BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian...

45
13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Audit Jasa auditing digunakan secara meluas baik pada perusahaan swasta maupun pemerintah. Alasan ekonomi yang mendorong diperlukan auditing dilatar belakangi oleh pada kondisi masyarakat yang semakin kompleks dan menghindari ketidakakuratan suatu laporan, Mulyadi (2014). 2.1.1 Pengertian Audit Adapun pengertian yang berbeda dari beberapa ahli sebagai berikut : Menurut Mulyadi (2014), auditing sebagai : Auditing ialah suatu proses sistematik untuk memperoleh & mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan & kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, dan penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”. Menurut Arens dan Loebbecke (2015), auditing sebagai : “Auditing merupakan suatu proses pengumpulan & pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan & melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.” Pengertian atau definisi menurut Arens et al (2010: 4) adalah:

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Audit

Jasa auditing digunakan secara meluas baik pada perusahaan

swasta maupun pemerintah. Alasan ekonomi yang mendorong diperlukan

auditing dilatar belakangi oleh pada kondisi masyarakat yang semakin

kompleks dan menghindari ketidakakuratan suatu laporan, Mulyadi

(2014).

2.1.1 Pengertian Audit

Adapun pengertian yang berbeda dari beberapa ahli sebagai berikut :

Menurut Mulyadi (2014), auditing sebagai :

“Auditing ialah suatu proses sistematik untuk memperoleh &

mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

tentang kegiatan & kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan

tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria

yang telah ditetapkan, dan penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai

yang berkepentingan”.

Menurut Arens dan Loebbecke (2015), auditing sebagai :

“Auditing merupakan suatu proses pengumpulan & pengevaluasian

bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu

entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen

untuk dapat menentukan & melaporkan kesesuaian informasi dengan

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh

seorang yang independen dan kompeten.”

Pengertian atau definisi menurut Arens et al (2010: 4) adalah:

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

14

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence

between

the information and established criteria. Auditing should be done by a

competent, independent person.”

Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi

untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu

dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang

yang kompeten, independen dan berintegritas.

Dari definisi-definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa

audit adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam audit dilakukan tindakan-tindakan menyimpulkan

(accumulate), mengevaluasi (evaluate), menentukan (determine),

dan melaporkan (report).

2. Informasi-informasi yang dapat diukur dan kriteria-kriteria yang

telah ditetapkan syarat dalam melakukan pemeriksaan adalah

informasi yang terpercaya atau dapat dibuktikan kebenarannya dan

kriteria standar yang dapat digunakan oleh auditor sebagai

pedoman dalam mengevalusi informasi-informasi tersebut.

3. Untuk memenuhi tujuan audit, auditor harus memperoleh bukti

dengan kualitas dan jumlah yang mencukupi. Bukti (evidence)

adalah setiap informasi yang digunakan auditor untuk menentukan

apakah informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan kriteria

yang telah ditetapkan.

4. Pengumpulan dan pengevaluasian bukti, adanya bukti-bukti yang

memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi menu sangat

diperlukan untuk menentukan kegiatan audit. Bahan bukti dapat

terdiri dari bermacam bentuk yang berbeda termasuk peringatan

lisan dari pihak yang diaudit (klien). Komunitas dengan pihak

ketiga dan hasil pengamatan auditor.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

15

5. Auditor harus independen dan kompeten, independen berarti bebas

dari pengaruh-pengaruh hingga batas-batas tertentu. Sedangkan

kompeten berarti auditor harus mempunyai pengetahuan dan

pengalaman yang cukup agar dapat memahami kriteria-kriteria

yang dipergunakan.

6. Pelaporan, Pelaporan hasil audit harus mampu memberikan

informasi mengenai kesesuaian informasi yang diperiksa dengan

kriteria yang telah ditetapkan.

2.1.2 Tujuan Audit

Perusahaan perlu memiliki suatu pengendalian intern untuk

menjamin tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Untuk dapat

mencapai tujuan tersebut maka dalam pelaksanaan kegiatan harus diawasi

dan sumber ekonomi yang dimiliki harus dikerahkan dan digunakan sebaik

mungkin. Berdasarkan beberapa definisi audit yang telah dikemukakan di

atas, dapat diketahui bahwa tujuan audit pada umumnya untuk

menentukan keandalan dan integritas informasi keuangan; ketaatan dengan

kebijakan, rencana, prosedur, hukum, dan regulasi; serta pengamanan

aktiva. Dengan demikian tujuan audit menghendaki akuntan memberi

pendapat mengenai kelayakan dari pelaporan keuangan yang sesuai

standards auditing.

Menurut Tuanakotta (2014:84) tujuan audit adalah :

“Mengangkat tingkat kepercayaan dari pemakai laporan keuangan yang

dituju, terhadap laporan keuangan itu. Tujuan itu dicapai dengan

pemberian opini oleh auditor mengenai apakah laporan keuangan disusun

dalam segala hal yang material sesuai dengan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku.”

Menurut Arens dkk (2015:168) :

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

16

Tujuan audit adalah “untuk menyediakan pemakai laporan keuangan

suatu pendapat yang diberikan oleh auditor tentang apakah laporan

keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai

dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Pendapat

auditor ini menambah tingkat keyakinan pengguna yang bersangkutan

terhadap laporan keuangan.”

2.1.3. Jenis – Jenis Audit

Dalam melaksanakan pemeriksaan, ada beberapa jenis audit yang

dilakukan oleh para auditor sesuai dengan tujuan pelaksanaan

pemeriksaan. Menurut Agoes (2012:11-13) ditinjau dari jenis

pemeriksaannya, audit bisa dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

1. Manajemen Audit (Operational Auditing) Suatu pemeriksaan terhadap

kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan

kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk

mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara

efektif, efisien dan ekonomis. Pendekatan audit yang biasa dilakukan

adalah menilai efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan dari masing-

masing fungsi yang terdapat dalam perusahaan. Misalnya fungsi

penjualan dan pemasaran, fungsi produksi, fungsi pergudangan dan

distribusi, fungsi personalia (sumber daya manusia), fungsi akuntansi

dan fungsi keuangan.

2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Auditing) Pemeriksaan yang

dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah menaati

peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang

ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

17

komisaris) maupun pihak eksternal (pemerintah, Bapepam LK, Bank

Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, dan lain-lain). Pemeriksaan bisa

dilakukan baik oleh KAP maupun bagian Internal Audit.

3. Pemeriksaan Intern (Internal Auditing) Pemeriksaan yang dilakukan

oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan

dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan

manajemen yang telah ditentukan.

4. Computer Auditing Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang

memproses data akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data

Processing (EDP) System. Ada 2 (dua) metode yang bisa dilakukan

auditor :

a) Audit Around The Computer. Dalam hal ini auditor hanya

memeriksa input dan output dari EDP System tanpa

melakukan tes terhadap proces dalam EDP System tersebut.

b) Audit Through The Computer. Selain memeriksa input dan

output, auditor juga melakukan tes proses EDP-nya.

Pengetesan tersebut (merupakan compliance test) dilakukan

dengan menggunakan Generalized Audit Software, ACL dll

dan memasukan dummy data (data palsu) untuk mengetahui

apakah data tersebut diproses sesuai dengan sistem yang

seharusnya. Dummy data digunakan agar tidak mengganggu

data asli. Dalam hal ini KAP harus mempunyai Computer

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

18

Auditing Specialist yang merupakan auditor berpengalaman

dengan tambahan keahlian di bidang computer information

system audit.

Sedangkan menurut Mulyadi (2014:30-32) auditing umumnya

digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit). Audit

laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor

independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh

kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran

laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan ini,

auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas

dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit). Audit kepatuhan adalah

audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit

sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit

kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang

membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam

pemerintahan.

3. Audit Operasional (Operational Audit). Audit operasional

merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau

bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan

tertentu. Pihak yang memerlukan audit operasional adalah

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

19

manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional

diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit

tersebut.

2.1.4. Standar Audit

Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (SPAP,

2011) mengharuskan auditor menyatakan apakah menurut pendapatnya,

laporan keuangan disajikan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia dan jika ada, menunjukan adanya ketidakkonsistenan penerapan

prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan

dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode

sebelumnya.

Menurut Arens et.al (2012:42) menyatakan bahwa:

“Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor

memenuhi tanggungjawab profesionalnya dalam audit atas laporan

keuangan historis.Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas

profesional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan

dan bukti”.

Standar auditing yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia

adalah sebagai berikut (SPAP, 2011:150.1) :

1. Standar umum:

a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang

memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai

auditor.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

20

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan

independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh

auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan keuangannya,

auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan

cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika

digunakan sistem harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh

untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan

lingkup pengujian yang akan dilaksanakan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui

inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi

sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan

keuangan yang diaudit.

3. Standar Pelaporan

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan

telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum di Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan, jika ada

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam

penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

21

dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode

sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus

dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan

auditor.

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat

mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi

bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat

secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus

dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan

keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang

jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan jika ada,

dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.

2.1.5. Tahapan Audit Laporan Keuangan

Tahapan Audit Laporan Keuangan Menurut Soekrisno Agoes

(2012:9) Tahapan-tahapan audit (pemeriksaan umum oleh akuntan publik

atas laporan keuangan perusahaan) dapat dijelaskan sebagai berikut:

“a. Kantor Akuntan Publik (KAP) dihubungi oleh calon pelanggan (klien)

yang membutuhkan jasa audit.

b. KAP membuat janji untuk bertemu dengan calon klien untuk

membicarakan:

1. Alasan perusahaan untuk mengaudit laporan keuangannya

(apakah untuk kepentingan pemegang saham dan direksi,

pihak bank/kreditor, Bapepam-LK, Kantor Pelayanan

Pajak, dan lain-lain).

2. Apakah sebelumnya perusahaan pernah diaudit KAP lain.

3. Apa jenis usaha perusahaan dan gambaran umum mengenai

perusahaan tersebut.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

22

4. Apakah data akuntansi perusahaan diproses secara manual

atau dengan bantuan komputer.

5. Apakah sistem penyimpanan bukti-bukti pembukuan cukup

rapi.

c. KAP mengajukan surat penawaran (audit proposal yang antara lain

berisi: jenis jasa yang diberikan, dan lain-lain. Jika perusahaan

menyetujui, audit proposal tesebut akan menjadi Engagement Letter

(Surat Penugasan/Perjanjian Kerja).

d. KAP melakukan audit field work (pemeriksaan lapangan) dikantor

klien. Setelah audit field work selesai KAP memberikan draft audit

report kepada klien, sebagai bahan untuk diskusi. Setelah draft report

disetujui klien, KAP akan menyerahkan final audit report, namun

sebelumnya KAP harus meminta Surat Pernyataan Langganan (Client

Representation Letter) dari klien yang tanggalnya sama dengan tanggal

audit report dan tanggal selesainya audit field work.

e. Selain audit report, KAP juga diharapkan memberikan Management

Letter yang isinya memberitahukan kepada manajemen mengenai

kelemahan pengendalian intern perusahaan dan saran-saran

perbaikannya”.

Tahapan audit merupakan urutan yang harus dilalui dalam audit.

Tahapan tersebut membantu auditor mengenali klien dan memastikan

bahwa pelaksanaan audit telah dilakukan sesuai rencana dan tidak

melanggar standar auditing sekaligus menjadi alat pengendalian. Auditor

akan sangat beresiko apabila tidak melakukan tahapan audit secara baik.

2.1.6. Auditor

Suatu aktivitas audit dilakukan oleh seorang auditor untuk

menemukan suatu ketidakwajaran terkait dengan informasi yang disajikan.

Menurut International Standard of Organization (19011:2002) Auditor

adalah orang yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan audit.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2011) tentang auditor, audit

dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan

teknis yang cukup sebagai auditor. Auditor adalah seorang yang memiliki

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

23

kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan yang

harus dimiliki oleh seorang auditor adalah independensi, integritas dan

kompetensi. Dua kriteria yang pertama lebih bersifat kualitatif sehingga

sulit untuk mengukurnya. Sebaliknya, kompetensi lebih bersifat nyata dan

dapat kita telaah sejauh mana seorang dapat dikategorikan kompeten.

Menurut Agoes (2012), kompetensi auditor adalah kualifikasi yang

dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar. Untuk

memperoleh kompetensi tersebut, dibutuhkan pendidikan dan pelatihan

bagi auditor yang dikenal dengan nama pendidikan profesional

berkelanjutan (continuing professional education). Ada beberapa

komponen dari kompetensi auditor, yaitu mutu personal, pengetahuan

umum, dan keahlian khusus.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor harus memiliki mutu

personal yang baik, seperti:

1. Berpikiran terbuka (open-minded);

2. Berpikiran luas (broad-minded);

3. Mampu menangani ketidakpastian;

4. Mampu bekerjasama dengan tim;

5. Rasa ingin tahu (inquisitive);

6. Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah;

7. Menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

24

Disamping itu, seorang auditor harus mempunyai kemampuan

berkomunikasi yang baik, karena selama masa pemeriksaan banyak dilakukan

wawancara dan permintaan keterangan dari auditan untuk memperoleh data.

Seorang auditor harus memiliki pengetahuan umum untuk memahami

entitas yang diaudit dan membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan dasar ini

meliputi kemampuan untuk melakukan review analitis (analytical review),

pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu organisasi, pengetahuan

audit, dan pengetahuan tentang sektor publik. Yang tidak boleh dilupakan,

adalah pengetahuan akuntansi untuk membantu dalam memahami siklus

entitas dan laporan keuangan serta mengolah data angka yang diperiksa.

Keahlian khusus yang harus dimiliki seorang auditor antara lain

keahlian untuk melakukan wawancara, kemampuan membaca cepat, statistik,

keterampilan mengoperasikan kommputer, serta kemampuan menulis dan

mempresentasikan laporan dengan baik.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa auditor

merupakan orang yang memiliki kehalian dan pelatihan teknis serta dapat

memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang kompeten, independen dan

mempunyai integritas tinggi dalam melaksanakan audit sesuai dengan standar

profesional.

2.2. Independensi Auditor

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) definisi

independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan

publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun.Akuntan publik

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

25

berkewajiban untuk jujur tidakhanya kepada manajemen dan pemilik

perusahaannamun juga kepada kreditur dan pihak lain yangmeletakkan

kepercayaan atas pekerjaan akuntanpublik (SA Seksi 220, PSA No.4).

Penilaian masyarakat atas independensi auditor independen bukan

pada diri auditor secara keseluruhan. Oleh karenanya apabila seorang

auditor independen atau suatu kantor akuntan publik lalai atau gagal

mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan besar

anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen.

Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas

masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor independen.

2.2.1 Pengertian Independensi

Menurut Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakotta

(2014:64) menyatakan bahwa independensi yaitu:

“Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak

dibawah pengaruh tekanan atau pihak tertentu dalam mengambil

tindakan dan keputusan”.

Randal J. Elder, Mark S. Beasley, dan Alvin A. Arens yang dialih

bahasakan Amir Abadi Jusuf (2015:74) megemukakan independensi

adalah sebagai berikut :

“Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang

tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil

pengujian dan penerbitan laporan audit.”

Menurut Mulyadi (2014:26-27) menyatakan independensi adalah:

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

26

“Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh

pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga

berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam

mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif

tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan

menyatakan pendapatnya”.

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2013:58) independensi

adalah sebagai berikut:

“Independen artinya tidak mudah dipengaruhi, netral karena

auditor melaksanakan pekerjannya untuk kepentingan umum”.

Dengan demikian, sebagaimana yang telah ditulis dalam Standar

Profesional Akuntan Publik (2011:220.1) bahwa auditor tidak dibenarkan

memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun

sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, auditor akan kehilangan sikap

tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan

pendapatnya. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada

manajemen dan pemilik perusahaan,namun juga kepada kreditur dan pihak

lain yang meletakan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan audit

independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur.

2.2.2. Jenis-Jenis Independensi

Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu

mempertahankan sikap independen di dalam memberikan jasa profesional

sebagaimana diatur dalam Standar Akuntan Publik yang ditetapkan oleh

IAI.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

27

Randal J. Elder, Mark S. Beasley, dan Alvin A. Arens yang dialih

bahasakan Amir Abadi Jusuf (2015:74) mengemukakan dalam

independensi terdapat dua unsur, yaitu :

1. Independensi dalam fakta

Independensi dalam fakta akan muncul ketika auditor

secara nyata menjaga sikap objektif selama melakukan

audit.

2. Independensi dalam penampilan

Independensi dalam penampilan merupakan interpretasi

orang lain terhadap independensi auditor tersebut.”

Selanjutnya menurut Soekrisno Agoes (2012:34-35) pengertian

independen bagi akuntan publik (eksternal auditor dan internal auditor)

dibagi menjadi 3 (tiga) jenis independensi:

“1. Independent in appearance (independensi dilihat dari

penampilannya di struktur organisasi perusahaan).

In appearance, akuntan publik adalah independen karena

merupakan pihak luar perusahaan sedangkan internal auditor tidak

independen karena merupakan pegawai perusahaan.

2. Independent in fact (independensi dalam kenyataan/dalam

menjalankan tugasnya).

In fact, akuntan publik seharusnya independen, sepanjang dalam

menjalankan tugasnya memberikan jasa profesionalnya, bisa

menjaga integritas dan selalu menaati kode etik profesionalnya,

profesi akuntan publik, dan standar professional akuntan publik.

Jika tidak demikian, akuntan publik in fact tidak independen. In

fact internal auditor bisa independen jika dalam menjalankan

tugasnya selalu mematuhi kode etik internal auditor dan jasa

professional practice framework of internal

3. In mind, misalnya seorang auditor mendapatkan temuan

audit yang memiliki indikasi pelanggaran atau korupsi atau yang

memerlukan audit adjustment yang material. Kemudian dia

berpikir untuk menggunakan findings tersebut untuk memeras

auditee walaupun baru pikiran, belum dilaksanakan. In mind

auditor sudah kehilangan independensinya. Hal ini berlaku baik

untuk akuntan publik maupun internal auditor”.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

28

Berdasarkan jenis-jenis independensi tersebut dapat disimpulkan

bahwa auditor harus mempunyai sikap tidak mudah dipengaruhi oleh hal-

hal yang mengganggu dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya

dalam pemeriksaan.Auditor harus mempunyai sikap jujur tidak hanya

kepada manajemen dan pemilik perusahaan, agar masyarakat dapat

menilai sejauh mana auditor telah bekerja dan masyarakat tidak

meragukan integritas dan objektifitas auditor.

2.2.3. Dimensi Independensi

Menurut Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakotta

(2014) menekankan tiga dimensi dari independensi sebagai berikut:

“1. Programming independence

Programming independence adalah kebebasan (bebas dari

pengendalian atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk

pembatasan) untuk memilih teknik, prosedur audit, berapa dalamnya

teknik dan prosedur audit itu ditetapkan.

2. Investigative independence

Investigative independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian

atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk

memilih area, kegiatan, hubungan pribadi dan kebijakan manajerial

yang akan diperiksa. Ini berarti tidak boleh ada sumber informasi yang

legitimasi (sah) yang tertutup bagi auditor

3. Reporting independence

Reporting independe adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau

pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk

menyajikan fakta yang terungkap dari pemeriksaan atau pemberian

rekomendasi atau opini sebagai hasil pemeriksaan."

Berdasarkan ketiga dimensi independensi tersebut, Mautz dan

Sharaf mengembangkan petunjuk yang mengindikasikan apakah ada

pelanggaran atas independensi. Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M

Tuanakotta (2014) menyarankan:

“1. Programming Independence

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

29

a. Bebas dari tekanan atau intervensi manajerial atau friksi yang

dimaksudkan untuk menghilangkan (eliminate), menentukan

(specify) atau mengubah (modify) apapun dalam audit. b. Bebas dari intervensi apapun dari sikap tidak kooperatif yang

berkenaan dengan penerapan prosedur audit yang dipilih. c. Bebas dari upaya pihak luar yang memaksakan pekerjaan audit itu

direview diluar batas-batas kewajaran dalam proses audit. 2. Investigative Independence

a. Akses langsung dan bebas atas seluruh buku, catatan, pimpinan

pegawai perusahaan dan sumber informasi lainnya mengenai

kegiatan perusahaan, kewajiban dan sumber-sumbernya.

b. Kerjasama yang aktif dari pimpinan perusahaan selama

berlangsungnya kegiatan audit.

c. Bebas dari upaya pimpinan perusahaan untuk menugaskan atau

mengatur kegiatan yang harus diperiksa atau menentukan dapat

diterimanya suatu evidential metter (sesuatu yang mempunyai nilai

pembuktian).

d. Bebas dari kepentingan atau hubungan pribadi yang akan

menghilangkan atau membatasi pemeriksaan atas kegiatan, catatan

atau orang yang seharusnya masuk dalam lingkup pemeriksaan.

3. Reporting Independence

a. Bebas dari perasaan loyal kepada seseorang atau merasa

berkewajiban kepada sseorang untuk mengubah dampak dari fakta

yang dilaporkan.

b. Menghindari praktik untuk mengeluarkan hal-hal penting dari

laporan formal dan memasukkannya kedalam laporan informal

dalam bentuk apapun.

c. Menghindari penggunaan bahasa yang tidak jelas (kabur, samar-

samar) baik yang disengaja maupun yang tidak didalam pernyataan

fakta, opini dan rekomendasi dalam interpretasi.

d. Bebas dari upaya untuk memveto (judgement) auditor mengenai apa

yang seharusnya masuk dalam laporan audit, baik yang bersifat fakta

maupun opini.”

Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Mautz dan Sharaf dalam

Theodorus M Tuanakotta (2014) sangat jelas dan masih relevan untuk

auditor pada hari ini. Ini adalah petunjuk-petunjuk yang menentukan

apakah seorang auditor memang independen.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

30

2.2.4. Faktor – faktor Yang Mengancam Independensi

Menurut Mulyadi (2013:27), “auditor harus independen dari setiap

kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan

yang diauditnya”.

Di samping itu, auditor tidak hanya berkewajiban memperhatikan

sikap mental independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaan-

keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan

independensinya. Dengan demikian, di samping auditor harus benar-benar

independen, ia masih juga harus menimbulkan persepsi di kalangan

masyarakat bahwa ia benar-benar independen. Sikap mental independen

auditor menurut persepsi masyarakat inilah yang tidak mudah

pemerolehannya.

2.2.5. Faktor – faktor yang mempengaruhi Independensi Auditor

a. Hubungan keluarga akuntan berupa suami / istri, saudara sedarah

dengan klien.

Hubungan yang timbul karena sedarah atau karena perkawinan dengan

klien dapat menimbulkan keadaan yang akan mengurangi bahkan

merusak independensi auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya.

b. Besar Audit Fee yang dibayarkan oleh klien tertentu

Independensi auditor diragukan apabila ia menerima fee selain yang

ditentukan dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat (contingent fee)

dan menerima jumlah fee dalam jumlah yang sangat besar dari klien

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

31

yang diaudit. Dalam rapat komisi Kode Etik Akuntan Indonesia tahun

1990 mempertegas bahwa imbalan yang diterima selain fee dalam

kontrak dan fee bersyarat tidak boleh diterapkan dalam pemeriksaan.

(Suyatmini, 2011 : 22)

c. Hubungan usaha dan keuangan dengan klien, keuntungan dan

kerugian yang terkait dengan usaha klien.

Akuntan publik atau auditor dapat kehilangan independensinya

apabila mereka mempunyai kepentingan keuangan dan hubungan

usaha dengan klien yang diauditnya.

d. Pemberian fasilitas dan bingkisan (gifts) oleh klien.

Seorang klien yang memberikan fasilitas ataupun gifts kepada auditor

yang melakukan audit di perusahaan bisa mempengaruhi

independensi, jika dilihat oleh pihak – pihak yang berkepentingan

misalnya para investor, pemerintah. Mereka akan menganggap bahwa

akuntan publik tersebut berada di bawah pengaruh kliennya sehingga

independensi akuntan publik tersebut diragukan.

e. Keterlibatan usaha yang tidak sesuai

Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atas pekerjaan

lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan atau mempengaruhi

independensi dalam pelaksanaan jasa professional, dan juga seorang

auditor tidak dapat melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan

kliennya atau pemegang saham.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

32

f. Pelaksanaan mengenai jasa lain oleh klien audit yang disediakan

kantor akuntan publik

Semakin meningkatnya peranan akuntansi pada dunia bisnis

mendorong perusahaan memerlukan jasa – jasa lain selain jasa audit

yang sering diberikan kantor akuntan publik. Seperti jasa akuntansi,

jasa konsultasi manajemen, dan jasa perpajakan.

2.2.6. Aspek – aspek dalam Independensi

Independensi mencakup dua aspek, yaitu :

1. Independensi dalam kenyataan, yaitu berarti adanya

kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan

fakta – fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak

memihak di dalam merumuskan dan menyatakan

pendapatnya.

2. Independensi dalam penampilan, yaitu berarti adanya kesan

dalam masyarakat bahwa auditor bertindak independen

sehingga auditor harus menghindari keadaan – keadaan

atau faktor – faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat

meragukan kebebasannya.

2.3. Profesionalisme

2.3.1 Pengertian Profesionalisme

Pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi

tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

33

dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan

menetapkan standard baku di bidang profesi yang bersangkutan dan

menjalankan tugas fungsinya dengan memenuhi etika profesi yang telah

ditetapkan. Profesi dan professionalisme dapat dibedakan secara konseptual.

Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria,

sedangkan professionalisme adalah suatu atribut individual yang penting

tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak.

(Lekatompessi dan Susanty, 2011 dalam Herawati).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

Profesi adalah pekerjaan dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah

untuk hidup, sedangkan professionalisme dapat diartikan bersifat

profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan

dan latihan. (Badudu dan Sutan, 2010 : 848).

Secara sederhana, professionalisme berarti bahwa auditor

melaksanakannya tugas- tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan.

Sebagai seorang yang profesional, auditor harus menghindari kelalaian dan

ketidakjujuran. Arens et al. (2010) dalam Noveria (2011 : 3) mendefinisikan

professionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang

lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat

yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang

memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang

tinggi (Guntur dkk, 2002 dan M. Ja'far, 2005 : 13).

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

34

Sebagai professional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap

masyarakat, klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku

yang terhormat, sekalipun imi merupakan pengorbanan apabila telah

memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh

IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain :

1. Prinsip - prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari

perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam

terminologi filosofi.

2. Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang

ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan sesuatu

keharusan.

3. Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi

para praktisi harus memahaminya.

Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus

tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses

auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

2.3.2. Konsep Profesionalisme

Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Hall dalam Lestari

dan Dwi (2011 : 11) banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur

profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap dan

perilaku. Menurut Hall dalam Herawati dan Susanto (2010 : 4) terdapat

lima dimensi profesionalisme, yaitu :

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

35

1. Pengabdian pada profesi. Pengabdian pada profesi dicerminkan

dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan

dan kecakapan yang dimiliki. keteguhan untuk tetap melaksanakan

pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah

ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan.

pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untum

mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,

sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah

kepuasan rohani, baru kemudian materi.

2. Kewajiban Sosial. Kewajiban Sosial adalah pandangan tentang

pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik

masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

3. Kemandirian. Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan

seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan

sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan

anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap

sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

4. Keyakinan terhadap peraturan profesi. Keyakinan terhadap profesi

adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai

pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang

luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan

pekerjaan mereka.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

36

5. Hubungan dengan sesama profesi. Hubungan dengan sesama

profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan,

termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega

informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi

ini para profesional membangun kesadaran profesional.

2.3.3. Cara Auditor Mewujudkan Perilaku Professional

Menurut Mulyadi (2010) dalam Noveria (2011 : 5) menyebutkan

bahwa pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar

pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, penelitian

dan uji professional dalam subyek - subyek (tugas) yang relevan dan juga

adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu, untuk mewujudkan

professionalisme auditor, dilakukan beberapa cara antara lain

pengendalian mutu auditor, review oleh rekan sejawat, pendidikan profesi

berkelanjutan, meningkatkan ketaatan hukum yang berlaku dan taat

terhadap kode perilaku professional.

IAI berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman)

dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap

kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen.

persyaratan - persyaratan ini dirumuskan oleh Komite 17, komite yang

dibentuk oleh IAI. Ada tiga bidang utama dimana IAI berwenang

menetapkan standar memuai aturan yang bisa meningkatkan perilaku

professional seorang auditor, yaitu :

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

37

1. Standar Auditing. Komite Standar Professional Akuntan Publik

(Komite SPAP) IAI bertanggung-jawab untuk menerbitkan standar

auditing. Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing

atau PSA. Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut SAS

(statement on Auditing Standard) yang dikeluarkan oleh Auditing

pengurus pusat IAI telah mengesahkan sejumlah pernyataan

standar auditing. Penyempurnaan terutama sekali bersumber pada

SAS dengan penyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan Standar

Auditing Internasional.

2. Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan. Komite

SPAP IAI dan Compilation and Standarts Commitee

bertanggungjawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai

auditor sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan

yang tidak diaudit. Pernyataan ini di Amerika Serikat disebutkan

Statement on Standarts for Accounting and Review Services

(SSARS) dan di Indonesia disebut Pernyataan Standar Jasa

Akuntansi dan Review (PSAR). PSAR 1 disahkan pada tanggal 1

Agustus 1945 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya

mengenai hal yang sama. Bidang ini mencakup dua jenis data,

pertama yaitu untuk situasi dimana auditor membantu kliennya

menyusun laporan keuangan tanpa memberikan jaminan mengenai

isinya (jasa kompilasi). Kedua, untuk situasi dimana akuntan

melakukan prosedur - prosedur pengajuan pernyataan dan analitis

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

38

tertentu sehingga dapat memberikan suatu keyakinan terbatas

bahwa tidak diperlukan perubahan apapun terhadap laporan

keuangan bersangkutan (jasa review).

3. Standar atestasi lainnya. Tahun 1906, AICPA menerbitkan

Statements on Standary for Atestation Engagement. IAI sendiri

mengeluarkan beberapa pernyataan standar atestasi pada tanggal 1

Agustus 1994 . Pernyataan ini mempunyai fungsi ganda, pertama,

sebagai kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan standar

yang ada di dalam IAI untuk mengembangkan standar yang

terperinci mengenai jenis jasa atestasi yang spesifik. Kedua,

sebagai kerangka pedoman bagi para praktisi bila tidak terdapat

atau belum ada standar spesifik seperti itu. Komite Kode IAI di

Indonesia dan Commitee on Professional Ethnics di Amerika

Serikat menetapkan ketentuan perilaku yang harus dipenuhi oleh

seorang akuntan publik yang meliputi standar teknis. Standar

auditing, standar atestasi, serta standar jasa akuntansi dan review

dijadikan satu menjadi Standar Professional Akuntan Publik

(SPAP).

Jadi menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung

jawab agar menjadi kinerja tugas sebagaimana yang diatur dalam

organisasi profesi, meliputi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial,

kemandirian, keyakinan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

39

2.4. Etika Profesi

2.4.1. Pengertian Etika Profesi

Arens (2010 : 67) mendefinisikan etika secara umum sebagai

perangkat prinsip moral atau nilai. Perilaku beretika diperlukan oleh

masyarakat agar semuanya dapat berjalan secara teratur. Setiap profesi

yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode

etik yang merupakan seperangkat prinsip - prinsip moral yang mengatur

tentang perilaku profesional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada

karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses

pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.

Merujuk pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu ciri

yang membedakan profesi - profesi yang ada adalah etika profesi yang

dijadikan sebagai standar pekerjaan bagi para anggotanya. Etika profesi

diperlukan oleh setiap profesi, khususnya bagi profesi yang membutuhkan

kepercayaan dari masyarakat seperti profesi auditor. Masyarakat akan

menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam

pelaksanaan pekerjaannya.

Auditor wajib menaati segala peraturan perundang - undangan

yang belaku, menyimpan rahasia jabatan, menjaga semangat dan suasana

kerja yang baik. Kode etik berkaitan dengan masalah prinsip bahwa

auditor harus menjaga, menjunjung (responsibility), berintegritas

(integrity), bertindak secara obyektif (objectivity) dan menjaga

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

40

independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence)

serta berhati-hati dalam menjalankan profesi.

Etika Auditor dalam Standar Professional Akuntan Publik disebut

sebagai norma akuntan menjadi patokan resmi para auditor Indonesia

dalam berpraktik. Norma - norma dalam SPAP tersebut menjadi acuan

dalam penentuan standar utama dalam pekerjaan auditor, antara lain :

a. Auditor harus memiliki keahlian teknis, independen dalam sikap

mental serta kemahiran professional dengan cermat dan seksama.

b. Auditor wajib menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi

dalam suatu pengauditan.

Dari penjelasan di atas, didapat kesimpulan bahwa etika profesi

merupakan perangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus

dipenuhi dalam mengemban profesi.

2.4.2 Prinsip Dasar Etika Profesi

Setiap praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi yang ada

di bawah ini :

a. Prinsip Integritas. Prinsip Integritas mewajibkan setiap praktisi

untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan professional dan

hubungan bisnisnya. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan,

komunikasi, atau informasi lainnya yang diyakininya terdapat :

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

41

a) Kesalahan yang material atau pernyataan yang

menyesatkan.

b) Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati -

hati, atau

c) Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan

atas informasi yang seharusnya diungkapkan.

b. Prinsip Objektivitas. Prinsip Objektivitas mengharuskan praktisi

untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau

pengaruh yang tidak layak dari pihak - pihak lain yang mrmprny

objektivitas. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin

untuk mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap praktisi harus

menghindari sikap hubungan yang bersifat subjektif atau yang

dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap

pertimbangan professionalnya.

c. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati - hatian

professional mewajibkan setiap praktisi untuk :

a) Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang

dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang

kompeten kepada klien atau pemberi kerja dan

b) Menggunakan kemahiran professionalnya dengan seksama

sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang

berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. Pemberian

jasa professional yang kompeten membutuhkan pertimbangan

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

42

yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian

profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi

dua tahap yang terpisah sebagai berikut :

1. Pencapaian kompetensi profesional

2. Pemeliharaan kompetensi profesional.

Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan

kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap

perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis

yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional

yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk

meningkatkan dan memelihara kemampuan praktisi agar

dapat melakukan pekerjaannya secara kompeten dalam

lingkungan professional. Sikap kecermatan dan kehati -

hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk

bersikap dan bertindak secara berhati-hati, menyeluruh,

dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan.

d. Prinsip Kerahasiaan. Prinsip Kerahasiaan mewajibkan setiap

praktisi untuk tidak melakukan tindakan - tindakan sebagai berikut

:

1. Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang

diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis

kepada pihak luar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja

tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

43

kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan

ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang kurang berlaku

dan

2. Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh

dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk

keuntungan pribadi atau pihak ketiga.

Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan,

termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus

waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak

disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan

jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga

langsung atau anggota keluarga dekatnya.

Setiap praktisi harus menjaga kerahasian informasi yang

diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja. Setiao praktisi

harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga

dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.

e. Prinsip Perilaku Profesional

Prinsip Perilaku Profesional mewajibkan setiap praktisi

untuk mematuhi setiap ketentuan hukum badan peraturan yang

berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat

mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

44

dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh

pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai

semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi

profesi.

Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan

pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat

profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh

bersikap atas melakukan tindakan sebagai berikut :

a) Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa

profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki

atau pengalaman yang telah diperoleh atau

b) Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan

pertimbangan yang tidak didukung bukti terhadap hasil

pekerjaan praktisi lain.

2.5. Kinerja Auditor

Secara etimologi, kinerja berasal dari prestasi kerja (performance).

Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005 : 67) bahwa istilah

kinerja berasal dari kata job performance tersebut atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), yaitu hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

45

Teori tentang prestasi kerja lebih banyak memacu pada teori psikologi

yaitu tentang proses tingkah laku kerja seseorang, sehingga seseorang

tersebut menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaan (Agustia

2012 : 104). Kinerja atau prestasi kerja dapat diukur melalui kriteria seperti

kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absen dan

keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan.

Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu : kinerja individu dan kinerja

kelompok. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik kualitas maupun

kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja

kelompok (Mangkunegara, 2010 : 15). Gibson et al. (1996) dalm Wibowo

(2009), menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang

dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas,

tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi. Kinerja auditor merupakan

tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksa yang telah diselesaikan oleh

auditor dalam kurun waktu tertentu.

Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi dan Kanaka (2011 : 116)

adalah auditor yang melaksanakan penugasan pemeriksa (examination) secara

obyektif atau laporan keuangan tersebut menyajikan hal secara wajar sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang

material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Kalbers dan Forganty

(1995) mengemukakan bahwa kinerja auditor sebagai evaluasi terdapat

pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan

langsung.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

46

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepada yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang diukur dengan

mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu. Kinerja

(prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar) dimana

kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan dalam kurun

waktu tertentu, dan ketetapan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah

direncanakan. Karakteristik yang membedakan kinerja auditor dan kinerja

manajer adalah output yang dihasilkan.

2.5.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Auditor

Menurut Elizabeth (2013), Kinerja auditor akan dilihat berdasarkan hasil

dan proses audit yang dilakukannya sesuai dengan standar dan aturan yang ada.

Dengan demikian, kemampuan seorang auditor dalam menyelesaikan tugasnya

dan pemahaman yang baik akan aturan dan kode etik yang berlaku akan berujung

pada hasil kerja yang lebih baik, adapun faktor – faktor lain yang mempengaruhi

kinerja auditor selain independensi, professionalisme, dan etika profesi, antara

lain :

a. Struktur Audit

Bowrin (1998) dalam Fanani (2008), menyatakan bahwa struktur audit

adalah sebuah pendekatan sistematis terhadap auditing yang dijelaskan oleh

langkah-langkah penentuan audit, prosedur rangkaian logis, keputusan, dan

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

47

menggunakan sekumpulan alat-alat serta kebijakan audit yang komprehensif

dan terintegrasi untuk membantu auditor dalam melakukan audit. Penggunaan

struktur audit akan membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya menjadi

lebih baik sehingga meningkatkan kinerja auditor.

b. Konflik Peran

Konflik peran timbul karena mekanisme pengendalian birokrasi

organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika, dan kemandirian

professional. Selanjutnya menurut Fanani (2008), konflik peran timbul karena

adanya dua perintah berbeda yang diterima secara bersamaan dan

pelaksanaan atas salah satu perintah saja akan mengakibatkan diabaikannya

perintah yang lain. Konflik peran berpengaruh negatif terhadap kinerja

auditor junior, Agustina (2009). Konflik peran dapat menimbulkan rasa tidak

nyaman dalam bekerja dan menurunkan motivasi.

c. Ketidakjelasan Peran

Seseorang dapat mengalami ketidakjelasan peran apabila mereka merasa

tidak ada kejelasan sehubungan dengan ekspektasi pekerjaan , seperti

kurangnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan atau

tidak memperoleh kejelasan mengenai deskripsi tugas dari pekerjaan mereka,

Ramadhan (2011). Penelitian yang dilakukan Ramadhan (2011) menyatakan

bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor.

Adanya ketidakjelasan peran dalam kantor akuntan publik dapat membuat

kinerja auditor kurang optimal dalam menangani kliennya sehingga dapat

menurunkan kinerja auditor.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

48

d. Pemahaman Good Governance (tata kelola perusahaan)

Pemahaman good governance merupakan wujud penerimaan akan

pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk

mengatur hubungan fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan

bisnis untuk pelayanan publik. Penerapan good governance pada KAP

diharapkan akan memberikan arahan yang jelas pada perilaku kinerja auditor

serta etika profesi pada KAP. Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa

prinsip dasar good governance pada organisasi KAP meliputi beberapa hal

yaitu : Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan

Kesetaraan/Keadilan. Hasil penelitian Sapariyah (2011) menyatakan bahwa

good governance berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.

e. Gaya Kepemimpinan

Hasil penelitian Trisnaningsih (2011) menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Gaya

kepemimpinan dapat mempengaruhi kreativitas kinerja auditor dalam

melaksanakan tugasnya. Gaya kepemimpinan sangat diperlukan di dalam

kantor akuntan publik tempat mereka bekerja karena dapat memberikan

nuansa pada kinerja auditor baik secara formal maupun nonformal.

f. Budaya Organisasi

Budaya organisasi menurut Yuskar (2011) adalah pola pemikiran,

perasaan, dan tindakan dari suatu kelompok sosial satu dengan yang lain.

Hasil penelitian Trisnaningsih (2011) menunjukkan adanya pengauruh positif

antara budaya organisasi dengan kinerja auditor. Budaya organisasi yang kuat

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

49

diperlukan oleh setiap organisasi agar kepuasan kerja dan kinerja karyawan

meningkat, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi secara

keseluruhan.

g. Komitmen Organisasi

Komitemen organisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang karyawan

memihak organisasi tertentu serta tujuan dan keinginannya untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut Sapariyah (2011).

Penelitian yang dilakukan Sapariyah (2011) dan Yuskar (2011)

menyimpulkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap

kinerja auditor.

2.6 Penelitian Terdahulu

Sebagian acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, berikut disajikan dalam tabel 2.1

sebagai berikut :

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel

Penelitian

Hasil

1. Alim (2011) Pengaruh kompetensi

dan independensi

terhadap kinerja

auditor dengan etika

profesi sebagai

Kompetensi,

Independensi,

Kinerja Auditor,

dan Etika Profesi

(sebagai

Independensi

berpengaruh secara

signifikan terhadap

Kinerja Auditor.

Kompetensi dan Etika

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

50

variabel moderasi. moderasi) Profesi tidak

berpengaruh terhadap

Kinerja Auditor.

2. Kitta (2009) Pengaruh etika

profesi, kompetensi,

professionalisme, dan

Independensi auditor

terhadap kinerja

auditor pada

Inspektorat Provinsi

Sulawesi Selatan

Etika Profesi,

Kompetensi,

Independensi,

Professionalisme

dan Kinerja

Auditor.

Kompetensi dan

independensi auditor

berpengaruh terhadap

kinerja auditor.

professionalisme dan

etika profesi tidak

berpengaruh terhadap

kinerja auditor.

3. Yanthi

(2011)

Pengaruh

independensi auditor,

etika profesi, dan

professionalisme

terhadap kinerja

auditor.

Independensi,

etika profesi,

professionalisme,

kinerja auditor.

Independensi, etika

profesi, dan

professionalisme

berpengaruh terhadap

kinerja auditor.

4. Adellia

Lukyia

(2014)

Pengaruh

independensi auditor,

etika profesi, dan

professionalisme

terhadap kinerja

auditor.

Independensi,

etika profesi,

professionalisme,

kinerja auditor

Independensi, etika

profesi, dan

professionalisme tidak

berpengaruh terhadap

kinerja auditor.

5. Martina

(2010)

Pengaruh

independensi auditor,

etika profesi, dan

Independensi,

etika profesi,

professionalisme,

Independensi dan

professionalisme

berpengaruh terhadap

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

51

professionalisme

terhadap kinerja

auditor. Pengaruh

independensi auditor,

etika profesi, dan

professionalisme

terhadap kinerja

auditor.

kinerja auditor kinerja auditor.

Etika Profesi tidak

berpengaruh terhadap

kinerja auditor.

6. Wika

(2010)

Pengaruh

independensi,

komitmen organisasi,

gaya kepemimpinan,

dan pemahaman

terhadap kinerja

auditor.

Independensi,

komitmen

organisasi, gaya

kepemimpinan,

pemahaman,

kinerja auditor

Independensi,

komitmen organisasi,

gaya kepemimpinan,

dan pemahaman

berpengaruh positif

7. Wibowo

(2012)

Pengaruh

independensi,

komitmen organisasi,

gaya kepemimpinan,

dan pemahaman

terhadap kinerja

auditor.

Independensi,

komitmen

organisasi, gaya

kepemimpinan,

pemahaman,

kinerja auditor.

Independensi dan

pemahaman

berpengaruh positif

terhadap kinerja

auditor.

Komitmen organisasi

dan gaya

kepemimpinan tidak

berpengaruh secara

signifikan terhadap

kinerja auditor.

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

52

2.7 Pengembangan Hipotesis

2.7.1 Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kinerja Auditor

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak

dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi,

2011). Independensi biasanya dikarakteristikkan dengan menekankan

pemisahan atau otonomi kepentingan seorang individu dengan suatu

entitas. Independensi berarti bahwa auditor harus objektif. Auditor tidak

menyandarkan penilaiannya berdasarkan tekanan dari pihak lain dan

menghindari hubungan yang akan muncul kepada orang lain yang dapat

berakibat munculnya konflik kepentingan (Vanasco, 2006). Arens et al.,

(2012) menyatakan nilai audit sangat bergantung pada persepsi publik

akan independensi yang dimiliki auditor. Auditor yang independen adalah

auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga

tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas BPKP, 2010). Dalam Kode

Etik Akuntan Indonesia.Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa setiap anggota

harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi dalam

melaksanakan tugasnya. Seorang auditor yang menegakkan

independensinya, tidak akan terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh

berbagai kekuatan.

. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

H1 : Independensi Auditor berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

53

2.7.2 Pengaruh Profesionalisme terhadap Kinerja Auditor

Profesionalisme berkaitan dengan dua aspek penting yaitu aspek

struktural dan sikap (Hall, 1968). Aspek struktural yang karakteristiknya

merupakan bagian dari pembentukan sekolah pelatihan, pembentukan

asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap

berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme. Auditor harus

meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang

dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna peningkatan

kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap professional dalam

melaksanakan audit atas akuntabilitas keuangan negara. Gambaran tentang

profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) tercermin dalam

lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian,

kepercayaan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan rekan

seprofesi. Dengan profesionalisme yang tinggi, kebebasan auditor akan

terjamin.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sofyan (2017), dengan

judul penelitian pengaruh independensi, profesionalisme, dan role stress

terhadap kinerja auditor di BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara

menyatakan hasil bahwa profesionalisme berpengaruh positif terhadap

kinerja auditor. Artinya, semakin baik profesionalisme dari auditor maka

semakin meningkat pula kinerja dari auditor. Berdasarkan uraian di atas,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

54

H2 : Profesionalisme berpengaruh terhadap kinerja auditor.

2.7.3 Pengaruh Etika Profesi terhadap Kinerja Auditor

Etika profesi mengarahkan anggota dalam memenuhi tanggung

jawab professionalnya. Prinsip ini meminta komitmen auditor yang

memenuhi prinsip etika profesi. Etika profesi mampu memberikan rasa

tanggungjawab yang tinggi terhadap pekerjaannya serta hubungan

kerjasama yang baik terhadap rekan kerja. Rasa tanggung jawab membuat

auditor berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan

berkualitas.

Dalam menjalankan profesinya akuntan publik dituntut untuk

memiliki prinsip dan moral, serta perilaku etis yang sesuai dengan etika.

Kompetensi auditor tidak hanya dilihat dari segi teknis tapi juga dari segi

etika (Cathy dan Christine, 2011). Menurut Halim (2008:29) etika profesi

meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang agar

sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mendukung profesionalitas akuntan

dalam melaksanakan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat yaitu

dengan disusun dan disahkannya Kode Etik Ikatan Akuntan Publik

Indonesia (IAPI), aturan etika Kompartemen Akuntan Publik, Standar

Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan Standar Pengendalian Mutu Auditing

yang merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing (Jati, 2009).

Prinsip-prinsip etika yang dirumuskan Ikatan Akuntan Publik Indonesia

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

55

(IAPI) dan dianggap menjadi kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah

(1) tanggung jawab, (2) kepentingan masyarakat, (3) integritas, (4)

obyektifitas dan independen, (5) kompetensi dan ketentuan profesi, (6)

kerahasiaan, dan (7) perilaku profesional.

Menurut (Dinata, 2013) etika profesi berpengaruh positif terhadap

kinerja auditor dan menurut (Gabritha Floretta, 2014) etika profesi

berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Jakarta.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

H3 : Etika Profesi berpengaruh terhadap kinerja auditor.

2.8 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

Independensi

Auditor (X1)

Professionalisme

(X2)

(( Etika Profesi

(X3)

Kinerja Auditor

(Y)

H1

1

H2

1

H3

1

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

56

Kerangka berpikir adalah hasil dan sintesis teori serta kajian

pustaka yang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi dalam perumusan

masalah penelitian ini. Kerangka berpikir dalam penelitian imi didasarkan

pada pemikiran bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu

berdasarkan motivasi dan minat tertentu, yang nantinya akan

mempengaruhi kinerja individu tersebut.

Penelitian ini menggunakan teori sikap dan perilaku sebagai dasar

pemikiran. Carl Jung (1979), teori sikap memberikan tendensi atau

kecenderungan untuk bereaksi. Sikap bukan perilaku tetapi lebih pada

kesiapan untuk menampilkan suatu perilaku, sehingga berfungsi

mengarahkan dan memberikan pedoman bagi perilaku yang nantinya akan

terlihat dalam kinerja (prestasi kerja) yang merupakan suatu hasil karya

yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan

kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas,

kualitas, dan ketetapan waktu. Penelitian ini mengkaji tentang

independensi, profesionalisme, etika profesi dan kinerja auditor.

Independensi auditor, professionalisme, dan etika profesi secara

parsial berpengaruh terhadap kinerja auditor, namun ada yang berpendapat

bahwa tidak semua komponen professionalisme berpengaruh terhadap

kinerja auditor, karena disebabkan oleh adanya variabel lain yang

mempengaruhi hubungan dependen dan independen.

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Auditeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4537/3/BAB II.pdf · oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

57

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat merumuskan

permasalahan yang akan diteliti, kemudian membangun hipotesis dalam

membentuk kelompok teori yang perlu dikemukakan dalam penyusunan

kerangka berpikir dalam membuat suatu hipotesis harus ditetapkan terlebih

dahulu variabel penelitiannya. Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel dari

independensi auditor, professionalisme, etika profesi sebagai variabel

bebas, dan kinerja auditor sebagai variabel terikat yang dibentuk melalui

hasil empiris penelitian - penelitian sebelumnya. Untuk mengetahui

apakah hipotesis diterima atau ditolak, peneliti melakukan analisis regresi

berganda terhadap data - data yang telah dikumpulkan.