang potensi yang ia miliki, dan belajar mengenai apakah perilakunya lebih baik, sama baiknya, atau bahkan lebih buruk dari remaja lainnya. Situasi

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

13

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan sebagai

landasan berpikir penulis dalam penelitian mengenai keterkaitan konformitas

teman sebaya, konsep diri, dan kenakalan remaja. Dalam hal ini berada di

lingkungan remaja Sekolah Menengah Atas.

2.1. Konformitas Teman Sebaya

2.1.1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya

Peer atau teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan

tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2006).

Konformitas teman sebaya secara operasional didefinisikan sebagai

keinginan individu untuk mengikuti aktivitas dan kecenderungan teman

sebaya mereka (Santor, Messervey, Kusumaker, 2000). Pada Monks

(2004) konformitas pada remaja terhadap kelompok teman sebaya terjadi

karena dalam perkembangan sosialnya, remaja mulai memisahkan diri dari

orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya.

Dalam Susilowati (2011) disebutkan bahwa teman sebaya

berfungsi sebagai penyedia informasi mengenai dunia di luar keluarga.

Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima suatu umban balik tentang

potensi yang ia miliki, dan belajar mengenai apakah perilakunya lebih

baik, sama baiknya, atau bahkan lebih buruk dari remaja lainnya. Situasi

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

14

ini dapat menjelaskan bahwa kelompok teman sebaya adalah lingkungan

sosial pertama di luar keluarga, dimana remaja mempelajari untuk hidup

bersama dengan orang lain yang bukan keluarganya. Mukhoyyaroh (2012)

mengatakan bahwa konformitas pada teman sebaya meliputi penampilan,

minat, sikap, pembicaraan, serta perilaku.

Berndt (1979) mendimensikan konformitas teman sebaya ke dalam

dua bentuk, yaitu:

1. Anti-sosial: merupakan suatu perilaku yang dapat merugikan diri

sendiri bahkan orang lain (Berndt, 1979 dalam Koban, 2000). Selain

itu, Berger (2000) menyatakan bahwa sikap antisosial seringkali

dipandang sebagai sikap dan perilaku yang tidak mempertimbankan

penilaian dan keberadaan orang lain di sekitarnya. Contoh pertanyaan

untuk mendeteksi perilaku antisosial pada konformitas teman sebaya

adalah dengan menanyakan kepada remaja, apakah yang akan ia

lakukan jika salah satu teman sebayanya menginginkan ia untuk

mencuri permen (Santrock, 2006).

2. Netral: melakukan segala sesuatu karena keinginan atau ajakan orang

lain agar tidak disisihkan atau tidak menyinggung perasaan orang lain

(Berndt, 1979 dalam Koban, 2000). Dalam hal ini dijelaskan bahwa

remaja tidak selalu menuruti kehendak teman-temannya, tetapi pada

akhirnya remaja mengikuti teman-temannya karena berusaha menjaga

perasaan mereka (Sumarlin, 2012). Contoh pertanyaan untuk

mendeteksi perilaku netral pada konformitas teman sebaya adalah

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

15

dengan menanyakan kepada remaja, apakah ia akan mengikuti saran

teman sebayanya untuk mengikuti aktivitas yang ia tidak tertarik untuk

ikuti (Santrock, 2006).

3. Pro-sosial : melakukan sesuatu sesuai dengan norma-norma sosial atau

nilai-nilai yang berisi mengenai hal-hal positif (Berndt, 1979 dalam

Koban, 2000). Dalam hal ini dijelaskan bahwa remaja tidak hanya

prososial terhadap kelmpoknya, tetapi juga terhadap lingkungan

tempat tinggalnya (Sumarlin, 2012). Contoh pertanyaan untuk

mendeteksi perilaku prososial pada konformitas teman sebaya adalah

dengan menanyakan kepada remaja, apakah ia mengandalkan saran

orang tua dalam memutuskan sesuatu, misalnya magang di

perpustakaan atau mengajari anak-anak berenang (Santrock, 2006).

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Teman Sebaya

Asch (dalam Baron, Branscombe, & Byrne, 2008) dari penelitian

yang dilakukannya menemukan beberapa faktor yang memengaruhi

konformitas, antara lain:

a. Cohesiveness (Kekompakan). Faktor paling kuat yang mempengaruhi

kecenderungan seseorang melakukan konformitas adalah ketertarikan

pada suatu kelompok dan keinginan untuk berada di kelompok

tersebut. Rakhmat (2001) mengatakan bahwa semakin kohesif suatu

kelompok, maka semakin besar kemungkinan terjadinya konformitas.

Semakin seseorang ingin berada dalam sebuah kelompok sosial dan

semakin ingin merasa diterima di kelompok tersebut, maka mereka

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

16

akan semakin menghindari melakukan hal-hal yang menyebabkan

mereka terpisah dari kelompok tersebut.

b. Group Size (Ukuran kelompok). Konformitas semakin meningkat saat

jumlah anggota kelompok semakin banyak.

c. Descriptive and Injuctive Social Norms. Maksud dari Descriptive and

Injuctive Social Norms adalah bagaimana norma dapat mempengaruhi

perilaku seseorang. Descriptive norms adalah bagaimana kebanyakan

orang berperilaku jika dihadapkan dalam sebuah situasi. Injuctive

normas adalah bagaimana seseorang seharusnya berperilaku agar

perilaku tersebut diterima atau ditolak dalam sebuah situasi.

2.1.3. Konformitas pada Remaja

Melemahnya pengaruh orang tua pada remaja semata-mata timbul

karena adanya keinginan remaja untuk mandiri. Masa remaja adalah masa

yang unik sebab pada masa ini remaja tidak bisa lagi dikatakan sebagai

anak-anak, akan tetapi remaja juga belum bisa dikatakan sebagi orang

dewasa (Calon dalam Monks dkk, 1994). Masa ini sering juga disebut

dengan istilah masa transisi atau masa peralihan sebab adanya perubahan

dari masa anak-anak menuju masa remajadan peralihan ini bukan sekedar

peralihan biasa namun sebuah periode yang Khusus dalam perkembangan

manusia. Ausabel (dalam Monks dkk, 1994), menyebutkan status remaja

sebagai status interim, karena sebagian posisinya diberikan oleh orang tua

dan sebagian melalui usahanya sendiri. Mereka berbeda dengan orang tua

yang mempunyai status primer, di mana posisinya tersebut diperoleh

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

17

berdasarkan atas kemampuan dan usaha sendiri. ataupun pada anakanak

yang mempunyai status penjabaran, di mana statusnya tergantung

sepenuhnya pada pemberian orang tua dan atau masyarakat dalam

perkembanngan sosialnya remaja mengalami dua macam gerak yaitu gerak

memisahkan diri dengan orang tua dan gerak menuju ke arah teman

sebaya. Pengaruh teman sebaya tampak jelas karena adanya penurunan

jumlah waktu untuk berinteraksi dengan orang tua, dan sebaliknya

mengalami peningkatan jumlah waktu untuk berinteraksi dengan teman

sebaya (Monks dkk., 1994).

Condry (dalam Monks dkk, 1994) menyatakan bahwa remaja biasa

menghabiskan waktu untuk berakhir pekan dengan teman sebayanya dua

kali lipat lebih banyak daripada bersama dengan orangtuanya. Bahkan

Csikszentmihalyi (dalam Monks dkk, 1994) menemukan remaja dalam

menghabiskan akhir pekannya dengan teman sebayanya tiga kali lipat

lebih banyak dibanding bersama dengan orang tuanya.

Hurlock (1996) menyatakan bahwa salah satu fenomena perilaku

yang teijadi dalam hubungan antara seorang remaja aengan kelompok

teman sebayanya adalah konformitas. Karena adanya kepentingan seorang

remaja terhadap kelompok teman sebayanya, maka motivasi untuk

konformistis terhadap nilai, kebiasaan.

Kecenderungan untuk mempertahankan keunikan individu maupun

konsistensi dalam mengontrol kejadian dalam kehidupannya, merupakan

masalah lain. Seseorang ingin mengikuti dan menjadi seperti orang lain,

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

18

akan tetapi hal tersebut tidak seharusnya membuat seorang individu

kehilangan identitas personalnya (dalam Hewstone dkk, 1996).

Keinginan remaja untuk diterima di tengah-tengah kelompoknya

ditentukan oleh tingkat kekuatan tekanan yang akan diberikan kelompok

kepada remaja, untuk mencapai tujuan tersebut remaja akan berusaha

untuk konformistis dalam segala hal agar dapat ditrima ditengah-tengah

kelompok (Hurlock, 1968).

Atribut yang mencolok pada remaja jika dibanding tahap

perkembangan lain adalah perilaku konformitas. Sifat remaja yang suka

mencoba hal-hal baru, keadaan yang kondusif, keinginan untuk

berkelompok serta tidak stabilnya pendirian akan mudah bagi terciptanya

konformitas pada remaja. Tetapi tidak semua remaja memiliki tingkat

kerentanan yang sama terhadap pengaruh konformitas tersebut, seperti

dijelaskan oleh Lefcourt (dalam Monks dkk, 1994), yang menyatakan

bahwa remaja dari kelas sosial yang rendah memiliki kecenderungan yang

lebih besar untuk bersikap konformistis dengan kelompoknya. Dan

sebaliknya remaja dari kelas sosial yan tinggi memilik tingkat konformitas

yang lebih rendah.

2.2. Konsep Diri

2.2.1. Pengertian Konsep diri

Konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang

mengenai dirinya. Keyakinan tersebut bisa berkaitan dengan bakat, minat,

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

19

kemampuan, penampilan fisik, dan sebagainya (Deaux dalam Sarwono

2009). Konsep diri merupakan kesan terhadap diri sendiri secara

keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri tentang

gambaran diri di mata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang

dicapai (Ghufron dan Rini S. 2010). Monks (2004) berpendapat bahwa

pembentukan konsep diri pada remaja sangat penting karena akan

mempengaruhi kepribadian, tingkah laku, dan pemahaman terhadap

dirinya sendiri. Sehingga pencarian identitas merupakan konflik utama

yang dialami oleh remaja.

Menurut Hurlock (1996) konsep diri adalah penilaian remaja

tentang diri sendiri. Yang terbagi berdasarkan beberapa sifat, yaitu:

1) Konsep Diri Fisik

Gambaran remaja tentang penampilannya, dengan seksnya, arti

penting tubuhnya dalam hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi

yang diberikan oleh tubuhnya dimata orang lain.

2) Konsep Diri Psikis

Gambaran remaja tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga

dirinya dan hubungan dengan orang lain.

3) Konsep Diri Sosial

Gambaran remaja tentang hubungannya dengan orang lain, dengan

teman sebaya, dengan keluarga, dan lain-lain.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

20

4) Konsep Diri Emosional

Gambaran remaja tentang emosi diri, seperti kemampuan menahan

emosi, pemarah, sedih, atau riang-gembira, pendendam, pemaaf, dan

lain-lain.

5) Konsep Diri Aspirasi

Gambaran remaja tentang pendapat dan gagasan, kreativitas, dan cita-

cita.

6) Konsep Diri Prestasi

Gambaran remaja tentang kemajuan dan keberhasilan yang akan

diraih, baik dalam masalah belajar Maupin kesuksesan hidup.

2.2.2. Jenis-jenis Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri ke dalam dua

jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

a) Konsep Diri Positif

Merupakan konsep diri yang bersifat stabil dan bervariasi, serta

menunjukkan adanya pengenalan diri dan penerimaan diri dengan

sangat baik. Individu dengan konsep diri ini dapat memahami dan

menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya

sendiri, sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif serta

dapat menerima dirinya apa adaya.

b) Konsep Diri Negatif

Konsep ini terbagi menjadi dua tipe, yang pertama adalah pandangan

individu yang tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

21

diri. Ketidakmampuan ini menyebabkan individu tidak mengetahui

dengan benar siapa dirinya, kekuatan maupun kelemahannya, atau apa

yang dihargai dalam kehidupannya.Tipe yang kedua adalah pandangan

diri individu terlalu stabil dan teratur. Hal ini dapat terjadi karena

individu dididik dengan cara yang keras, sehingga menciptakan citra

diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari kebiasaan atau

citra dirinya yang telah terbentuk tersebut, dan beranggapan bahwa hal

tersebut adalah cara hidup yang paling tepat.

2.2.3. Dimensi Konsep Diri

Fitts (dalam Agustiani, 2006) membagi konsep diri ke dalam dua

dimensi pokok, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Berikut

dijelaskan secara rincii satu persatu.

1. Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal

(internal frame of reference) adalah bila seorang individu melakukan

penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri

atau dunia dalam dirinya sendiri terhadap identitas dirinya, perilaku

dirinya, dan penerimaan dirinya. Kerangka acuan internal atau yang

disebut juga dimensi internal ini oleh Fitts dibedakan atas tiga bentuk,

yang terdiri dari:

a) Diri sebagai obyek/identitas (identity self).

Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling

mendasar. Konsep ini mengacu pada pertanyaan “siapakah saya ?”,

dimana di dalamnya tercakup label-label dan simbol-simbol yang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

22

diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk

menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Misalnya,

“saya Ikhsan” dan kemudian sejalan dengan bertambahnya usia

dan interaksi individu dengan lingkungannya, akan semakin

banyak pengetahuan individu akan dirinya sendiri, sehingga

individu tersebut akan dapat melengkai keterangan dirinya dengan

hal-hal yang lebih kompleks, seperti : “saya Ikhsan”, “saya seorang

ayah dari satu orang anak”, saya bekerja sebagai seorang

wiraswasta”, dan sebagainya. Selanjutnya setiap elemen dari

identitas diri akan mempengaruhi cara individu mempersepsikan

dunia fenomenalnya, mengobservasinya, dan menilai dirinya

sendiri sebagaimana ia berfungsi. Pada kenyataannya, identitas diri

berkaitan erat dengan diri sebagai pelaku. Identitas diri sangat

mempengaruhi tingkah laku seorang individu, dan sebaliknya

identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku. Sejak kecil,

individu cenderung untuk menilai atau memberikan label pada

orang lain maupun pada dirinya sendiri berdasarkan tingkah laku

atau apa yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, untuk dapat

menjadi sesuatu seringkali seseorang harus melakukan sesuatu, dan

dengan melakukan sesuatu, seringkali individu itu sendiri harus

menjadi sesuatu.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

23

b) Diri sebagai pelaku (behavioral self).

Diri pelaku merupakan persepsi seorang individu tentang tingkah

lakunya. Diri pelaku berisikan segala kesadaran mengenai “apa

yang dilakukan oleh diri”. Selain itu, bagian ini sangat erat

kaitannya dengan diri sebagai identitas. Diri yang adekuat atau

memenuhi syarat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri

identitas dengan diri pelakunya, sehingga individu tersebut dapat

mengenali dan menerima baik diri sebagai identitas maupun diri

sebagai pelaku. Kaitan keduanya dapat dilihat pada diri sebagai

penilai.

c) Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self)

Manusia cenderung menilai sejauh mana hal-hal yang

dipersepsikan memuaskan bagi dirinya. Interaksi antara diri

identitas, diri pelaku dan integrasi dalam keseluruhan konsep diri

meliputi bagian diri yang ketiga yaitu diri sebagai penilai. Diri

penilai berfungsi sebagai pengamat dan pemberi nilai standar,

pembanding dan terutama sebagai penilai diri. Juga mediator

antara dua diri berbeda. Penilaian diberikan pada label-label di

dalam diri identitas atau diri pelaku secara terpisah, misalnya Saya

pintar” atau “Saya tidak suka melakukan itu”. Penilaian belajar dan

“saya pintar” berarti orang tersebut memberi label pada

keseluruhan diri dan bukan pada tingkah laku tertentu. Namun

orang tersebut bisa juga mengatakan "Saya melakukan itu tapi saya

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

24

bukan orang yang terbiasa melakukan hal demikian", hal ini

berarti, orang tersebut tidak setuju dengan tingkah laku tadi.

2. Dimensi Eksternal adalah individu menilai dirinya melalui hubungan

dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain

diluar dirinya. Yang terdiri dari:

a) Diri fisik (physical self)

Merupakan persepsi dan perasaan seseorang terhadap keadaan

fisik, kesehatan, keterampilan, penampilan diri, seksualitas dan

gerak motorik.

b) Diri moral-etik (moral-ethical self)

Merupakan persepsi seseorang tentang dirinya ditinjau dari standar

pertimbangan nilai-nilai etis dan moral. Selain itu juga berkaitan

dengan hubungan seseorang dengan Tuhannya, rasa puas seseorang

pada kehidupan keagamaannya, nilai-nilai moral yang dianut

berkenaan dengan apa yang baik dan yang jahat dan rasa puas

seseorang dalam kehidupan agamanya.

c) Diri personal (personal self)

Merupakan perasaan individu terhadap nilai-nilai pribadi terlepas

dari keadaan fisik dan hubungan dengan orang lain dan sejauh

mana ia merasa kuat sebagai pribadi. Misalnya perasaan diri

sebagai orang gembira, orang tenang dan santai atau seorang

pembenci.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

25

d) Diri keluarga (family self)

Merupakan perasaan dan harga diri seseorang sebagai anggota

keluarga dan di tengah-tengah temanteman dekat. Bagian ini

menunjukkan seberapa jauh perasaan seseorang terhadap dirinya

sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang

dijalankannya selaku anggota keluarga.

e) Diri sosial (social self)

Merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya dalam

berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan lebih luas.

2.2.4. Pembentukan Konsep Diri

Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses yang terus

berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Symonds (dalam Agustiani,

2006) menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul

pada saat individu dilahirkan, melainkan berkembang secara bertahap

seiring dengan munculnya kemampuan perseptif. Selama periode awal

kehidupan, perkembangan konsep diri individu sepenuhnya didasari oleh

persepsi mengenai diri sendiri. Lalu seiring dengan bertambahnya usia,

pandangan mengenai diri sendiri ini mulai dipengaruhi oleh nilai-nilai

yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain (Taylor dalam Agustiani,

2006).

Mead (dalam Calhoun & Acocella, 1995) menjelaskan bahwa

konsep diri berkembang dalam dua tahap: pertama, melalui internalisasi

sikap orang lain terhadap kita; kedua melalui internalisasi norma

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

26

masyarakat. Dengan kata lain, konsep diri merupakan hasil belajar melalui

hubungan individu dengan orang lain.

Hal ini sejalan dengan istilah istilah “looking glass self” yang

dikemukakan oleh Cooley (dalam Baumeister, 1999), yaitu ketika individu

memandang dirinya berdasarkan interpretasi dari pandangan orang lain

terhadap dirinya.

2.3. Kenakalan Remaja

2.3.1. Pengertian Kenakalan Remaja

Menurut etiologi, kenakalan remaja (juvenile delinquency) berarti

suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja hingga

mengganggu ketentraman diri sendiri mapun orang lain, dan Basri (1996)

menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang dari

atau melanggar hukum yang individu. Sedangkan penjelasan lain

mengatakan, kenakalan remaja adalah perilaku remaja melanggar status,

membahayakan diri sendiri, menimbulkan masalah, menimbulkan korban

materi pada orang lain, dan prilaku menimbulkan korban fisik pada orang

lain (Jansen dalam Sarwono, 2001).

2.3.2. Ciri-Ciri Kenakalan Remaja

Menurut Gunarsa (2012) ada beberapa ciri-ciri pokok dari

kenakalan remaja, yaitu:

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

27

1. Dalam pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan atau

tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan

pelanggaran nilai-nilai moral.

2. Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial, yaitu dengan

perbuatan atau tingkah laku tersebuat ia bertentangan dengan nilai atau

norma sosial yang ada di lingkungan hidupnya.

3. Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka

yang berumur anatara 13-17 tahun.

4. Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja atau

dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok remaja.

2.3.3. Penggolongan Kenakalan Remaja

Menurut Gunarsa (2012) kenakalan remaja dapat digolongkan

dalam dua kelompok besar yang berkaitan dengan norma hukum, yaitu:

1. Kenakalan yang bersifat immoral dan asosial dan tidak diatur dalam

undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan

pelanggaran hukum.

2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai

undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan

melanggar hukum apabila dilakukan oleh orang dewasa.

2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Menurut Santrock (1996) ada beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi kenakalan remaja, yaitu:

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

28

a. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam

Santrock, 1996), masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas

versus difusi identitas harus diatasi.Perubahan biologis dan social

memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi padakepribadian

remaja:

a) Terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan,

b) Tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara

menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang

dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

b. Kontrol Diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk

mengembangkankontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.

Beberapa anak gagal dalammengembangkan kontrol diri yang esensial

yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Hasil

penelitian yang dilakukan Santrock (2002), menunjukan bahwa

ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan

remaja. Pola asuh orang tua yang efektif di masa kanak-kanak

(peranan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif)

berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak.

Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal

akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

29

c. Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan

penyerangan serius nantinya dimasa remaja, namun demikian tidak

semua anak yang bertingkah laku sepertiini nantinya akan menjadi

pelaku kenakalan.

d. Jenis Kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial

daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian yang dikutip dari

Kartono (2006) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang

melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat

daripada remaja perempuan.

e. Harapan Terhadap Pendidikan dan Nilai-nilai di Sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan

yang rendah terhadap pendidikan di sekolah.Mereka merasa bahwa

sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga

biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah dan

mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah.

f. Proses Keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan

remaja.Kurangnyadukungan keluarga seperti kurangnya perhatian

orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang

efektif, kurangnya kasih sayang orang tua dapat menjadi pemicu

timbulnya kenakalan remaja.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

30

g. Pengaruh Teman Sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan

meningkatkan remaja untuk menjadi nakal.

h. Kelas Sosial Ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari

kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan dengan

jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang

rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan

50:1 (Kartono, 2006).

i. Kualitas Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan

remaja.Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan

remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal

dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal

mereka.

2.4. Remaja

2.4.1. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh

atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang

lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial, dan

fisik (Hurlock, 1992). Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja merupakan

masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa yang memiliki

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

31

rentang usia antara 12-22 tahun. Dimana pada masa tersebut terjadi proses

pematangan baik itu pematangan dalam hal fisik, maupun psikologis.

Masa remaja (adolescence) menunjukan dengan jelas sifat transisi

atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status dewasa akan

tetapi tidak lagi memiliki status anak seperti yang dikemukakan oleh

Calon (dalam Monks, dkk 2004). Sehingga dapat dikatakan masa remaja

merupakan peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mana

mengalami perkembangan dalam segala aspek serta fungsi untuk

memasuki masa dewasa.

Menurut Kartini Kartono (1995:148) “masa remaja disebut pula

sebagai penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa”. Pada

periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai

kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi

seksual. Disisi lain Sri Rumini dan Siti Sundari (2004:53) “menjelaskan

masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa

yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki

masa dewasa”.

Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa

peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan

seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu

masa menjelang dewasa muda.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

32

Mendukung pendapat Monk dan Hurlock, Calon (Monks &

Knoers, 2002, p.260) menyatakan bahwa masa remaja menunjukkan

dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau perlaihan karena remaja belum

memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-

kanak.

Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

kehidupan manusia dalam beberapa tahapan, salah satunya adalah remaja.

Perkembangan yang terjadi secara signifikan pada remaja adalah dari segi

emosional. Pada tahap ini perubahan mood yang terjadi cenderung

menurun, mampu mengungkapkan emosinya sendiri, dan mulai

memahami perasaan orang lain. Perkembangan lain yang terjadi adalah

perkembangan sosial, terlihat dari peningkatan kemandirian, serta

hubungan dengan teman sebaya yang bertambah erat.

2.4.2. Batasan Usia Remaja

Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan pada

upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai

kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Kartini Kartono

(1995: 36) dibagi tiga yaitu:

1. Remaja Awal (12-15 Tahun)

Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat

dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat

anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau

dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

33

kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa iniremaja sering merasa

sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.

2. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada

masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian

dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai

tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan

etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal

ini rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri

pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan

penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada

masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.

3. Remaja Akhir (18-21 Tahun)

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah

mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan

sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya

dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian

tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

2.4.3. Ciri-ciri Remaja

Hurlock (1999) menyebutkan bahwa remaja memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

34

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan

penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya

penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yangtelah

terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan darisatu

tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan

demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya

akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang

akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru

pada tahap berikutnya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja

sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi

dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga

berlangsung pesar. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap

dan perilaku juga menurun.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah

masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak

laki-laki maupun anak perempuan.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

35

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pencarian identitas dimulai pada akhor masa kanak-kanak,

penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada

bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada

remaja awal masih tetap penting bagi remaja, namun lambat laun

mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin

menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang

tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan

berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut

bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku

remaja yang normal.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain

sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagai apa adanya,

terlebihdalam hal cita-cita. Semakin tidak realistic cita-citanya maka ia

semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila

orang lain mengecewakannya atau kalai ia tidak berhasil mencapai

tujuan yang ditetapkannya sendiri.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

36

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah

untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan

kesan bajwa mereka sudah hamper dewasa, remaja mulai memusatkan

diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu

merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan

terlibat dalam perbuatan seks, mereka mengganggap bahwa perilaku

ini akan memberi citra yang mereka ingingkan.

2.4.4. Tumbuh Kembang Remaja

Menurut Hurlock (1980) selama masa tumbuh kembang, remaja

memiliki tugas perkembangan yang harus dilewatinya dan tugas pertama

yang harus dikuasai selama perkembangan remaja yang berhubungan

dengan seks adalah pembentukan hubungan yang baik dengan lawan jenis.

Yang membedakan dalam masa perkembangan ini adalah perkembangan

sikap dan pola perilaku pada remaja.

1) Pertumbuhan

Soetjiningsih (2004) pertumbuhan menggambarkan proses

bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler yang

terlihat secara fisik dan dapat diukur dengan menggunakan satuan

panjang atau satuan berat dengan proses yang berkesinambungan

dipengaruhi oleh faktor genetik (ras, keluarga) dan faktor lingkungan

bio-psikososial yang dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

37

Potter & Perry (2005) menjelaskan mengenai empat fokus utama

pada pertumbuhan fisik masa remaja:

a) Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera,

b) Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebar pinggul,

c) Perubahan distribusi otot dan lemak,

d) Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder.

Potter & Perry (2005) juga menjelaskan mengenai pertumbuhan

bahwa selama masa pubertas biasa terjadi peningkatan laju tinggi dan

berat badan. Pada anak perempuan pertumbuhan mulai melaju antara

usia 8 tahun dan 14 tahun, sedangkan pada anak laki-laki dimulai pada

usia 10 tahun sampai 16 tahun. Pertambahan tinggi anak perempuan

mencapai 90 % sampai 95 % tinggi dewasa pada masa menarke

(permulaan menstruasi) hingga mencapai tinggi penuh pada usia 16

sampai 17 tahun, sedangkan anak laki-laki akan terus tumbuh tinggi

hingga usia 18 sampai 20 tahun.

Awitan pubertas pada anak perempuan biasanya ditandai dengan

perkembangan payudara. Setelah pertumbuhan awal jaringan

payudara, puting, areola ukurannya meningkat. Proses ini yang

sebagian dikontrol oleh hereditas, dimulai paling muda usia 8 tahun

dan mungkin tidak komplet sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar

estrogen yang meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus

mulai membesar, dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal

tersebut dapat terjadi secara spontan atau akibat perangsangan seksual.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

38

Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh.

Menarke pada setiap individu sangat bervariasi, dapat terjadi paling

cepat pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih.

Meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi

mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalu

diwaspadai kecuali dilakukan hal lain.

Anak laki-laki mengalami kenaikan kadar testosterone selama

pubertas yang ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis,

prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki-laki dan anak gadis mungkin

mengalami orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada

anak laki-laki tidak terjadi sampai organ seksnya matur, yaitu sekitar

usia 12 atau 14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi pertama kali selama

tidur (emisi nocturnal), hal ini biasa disebut dengan mimpi basah yang

sering kali dianggap sangat memalukan. Anak laki-laki harus

mengetahui bahwa, meski mereka tidak menghasilkan sperma saat

pertama ejakulasi, mereka segera akan menjadi subur hingga nanti

saatnya terjadi perkembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh

mulai tumbuh.

Pertumbuhan pada remaja dipengarahi oleh beberapa hormon,

antara lain:

1. Hormone Pertumbuhan (Growth Hormone/GH)

Hormon yang paling berpengaruh selama remaja, yang

dihasilkanterutama pada saat tidur nyenyak malam hari.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

39

Mempunyai dua efek terhadap tulang rawan epifisis, serta berefek

langsung pada metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak

dengan bersifat anabolik.

2. Hormone Tiroid

Hormon tiroid berefek langsung pada maturasi tulang, selain itu

juga hormon tiroid ini mempengaruhi produksi hormon

pertumbuhan dan sebaliknya hormon tiroid juga tidak dapat

bekerja tanpa adanya hormon pertumbuhan.

3. Glukokortikoid

Glukokortikoid berfungsi untuk menekan sintesis tulang dan tulang

rawan serta mineralisasi, sehingga produksi glikoprotein

meningkat.

4. Calcium Regulating Hormon

Kalsium diatur oleh hormon paratiroid yang berpengaruh besar

pada elemen jaringan tulang yang terlibat dalam osteogenesis.

Selain itu juga ada vitamin D yang mempengaruhi maturasi tulang

(Soetjiningsih, 2004).

2) Perkembangan

Perkembangan menurut Potter & Perry (2005) merupakan aspek

progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif.

Djiwandono (2002) menuturkan bahwa masa perkembangan remaja

dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12 -14

tahun. Masa puber yang merupakan permulaan remaja adalah suatu

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

40

masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat

cepat. Pada umur 14-16 tahun yang merupakan pertengahan masa

remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan

berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja. Ketika remaja

berumur 18 tahun sampai umur 20 tahun terjadi perubahan yang

membuat remaja mulai bertanggungjawab, membuat pilihan, dan

berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa atau lebih dikenal dengan

masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami remaja pada masanya,

antara lain:

a) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik adalah rangkaian dari perubahan yang

dialami remaja. Remaja membutuhkan penyesuaian yang baik

denga perubahan dalam tubuhnya. Kematangan yang berbeda yang

dialami oleh setiap remaja membuat remaja yang mengalami

pubertas lebih awal akan menjadi lebih sensitif dan merasa berbeda

dengan yang lain, namun seiring dengan waktu ia dapat

menyesuaikan diri. Jadi dalam penyesuaian perkembangan fisik

inilah nantinya remaja dapat berkembang menjadi remaja yang 17

mampu berhubungan dengan orang lain atau tidak (Djiwandono,

2002).

b) Perkembangan Kognitif

Potter & Perry (2005) menjelaskan selama masa remaja

terjadi perubahan dalam pemikiran dan perluasan lingkungan,

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

41

namun tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai remaja tidak

mampu mencapai perkembangan neurologis dan tidak mampu

diarahkan untuk dapat berpikir rasional. Kemampuan kognitif yang

diperlihatkan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pengalaman

masa lalunya, pendidikan formal yang ia dapat, dan motivasi.

Djiwandono (2005) menjabarkan dalam teori perkembangan

kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan

berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara

operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran

mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari

pengalaman mereka sendiri.

c) Perkembangan Psikososial

Soetjiningsih (2004) menjelaskan mengenai masa remaja

yang identik dengan kematangan seksualnya menjadi hal yang

sangat berperan penting dalam perkembang psikososialnya.

Kematangan seksual yang diiringi dengan perubahan bentuk tubuh

apabila tidak diketahui oleh remaja dengan baik dapat

menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Kecepatan kemajuan

kematangan seksual yang berbeda pada setiap individu bisa

menjadikan seorang remaja 18menjadi merasa berbeda dan tidak

mau bergaul dengan teman sebayanya. Contohnya pada anak

perempuan yang mengalami kematangan seksual lebih dulu akan

merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan teman sebayanya,

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

42

namun sebaliknya pada anak laki-laki yang mengalami

keterlambatan kematangan akan menjadikan dirinya terlihat lebih

kecil dari yang lain.

Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya

tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja

dihadapkan pada keputusan dan membutuhkan informasi yang

akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual,

penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan

kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah,

buku-buku, atau teman sebaya. Sering kali informasi yang remaja

dapatkan tidak diaplikasikan dalam gaya hidup karena remaja tidak

merasa rentan dan kurangnya kewaspadaaan karena meyakini

bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka

(Potter & Perry, 2005).

2.5. Kerangka Berpikir

Dari uraian di atas merupakan salah satu cara agar penelitian yang

dilakukan bisa dimengerti dan mudah di pahami. Dengan memberikan

pedoman langkah yang diambil dalam penulisan ini adalah dengan

memberikan kerangka dalam penulisan skripsi yang dikenal dengan kerangka

pemikiran. Adapun kerangka pemikiran yang penulis kemukakan adalah

sebagai berikut:

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00057-PS Bab2001.pdf · Bab ini merupakan uraian dari definisi dan teori yang relevan

43

Bagan 2.1

Hubungan Antar Variabel Penelitian

Keterangan:

X1 = konformitas teman sebaya

X2 = konsep diri

X3 = kenakalan remaja

Konformitas Teman Sebaya

(X1) Kenakalan Remaja

(X3) Konsep Diri

(X2)