BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi...

43
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Siklus Rankine (PLTU) Dalam Termodinamika dikenal siklus Rankine yang merupakan gambaran prinsip kerja dari siklus PLTU ideal. Ideal disini berarti tidak terdapat rugi-rugi akibat perubahan energi kinetic dan energi potensial, serta gesekan diabaikan. Skema siklus rankine dapat di tunjukkan padagambar berikut : Gambar 2.1 Siklus Rankine Sederhana Sumber : PLN Corporate University, 2015. Penjelasan gambar 2.1. diatas, siklus rankine ideal terdiri dari 4 proses : 1 2 merupakan proses kompresi isentropik dengan pompa. 2 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan. Dengan memperhatikan gambar di atas, maka prinsip kerja dari PLTU dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Air masuk pompa pada kondisi 1 pada fase cair jenuh ( saturated liquid) dan dikompresi sampai tekanan operasi boiler. Temperatur air akan meningkat selama kompresi isentropik yang disebabkan oleh terjadinya penurunan

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Siklus Rankine (PLTU)

Dalam Termodinamika dikenal siklus Rankine yang merupakan gambaran

prinsip kerja dari siklus PLTU ideal. Ideal disini berarti tidak terdapat rugi-rugi

akibat perubahan energi kinetic dan energi potensial, serta gesekan diabaikan.

Skema siklus rankine dapat di tunjukkan padagambar berikut :

Gambar 2.1 Siklus Rankine Sederhana

Sumber : PLN Corporate University, 2015.

Penjelasan gambar 2.1. diatas, siklus rankine ideal terdiri dari 4 proses :

1 – 2 merupakan proses kompresi isentropik dengan pompa.

2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan.

3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin.

4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

Dengan memperhatikan gambar di atas, maka prinsip kerja dari PLTU

dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Air masuk pompa pada kondisi 1 pada fase cair jenuh (saturated liquid) dan

dikompresi sampai tekanan operasi boiler. Temperatur air akan meningkat

selama kompresi isentropik yang disebabkan oleh terjadinya penurunan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

6

volume spesifik air. Jarak vertikal antara 1 - 2 pada T-S diagram tersebut

dilebih-lebihkan supaya dapat dilihat dengan jelas.

b. Air memasuki boiler sebagai cairan terkompresi pada kondisi 2 dan akan

menjadi uap superheated pada kondisi 3. Dimana panas diberikan oleh boiler

ke air pada tekanankonstan (isobar). Boiler dan seluruh bagian yang

menghasilkan uap ini disebut sebagai steam generator.

c. Uap superheated pada kondisi 3 kemudian akan memasuki turbin untuk

diekspansi secara isentropik dan akan menghasilkan kerja untuk memutar shaft

yang terhubung dengan generator listrik sehingga dihasilkanlah listrik.

Tekanan dan temperatur uap akan turun selama proses ini menuju keadaan 4

dimana uap akan masuk kondenser dan biasanya sudah dalam fase campuran

jenuh (liquid–vapor mixture).

d. Uap yang masuk ke kondensor akan dikondensasikan pada P konstan didalam

kondenser dan akan meninggalkan kondenser sebagai cairan jenuh yang akan

masuk pompa kembali, begitu seterusnya.

2.1.1 Siklus Rankine Superheat

Gambar 2.2 Diagram T-s Siklus Rankine Dengan Superheater

Sumber : PLN Corporate University, 2015.

Untuk meningkatkan efisiensi siklus, maka ketel - ketel modern dilengkapi

dengan pemanas lanjut uap (Superheater) untuk menaikkan tempeartur uap yang

keluar dari ketel. Dengan cara ini maka kandungan energi panas dalam uap yang

akan masuk turbin menjadi lebih tinggi. Proses yang terjadi didalam superheater

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

7

sendiri adalah proses kenaikan temperatur melalui penambahan fraksi panas

superheat yang berlangsung secara Isobar. Adapun tampilan siklus Rankine

Superheat dapat dilihat gambar 2.2.

Dari gambar , terlihat bahwa unsur-unsur dalam siklus adalah sebagai

berikut :

Kalor Masuk (Qin) = (h4 – h3) + (h3 – h2) = (h4 – h2)

Kalor Keluar (Qout) = h5 – h1

Kerja Pompa (WP) = h2 – h1

Kerja Turbin (WT) = h4 – h5

Kerja Bersih (Wnet) = Qin – Qout = (h4 – h2) – (h5 – h1)

atau = WT – WP = (h4 – h5) – (h2 – h1)

Dengan demikian efisiensi Rankine dapat dihitung :

2.2 Proses Produksi Pada PLTU Tenayan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tenayan adalah pembangkit listrik

berbahan bakar batu bara sebagai bahan baku utamanya. Memanfaatkan air sungai

siak yang merupakan sungai terdalam di Indonesia. Air sungai siak diolah menjadi

uap untuk menggerakan turbin uap. PLTU Tenayan berlokasi di Provinsi Riau, Kota

Pekanbaru, Kecamatan Tenayan Raya, Kelurahan Industri Tenayan. PLTU ini

memiliki luas lebih kurang 40 Hektar dengan kapasitas 2 x 110 MW, dan menjadi

Pembangkit Listrik terbesar di Provinsi Riau. PLTU Tenayan menyumbang 31%

energi listrik di Provinsi Riau (penyangga kelistrikan di sumatera bagian tengah)

dan 4% di Pulau Sumatera.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

8

Gambar 2.3 PLTU Tenayan 2 x 110 MW

Sumber : Plant Project PLTU Tenayan , 2013

Dalam proses produksi PLTU Tenayan terdapat 4 siklus utama, yaitu :

a. Siklus pengolahan air baku.

b. Siklus bahan bakar minyak dan batubara.

c. Siklus udara bakar dan udara buang.

d. Siklus air dan uap.

2.2.1 Siklus Pengolahan Air Baku

Di PLTU Tenayan terdapat 2 sistem pengolahan air yaitu Pretreatment

Plant dan Water Treatment Plant atau disebut WTP yang masing masing fungsinya

adalah :

1. Pretreatment Plant : menghasilkan air untuk bahan baku WTP, menghasilkan

air untuk fire fighting (sistem pemadam kebakaran) dan air domestik untuk

kebersihan

2. Water treatment plant : Menghasilkan air yang berkualitas untuk bahan baku

Boiler.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

9

Gambar 2.4 Siklus Pengelolaan Air Baku

Sumber : P&ID PLTU Tenayan , 2016

Pada gambar 2.4 dijelaskan tentang siklus pengolahan air sungai menjadi

air industrial atau raw water . Sumber air diambil dari sungai Siak kemudian

dipompakan oleh intake water pump menuju mechanical clarifier yang berfungsi

untuk memisahkan kandungan lumpur pada air. Di mechanical clarifier ini diinjeksi

oleh bahan kimia berupa PAC (Poly Alluminium Chloride) dan PAM

(Polyacrylamide) untuk membentuk flok sehingga mudah untuk dipisahkan oleh

air. Setelah flok berhasil dipisahkan, air yang bersih menuju ke grafity tank yang

bertugas untuk menyaring ulang air tersebut menggunakan berat jenis atau dengan

sistem natural.

Air keluar dari garafity tank system akan menuju ke industrial pool dan

juga bisa digunakan untuk pengisian absorbing well sebagai penambah pendinginan

untuk condenser. Setelah semua proses selesai air yang ditampung di industrial

pool yang kemudian akan digunakan untuk bahan baku pembuatan air murni atau

make up water boiler. Di dalam industrial pool juga digunakan untuk bahan baku

fire fighting system.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

10

Gambar 2.5 Siklus Water Treatment Plant

Sumber : DCS PLTU Tenayan , 2016

Air yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan make up water

dipompakan oleh clean water pump menuju cation exchanger kemudian menuju

anion exchanger dan terakhir menuju mixed bed yang berupa campuran resin anion

dan cation. Dalam proses ini air dipisahkan dari kandungan mineral atau disebut

demineralized sehingga menjadi air murni dengan conductivity <1 µs/cm yang

ditampung di demin water tank.

2.2.2 Siklus Bahan Bakar Minyak dan Batubara

Untuk memudahkan penjelasan maka siklus bahan bakar dibagi dua jalur,

yaitu jalur bahan bakar minyak (solar) dan jalur batubara. Jalur bahan bakar cair

(solar) hanya digunakan pada saat start awal PLTU yang kemudian untuk sistem

pembakaran diambil alih oleh batubara sebagai bahan bakarnya. Transfer minyak

dimulai dari pengiriman bahan bakar solar melalui jalur darat oleh pihak Pertamina.

Solar kemudian ditampung di HSD storage tank. Ketika digunakan solar akan

dipompakan oleh forwarding pump langsung menuju burner oil. Burner oil adalah

alat yang berfungsi sebagai nosel untuk menyemprotkan bahan bakar solar di ruang

bakar boiler. Burner oil hanya bekerja pada saat start awal sampai beban mencapai

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

11

30% load, atau juga ketika kinerja boiler tiba- tiba turun 30% load. Selain itu

(ketika beban normal 100% load) yang bekerja adalah burner batubara.

a. Jalur Bahan Bakar Minyak (High Speed Diesel)

Gambar 2.6 Jalur Bahan Bakar Minyak

Sumber : DCS PLTU Tenayan , 2016

Alat- alat yang dilalui oleh jalur bahan bakar cair ini adalah :

1. Fuel Oil Tank (HSD Storage Tank)

Fuel oil tank adalah bak penampungan bahan bakar cair (solar) dari truk

pengirim bahan bakar.

2. Pompa Bahan Bakar( Forwarding Pump )

Pompa bahan bakar digunakan untuk memompakan bahan bakar solar dari fuel

tank menuju burner.

3. Burner Oil

Burner oil adalah alat yang berfungsi sebagai nosel untuk menyemprotkan

bahan bakar solar di ruang bakar boiler. Burner oil terdiri dari 2 layer yang

disebut underbed burner dan onbed burner, dan pada masing- masing layer

terdapat 4 nozel / burner. Jadi jumlah totalnya ada 8 buah burner oil tiap unit.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

12

b. Jalur Bahan Bakar Batubara

Gambar 2.7 Jalur Bahan Bakar Batubara

Sumber : DCS PLTU Tenayan , 2016

Batubara dari kapal tongkang dikeruk menggunakan ship unloader dengan

sistem chain bucket kemudian ditransfer menuju chute (tempat untuk memasukkan

batubara ke conveyor) untuk selanjutnya dibawa oleh belt conveyor C01 menuju

transfer tower 1. Dari transfer tower 1 batubara dibawa kembali oleh conveyor C5

menuju Stacker Reclaimer yang berfungsi untuk menata batubara di coal yard.

Sistem loading batubara adalah menyalurkan batubara dari coalyard

menuju coal bunker. Batubara dari coalyard bisa dikeruk menggunakan stacker

reclaimer ataupun bisa juga menggunakan jalur underground hooper di C06.

Setelah batubara sampai di transfer tower 1 batubara disalurkan melalui C02

menuju ke Coal Crusher untuk dihancurkan sesuai ukuran yang diijinkan masuk ke

boiler.

Batubara halus disalurkan melalui C03 menuju C04 yang akan dibagi

menjadi 4 triper untuk 4 coal feeder.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

13

2.2.3 Siklus Udara Bakar dan Gas Buang

a. Siklus Udara Bakar

Gambar 2.8 Siklus Udara Pembakaran

Sumber : DCS PLTU Tenayan , 2016

Udara berfungsi untuk proses pembakaran bahan bakar sehingga disebut

udara pembakaran. Terdapat 2 buah Fan yang digunakan untuk udara pembakaran

yaitu Primary Air Fan (PAF) Dan Secondary Air Fan (SAF). Udara berasal dari

atmosfir dihisap oleh PA fan dan dialirkan ke air heater. Udara panas dari air heater

kemudian masuk kedalam windbox dan selanjutnya didistribusikan ke nozzle

dibawah boiler yang berguna sebagai bubbling bed material atau pasir yang

berguna sebagai media penukar panas.

Sedangkan SA Fan berguna sebagai udara pembakaran yang melalui air

heater langsung menuju ke boiler. SAF sangat berpengaruh terhadap temperature

furnace

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

14

b. Siklus Gas Buang

Gambar 2.9 Siklus Gas Buang

Sumber : DCS PLTU Tenayan , 2016

Gas panas hasil pembakaran atau disebut gas buang (flue gas) berfungsi

sebagai sumber energi panas. Gas panas dari ruang bakar dialirkan ke pipa-pipa

superheater I ke economizer, dan ke air heater. Dari air heater gas masuk ke alat

penangkap abu (ESP). dan dari ESP gas dihisap oleh ID fan untuk selanjutnya

dibuang ke atmosfir melalui cerobong.

Peralatan yag termasuk dalam sistem gas buang meliputi Air heater (AH),

Electrostatic Precipitator (ESP), dan induced draft fan (IDF).

Air heater berfungsi untuk memanaskan udara pembakaran dengan panas

gas buang.

Electrostatic Precipitator (ESP) berfungsi untuk menangkap abu dan debu

yang terbawa dalam gas sebelum dibuang ke atmosfir.

Induced Draft Fan (IDF) berfungsi untuk menghisap gas dan membuang

ke atmosfir melalui cerobong. IDF juga berfungsi mengontrol tekanan ruang bakar

agar selalu pada kondisi vacuum.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

15

2.2.4 Siklus Air dan Uap

Gambar 2.10 Siklus Air dan Uap

Sumber : DCS PLTU Tenayan , 2016

Siklus air di PLTU dimulai dari make up tank yang diisi oleh air murni

dari demin water tank. Dari make up tank ini dipompakan oleh CTP (Condensate

Transfer Pump) sebagai air penambah di hotwell. Hotwell adalah tempat

penampungan air yang sudah digunakan untuk memutar Turbin kemudian

dipompakan oleh Condensate Pump menuju LP heater (Low Pressure Heater)

untuk pemanasan awal. Media pemanasnya adalah uap yang diambil dari Low

Pressure Turbine.

Prinsip kerjanya adalah air pengisi dialirkan di dalam pipa, dan uap panas

mengalir di luar pipa. Setelah dipanasi di LP Heater air pengisi kemudian dialirkan

menuju deaerator untuk proses penghilangan unsur oksigen yang masih terkandung

dalam air pengisi. Didalam deaerator terjadi kontak langsung antara air pengisi dan

uap oleh karena itu disebut open feed water. Uap akan memisahkan gas dari air

pengisi untuk kemudian gas- gas tersebut bergerak dengan cepat ke bagian atas

daearator dan selanjutnya dibuang ke atmosfir. Uap yang digunakan berasal dari

ekstraksi uap HP Turbine. Setelah dari daearator air langsung dipompakan oleh

boiler feed pump menuju ekonomiser. Tapi sebelum ke economizer air terlebih

dahulu dilewatkan HP heater untuk memanaskan air pengisi. Prinsip kerja dari HP

heater sama dengan LP heater, bedanya hanya pada tekanan dan temperaturnya. Di

HP heater tekanan dan temperaturnya lebih tinggi dibandingkan tekanan dan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

16

temperatur di LP heater. Setelah melewati HP heater air kemudian masuk ke

economizer untuk dipanaskan lagi sebelum masuk ke steam drum.

Steam drum adalah alat yang digunakan untuk menampung sekaligus

memisahkan air pengisi boiler yang masih berbentuk air dengan yang sudah

berbentuk uap basah. Prinsip kerjanya secara alami, maksudnya adalah air yang

sudah menjadi uap akan berada di atas, dan yang masih berwujud berwujud air akan

berada di bagian bawah steam drum. Uap akan langsung dialirkan ke superheater,

sementara air akan turun melewati water wall untuk diuapkan dan kemudian

dialirkan ke superheater. Di superheater uap basah dari steam drum dan water wall

akan dipanaskan lagi menjadi uap panas lanjut. Uap panas lanjut ini kemudian

dialirkan ke HP turbine untuk memutar sudu- sudu HP turbine.Setelah digunakan

di HP turbine uap akan mengalami ekspansi (tekanan dan temperatur uap turun).

Uap tidak dipanaskan lagi, tapi langsung dialirkan ke LP turbine untuk memutar

sudu- sudu LP turbine. Terakhir uap yang keluar dari LP turbine kemudian

dialirkan di kondensor untuk di kondensasikan menjadi air pengisi. Proses

kondensasi uap menggunakan media air sungai setelah diproses di Pretreatment

system sebagai pendinginnya yang dipompakan oleh CWP (Circulating Water

Pump). Air kondensat ini kemudian digunakan lagi sebagai air pengisi boiler

dengan proses yang sama. Begitulah siklus air dan uap yang terjadi di PT. PJB UBJ

O & M PLTU Tenayan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

17

Gambar 2.11 Siklus Produksi PLTU Tenayan

Sumber : P&ID PLTU Tenayan, 2017

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

18

2.3 Sistem Boiler

Boiler merupakan peralatan utama dari sebuah PLTU yang berfungsi

untuk memanaskan air menjadi uap dengan tekanan dan temperatur tertentu,

melalui proses pembakaran bahan bakar di ruang bakar (furnace ).

Pada Boiler CFB (Circulating Fluidized Bed) terdiri dari 3 perlatan utama

yaitu furnace , cyclone dan back pass. Furnace berfungsi sebagai tempat

terjadinya pembakaran bahan bakar. Komponen yang terdapat di furnace yaitu

wall tube, panel evaporator dan panel super heater.

Cyclone berfungsi untuk memisahkan batubara yang belum terbakar

dengan abu (ash) sisa pembakaran dan mengembalikannya ke furnace . Komponen

utama cyclone yaitu wall tube dan sealpot.

Backpass berfungsi sebagai ruang pemanfaatan kalor yang terdapat dalam

flue gas. Komponen utama di backpass adalah final superheater, superheater,

economizer dan air preheater.

Gambar 2.12 Konfigurasi CFB Boiler

Sumber : Greenfield Research Incorporated, 2017.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

19

2.4 Sistem Fluidized-Bed Combustion

Pembakaran dengan system Fluidized Bed Combustion (FBC) memiliki

kelebihan dan keuntungan bila dibanding sistem pembakaran yang konvensional,

diantaranya adalah proses pembakaran yang sempurna dan berkurangnya emisi

polutan yang merugikan seperti SOx dan NOx. Sistem FBC adalah sistem

pembakaran yang tertutup, sehingga seluruh batubara yang masuk ke dalam dapur

api akan terbakar sempurna, sebelum habis terbakar batubara akan terperangkap di

dalam pasir silica yang bergerak, dengan demikian efficiency boiler menjadi tinggi.

Batu bara yang digunakan dalam sistem FBC sangat flexible, dapat menggunakan

batubara rendah kalori, dengan ukuran 0 ~ 15 mm. Spesifikasi Batu bara tersebut

adalah yang paling murah dan paling banyak tersedia di Indonesia.

Bila udara atau gas telah terdistribusi secara merata, maka akan dilewatkan

keatas melalui bed partikel padat seperti pasir. Begitu kecepatan udaranya

berangsur-angsur naik, terbentuklah suatu keadaan dimana partikel tersuspensi

dalam aliran udara sehingga bed tersebut terfluidisasikan. Dengan kenaikan

kecepatan udara selanjutnya, maka terjadi pembentukan gelembung, turbulensi

yang kuat, pencampuran cepat dan pembentukan permukaan bed yang rapat. Bed

partikel padat menampilkan sifat cairan mendidih dan terlihat seperti fluida yang

disebut bubbling fluidized bed.

Jika partikel pasir dalam keadaan terfluidisasikan dipanaskan hingga ke

suhu nyala batubara, dan batubara diinjeksikan secara terus menerus ke bed, maka

batubara akan terbakar dengan cepat dan bed mencapai suhu yang seragam.

Pembakaran dengan fluidized bed (FBC) berlangsung pada suhu sekitar 840°C

hingga 950°C. Karena suhu ini jauh berada dibawah suhu fusi abu, maka pelelehan

abu dan permasalahan yang terkait didalamnya dapat dihindari. Suhu pembakaran

yang lebih rendah tercapai disebabkan tingginya koefisien perpindahan panas

sebagai akibat pencampuran cepat dalam fluidized bed dan ekstraksi panas yang

efektif dari bed melalui perpindahan panas pada pipa dan dinding bed. Kecepatan

gas dicapai diantara kecepatan fluidisasi minimum dan kecepatan masuk partikel.

Hal ini menjamin operasi bed yang stabil dan menghindari terbawanya partikel

dalam jalur gas.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

20

2.5. Circulating Fluidized-Bed (CFB) Combustion

Dalam sistem sirkulasi, parameter bed dijaga untuk membentuk padatan

melayang dari bed. Padatan diangkat pada fase yang relatif terlarut dalam

pengangkat padatan dan sebuah down-comer dengan sebuah cyclone merupakan

aliran sirkulasi padatan. Tidak terdapat pipa pembangkit steam yang terletak dalam

bed. Pembangkitan dan pemanasan berlebih steam berlangsung di bagian konveksi,

dinding air, pada keluaran pengangkat/riser. Boiler CFB pada umumnya lebih

ekonomis daripada boiler lainnya. Untuk unit yang besar, semakin tinggi

karakteristik tungku boiler CFBC akan memberikan penggunaan ruang yang

semakin baik, partikel bahan bakar lebih besar, waktu tinggal bahan penyerap untuk

pembakaran yang efisien dan penangkapan SO2 yang semakin besar pula, dan

semakin mudah penerapan teknik pembakaran untuk pengendalian NOx daripada

pembangkit steam lainnya.

2.6. Material Pendukung CFB

Refractory bisa didefinisikan sebagai material non logam yang dapat tahan

pada temperatur tinggi. Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumya, refractory

merupakan jenis ceramic materials. Karena merupakan ikatan ionic dan covalent,

ceramic mempunyai sifat yang keras namun mudah patah (brittle). Sehingga tanpa

dikombinasi dengan material lain, sangat jarang digunakan untuk material

struktural. Keuntungan yang utama adalah ketahanan terhadap temperatur tinggi.

Pada dasarnya refractory digunakan dalam konstruksi CFB mempunyai

dua fungsi yaitu sebagai (1) Insulasi untuk mencegah komponen tertentu

overheated dan mencegah kehilangan energy dengan perpindahan panas dari proses

pembakaran. (2) Berfungsi mencegah terjadinya erosi/abrasi/korosi pada

komponen lain seperti tubing wall tubes. Refractory digunakan di beberapa bagian

CFB sebagaimana terlihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.14. menunjukkan area

tertentu dalam CFB boiler yang memerlukan refractory dengan kemampuan tahan

terhadap erosi antara lain di furnace, cyclone, dan sealpot. Area ini merupakan area

dengan kecepatan relative lebih tinggi dari area yang lain.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

21

Gambar 2.13 Penggunaan Refractory Pada CFB Boiler

Sumber : P. Basu, S.A. Fraser, Circulating Fluidized Bed Boilers, Springer, 1991.

Gambar 2.14 Beberapa Area Yang Memerlukan Erosion Resistance Refractory.

Sumber : P. Basu, S.A. Fraser, Circulating Fluidized Bed Boilers, Springer, 1991.

2.7. Jenis dan Material Refractory

2.7.1 Definisi Refractory

Refractory adalah suatu material bukan logam, digunakan pada suatu

konstruksi yang beroperasi pada temperatur tinggi untuk waktu yang lama, seperti

konstruksi dapur. Meskipun fungsi utamanya adalah tahan terhadap temperatur

tinggi, namun dalam aplikasinya material refractory ini harus menekan hilangnya

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

22

panas dari komponen (heat loss), tahan terhadap abrasi, tekanan, serangan kimiawi,

serta perubahan-temperatur yang sangat cepat, sehingga dapat menahan kestabilan

temperatur dari equipment.

2.7.2 Sifat Sifat Refractory

Seperti pada umumnya material industri terutama yang bekerja pada

temperatur tinggi, perubahan cepat pada temperatur, serta bersinggungan dengan

fenomena mekanik, maka pada material tersebut dituntut sifat-sifat yang sesuai :

1. Cold Crushing Strength – CCS.

Merupakan besarnya beban yang dibutuhkan untuk menghancurkan

material refractory per satuan luas. Satuan yang digunakan : kg/cm2 ; N/mm2; MPa,

Psi. Sifat CCS ini dapat diketahui dengan melakukan pengujian berdasarkan ASTM

C-133; 1402-6. Pada umumnya semakin tinggi nilai CSS suatu material refractory,

maka akan semakin tinggi pula ketahanannya ter hadap abrasi.

2. Modulus of Rupture – MOR

Menunjukkan kemampuan suatu material refractory terhadap beban

bending per satu satuan luas. Satuannya adalah : kg/cm2 ; N/mm2; MPa, Psi. Salah

satu metoda pengujiannya : ASTM C-133, 1402-6. Secara general semakin besar

MOR, material refractory semakin tahan terhadap thermal shock dan crack.

3. Bulk Density

Menyatakan perbandingan antara berat (massa) dan volume material, dan

dinyatakan dalam satuan pound per cubic feet [lb/ft3], atau kilogram per meter

kubik [kg/m3], atau gram per centimeter kubik [g/cm3]. Berat material yang

digunakan adalah berat material dalam kondisi kering, setelah di drying pada

temperatur 110 OC dan 815 OC. Standar pengujiannya dan penyusutannya ASTM C-

134 dan EN 1402-6. Untuk jenis castable padat, semakin tinggi density nya maka

kekuatan mekaniknya semakin tinggi (CCS dan MOR), demikian juga ketahanan

terhadap abrasi serta volume stability meningkat. Untuk insulating castable

material, semakin rendah density nya semakin bagus (thermal conductivity semakin

rendah).

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

23

4. Apparent Porosity

Merupakan banyaknya pori terbuka yang dapat dilewati oleh cairan

(liquid), ditunjukkan dengan besarnya fraksi volume yang ditempati, satuan %.

Salah satu pengujian untuk pengetahui sifat ini ada di C20, ASTM C830.

5. Abrassive Resistance.

Abrasi terjadi karena beberapa hal tergantung pada kondisi saat operasi

dimana material refractory berada seperti akibat tumbukan material berat yang

dituangkan dalam dapur, abrasi akibat materi metalik dan non metalik, atau juga

karena hantaman langsung debu abrasif dan aliran gas abu berkecepatan tinggi.

Untuk menahan beban mekanik tersebut biasanya brick refractory merupakan

pilihan yang tepat karena kuat dan daya ikat yang bagus. Semakin kuat brick,

semakin tinggi ketahanan abrasinya. Dalam hal ini nilai MOR atau CCS merupakan

indikasi ketahanan abrasinya. Uji abrasi ditentukan dengan mengetahui ketahanan

material terhadap erosi jika dikenai hantaman karbida silikon halus pada temperatur

kamar. Prosedur pengujian ditunjukkan pada ASTM C704.

6. Thermal Expansion

Jika selama pemanasan hingga dibawah fired temperatur nya dia tidak

terjadi perubahan permanen, fired refractories akan kembali ke dimensi semula

pada saat pendinginan. Sifat ini disebut “reversible thermal expansion” Gambar

2.15 dan Gambar 2.16 menunjukkan nilai reversible thermal ekspansion fired brick.

Gambar 2.15 Reversibel Thermal Expansion Brick

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

24

Gambar 2.16 Reversibel Thermal Expansion Brick

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Lain halnya perilaku thermal expansion material unfired refractories yang

lebih kompleks dibanding material fired refractories. Selama awal pemanasan,

dapat terjadi ekpansi atau kontraksi pada material unfired refractories sebagai

akibat dari perubahan struktur pada ikatan, perubahan minerologi, dan pengaruh

sintering. Karateristik thermal expansion pada sejumlah cement-bonded

refractories selama pemanasan awal ditunjukkan pada Gambar 2.17. Terjadi

penyusutan (shringkage) pada kisaran temperatur antara 400oF dan 600oF (205oC

dan 315oC), yang berkaitan dengan penguraian (decomposition) semen. Besarnya

penyusutan yang terjadi sebanding dengan jumlah semen yang digunakan.

Pertambahan penyusutan terjadi pada temperatur diatas temperatur 1800oF

hingga 2000oF (980oC hingga 1090oC) berkaitan dengan effect sintering. Thermal

expansion ditentukan oleh karakteristik aggregate. Penyusutan yang terjadi selama

pemanasan awal pada temperatur 2600oF (1430oC) merupakan gejala alami dan

biasanya sebesar 0,2 % hingga 1,5 %. Untuk thermal expansion plastic refractories

ditunjukkan pada Gambar 2.18.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

25

Gambar 2.17 Reversibel Thermal Expansion Berbagai Castable Refractories

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Gambar 2.18 Reversibel Thermal Expansion Berbagai Plastic Refractories

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

7. Permanen Linear Change-PLC.

Menyatakan perubahan dimensi material refractory akibat penyusutan

(karena pemanasan dan pendinginan) pada pemanasan hingga temperatur tertentu,

dinyatakan dalam % pertambahan/pengurangan panjang terhadap panjang awal.

Besarnya PLC diketahui melalui pengujian dengan standar ASTM C-113; EN 1402-

6. Pada umumnya pemanasan 100oC (green to dried) dan dried to fired (temperatur

815oC, 1000oC, 1200oC, 1300oC, ...). Yang dimaksud green pada umumnya

ditujukan untuk lining yang baru saja selesai dipasang (sebelum proses dry out).

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

26

8. Thermal Conductivity – K value

Tabel 2. 1 K-Values for Refractory Brick at Various Mean

Temperatur, Btu.in/ft3.hr.oF

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Sifat yang menunjukkan jumlah panas yang dihantarkan oleh material

refractory dari permukaan panas menuju permukaan dingin tiap derajat perubahan

temperatur per satu satuan Panjang. Satuannya : BTU/ft3.hr.F. Pengujian unuk

mengetahui sifat ini dapat dilakukan dengan menggunakan standar ASTM C201/C

417, EN 993-14. Tabel 2.1. menunjukkan harga K refractories pada berbagai

temperatur.

9. Creep dan Thermal Expansion selama pembebanan (ASTM C832)

Saat service, material refractory harus tahan beban, minimal adalah

besarnya beban berat tekanan yang terjadi tergantung pada ketinggian lining dan

berat jenis material (Gambar 2.19.)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

27

Gambar 2.19 Creep Measurement Of Various High-Alumina Refractories Under 25

Psi Load At 2600 oF For 0 – 100 Hrs.

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

10. Pyrometric Cone Equivalent – PCE

Merupakan kecenderungan suatu material refractory (komposisi alumina-

silica dan fireclay) untuk melunak (softening) pada temperatur tinggi. Prosedur

pengujiannya ASTM C-24. Material dasar yang akan diuji dicetak menjadi bentuk

kerucut (cone), dipasang pada plak keramik, terdiri dari beberapa seri standar

pyrometric cone (bernomor) yang memiliki batas temperatur softening yang

berbeda. Selanjutnya plak dipanaskan dengan laju tetap hingga test spesimen

berbentuk cone tersebut melunak sampai ujungnya melengkung. Nomor standar

cone yang ujungnya melengkung hingga menyentuh plak merupakan besarnya nilai

PCE dari spesimen cone yang diuji.

11. Maximum Servive Temperatur - MST

Pada umunya digunakan pada monolithic refractory.

12. Chemical composition

Merupakan persentase mineral penyusun. Standar pengujian : ASTM 1172/

ASTM E 1184, EN ISO 12677. Untuk high alumina refractory, semakin rendah

kandungan mineral Fe2O3 nya, maka material tersebut semakin bagus.

Secara umum material refractory harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

28

o Tahan terhadap temperatur tinggi.

o Daya isolator tinggi.

o Tahan terhadap perubahan suhu secara mendadak (thermal shcock resistance).

o Volume stability yang bagus.

o Tahan beban pada temperatur tertentu.

o Dapat menghemat panas.

o Non-polluting to final product.

o Tahan terhadap serangan abrasi dan korosi.

o Tahan terhadap gas panas, glass, logam cair (good spalling resistance).

2.7.3 Klasifikasi Refractory

Material refractory berkembang untuk memenuhi sifat-sifat khusus yang

dibutuhkan pada saat operasi pada suatu proses manufacture. Sifat-sifat khusus

pada kelompok kelompok refractory tersebut merupakan fungsi berdasarkan

bahan-bahan dasar dan metoda/cara yang digunakan untuk membuat refractory

tersebut, seperti diungkapkan dalam skema Gambar 2.20. Memperbaiki material

refractory untuk meningkatkan efisiensi energi.

Gambar 2.20 Memperbaiki Material Refractory Untuk Meningkatkan Efisiensi.

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Klasifikasi refractory dapat dilakukan berdasarkan temperatur

operasinya, sifat kimia material dasar pembentuknya, dan berdasarkan bentuknya.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

29

1. Klasifikasi refractory berdasarkan temperatur

Dalam proses manufaktur, refractories digunakan pada proses pemanasan

dimana temperatur rata-ratanya lebih dari 1000 oF, bahkan bisa mencapai 3000

oF. Dari tuntutan tersebut, berdasarkan temperatur refractories dibedakan menjadi

3 kelompok :

a. Normal Refractory, jenis tipikalnya adalah fireclay, dimana temperatur

aplikasinya hingga 1780 oF. Contoh pemakaiannya pada proses peleburan

aluminium.

b. High refractory, type ini adalah cromite-based refractories dimana temperatur

aplikasinya dari 1780 oF hingga 2000

oF, seperti pada proses peleburan

tembaga.

c. Super sonic refractory, digunakan pada temperatur melebihi 2000 oF, seperti

pada proese peleburan besi.

2. Klasifikasi Refractory berdasarkan sifat kimiawi

Berdasarkan komposisi kimia penyusunnya, refractory dibedakan dalam

empat kelompok : Basic refractories, Acid refractories, Neutral Refractories, dan

Special Refractories

Basic Refractories

Tabel 2.2 Bahan Refractory Bersifat Basa

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

30

Material refractory ini tersusun terutama oleh dead burned magnesite or

magnesia, seringkali ditambahakan mineral yang lain sebagai, seperti bijih krom,

karbon, spinel (mineral MgO.Al2O3) (Tabel 2.2.) paduan untuk untuk

memperoleh sifat tertentu dalam aplikasinya. Seperti halnya namanya, sifat utama

dari basic refractories ini adalah basa, tahan terhadap serangan kimiawi yang

bersifat basa.

Acid Refractories

Sesuai namanya, kelompok refractory ini tahan terhadap serangan (debu,

gas, maupun cairan) yang bersifat asam. Bahan dasar acid refractory ditunjukkan

pada Tabel 2.3. Contoh beberapa refractories yang bersifat asam : fireclay

refractories, silica refractories.

Silica Refractories

Beberapa sifat-sifat penting dari silica refractory adalah temperatur leleh

yang cukup tinggi yaitu antara 3080 oF (1695

oC) dan 3110

oF (1710

oC),

ketahanan terhadap tekanan 25-50 lb/inch2, tahan terhadap asam, volumenya

konstan hingga temperatur diatas 1200 oF (650

oC) dan bebas thermal spalling di

atas temperatur 1200 oF (650

oC). Pada temperatur di bawah 1200

oF (650

oC)

silica brick kurang memiliki ketahan terhadap thermal shock. Pada temperatur

tinggi dan udara reduktor silica refractory tidak tahan terhadap serangan kimia

basa dan oksida besi. Keunggulan sifat silica brick adalah tidak melunak saat

dikenai beban yang tinggi bahkan pada temperatur mendekati temperatur lelehnya.

Fireclay Refractories

Refractory jenis ini pada prinsipnya tersusun atas Hydrated aluminium

silicates (Al2O3.2SiO2.2H2O) dengan sedikit mineral yang lain. Komposisi dari

aluminium silicate adalah 39,5% alumina, 46,5% silica dan 14% air, sejumlah

unsur lain terkandung didalamnya seperti Fe, Ca, Mg, Ti, Na, K, Li, dan sejumlah

kecil silica bebas. Kaolinite merupakan type yang paling dikenal. Pada temperatur

tinggi, air yang terkandung dalam refractory ini akan menguap, sehingga secara

teoritis alumina silicate mengandung 45,9% alumina dan 54,1% silica. Beberapa

type penting dari jenis refractory ini adalah flint clay dan semi-flint clay, plastic

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

31

clay dan semi plastic clay, dan kaolin.

Tabel 2.3 Bahan Dasar Refractory Yang Bersifat Asam.

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Neutral Refractories

Material refractory yang tidak bersifat asam maupun basa, atau sebaliknya

material ini dapat bereaksi dengan asam, dan dapat bereaksi dengan basa pada

kondisi yang berbeda. Contoh umum refractory kelompok ini adalah high alumina

refractories.

High Alumina refractories

Refractories jenis ini tersusun oleh mineral alumina dengan jumlah lebih

besar atau sama dengan 47,5 %. Hal ini untuk membedakannya dari refractory

lainnya, seperti clay, yang juga mengandung alumina, namun lebih kecil dari

47,5 %. Pada umumnya high alumina refractories ini diklasifikasikan lagi

(menurut ASTM) pada kelompok 50 %, 60 %, 70 % dan 80 %. Berat jenis alumina

3,6 gr/cm3. Creep atau load resistance nya tergantung pada titik leburnya, yang

berarti tergantung pada prosentase kandungan aluminanya. Terdapat beberapa

kelompok spesial produk high alumina refractories yang penting, yaitu:

Mullite brick, terutama mengandung fasa mineral mullite (3Al2O3.2SiO2)

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

32

yang tersusun oleh 71,8 % berat Al2O3 dan 28,2 % SiO2.

Chemically-bonded brick, biasanya phosphat-bonded brick dimana kandungan

alumina antara 75 % hingga 85 %. Sementara itu aluminum orthophospat bond

(AlPO4) dapat dibentuk pada temperatur relatif rendah.

Alumina-chrome brick, merupakan tipikal high alumina refractory yang

memiliki kemurnian tinggi, tersusun oleh alumina dan oksida krom (Cr2O3). Pada

temperatur tinggi alumia dan chromia membentuk suatu larutan padat (solid

solution) yang meningkatkan kualitas refractory.

Alumina-carbon brick-high alumina brick (biasanya diikat dengan

menggunakan resin), mengandung karbon diantaranya grafit.

Special refractories

Karena tuntutan, beberapa proses industri membutuhkan satu atau dua sifat

yang melebihi dari sifat yang dimiliki oleh material refractory pada umumnya.

carbon dan grafit, karbida silika (silicon carbide), fused silica, fued cast, zircon

dan zirconia, serta insulating brick adalah beberapa special refractories yang

memiliki sifat ektra ordinary untuk aplikasi khusus.

Insulating bricks

Tersusun oleh berbagai oksida, pada umumnya fireclay atau silica. Karakter

unggulannya yang melebihi refractory lain adalah ringan (density kecil) dan

konduktivitas panas rendah sebagai akibat dari derajat-porositasnya yang tinggi

dan kapasitas panas yang lebih rendah dari refractory lain.

Insulating bricks dapat di cast atau di pres kering (dry pressed).

ASTM mengelompokkan fireclay dan high alumina insulating ke dalam urutan

nomor 16, 20, 23, 26, 28, 30, dan 33. Jika angka angka tersebut dikalikan 100 akan

merupakan besarnya temperatur nominal service. Tabel 2.4 menunjukkan beberapa

material refractory untuk isolasi berserta sifat-sifat fisiknya.

Emissivity merupakan salah satu sifat penting pada insulating material.

Sifat ini menunjukkan kemampuan untuk menyerap panas dan memancarkannya.

Sifat emissivity ini merupakan sifat inherent dari material refractory dan tidak

berubah, namun sifat ini dipengaruhi oleh temperatur material tersebut (Gambar

2.21).

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

33

Tabel 2.4 Physical Properties of Insulating Materials

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

3. Klasifikasi Refractory berdasarkan bentuknya

Berdasarkan bentuknya refractory diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

a) Shaped refractory : brick, refractory yang pada umumnya berbentuk batu bata

b) Unshaped refractory : refractory yang memiliki bentuk setengah jadi berupa

butir butir halus dengan ukuran tertentu (seperti pasir). Kelompok ini

dibedakan lagi menurut sifat unggulannya atau metoda

pemasangannya/instalasinya meliputi mortar, plastic, gunning, ramming, dan

castable.

c) Bentuk spesial, bentuk khusus sesuai tujuan tertentu, misalnya cassete

refractory, shroud.

Gambar 2.21 Emisivitas Material Refractory Pada Temperatur Yang Berbeda.

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

34

Diagram Fasa System SiO2-Al2O3

Material campuran dari beberapa oksida dapat mencair (leleh) pada

kisaran temperatur tertentu. Temperatur leleh material refractory jenis terebut

tergantung pada karakter masing- masing material penyusun dan komposisi

kimianya. Range temperatur leleh campuran oksida serta perubahan fasa yang

dialami dituangkan dalam diagram fasa ekuilibrium. Gambar 2.22. menunjukkan

diagram ekuilibrium system material alumina-silica. Dengan memanfaatkan

diagram tersebut dapat menentukan perilaku refractories pada temperatur tinggi.

Perhatian khusus supaya diberikan jika kondisi service memungkinkan bagi silica

untuk menguap, yaitu pada udara reduktor (reducing atmosphere) atau pada

temperatur sekitar 3270 oF (1800

oC) atau di atasnya. Interpretasi reaksi dan

aplikasi diagram system tersebut harus lebih teliti terutama untuk komposisi kimia

yang mengandung alumina lebih dari 55 %.

Gambar 2.22 Diagram Fasa Ekuilibrium System Al2O3-SiO2

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

Temperatur leleh silica adalah 3133 oF (1723

oC) dengan bertambahnya

alumina pada campuran silica-alumina akhir temperatur lelehnya turun hingga

2903 oF (1595

oC) tepat pada komposisi 5,5 % alumina. Titik ini diesbut titik

eutetik, dan komposisi tersebut (campuran 5,5 % alumina dan 94,5 % silica)

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

35

merupakan material campuran dengan titik leleh terendah. Mullite merupakan

kristal hasil reaksi antara alumina dan silica yang memiliki formula kimia

3Al2O3.2SiO2 (komposisi 71,8 alumina dan 28,2 % silica). Temperatur leleh

mullite adalah 3362 oF (1850

oC).

2.8. Konstruksi Refractory

2.8.1 Berbagai Bentuk Anchor

Dalam proses pembuatan atau pemasangan pada komponen boiler, selain

refractory dibutuhkan material lain yaitu ankur (anchor) yang berfungsi mengikat

agar susunan refractory kuat dan solid. Pemilihan bentuk dan pemakaian anchor

harus memperhatikan refractory yang digunakan, teknik instalasi (gunite, cast,

rammed), konfigurasi lining (single, dual, multiple, etc), temperatur operasi dan

interface, geometri dari komponen boiler dimana refractory dipasang, serta

sambungan dan penetrasi. Pada dasarnya terdapat 3 system ankur yaitu (Gambar

2.23.)

Gambar 2.23 Berbagai Bentuk Ankur (Anchor)

Sumber : Harbison-Walker, Handbook of Refractory Practice, 2005.

1. Wall support system-castings and fabricated stainless steel.

2. Ankur metalik (paduan), terbuat dari besi tuang (tahan hingga 1000 oF)

atau baja tahan karat (tahan hingga 2100 oF, tergantung pada grade)

3. Ankur keramik (ceramic tile anchor) (dapat tahan hingga 3000 oF)

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

36

2.8.2 Metoda Instalasi

Gunning

Gunning merupakan penempatan refractory kering dialirkan (lewat alat

yang disebut Gun) ke permukaan dimana refractory dipasang (surface to be lined)

dengan menggunakan udara yang ditekan bersama dengan air yang biasanya

ditambahkan di nozzle. Metoda instalasi ini sangat tergantung pada ketrampilan

operator (gun operator / nozzleman). Hampir semua refractory pada CFB Boiler

dapat di pasang dengan menggunakan metoda ini. Keuntungan dari teknik ini

yaitu meningkatnya density, mengurangi refractory yang terbuang karena tidak

menempel (rebound), dan mengurangi adanya debu. Pengontrolan rebound material

yang tidak lebih dari 10-15 %, akan menurunkan biaya (cost) CFB.

Gunning direkomendasikan untuk instalasi lapisan refractory isolator

pada CFB, tetapi bukan metoda yang direkomendasikan untuk refractory yang

harus tahan terhadap abrasi, kecuali untuk ruang combustor bagian bawah

(lower combustor). Material hasil gunning biasanya tidak diterima untuk aplikasi

di cyclone dan loop seals. Gunning merupakan salah satu jalan untuk menekan

harga CFB karena merupakan proses instalasi yang cepat dan murah (cost

effective).

Casting

Metoda ini dilakukan dengan menuangkan, meletakkan, atau

menumbukkan castable refractory yg telah dicampur ke tempatnya dimana

refractory ini harus berada, bisa dibantu juga dengan vibrasi. Castable adalah

kombinasi butir-butir refractory dan zat pengikat yang sesuai (suitable bonding

agent). Jika castable ini dicampur dengan cairan akan memudahkannya untuk

ditempatkan sesuai bentuk maupun dimensi dimana campuran ini akan

ditempatkan untuk membentuk refractory atau struktur sesuai desain, yang

selanjutnya akan mengeras karena reaksi kimia. Campuran yang tepat dapat

segera di test/cek dengan menggunakan “bola di tangan” (“ball in hand”), yaitu

segenggam campuran castable dibentuk bola, lalu dilempar ke udara setinggi 6-12

inch, lalu ditangkap. Material refractory yang semula berbentuk bola harus

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

37

membentuk sesuai genggaman tangan dan tidak boleh ada material yang

mengalir diantara jari-jari tangan (yang berarti campuran terlalu banyak air) atau

hancur (crumble) yang berarti air terlalu sedikit.

Casting yang dibantu dengan vibrasi akan meningkatkan density

(material refractory terbentuk semakin padat) dan mengurangi pori yang

terkandung (porosity). Material cetakan sebaiknya bukan material yang menyerap

air dari campuran refractory selama proses pengeringan (curing) karena akan

menurunkan kekuatan refractory tersebut.

Ramming

Metoda ini biasanya untuk material plastic refractory. Pada dasarnya

material ini adalah pre-fired refractories yang dipersiapkan terlebih dahulu oleh

pemasok refractory yang selanjutnya membawa langsung ke lokasi untuk

dipasang tanpa harus dicampur terlebih dahulu. Material ini dipasang dengan cara

memukul pukul (ramming) dengan bantuan palu pneumatik yang ditahan dengan

menggunakan tangan (hand held pneumatic hammer) atau mallets. Plastik yang

mengandung material tahan abrasi akan terbentuk dan memadat. Material harus

diatur dan dijalin bersama. Dalam hal ini pemakaian palu yang memiliki

cekungan (notched hammer) yang berfungsi untuk mengaitkan antar material,

dengan demikian menghindari laminasi (laminations).

2.9. Teori Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan

temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu

konduksi, konveksi, dan radiasi.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

38

2.9.1 Konduksi

Gambar 2.24 Perpindahan Panas Konduski Dari Udara Hangat ke Kaleng

Minuman Dingin Melalui Dinding Aluminum Kaleng.

Sumber : Cengel, Yunus A., 2003. “Heat Transfer : A Practical Approach

Second. Edition,” McGraw-Hill. New York.

Konduksi merupakan perpindahan panas dari tempat yang bertemperatur

tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah di dalam medium yang bersinggungan

langsung. Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi

perpindahan panas serta energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang

bersuhu rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa energi akan berpindah secara

konduksi, laju perpindahan kalornya dinyatakan sebagai

Dimana :

q = laju perpindahan kalor

𝜕𝑇𝜕𝑥⁄ = gradien suhu perpindahan kalor

k = konduktifitas thermal bahan (W/m.K)

A = luas bidang perpindahan kalor (m2)

2.9.2 Konveksi

Konveksi merupakan perpindahan panas antara permukaan solid dan

berdekatan dengan fluida yang bergerak atau mengalir dan itu melibatkan pengaruh

konduksi dan aliran fluida.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

39

Gambar 2.25 Perpindahan Panas Dari Plat Panas

Sumber : Cengel, Yunus A., 2003. “Heat Transfer : A Practical Approach Second.

Edition,” McGraw-Hill. New York.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kecepatan fluida yang mengalir di

permukan plat panas mempengaruhi temperatur disekitar permukaan plat tersebut.

Laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dinyatakan sebagai :

q = h.A (Ts - T∞)

Dimana :

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K)

A = Luas penampang (m2)

Ts = Temperatur plat (K)

T∞ = Temperatur fluida yang mengalir dekat permukaan (K)

2.9.3 Radiasi

Radiasi, merupakan perpindahan energi karena emisi gelombang

elektromagnet atau photons.

Gambar 2.26 Perpindahan Panas Secara Radiasi

Sumber : Cengel, Yunus A., 2003. “Heat Transfer : A Practical Approach Second.

Edition,” McGraw-Hill. New York.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

40

Laju perpindahan kalor secara radiasi dapat dinyatakan sebagai :

Dimana :

ε = Emisivitas, sifat radiasi pada permukaan

A = Luas permukaan (m2)

Σ = Konstanta Stefan – Boltzman (5,67.108 W/m2.K4)

TS4 = Temperatur absolute permukaan (K4)

Tsur4 = Temperatur sekitar (K4)

2.10 Teori Fishbone Diagram

Diagram tulang ikan atau fishbone adalah salah satu metode / tool di dalam

meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan diagram sebab-

akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah seorang ilmuwan jepang pada

tahun 60-an. Bernama Dr. Kaoru Ishikawa, ilmuwan kelahiran 1915 di Tikyo

Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas Tokyo. Sehingga sering juga

disebut dengan diagram ishikawa. Metode tersebut awalnya lebih banyak

digunakan untuk manajemen kualitas. Yang menggunakan data verbal (non-

numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga ditengarai sebagai orang pertama

yang memperkenalkan 7 alat atau metode pengendalian kualitas (7 tools).

yakni fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram,

pareto chart, dan flowchart.

Dikatakan Diagram Fishbone (Tulang Ikan) karena memang berbentuk

mirip dengan tulang ikan yang moncong kepalanya menghadap ke kanan. Diagram

ini akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan,

dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan sebagai moncong kepala.

Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-sebab sesuai dengan pendekatan

permasalahannya. Dikatakan diagram Cause and Effect (Sebab dan Akibat) karena

diagram tersebut menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan

dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk

untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas

(akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

41

Diagram Fishbone telah menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu

dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan dalam menyelesaikan

masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kebiasaan untuk mengumpulkan

beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut

problem yang dihadapi oleh perusahaan Semua anggota tim memberikan

pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa

masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan

memberikan pendapat dan pandangan setiap individu. Jadi sebenarnya dengan

adanya diagram ini sangatlah bermanfaat bagi perusahaan, tidak hanya dapat

menyelesaikan masalah sampai akarnya namun bisa mengasah kemampuan

berpendapat bagi orang – orang yang masuk dalam tim identifikasi masalah

perusahaan yang dalam mencari sebab masalah menggunakan diagram tulang ikan.

2.10.1 Manfaat Diagram Fishbone

Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan) adalah untuk

mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul

dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya . Sering

dijumpai orang mengatakan “penyebab yang mungkin” dan dalam kebanyakan

kasus harus menguji apakah penyebab untuk hipotesa adalah nyata, dan apakah

memperbesar atau menguranginya akan memberikan hasil yang diinginkan.

Dengan adanya diagram Fishbone ini sebenarnya memberi banyak sekali

keuntungan bagi dunia bisnis. Selain memecahkan masalah kualitas yang menjadi

perhatian penting perusahaan. Masalah – masalah klasik lainnya juga terselesaikan.

Masalah – masalah klasik yang ada di industri manufaktur khusunya antara lain

adalah : a) keterlambatan proses produksi, b) tingkat deffect (cacat) produk yang

tinggi, c) mesin produksi yang sering mengalami trouble, d) output lini produksi

yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi, e) produktivitas yang

tidak mencapai target, f) complain pelanggan yang terus berulang.

Namun, pada dasarnya diagram Fishbone dapat dipergunakan untuk

kebutuhan-kebutuhan berikut : a) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari

suatu masalah, b) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah,

c) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut, d)

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

42

Mengidentifikasi tindakan (bagaimana) untuk menciptakan hasil yang diinginkan,

e) Membahas issue secara lengkap dan rapi, f) Menghasilkan pemikiran baru. Jadi

ditemukannya diagram Fishbone memberikan kemudahan dan menjadi bagian

penting bagi penyelesaian masalah yang mucul bagi perusahaan.

Penerapan diagram Fishbone dapat menolong kita untuk dapat

menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur

dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi

menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah

diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah

dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan

kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar”

permasalahan sebenarnya.

Apabila ingin menggunakan Diagram Fishbone , kita terlebih dahulu harus

melihat, di departemen, divisi dan jenis usaha apa diagram ini digunakan.

Perbedaan departemen, divisi dan jenis usaha juga akan mempengaruhi sebab –

sebab yang berpengaruh signifikan terhadap masalah yang mempengaruhi kualitas

yang nantinya akan digunakan.

2.10.2 Cara Membuat Diagram Fishbone

Dalam hal melakukan Analisis Fishbone, ada beberapa tahapan yang harus

dilakukan, yakni 1). Menyiapkan sesi analisa tulang ikan. 2). Mengidentifikasi

akibat atau masalah. 3). Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama. 4).

Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran. 5). Mengkaji

kembali setiap kategori sebab utama. 6). Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab

yang paling mungkin.

Cara yang lain dalam menyusun Diagram Fishbone dalam rangka

mengidentifikasi penyebab suatu keadaan yang tidak diharap adalah sebagai

berikut:

Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama penting dan mendesak untuk

diselesaikan. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang

merupakan akibat (effect).

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

43

Tulislah pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian

gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan

masalah itu dalam kotak.

Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi

masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-

faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan

melalui Stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor: manusia,

mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll.

Atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor –faktor

penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming.

Berikut beberapa pendekatan yang bisa dijadikan panduan untuk merumuskan

faktor-faktor utama dalam mengawali pembuatan Diagram Cause and Effect :

a) Pendekatan The 4 M’s (digunakan untuk perusahaan manufaktur). Faktor-

faktor utama yang bisa dijadikan acuan menurut pendekatan ini adalah 1)

Machine (Equipment), 2) Method (Process/Inspection), 3) Material (Raw,

Consumables dll.), 4) Man power.

b) Pendekatan The 8 P’s (digunakan pada industri jasa). Menurut pendekatan

ini, ada setidaknya 8 hal yang bisa dijadikan acuan sebagai faktor utama

antara lain 1) People, 2) Process, 3) Policies, 4) Procedures, 5) Price, 6)

Promotion, 7) Place/Plant, 8) Product

c) PendekatanThe 4 S’s (digunakan pada industri jasa). Pendekatan ini

memberikan acuan 4 faktor utama antara lain 1) Surroundings, 2) Suppliers,

3) Systems, 4) Skills.

d) Pendekatan 4 P (pendekatan manajemen pemasaran). Pendekatan yang

menggunakan perspektif manajemen pemasaran untuk memberikan faktor

utama yang bisa dijadikan acuan yakni 1) Price, 2) Product 3) Place, 4)

Promotion

Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-

penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu

dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran sedang.

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

44

Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab

sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier

itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil.

Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor

penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap

karakteristik kualitas. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari suatu

masalah yang sedang dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan

berikut : Apakah penyebab itu? Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?

Bertanya “Mengapa” beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan

penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan peningkatan. Penyebab-

penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram sebab-

akibat.

2.11 Teori Root Cause and Failure Analysis (RCFA)

Root Cause and Failure Analysis (RCFA) adalah kegiatan penggalian dan

pengumpulan informasi untuk mencari akar penyebab masalah (Failure Cause) dari

suatu mode kegagalan peralatan.

Kegiatan RCFA bertujuan untuk menghasilkan akar penyebab

permasalahan secara pasti dari suatu mode kagagalan / failure mode peralatan dan

menentukan Failure Defense Task (FDT) yang tepat untuk mencegah terulangnya

kembali permasalahan tersebut. Kegagalan sebagaimana dimaksud diatas dapat

berupa :

a) Chronic Problem (permasalahan peralatan yang terjadi berulang dan belum

diketahui akar penyebabnya)

b) Permasalahan peralatan yang berpotensi mengakibatkan unit trip/derating dan

gagal start.

c) Kelanjutan dari workshop Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dimana

tidak diketahui secara pasti penyebab dari failure mode suatu topik peralatan.

d) Kelanjutan dari temuan/identifikasi terjadinya penurunan ketersediaan,

kehandalan dan efisiensi unit dimana belum diketahui akar penyebabnya.

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

45

e) Kelanjutan dari temuan/identifikasi bidang Predictive Maintenance dimana

hasil dari evaluasi teknologi yang dimiliki (vibrasi, thermography, motor

current signature analysis dan tribology).

Pelaksanaan RCFA dilakukan dalam bentuk workshop dimana bidang

Enjiniring sebagai fasilitator dengan menghadirkan berbagai pihak yang terkait

secara langsung seperti operator yang biasa mengoperasikan, teknisi Pemeliharaan

yang biasa memperbaikinya namun bisa juga menghadirkan pakar yang kompeten.

Bahkan bisa jadi harus dilakukan uji laboratorium untuk menetukan root cause.

Indikator keberhasilan dari aktivitas RCFA dapat diukur melalui FDT

effectiveness, yang ditunjukkan dengan Mean Time Between Failure (MTBF)

menjadi lebih lama, presentase chronic problem mengalami penurunan dan kondisi

peralatan menjadi lebih sehat.

2.12 Simulasi CPFD

Seiring dengan bertambahnya kebutuhan listrik di Indonesia telah

mendorong pertumbuhan proyekproyek PLTU di berbagai wilayah Indonesia.

Sampai tahun 2015 kapasitas terpasang pembangkit listrik Jawa Bali di dominasi

oleh PLTU (sebesar 58,3%) yang menggunakan batu-bara sebagai bahan bakar.

Pembakaran batubara yang dilakukan di dalam furnace dengan teknologi gasifikasi

diklaim sebagai teknologi pembakaran batubara yang bersih dan efisien. Pada awal

abad ke-21, teknologi gasifikasi diperkirakan akan mengeluarkan 99% lebih sedikit

sulfur dioksida (SO2) dan abu terbang,kurang dari 90% nitrogen oksida (NOx),

dapat menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) sekitar 35–40%, buangan padat

sekitar 40–50% dan menghasilkan penghematan biaya daya 10–20% dari pada

PLTU-batubara masa kini.

PLTU-batubara menggunakan tenaga uap yang dibangkitkan oleh boiler

(ketel uap) untuk menggerakkan generator listrik. Boiler yang paling banyak

digunakan saat ini adalah jenis circulating fluidized bed (CFB). Pembakaran yang

terjadi di CFB telah memanfaatkan proses fluidizing. CFB boiler memanfaatkan

inersia termal dari material yang sengaja dimasukkan kedalam furnace/reactor,

yang disebut sebagai bed materials yang biasanya berupa partikel pasir yang

dikategorikan sebagai partikel B dalam klasifikasi Geldart . Partikel pasir ini

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

46

merupakan material yang paling banyak jumlahnya di dalam sebuah CFB boiler,

dimana bahan bakar dalam sistem hanya sekitar 1-3% berat dari semua benda padat

dalam fluidized bed. Partikel-partikel bed material inilah yang menyebabkan

terjadinya pembakaran batubara secara kontinyu dan menyebabkan terdistribusinya

temperatur dalam furnace secara merata.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu dalam proses

desain dari CFB boiler adalah metode numeris, dimana geometri CFB dimodelkan

menjadi mesh kemudian dengan memanfaatkan governing equation yang memadai

dan memasukkan kondisi batas serta kondisi awal perhitungan dapat diselesaikan.

Governing equation diantaranya adalah persamaan kontinuitas danmNavier-Stokes

yang membutuhkan waktu lamamuntuk diselesaikan secara analitis terutama

untukmgeometri-geometri yang kompleks. Namun denganmseiring perkembangan

komputer, persamaan inimdengan cepat dapat diselesaikan. Metode

yangmsekarang lebih terkenal dengan sebutan Computational Fluid Dynamic

(CFD).

Banyak studi yang telah memanfaatkan CFD dalam analisa fluidized bed.

Namun, permodelan dengan menggunakan CFD memiliki kelemahan yang

diantaranya adalah tidak mampu memodelkan distribusi ukuran partikel. Padahal

particle size distribution (PSD) merupakan suatu parameter yang penting untuk

beberapa kasus dimana terjadi segregasi spesies partikel yang berbeda atau attrition

dari partikel.

Bed material dalam kondisi hidrodinamis dapat diberikan penambahan

atau pengurangan kecepatan udara superfisial yang disemburkan untuk

memfluidisasi. Kondisi hidrodinamis dari CFB boiler menjadi sesuatu yang perlu

dikaji dimana CFB hanya berfungsi dalam kondisi hidrodinamis, yang disebut

sebagai fast bed. Fast bed hanya terjadi pada kecepatan udara superfisial tertentu

dan hanya dapat divalidasi melalui eksperimen. Hanya saja, metode eksperimental

dapat menghabiskan banyak biaya dan membutuhkan waktu relatif lama. Oleh

karena itu, pengujian hidrodinamis CFB boiler lebih menguntungkan jika dilakukan

dengan metode komputasi numeris. Kajian ini menggunakan metode komputasi

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan. 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin. 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.

47

numeris dengan pendekatan multiphase particle-in-cell (MP-PIC) yang

disimulasikan de-- ngan software CPFD (Computational Particle Fluid Dynamics).

Disisi lain, keberadaan material yang berupa partikel partikel dengan

kecepatan tinggi ini telah menyebabkan masalah pemeliharaan terutama akibat

erosi dinding boiler dan/atau korosi. Erosi pada CFB boiler biasanya terjadi pada

daerah daerah kritis seperti furnace, cyclone dan sealpot. Kajian ini dapat juga

digunakan untuk menentukan lokasi terjadinya erosi dalam CFB akibat pergerakan

relatif partikel-partikel terutama pasir terhadap dinding-dinding refractory. Lokasi

terjadinya erosi yang direpresen-tasikan oleh kecepatan aliran partikel pada dinding

refractory.

Simulasi CPFD adalah simulasi dimana pergerakan partikel solid dan

fluida sama-sama bersifat dominan. Simulasi CPFD lebih sesuai untuk analisa

aliran di boiler CFB karena fraksi partikel cukup besar dan dapat mempengaruhi

aliran fluida. Metodologi simulasi CPFD menggunakan pendekatan Eulerian-

Lagrangian untuk menjelaskan aliran gas-solid dalam tiga dimensi. Fasa gas

dijelaskan sebagai suatu fasa kontinyu yang dipasangkan dengan diskrit fasa solid

dalam persamaan masa dan momentum. Sebagaimana fasa gas dan solid adalah

isotermal dan fasa gas adalah inkompresibel, maka tidak diperlukan persamaan

energi fluida rata-rata volume. Dalam CPFD, konsep partikel numerik dikenalkan

dengan pendekatan yang sama dengan kontrol volume numerik dengan sifat fluida

yang biasa. Fasa solid dimodelkan sebagai sel numerik dengan masing-masing

mengandung sejumlah sifat partikel yang sama (spesies, densitas, ukuran, dan

seterusnya) pada lokasi yang sama. Medan aliran fasa gas dan solid dihitung dengan

persamaan governing terpisah.