BAB II LANDASAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustakaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/1787/4/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II LANDASAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustakaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/1787/4/BAB II.pdf ·...
8
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Berikut ini hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh ukuran
perusahaan, profitabilitas dan solvabilitas terhadap audit delay.
1. Kartika (2009) melakukan penelitian mengenaifaktor-faktor yang
mempengaruhi audit report lag di Indonesia (Studi Empiris Pada
Perusahaan-Perusahaan LQ 45 Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta).
Penelitian dilakukan pada tahun 2001 – 2005. Variabel independen yang
diteliti adalah ukuran perusahaan, laba/rugi operasi, opini auditor,
profitabilitas dan reputasi auditor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan dan laba/rugi operasi berpengaruh negatif terhadap audit
report lag. Opini auditor berpengaruh positif terhadap audit report lag.
Profitabilitas dan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap audit report
lag.
2. Tiono dan Jogi (2013) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi audit report lag di Bursa Efek Indonesia. Penelitian
dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia, khususnya di tahun 2009-2011. Variabel independen yang diteliti
adalah profitabilitas, opini audit, ukuran perusahaan, jenis industri dan
reputasi KAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas, opini
audit, ukuran perusahaan dan reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap
9
audit report lag sedangkan jenis industri berpengaruh negatif terhadap audit
report lag.
3. Anggradewi dan Haryanto (2014) melakukan penelitian mengenai analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay. Penelitian dilakukan pada
seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun
2012. Variabel independen yang diteliti adalah ukuran perusahaan, leverage,
kualitas KAP, jenis industri dan independensi komite audit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas KAP dan jenis industri berpengaruh negatif
terhadap audit delay sedangkan ukuran perusahaan, leverage dan
independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap audit delay.
4. Satrawan dan Latrini (2016) melakukan penelitian mengenai pengaruh
profitabilitas, solvabilitasdan ukuran perusahaan terhadap audit report lag
pada perusahaan manufaktur. Penelitian dilakukan pada tahun 2010 – 2013.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
negatif terhadap audit delay, solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit
delay dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay.
5. Cahyanti, Sudajana dan Aziza (2016) yang melakukan penelitian mengenai
pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas dan solvabilitas terhadap audit
delay. Studi pada perusahaan LQ 45 sub sektor bank serta property dan real
estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap audit delay, profitabilitas tidak berpengaruh terhadap audit delay
dan solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit delay.
10
6. Suparsada dan Putri (2017) melakukan penelitian mengenai pengaruh
solvabilitas, reputasi auditor, ukuran perusahaan dan kepemilikan
institusional terhadap audit delay pada perusahaan manufaktur. Penelitian
dilakukan pada tahun 2012 – 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
profitabilitas, ukuran perusahaan, dan kepemilikan institusional berpengaruh
negatif terhadap audit delay, sedangkan reputasi auditor berpengaruh positif
terhadap audit delay.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan
adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna
laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan keuangan
juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas
yang meliputi (IAI, 2015):
a. Aset
b. Liabilitas
c. Ekuitas
d. Penghasilan dan beban, termasuk keuntungan dan kerugian.
11
e. Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik
f. Arus kas
Informasi tersebut, beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan
atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan keuangan dalam
memprediksi arus kas masa depan entitas dan, khususnya, dalam hal waktu
dan kepastian diperolehnya kas dan serata kas (IAI, 2015).
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian
secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa lain dan kondisi sesuai dengan
definisi dan kriteria pengakuan aset, liabilitas, penghasilan dan beban yang
diatur dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan.
Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika dibutuhkan, dianggap
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar (IAI, 2015). Entitas
yang laporan keuangannya telah patuh terhadap SAK membuat pernyataan
secara eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK dalam
catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak dapat mendeskripsikan bahwa
laporan keuangan telah patuh terhadap SAK kecuali laporan keuangan
tersebut telah patuh terhadap seluruh persyaratan dalam SAK (IAI, 2015).
Karakteristik kualitas laporan keuangan sebagaimana yang dinyatakan
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2009) nomor satu
adalah:
12
a. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan
keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh
pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan
yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta
kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
b. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi
kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi
memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu,
masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi
mereka di masa lalu.
c. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi
memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian
yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
d. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan
perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan
(trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat
13
memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk
mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
secara relatif. Untuk menghasilkan informasi yang relevan dan andal
tidaklah mudah, terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Salah satu
kendala informasi yang relevan dan andal tersebut adalah tepat waktu
(timeliness). Suatu informasi akankehilangan relevansinya jika terdapat
keterlambatan yang tidak semestinya dalam pelaporan.
Di dalam Standar Akuntansi Keuangan, pihak-pihak yang memerlukan
informasi dalam laporan keuangan adalah (IAI, 2009):
a. Investor
Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan
dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang
mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu
menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi
tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen.
b. Karyawan
Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik
pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka
juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat
pensiun, dan kesempatan kerja.
14
c. Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta
bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang
terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha
berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih
pendek daripada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan
utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.
e. Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam
perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan.
f. Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah
kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu
berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan
informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan
pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional
dan statistik lainnya.
15
g. Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai
cara. Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada
perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang diperkerjakan dan
perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat
membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan
(trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta
rangkaian aktivitasnya.
2.2.2. Audit Laporan Keuangan
Auditor wajib merumuskan opini mengenai apakah laporan keuangan
dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan
yang berlaku. Untuk merumuskan opini, auditor wajib menyimpulkan
mengenai apakah auditor telah memperoleh asumsi yang memadai atau wajar
tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji
yang material, apakah karena kecurangan atau kesalahan. Kesimpulan ini
akan memperhitungkan (Tuanakotta, 2014):
a. Kesimpulan auditor, sesuai ISA 330, apakah bukti audit yang cukup dan
tepat telah diperoleh.
b. Kesimpulan auditor, sesuai dengan ISA 450, apakah salah saji yang
belum dikoreksi, secara terpisah atau tergabung, adalah material.
c. Evaluasi yang diwajibkan oleh alinea 12 – 15.
16
Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan dibuat, dalam
segala hal yang material, sesuai dengan ketentuan atau persyaratan kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku. Evaluasi ini harus meliputi pertimbangan
mengenai aspek kualitatif dari praktik akuntansi entitas itu, termasuk
indikator mengenai kemungkinan bias dalam pandangan dan pemikiran
manajemen (Tuanakotta, 2014).
Secara khusus, auditor wajib mengevaluasi apakah dengan
mempertimbangkan persyaratan dalam kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku (Tuanakotta, 2014):
a. Laporan keuangan cukup mengungkapkan kebijakan akuntansi yang
signifikan yang dipilih dan diterapkan.
b. Kebijakan akuntansi yang dipilih dan yang diterapkan adalah konsisten
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan (memang) tepat.
c. Estimasi akuntansi yang dibuat manajemen adalah wajar.
d. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah relevan, andal,
dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
e. Laporan keuangan memberikan cukup disclosure yang memungkinkan
pemakai memahami dampak transaksi dan peristiwa yang material
terhadap informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan.
f. Terminologi dalam laporan keuangan, termasuk judul setiap laporan
keuangan, sudah tepat.
Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian
yang wajar (fair presentation framework), evaluasi yang diwajibkan pada
17
alinea 12–13 juga termasuk apakah keuangan memenuhi syarat penyajian
yang wajar. Evaluasi auditor mengenai apakah laporan keuangan memenuhi
syarat penyajian yang wajar akan meliputi pertimbangan mengenai
(Tuanakotta, 2014):
a. Presentasi, struktur, dan isi secara keseluruhan dari laporan keuangan.
b. Apakah laporan keuangan, termasuk catatan (atas laporan keuangan),
mencerminkan transaksi dan peristiwa yang mendasarinya, dengan cara
yang mencapai penyajian yang wajar.
Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan merujuk atau
menjelaskan dengan cukup, kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Auditor wajib memberikan opini tidak dimodifikasi (wajar tanpa
pengecualian) ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dibuat,
dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan yang
berlaku. Jika auditor (Tuanakotta, 2014):
a. Menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang diperoleh, laporan
keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari salah saji yang material,
atau
b. Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk
menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari
salah saji yang material.
c. Auditor wajib memodifikasi opini (artinya memberikan opini yang bukan
wajar tanpa pengecualian) dalam laporan auditor sesuai dengan ISA 705.
18
Jika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang
wajar, tidak mencapai penyajian yang wajar, auditor wajib membahas hal ini
dengan manajemen dan tergantung pada persyaratan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku dan bagaimana masalah itu diselesaikan, auditor
wajib menentukan apakah perlu memodifikasi opini dalam laporan auditor
sesuai dengan ISA 705. Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan
kerangka kepatuhan (compliance framework), auditor tidak harus
mengevaluasi apakah laporan keuangan mencapai penyajian yang wajar.
Namun, jika dalam situasi yang sangat jarang, auditor menyimpulkan bahwa
laporan keuangan menyesatkan, auditor wajib membahas hal ini dengan
manajemen dan, tergantung pada bagaimana masalah itu diselesaikan, auditor
wajib menentukan apakah dan bagaimana mengkomunikasikannya dalam
laporan keuangan (Tuanakotta, 2014).
Berikut ini disajikan tabel mengenai pertimbangan dalam
merumuskan opini (Tuanakotta, 2014):
Tabel 1.1
Pertimbangan dalam Merumuskan Opini
Materialitas Simpulkan: • Apakah materialitas masih tepat dalam konteks hasil keuangan entitas yang
sebenarnya? • Apakah salah saji yang tidak dikoreksi (termasuk yang berasal dari periode
yang lalu), secara terpisah atau tergabung, dapat menyebabkan salah saji yang material?
Bukti Audit • Apakah bukti audit yang cukup dan tepat sudah diperoleh? • Apakah estimasi akuntansi yang dibuat manajemen sudah layak? • Apakah prosedur analitikal yang dilakukan pada atau mendekati akhir
tahun menguatkan kesimpulan yang diambil selama audit?
19
Kebijakan Akuntansi • Apakah laporan keuangan cukup mengungkapkan kebijakan akuntansi
yang signifikan yang dipilih dan diterapkan? • Apakah kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan adalah konsisten
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan (memang) tepat? Pengungkapan dalam Laporan Keuangan • Apakah laporan keuangan merujuk atau menjelaskan dengan cukup,
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku? • Apakah semua pengungkapan dalam laporan keuangan telah dibuat sesuai
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku? • Apakah terminologi dalam laporan keuangan, termasuk judul setiap
laporan keuangan, sudah tepat? • Apakah informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah relevan,
andal, dapat dibandingkan, dan dipahami, dan cukup? • Apakah laporan keuangan memberikan cukup disclosures yang
memungkinkan pemakai memahami dampak transaksi dan peristiwa yang material terhadap informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan?
Fair Presentation Frameworks • Apakah presentasi, struktur, dan isi secara keseluruhan dari laporan
keuangan termasuk catatan (atas laporan keuangan), mencerminkan dengan benar transaksi dan peristiwa yang mendasarinya, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku? Jika tidak, apakah (auditor) perlu memberikan disclosures tambahan untuk memastikan tercapaimya fair presentation?
• Apakah laporan keuangan, sesudah memasukkan adjustments yang dibuat manajemen sebagai bagaimana dari proses audit proses, konsisten dengan pemahaman auditor mengenai entitas dan lingkungannya?
Compliance Frameworks • Apakah laporan keuangan menyesatkan?
Sumber: Tuanakotta, 2014
Bagan berikut ini merupakan bagan yang serupa dengan tabel 2.1
untuk kerangka pelaporan keuangan penyajian yang wajar (fair presentation).
20
Gambar 2.1 Kerangka Pelaporan Keuangan Penyajian yang Wajar
Sumber: Tuanakotta (2014)
Berikut ini adalah penjelasan mengenai perumusan opini auditor
setelah melakukan audit laporan keuangan (Tuanakotta, 2014):
a. Dalam jajaran genjang pertama ada keputusan yang harus dibuat auditor
sesudah mengevaluasi bukti-bukti audit yang diperoleh dan tidak
diperolehnya. Keputusan ini, dalam bentuk sederhananya, menjawab
pertanyaan “Wajar?”
b. Jika jawaban atas pertanyaan “Wajar?” adalah Ya, maka auditor
merumuskan opini WTP (wajar tanpa pengecualian atau unqualified
opinion). Jika jawabannya tidak maka auditor merumuskan modifikasi
Wajar?
Pervasive? Pervasive?
ISA 700.17 a ISA 700.17 b
WTP TW WDP TMP WDP
Ya
Ya Tidak Tidak Ya
Tidak
21
atas opini. Opini yang dimodifikasi adalah opini yang bukan WTP.
Rinciannya tergantung pada fakta-fakta berikut.
c. Fakta pertama, auditor menemukan salah saji yang material dalam
laporan keuangan. Referensinya adalah ISA 700.17a. Atau, fakta kedua,
auditor tidak memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat. Referensinya
adalah ISA 700.17b.
d. Pertanyaan kedua, ditunjukkan dengan dua jajaran genjang berisi
pertanyaan: Pervasif? Pertanyaan ini ditujukan kepada fakta pertama dan
kedua.
e. Jika fakta pertama pervasif, auditor merumuskan opini TW (Tidak Wajar
atau adverse opinion). Jika fakta pertama tidak pervasif, auditor
merumuskan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian atau qualified
opinion).
f. Jika fakta kedua pervasif, auditor merumuskan opini TMP (Tidak
Menyatakan Pendapat atau disclaimer of opinion). Jika fakta kedua tidak
pervasif, auditor merumuskan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian
atau qualified opinion).
Entitas dan manajemen mengharapkan auditor memberikan opini
WTP (wajar tanpa pengecualian) atas laporan keuangan entitas. Namun,
setelah melaksanakan dan menyelesaikan proses auditnya, auditor
berkesimpulan bahwa ia tidak dapat memberikan WTP, dan sesuai dengan
ISAs ia harus memodifikasi laporannya. Pendapat audit yang dimodifikasi
22
(modified audit opinion) wajib diterbitkan manakala auditor menyimpulkan
bahwa (Tuanakotta, 2014):
a. Berdasarkan bukti audit yang dikumpulkannya, laporan keuangan secara
keseluruhan tidak bebas dari salah saji yang material, atau
b. Tidak mungkin memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenai
apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji yang
material.
Ada tiga jenis pendapat audit yang dimodifikasi (modified audit
opinion), yaitu (Tuanakotta, 2014):
a. Wajar Dengan pengecualian (Qualified Opinion)
Ketika dampaknya tidak material dan tidak cukup pervasif untuk
memberikan pendapat tidak wajar atau tidak menyatakan pendapat.
Diterapkan dalam hal:
1) Bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan auditor
menyimpulkan ada salah saji, sendiri-sendiri atau tergabung, yang
material tetapi tidak pervasif terhadap laporan keuangan, atau
2) Auditor tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
sebagai dasar pemberian opininya. Auditor menyimpulkan bahwa
dampak yang mungkin terjadi atas laporan keuangan karena salah
saji yang tidak ditemukan, bisa material tetapi tidak pervasif.
b. Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Ketika dampaknya material dan pervasif. Diterapkan dalam hal
bukti audit yang cukup dan tepat diperoleh, dan auditor menyimpulkan
23
ada salah saji, sendiri-sendiri atau tergabung, yang material dan pervasif
terhadap laporan keuangan.
c. Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer Opinion)
Ketika dampak yang mungkin terjadi atas laporan keuangan karena
salah saji yang tidak ditemukan, bisa material dan pervasif. Diterapkan
dalam hal auditor tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat sebagai dasar pemberian opininya, dan ia menyimpulkan bahwa
dampak yang mungkin terjadi atas laporan keuangan karena salah saji
yang tidak ditemukan, bisa material dan pervasif.
Ini juga diterapkan pada situasi yang sangat langka dimana tidak
mungkin bagi auditor memberikan pendapat karena beberapa
ketidakpastian yang bisa saling terkait dan dampak kumulatif dari
ketidakpastian itu terhadap laporan keuangan. Hal ini diterapkan
meskipun auditor telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
mengenai masing-masing ketidakpastian tersebut.
2.2.3. Audit Delay
Lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal
penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit
disebut audit report lag atau audit delay (Utami, 2006). Kartika (2009)
menyatakan bahwa audit delay merupakan lamanya atau rentang waktu
penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku sampai
dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Audit delay inilah yang dapat
24
mempengaruhi ketepatan informasi yang dipublikasikan, sehingga akan
berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian keputusan yang berdasarkan
informasi yang dipublikasikan.
Audit delay atau audit report lag menurut Knechel dan Payne (2001)
dalam Indriyani dan Supriyati (2012) dibagimenjadi 3 komponen, yaitu :
1. Sceduling lag, yaitu selisih waktu antara akhir tahun fiskal perusahaan
dengan dimulainya pekerjaan lapangan auditor.
2. Fieldwork lag, yaitu selisih waktu antara dimulainya pekerjaan lapangan
dan saat penyelesaiannya.
3. Reporting lag, yaitu selisih waktu antara saat penyelesaian pekerjaan
lapangan dengan tanggal laporan auditor.
2.2.4. Faktor-Faktor yang MempengaruhiAudit Delay
1. Ukuran Perusahaan
Total aset terkait dengan ukuran dari suatu perusahaan. Perusahaan
diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan
dengan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan adanya internal control yang
baik dan kemampuan perusahaan untuk mendorong auditornya agar dapat
menyelesaikan pekerjaan audit secara tepat waktu. Selain itu perusahaan-
perusahaan yang lebih besar juga memiliki sumber daya untuk membayar
audit fees yang lebih tinggi sehingga pekerjaan audit dapat segera dilakukan
setelah tahun buku berakhir. Disamping itu, perusahaan besar pada
umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik sehingga
25
memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya (Iskandar dan
Trisnawati, 2010).
Kumalasari (2010) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar
memiliki pengendalian internal yang lebih kuat dan akan mengurangi
kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan
memampukan auditor untuk mengendalikan pengendalian yang lebih luas
serta melakukan pekerjaan intern. Selain itu, manajemen dari perusahaan
yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit
delay dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat
oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Sehingga perusahaan
berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi
untuk mengumumkan laporan audit lebih awal.
2. Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektifitas manajemen
secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya keuntungan yang
diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi (Munawir,
2008). Rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah return
on assets. Return on assets (ROA) biasanya disebut sebagai hasil dari
pengembalian atas jumlah aktiva. Rasio ini mengukur efektivitas pemakaian
total sumber daya oleh perusahaan. ROA sebagai rasio laba terhadap aktiva
juga merupakan indikator kunci pada produktivitas. Perusahaan yang
berhasil mempunyai laba yang relatif besar dibandingkan perusahaan yang
26
kurang maju (Hamilton, 1997 dalam Suharli dan Harahap, 2008). Return on
Total Assets mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
asetnya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat kembalian
investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan
seluruh dana (aset) yang dimilikinya (Prastowo, 2014).
Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan
manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukan oleh
laba yang dihasilkan. Secara garis besar laba yang dihasilkan perusahaan
berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan.
Perusahaan akan mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan (profitabilitas) baik dari tingkat penjualan, aset, modal maupun
saham tertentu. Dalam rasio profitabilitas ini dapat dikatakan sampai sejauh
mana keefektifan dari keseluruhan manajemen dalam menciptakan
keuntungan bagi perusahaan. Profitabilitas merupakan hasil dari sejumlah
besar kebijakan dan keputusan manajemen dalam menggunakan sumber-
sumber dana perusahaan (Yuliyanti, 2011).
3. Solvabilitas
Proporsi debt to assets ratio yang tinggi akan meningkatkan
kegagalan perusahaan sehingga auditor akan meningkatkan perhatian bahwa
ada kemungkinan laporan keuangan kurang dapat dipercaya. Kedua,
mengaudit utang memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
mengaudit modal. Biasanya mengaudit utang lebih melibatkan banyak staf
27
dan lebih rumit dibandingkan mengaudit modal. Dalam hal ini perusahaan
akan mengurangi resiko dengan mengundurkan publikasi laporan
keuangannya dan mengulur waktu dalam laporan auditnya. Ini memberikan
tanda ke pasar bahwa perusahaan dalam tingkat resiko yang tinggi. Dengan
demikian, auditor akan mengaudit laporan keuangan dengan lebih seksama
dan membutuhkan waktu yang relatif lama (Prabandari dan Rustiana, 2007).
4. JenisIndustri
Jenis industri dibagi menjadi dua kelompok yaitu industri non-
finansial dan industri finansial. Industri non-finansial mempunyai barang
persediaan barang yang berbentuk fisik sedangkan industri finansial
mempunyai persediaan yang berbentuk moneter (Asthonet al., 1987 dalam
Shulthoni, 2012). Hasil penelitian Asthonet al. (1987) menunjukkan bahwa
jenis perusahaan finansial mengalami audit delay lebih pendek
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan dalam jenis industri lain
(Shulthoni, 2012).
5. Ukuran Kantor AkuntanPublik
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan
publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
yang berusaha dibidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan
publik. Arens (2008) dalam Togasima dan Christiawan (2014) mengemukakan
bahwa KAP yang bereputasi baik biasanya ditunjukkan dengan KAP
28
nasional yang berafiliasi dengan KAP besar yang berlaku universal, yang
telah mengaudit hampir semua perusahaan terbesar dan berskala kecil.
Perusahaan yang diaudit oleh KAP yang memiliki reputasi baik akan
cenderung memiliki audit report lag yang lebih pendek karena KAP Big
Four memiliki staf auditor dalam jumlah besar serta lebih kompeten
(Darwin, 2012 dalam Togasima dan Christiawan, 2014).
6. Opini Audit
Ashton dkk. (1987) serta Carslaw dan Kaplan (1991) dalam Sugiarto
(2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis opini auditor
dengan audit delay. Perusahaan yang menerima qualified opinion
menunjukkan audit delay yang lebih panjang dibanding yang menerima
unqualified opinion. Waktu penyampaian perusahaan yang menerima
qualifiedopinion lebih panjang karena dalam laporan keuangan
terdapatpengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan
prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan dan
memerlukan pemeriksaan yang lebih cermat tentang konsistensi penerapan
akuntansi yang dapat diterima umum.
2.2.4. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Audit Delay
Ukuran perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya sebuah
perusahaan. Indikatornya dilihat dari beberapa sudut pandang seperti
29
total nilai aset, total penjualan, jumlah tenaga kerja, anak perusahaan
dan sebagainya (Togasima dan Christiawan, 2014). Menurut Hilmi dan
Ali (2008), semakin besar aset suatu perusahaan maka akan semakin
besar pula modal yang ditanam, semakin besar total penjualan suatu
perusahaan maka akan semakin banyak juga perputaran uang dan
semakin besar kapitalisasi pasar.
Dalam mengukur suatu perusahaan dapat didasarkan pada nilai
buku aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran suatu
perusahaan maka semakin rumit pula proses dalam melakukan
auditnya. Terkait komponen dalam audit delay, ukuran perusahaan
mempengaruhi seluruh komponen baik scheduling, fieldwork, dan
reporting lag (Togasima dan Christiawan, 2014).
Kartika (2009) menyatakan hal yang berbeda. Semakin besar nilai
aktiva perusahaan maka semakin pendek audit delay dan sebaliknya.
Perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih
cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung
diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan
perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor,
pengawas permodalan dari pemerintah. Pihak-pihak ini sangat
berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan
keuangan. Hossain dan Taylor (1998) dalam Puspitasari dan Sari (2012)
menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai total asset yang lebih
30
besar akan menyelesaikan audit lebih lama dibandingkan dengan
perusahaan yang mempunyai total aset yang lebih kecil,hal ini
dikarenakan jumlah sampel yang harus diambil semakin besar dan
semakin banyak prosedur audit yang harus ditempuh.Berdasarkan
uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah:
Ha1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap audit delay.
2. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Audit Delay
Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang
berisi berita baik. Oleh karena itu, perusahaan yang mampu
menghasilkan profit akan cenderung mengalami audit delay yang lebih
pendek, sehingga good news tersebut dapat segera disampaikan kepada
para investor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Sebagai
dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai salah satu cara
untuk menilai keberhasilan efektivitas perusahaan, tentu saja berkaitan
dengan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan
yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode berjalan.
Perusahaan yang profitable memiliki insentif untuk menginformasikan
ke publik kinerja unggul mereka dengan mengeluarkan laporan tahunan
secara cepat (Kartika, 2009).
Wirakusuma (2004) dalam Suparsada dan Putri (2017) menyatakan
bahwa perusahaan yang melaporkan kerugian akan meminta auditor
untuk mengatur waktu auditnya lebih lama dibandingkan biasanya.
31
Sebaliknya, jika perusahaan melaporkan laba yang tinggi, maka
perusahaan berharap laporan keuangan audit dapat diselesaikan
secepatnya sehingga kabar baik atau good news tersebut dapat
disampaikan kepada para investor maupun kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi
membutuhkan waktu dalam pengauditan laporan keuangan lebih cepat
dikarenakan keharusan untuk menyampaikankabar baik secepatnya
kepada publik. Mereka juga memberikan alasan bahwa auditor yang
menghadapi perusahaan yang mengalami kerugian memiliki respon
yang cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan proses pengauditan
(Rachmawati, 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan adalah:
Ha2: Profitabilitas berpengaruh terhadap audit delay.
3. Pengaruh Solvabilitas Terhadap Audit Delay
Carslaw dan Kaplan (1991) dalam Rachmawati (2008) menyatakan
bahwa proporsi relatif dari hutang terhadap total aset mengindikasikan
kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang besar dari hutang
terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan
dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporan
keuangan yang akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya
proporsi dari hutang akan meningkatkan pula resiko kerugiannya. Oleh
32
karena itu perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang tidak sehat
cenderung biasanya dapat melakukan kesalahan manajemen
(mismanagement) dan kecurangan (fraud). Proporsi yang tinggi dari
hutang terhadap total aset ini, akan mempengaruhi likuiditas yang
terkait dengan masalah kelangsungan hidup perusahaan (going
concern), yang pada akhirnya memerlukan kecermatan yang lebih
dalam pengauditan.
Togasima dan Christiawan (2004) menyatakan bahwa semakin
banyak jumlah hutang, semakin panjang pula proses auditnya. Proses
tersebut tentunya memerlukan waktu yang ekstra bagi auditor dalam
proses audit. Auditor tentunya juga memeriksa kepatuhan terhadap
kesesuaian perjanjian hutang serta perjanjian kontraknya. Berdasarkan
uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah:
Ha3: Solvabilitas berpengaruh terhadap audit delay.
4. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Solvabilitas
Terhadap Audit Delay
Boynton dan Kell (1996) dalam Utami (2006) berpendapat
bahwa, audit delay akan semakin lama apabila ukuran perusahaan yang
akan di audit semakin besar. Ini berkaitan dengan semakin banyaknya
jumlah sampel yang harus diambil dan semakin luasnya prosedur audit
yang dilakukan. Anggradewi dan Haryanto (2014) berpendapat bahwa
perusahaan yang memiliki aset yang lebih besar akan melaporkan lebih
33
cepat dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aset yang lebih
kecil. Perusahaan yang besar cenderung memiliki sumber daya atau aset
yang besar sehingga akan memiliki lebih banyak sumber informasi, staf
akuntansi dan sistem informasi yang lebih canggih, serta memiliki
sistem pengendalian intern yang kuat. Oleh karena itu perusahaan dapat
melaporkan laporan keuangan auditannya lebih cepat ke publik dengan
adanya pengawasan dari para investor.
Menurut Carslow (1991) dalam penelitian Subekti dan Widiyanti
(2004), ada dua alasan mengapa perusahaan yang menderita kerugian
cenderung mengalami audit report lag yang lebih panjang. Pertama,
ketika kerugian terjadi perusahaan ingin menunda bad news sehingga
perusahaan akan meminta auditor untuk menjadwal ulang penugasan
audit. Kedua, auditor akan lebih berhati-hati selama proses audit jika
percaya bahwa kerugian ini mungkin disebabkan karena kegagalan
keuangan perusahaan dan kecurangan manajemen informasi tentang
laba perusahaan.
Carslaw dan Kaplan(1991) dalam Rachmawati (2008)
mengungkapkan bahwa proporsi relatif dari hutang terhadap total aset
mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang
tinggi dari hutang terhadap total asset ini akan mempengaruhi likuiditas
yang terkait dengan masalah kelangsungan hidup perusahaan, yang
pada akhirnya memerlukan kecermatan yang lebih dalam pengauditan
34
(Rachmawati 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan adalah:
Ha4: Ukuran perusahaan, profitabilitas dan solvabilitas secara
simultan berpengaruh terhadap audit delay.
2.2.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pengembangan hipotesis maka kerangka penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Gambar .2
Kerangka Penelitian
Ukuran Perusahaan
Profitabilitas
Solvabilitas
Audit Delay