BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis …repository.ump.ac.id/223/3/Tri Astuti_BAB II.pdf......

19
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian yang dulu dengan yang akan ditulis agar tidak disangka plagiat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Desi Ardianingsih (2009) berjudul Eufemisme dalam Rubrik Seksologi dan Ginekologi Majalah Wanita. Penelitian yang berupa Skripsi karya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini menyimpulkan bahwa: 1. Bentuk satuan gramatik eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni September tahun 2008 berupa kata dan frasa. 2. Nilai rasa yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 adalah nilai rasa tidak baik yang mencakup konotasi tidak pantas dan konotasi kasar. 3. Pemakaian eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 bertujuan menggantikan bentuk gramatik (kata ataufrasa) yang mengandung konotasi tidak baik. Hal ini untuk menjaga dan memelihara keharmonisan hubungan dengan pemirsanya. 4. Referensi eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 mencakup keadaan, aktivitas, bagian tubuh, orang, benda dan penyakit. 6 Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis …repository.ump.ac.id/223/3/Tri Astuti_BAB II.pdf......

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk

memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian yang dulu

dengan yang akan ditulis agar tidak disangka plagiat. Penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Desi Ardianingsih (2009) berjudul Eufemisme dalam Rubrik Seksologi

dan Ginekologi Majalah Wanita. Penelitian yang berupa Skripsi karya mahasiswa

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini

menyimpulkan bahwa:

1. Bentuk satuan gramatik eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi

majalah wanita bulan Juni – September tahun 2008 berupa kata dan frasa.

2. Nilai rasa yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi

majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 adalah nilai rasa tidak baik

yang mencakup konotasi tidak pantas dan konotasi kasar.

3. Pemakaian eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita

bulan Juni-September tahun 2008 bertujuan menggantikan bentuk gramatik (kata

ataufrasa) yang mengandung konotasi tidak baik. Hal ini untuk menjaga dan

memelihara keharmonisan hubungan dengan pemirsanya.

4. Referensi eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan

Juni-September tahun 2008 mencakup keadaan, aktivitas, bagian tubuh, orang,

benda dan penyakit.

6

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

7

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sekarang yaitu pada

masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya

yaitu bentuk eufemisme, konotasi yang digantikan dengan eufemisme dan macam

referen eufemisme. Sedangkan pada penelitian sekarang masalah penelitian yang

digunakan hanya bentuk eufemisme dan konotasi yang digantikan dengan eufemisme.

Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu rubrik seksologi dan ginekologi,

sedangkan pada penelitian sekarang sumber data yang digunakan yaitu rubrik

problematika. Persamaan penelitian sekarang dan penelitian sebelumnya yaitu sama-

sama mendeskripsikan eufemisme.

B. Pengertian Semantik

Kata semantik adalah istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang

mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, atau

dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti

dalam bahasa. Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang

arti dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer,

2002: 2-6). Menurut Verhaar ( dalam Pateda 2001:7), semantik berarti teori makna

atau teori arti. Selain untuk memahami makna atau arti dari unsur sebuah bahasa,

kajian semantik juga menganalisis tentang sebuah maksud dan sebuah tindak ujar.

C. Makna

1. Pengertian Makna

Menurut Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 1994: 287) makna adalah

pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

8

Tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu unsur yang

„mengartikan‟ yang wujudnya berupa runtunan bunyi, dan unsur yang „diartikan‟ yang

wujudnya berupa pengertian atau konsep. Misalnya tanda linguistik berupa

(ditampilkan dalam bentuk ortografis) <meja> terdiri dari komponen mengartikan,

yakni berupa runtunan fonem /m/, /e/, /j/, dan /a/, dan komponen diartikan berupa

konsep atau makna „sejenis perabot kantor atau rumah tangga‟. Menurut

Djajasudarma makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu

sendiri (terutama kata-kata). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna

adalah makna atau maksud suatu kata.

2. Aspek Makna

a. Sense (Pengertian)

Aspek pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara atau penulis dan kawan

bicara berbahasa sama. Makna pengertian tersebut juga tema, yang melibatkan ide

atau pesan yang dimaksud. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kawan

bicara menggunakan kata-kata yang mengandung ide atau pesan yang dimaksud.

Dalam hal ini istilah sense juga menyangkut tema pembicaraan sehari-hari, misal:

tentang cuaca: (1) Hari ini hujan,(2)Hari ini mendung. Di dalam komunikasi tersebut

tentu ada unsur pendengar (ragam lisan) dan pembaca (ragam tulis), yang mempunyai

pengertian yang sama terhadap satuan- satuan hari, ini, hujan, dan mendung. Kita

memahami tema di dalam informasi tersebut karena apa yang kita katakan atau apa

yang didengar memiliki pengertian dan tema. Kita mengerti tema karena kita paham

akan kata-kata yang melambangkan tema tersebut.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

9

b. Feeling (Perasaan)

Aspek perasaan berhubungan dengan sikap pembaca terhadap situasi

pembicaraan. Di dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan

perasaan (misal, sedih, panas, dingin, gembira, jengkel, gatal). Untuk menyatakan

situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut, digunakan kata-kata

yang sesuai dengan situasinya. Misalnya, pada situasi sedih tidak akan muncul

ekspresi gembira, “Turut berduka cita” dan “Ikut bersedih.” Hal itu disebabkan

ekspresi tersebut hanya muncul dan cocok pada situasi kemalangan atau kesedihan,

misal, bila ada yang meninggal dunia. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sesuai

dengan perasaan. Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari

pengalaman. Misalnya, dia mengatakan “Penipu kau!”, merupakan ekspresi yang

berhubungan dengan pengalaman tentang orang yang disebut “Kau.” Dia merasa

pantas menyebut orang yang disebut “Kau” sebagai penipu karena tindakannya yang

tidak baik.

c. Tone ( Nada )

Aspek nada (tone) adalah “an attitude to his listener” (sikap pembicara

terhadap kawan bicara) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis terhadap

pembaca. Aspek nada ini melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai

dengan keadaan kawan bicara dan pembicara sendiri. Apakah pembicara telah

mengenal pendengar, apakah pembicara berkelamin sama dengan pendengar, atau

apakah latar belakang sosial-ekonomi pembicara sama dengan pendengar, apakah

pembicara berasal dari daerah yang sama dengan pendengar. Hubungan pembicara-

pendengar (kawan bicara) akan menentukkan sikap yang akan tercemin di dalam kata-

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

10

kata yang akan digunakan. Aspek nada ini berhubungan pula dengan aspek perasaan.

Bila penutur jengkel maka sikap dia akan berlainan dengan sikap ketika perasaannya

bergembira, bila jengkel, dia akan memilih aspek nada meninggi, bila memerlukan

sesuatu, dia akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek

makna nada berikut:

(1) Kereta api dari Yogya sudah datang.

(2) Kereta api dari jogya sudah datang?

(3) Pergi !

d. Intension (Tujuan)

Aspek tujuan ini adalah “his aim, conscious or unconscious, the effect he is

endeavouring to promote” (tujuan atau maksud, baik disadari maupun tidak, akibat

usaha dari peningkatan). Apa yang dia ungkapkan di dalam aspek tujuan memiliki

tujuan tertentu, misal, dengan mengatakan “Penipu kau!” tujuannya supaya kawan

bicara mengubah kelakuan (tindakan) yang tidak diinginkan tersebut. Aspek ini berarti

berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai melalui pernyataan atau ungkapan kita.

Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat deklaratif,

persuasif, imperatif, naratif, politis, dan paedagogis (pendidikan). Keenam sifat

pernyataan tersebut dapat melibatkan fungsi bahasa di dalam komunikasi.

D. Eufemisme

1. Pengertian Eufemisme

Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizien yang berarti berbicara

dengan kata-kata yang jelas dan wajar, yang diturunkan dari eu‟ baik‟ + phanai

„berbicara‟. Jadi, secara singkat eufemisme berarti pandai berbicara, berbicara baik

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

11

(Dale, 1971 dalam Tarigan, 1985). Lebih lanjut menurut beliau bahwa eufemisme

adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap

merugikan, dirasakan kasar, atau yang tidak menyenangkan (Tarigan, 1985: 143).

Menurut Keraf (2006:132) menyatakan bahwa eufemisme adalah semacam acuan

berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-

ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan

menghina, menginggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak

menyenangkan.Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dikatakan bahwa

eufemisme merupakan suatu usaha dalam pemakaian bahasa untuk menggantikan

kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Kata-kata yang dianggap kasar

diganti dengan kata-kata yang lebih halus. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan

eufemisme. Ungkapan pelembut ini ada pada semua bahasa yang digunakan untuk

menjaga perasaan orang lain. Di dalam situasi dan keadaan tertentu kita memerlukan

timbang rasa.

E. Bentuk Eufemisme

Yang dimaksud bentuk di sini adalah bentuk satuan-satuan gramatik yang

digunakan sebagai eufemisme. Satuan gramatik adalah satuan-satuan yang

mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatik (Ramlan, 2009: 27). Arti

leksikal adalah arti yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun.

Berbeda dengan arti leksikal, arti gramatik baru ada kalau terjadi proses gramatikal,

seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Satuan gramatik meliputi morfem, kata,

frase, klausa, kalimat, dan wacana. Satuan-satuan gramatik yang digunakan sebagai

eufemisme hanya berupa kata, frasa, dan klausa.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

12

1. Kata

Kata ialah satuan bebas yang paling kecil. Atau dengan kata lain, setiap satu

satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 2009: 33). Menurut Chaer (1994: 162) kata

satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang

diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Berdasarkan definisi-definisi di atas

dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan yang paling kecil yang memiliki satu

pengertian. Perhatikan contoh kata-kata berikut: mobil, rumah, sepeda,ambil, dingin,

dan kuliah. Keenam kata yang kita ambil itu kita akui sebagai kata karena setiap kata

mempunyai makna. Berbeda dengan kata adepes, libma, ninggis, dan haklab. Kata

tersebut merupakan bukan termasuk kata dari bahasa Indonesia karena tidak

mempunyai makna. Dalam penelitian ini peneliti mengamati bentuk eufemisme yang

berupa kata secara spesifik yaitu:

a. Kata Dasar

Menurut Tarigan (2009: 20) kata dasar adalah satuan terkecil yang menjadi

asal atau permulaan suatu kata kompleks. Kata dasar adalah kata yang belum

mendapat penambahanbaik awalan maupun akhiran http://id. answers. yahoo.

com/question/index?qid= 20080409040004 AA1 hONF. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa kata dasar adalah satuan terkecil atau kata yang belum mendapat

penambahan baik awalan maupun akhiran atau belum mengalami proses afiksasi.

Contoh eufemisme yang berbentuk kata dasar misalnya mantan yang menggantikan

bekas. Eufemisme hamil yang menggantikan kata bunting.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

13

b. Kata Bentukan

1) Kata Berimbuhan

Kata berimbuhan adalah kata yang mengalami pengimbuhan atau afiksasi

http://mersiku.jw.lt/materi/bahasa_indonesia_7. Imbuhan atau afiks adalah morfem

terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil

pengimbuhannya menghasilkan kata berimbuhan atau kata turunan. Dari definisi-

definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata berimbuhan adalah kata yang telah

mengalami pengimbuhan atau afiksasi. Contoh eufemisme yang berbentuk kata

berimbuhan misalnya dimakamkan yang menggantikan dikuburkan.

2) Kata Majemuk

Kata majemuk adalah bergabungnya dua kata dasar atau lebih secara padu dan

menimbulkan arti yang relatif baru (Muslich,2009:57). Kata majemuk adalah kata

yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Disamping itu, ada juga kata majemuk

yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya. Misalnya, daya

tahan, lempar lembing, dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semuanya, misalnya

lomba lari, jual beli, simpan pinjam, dan lain-lain. Para tata bahasa struktural

menitikberatkan kajian pada struktur, datang dengan konsep bahwa kedua unsur kata

majemuk tidak bisa dipisahkan dengan unsur lain dan tidak bisa dibalik susunannya.

Umpamanya bentuk mata sapi dalam arti telur yang digoreng tanpa dihancurkan

adalah sebuah kata majemuk sebab tidak bisa dipisah, misalnya menjadi matanya sapi

atau mata dari sapi atau tidak bisa dibalikkan menjadi sapi mata. Contoh eufemisme

yang berbentuk kata majemuk misalnya pembantu rumah tangga yang menggantikan

babu.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

14

3) Kata bentukan di luar proses morfologi (akronim)

Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata saja,

dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya merupakan kepanjangan kata

tersebut (Pateda, 2001:150). Menurut Chaer (1994: 192) akronim adalah hasil

pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud

pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, berupa pengekalan

suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga secara tidak beraturan. Contoh

eufemisme yang berbentuk kata bentukan di luar proses morfologi (akronim) misalnya

lapas yang menggantikan penjara.

2. Frasa

Frasa ialah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak

melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 2005:138). Frasa merupakan bagian

dari klausa, jadi apabila frasa mempunyai ciri-ciri klausa maka tidak lagi menjadi

frasa tetapi klausa (Soeparno, 1988: 80). Frasa merupakan satuan linguistik yang lebih

besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Selain itu frasa merupakan

kumpulan kata nonpredikat. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya

uwiiesworld.wordpress.com/2011. Jadi dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan

gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak memiliki predikat dalam

strukturnya. Contoh eufemisme yang berbentuk frasa yaitu pemutusan hubungan kerja

yang menggantikan bentuk pemecatan, pemberlakukan tarif baru menggantikan

bentuk kenaikan harga dan tingkat perekonomian yang rendah menggantikan bentuk

kemiskinan.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

15

3. Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkontruksi

predikati. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata dan frase, yang

berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan

sebagai keterangan (Chaer,1994: 231). Soeparno (1988: 82) mendeskripsikan bahwa

klausa sebagai suatu satuan gramatikal yang berkonstruksi Subjek (S) –Predikat (P).

Jadi dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek

dan predikat bisa juga disertai objek dan keterangan. Contoh eufemisme yang

berbentuk klausa yaitu menafkahi keluarga menggantikan bentuk mencari uang untuk

keluarga.

F. Konotasi

1. Pengertian Konotasi

Konotasi adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respon mengandung

nilai-nilai emosional. Makna konotasi sebagian terjadi karena pembicara ingin

menimbulkan perasaan setuju, tidak setuju, senang, tidak senang, dan sebagainnya

pada pihak pendengar. Di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa

pembicaranya juga memendam perasaan yang sama (Keraf, 2006:29). Menurut

Tarigan(1985: 59), menyatakan bahwa nilai rasa sama pengertiannya dengan konotasi.

Konotasi atau nilai rasa adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, yang biasanya

bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata.

2. Macam-macam Konotasi

Berdasarkan sifatnya, konotasi menurut Tarigan (1985: 59) dibedakan menjadi

dua macam yaitu konotasi individual dan konotasi kolektif. Konotasi individual

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

16

adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri bagi orang perseorangan. Konotasi

kolektif adalah nilai rasa yang berlaku untuk para anggota suatu golongan atau

masyarakat. Perlu diketahui benar-benar bahwa penelitian terhadap nilai rasa

individual jauh lebih sulit daripada nilai rasa kolektif, sebab untuk mengetahui nilai

rasa individual kita harus meneliti setiap individu baik lahir maupun batin, sejarah,

perkembangannya, dan aspek-aspek lainnya. Selanjutnya konotasi kolektif atau nilai

rasa kelompok ini secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu konotasi baik dan

konotasi tidak baik.

a. Konotasi Baik

1) Konotasi Tinggi

Konotasi tinggi merupakan kata-kata sastra dan kata-kata klasik yang lebih

indah dan anggun terdengar oleh telinga kita. Di samping itu, kata-kata asing juga

pada umumnya menimbulkan anggapan rasa segan, terutama bila orang kurang atau

sama sekali tidak memahami maknanya. Dengan kata lain, kata-kata asing yang

demikian juga berkonotasi tinggi. Oleh karena itu, kata-kata tersebut mendapat

konotasi atau nilai rasa tinggi atau konotasi baik. Contoh kata-kata yang mengandung

nilai rasa tinggi yaitu aksi „gerakan‟, bandar „pelabuhan‟, bahtera „perahu, kapal‟ dan

lain-lain.

2) Konotasi Ramah

Ketika berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan masyarakat, kita

sering menggunakan bahasa daerah ataupun dialek untuk menyatakan hal-hal yang

langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Karena dengan menggunakan

bahasa daerah justru lebih mudah, lebih cepat terasa akrab, dan ramah daripada

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

17

menggunakan bahasa Indonesia yang terkesan kaku dan terlalu formal. Jadi, dapat

disimpulkan kata-kata yang memiliki makna konotasi ramah biasanya terdapat dalam

bahasa daerah. Berikut beberapa contoh kata-kata yang terasa mengandung konotasi

ramah:Akur „cocok,sesuai‟, Berabe„susah‟, dan Cialat„angsur‟. Sehubungan dengan

dua jenis konotasi baik di atas yaitu konotasi tinggi dan konotasi ramah, penulis

menyimpulkan bahwa eufemisme bisa mengandung keduanya yaitu konotasi tinggi

dan konotasi ramah.

b. Konotasi Tidak Baik

1) Konotasi berbahaya

Konotasi berbahaya, yaitu salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan

erat dengan kepercayaan masyarakat terutama yang bersifat magis. Pada saat tertentu,

ada kata-kata yang pengucapannya harus dihindari karena dapat mendatangkan mara

bahaya. Contoh kata yang mengandung konotasi berbahaya yaitu harimau. Konteks

kalimat: ” pada saat Andri mencari kayu bakar di hutan tiba-tiba ada harimau yang

mau mendekati Andri (dalam hatinya Andripun ketakutan).” Andripun berkata: kiai

tolong jangan ganggu saya, disini saya Cuma mau mencari kayu bakar. Penggunaan

Kata harimau pada konteks kalimat di atas bisa diganti dengan kata nenek atau kiai.

Dalam hal ini kata harimau mempunyai konotasi berbahaya karena erat sekali

berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat magis.

Oleh karena itu, kata harimau diganti dengan kata nenek dan kiai yang mengandung

nilai rasa tidak berbahaya.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

18

2) Konotasi tidak pantas

Konotasi tidak pantas, yaitu salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan

erat dengan kelas sosial dalam masyarakat. Pemakaian atau pengucapan kata-kata

yang mempunyai rasa tidak pantas dapat menyinggung perasaan lawan bicara atau

objek pembicaraan. Hal tersebut dapat terjadi terutama jika pembicara mempunyai

martabat lebih rendah daripada lawan bicara atau objek pembicaranya. Oleh karena

itu, apabila seseorang sebelum mengucapkan sesuatu hendaknya dipikir terlebih

dahulu, apakah kata tersebut pantas atau tidak untuk diucapkan, karena tidak semua

kata memiliki nilai rasa yang pantas untuk diucapkan. Contoh kata yang mengandung

konotasi tidak pantas yaitu beranak kata ini bisa diganti dengan konotasi yang lebih

pantas „bersalin‟.

3) Konotasi tidak enak

Jika konotasi tidak pantas membicarakan kata-kata yang memang tidak

sepantasnya untuk diucapkan. Maka konotasi tidak enak membicarakan kata-kata

yang memiliki rasa tidak enak untuk didengar oleh telinga. Konotasi tidak enak

mendapat nilai rasa tidak enak. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang

mempunyai nilai rasa tidak enak ini kurang baik untuk diungkapkan. Kata-kata

semacam ini disebut dengan istilah latin “ in malem partem.” Berikut contoh kata-kata

yang memiliki makna konotasi tidak enak, orang udik (orang desa), keluyuran (jalan-

jalan), royal (menghambur-hampurkan), lacur (celaka, sial, sundal), cingcong (ulah,

omong), petengtengan (berlagak pandai), ludes (habis sama sekali), jalang (liar, tidak

dipelihara orang), mata keranjang (sangat gemar akan perempuan) dan lain-lain.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

19

4) Konotasi kasar

Konotasi kasar, yaitu salah satu jenis rasa kolektif yang sering digunakan oleh

rakyat jelata. Biasanya kata-kata tersebut berasal dari suatu dialek dan akibat pengaruh

dari budaya luar. Ungkapan-ungkapan tersebut sering diganti karena dianggap kurang

sopan apabila digunakan dalam pembicaraan dengan orang yang disegani. Contohnya,

kata kontol yang merupakan kata umum ( semua kalangan ) tidak cocok untuk

digunakan. Terlebih jika objek pembicaraannya orang yang disegani, karena itu kata

tersebut sering diganti dengan kemaluan lelaki, dan kata babe yang berasal dari dialek

Betawi diganti dengan bapak.

5) Konotasi keras

Untuk melebih-lebihkan suatu keadaan, biasanya seseorang memakai kata-kata

atau ungkapan-ungkapan. Jika ditinjau dari segi arti maka hal tersebut dapat disebut

hiperbola, dan kalau dari segi nilai rasa atau konotasi disebut konotasi keras.Biasanya

kata-kata atau ungkapan yang memiliki konotasi keras, lebih suka diucapkan orang-

orang, karena sebagian masyarakat dalam menegur atau menyindir seseorang secara

tidak langsung lebih suka melalui kata-kata atau ungkapan yang bermakna konotasi

keras daripada secara langsung berterus-terang ke inti permasalahan, dengan alasan

untuk menghindari suatu perselisihan. Kata-kata yang memiliki konotasi keras tidak

hanya bermakna negatif, tetapi juga bermakna positif seperti memuji seseorang atau

menggambarkan sesuatu yang luar biasa. Contohnya, cantik molek, Puji Tuhan dan

jurang kematian.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

20

c. Konotasi Netral atau Biasa

1) Konotasi bentukan sekolah

Dalam bahasa Inggris konotasi bentukan sekolah disebut conotation of learned

form. Konotasi bentukan sekolah ini sebenarnya merupakan batas antara nilai rasa

bentukan sekolah dengan nilai rasa biasa. Tetapi karena frekuensi yang luas maka

nilai rasa biasa mempunyai suatu kesejajaran dengan nilai rasa bentukan sekolah.

Misalnya dari kehidupan sehari-hari, kalau orang biasa mengatakan “saya datang

tengah hari.” Maka orang terpelajar atau pelajar akan mengatakan “saya datang pukul

12.00 tepat siang.”

2) Konotasi kanak-kanak

Dalam bahasa Inggris konotasi kanak-kanak disebut infantile connotation.

Konotasi kanak-kanak merupakan nilai rasa yang biasanya terdapat di dalam dunia

kanak-kanak. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua pun juga sering pula

memakai nilai rasa tersebut. Konotasi kanak-kanak ini merupakan nilai rasa yang

biasanya digunakan anak-anak maupun orang tua untuk memanjakan diri sendiri. Oleh

karena itu, baik anak-anak maupun orang tua sering sekali memakai nilai rasa

tersebut. contoh: papa „bapa, ayah‟, mimi „minum‟, bobo „tidur‟, dan nyonyo

„menyusu‟.

3) Konotasi hipokorostik

Dalam bahasa Inggris konotasi hipokorostik biasa disebut pet-name or

hypochoristic connotation. Konotasi hipokorostik ini merupakan konotasi yang sering

sekali dipakai dalam dunia kanak-kanak, yaitu pemakaian sebutan nama kanak-kanak

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

21

yang dipendekkan lalu diulang. Konotasi hipokorostik ini merupakan nilai rasa yang

digunakan anak kecil yang baru belajar berbicara. Tidak mungkin seorang anak kecil

yang baru belajar berbicara langsung lancar dalam berbicara. Oleh karena itu, anak

kecil yang baru belajar berbicara sering menggunakan sebutan nama yang

dipendekkan lalu diulang. Contoh : Lolo, Lili, Lala,Nana, Nono, Mimi, Tata, Titi,

Dede, Toto, Didi, Aa, dan Uu.

4) Konotasi bentuk nonsense

Konotasi bentuk nonsense dalam bahasa Inggris disebut dengan connotation of

nonsense-form. Konotasi bentuk nonsense ini merupakan nilai rasa yang sudah lazim

dipakai oleh orang, tetapi nilai rasa ini tidak mengandung arti. Contohnya kata-kata

tra-la-la, pam-pam-pam, na-nana-nana, dan tri-li-li. Tujuan penggunaan eufemisme

adalah untuk menghindari bentuk larangan atau tabu. Oleh karena itu, dari ketiga

macam konotasi kolektif yang harus dihindari yaitu konotasi yang tidak baik. Macam

konotasi yang tidak baik yaitu konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi

tidak enak, konotasi kasar dan konotasi keras. Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa konotasi yang bentuknya harus digantikan dengan bentuk

eufemisme yaitu konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak,

konotasi kasar, dan konotasi keras.

Sedikit berbeda dengan pendapat Tarigan, Chaer (2007: 292) menyebutkan

bahwa konotasi dibedakan menjadi tiga, yaitu konotasi positif, konotasi negatif, dan

konotasi netral. Konotasi positif adalah nilai rasa yang mengenakan. Sebaliknya,

konotasi negatif adalah nilai rasayang tidak mengenakan yang bisa membuat orang

tersinggung. Konotasi netral adalah konotasi yang tidak menimbulkan nilai rasa

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

22

positif atau negatif. Berdasarkan jenis-jenis konotasi yang diuraikan di atas peneliti

menyimpulkan bahwa eufemisme mengandung konotasi positif yaitu nilai rasa yang

mengenakan, menyenangkan, bahkan tidak membuat orang tersinggung. Sesuai

dengan definisi eufemisme di atas konotasi positif tersebut meliputi nilai rasa sopan,

nilai rasa halus, dan nilai rasa tinggi.

G. Rubrik “Poblematika”

1. Pengertian Rubrik

Menurut Sugono (dalam kamus besar bahasa Indonesia, 2008: 1321) rubrik

yaitu karangan yang bertopik tertentu di surat kabar,majalah dan sebagainya. Menurut

Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 1186) rubrik adalah kepala

karangan (ruangan tetap) di surat kabar,majalah dan sebagainya. Dari pendapat di atas

dapat disimpulkan rubrik adalah kepala karangan dalam media cetak baik surat kabar

maupun majalah. Rubrik dalam surat kabar misalnya, tajuk rencana, surat pembaca

atau dogeng anak. Selain dalam surat kabar, rubrik juga dimuat dalam majalah.

Misalnya rubrik pengetahuan, arena anak atau apa kabar kawan. Isi rubrik ada yang

secara jelas ditampilkan oleh penulis (tersurat) dan ada yang tidak secara jelas

ditempilkan oleh penulis (tersirat). Isi rubrik merupakan pokok masalah yang

dibicarakan dalam rubrik. Rubrik memuat isi dan pesan yang ingin disampaikan

penulis kepada pembaca. Isi rubrik merupakan hal pokok yang dibahas dalam rubrik.

Sementara itu pesan rubrik merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat

dalam rubrik yang ditunjukan kepada pembaca.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

23

2. Pengertian Poblematika

Poblematika berasal dari akar kata bahasa Inggris “poblem”. Artinya,soal,

masalah, atau teka-teki. Poblematika juga berarti ketidaktentuan.

http://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/.

Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 896) problem adalah masalah atau

persoalan, jadi problematika itu sendiri berarti permasalahan atau persoalan yang

sedang terjadi. Dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat

dipecahkan yang menimbulkan permasalahan. Dari kesimpulan mengenai rubrik dan

poblematika maka dapat disimpulkan bahwa rubrik poblematika adalah rubrik yang

berisikan informasi-informasi mengenai persoalan-persoalan yang terjadi yang ada di

dalam majalah Kartini.

H. Majalah Kartini

1. Pengertian Majalah

Menurut Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 698) majalah

adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan

topik aktual yang patut diketahui pembaca. Menurut waktu penerbitannyamajalah

dibedakan atas bulanan, tengah bulanan, mingguan. Menurut pengkhususan isinya

dibedakan atas berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dan

sebagainya. Oleh karena itu, majalah dijadikan salah satu pusat informasi bacaan yang

sering dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca dalam mencari suatu hal yang

diinginkannya. Eksistensi majalah muncul karena kebutuhan masyarakat akan

informasi beragam yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat saat ini.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014

24

2. Pengertian Kartini

Kartini atau yang sering disebut Raden Adjeng Kartini adalah pahlawan

wanitayang lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah dan

pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini

dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.Raden Ajeng Kartini

merupakan pahlawan wanita yang mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan

kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan

pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Dari kesimpulan mengenai majalah dan Kartini maka dapat disimpulkan bahwa

majalah Kartini adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan

jurnalistik, pandangan topik aktual yang patut diketahui pembacayang berisikan

berbagai informasi.

Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014