BAB II LANDASAN TEORIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15588/2/T2_942013088_BAB II... ·...

26
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendidikan dan Pelatihan Banyak faktor yang menentukan kualitas pendidikan, salah satunya adalah peranan guru. Guru berhubungan langsung dengan peserta didik, bahkan sebagai pemegang kendali pembelajaran, menentukan arah perncapaian tujuan pembelajaran. Guru juga bertugas mengelola pembelajaran peserta didik. Di tangan gurulah akan dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas baik secara akademis, skill, perilaku maupun sikap. Guru sebagai penentu kualitas pembelajaran yang selanjutnya akan menentukan kualitas lulusan. untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas diperlukan guru yang berkualitas, memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan profesionalnya (Kunandar, 2007). Tuntutan keterampilan lulusan pendidikan di abad 21 adalah lulusan yang mampu berpikir kritis, memiliki kompetensi dalam pemecahan masalah, inovatif, kreatif, berkompetensi dalam ICT, berkomunikasi dan menguasai multi bahasa. Hal ini berdampak pada cara guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Pembelajaran abad 21 menuntut peserta didik mampu bersaing dan sejahtera pada abad baru, sehingga diperlukan lebih banyak belajar dan belajar dengan cara yang berbeda (teknik, metode, sarana, IT). Peserta didik menghadapi abad baru dengan resiko

Transcript of BAB II LANDASAN TEORIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15588/2/T2_942013088_BAB II... ·...

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pendidikan dan Pelatihan

Banyak faktor yang menentukan kualitas

pendidikan, salah satunya adalah peranan guru. Guru

berhubungan langsung dengan peserta didik, bahkan

sebagai pemegang kendali pembelajaran, menentukan

arah perncapaian tujuan pembelajaran. Guru juga

bertugas mengelola pembelajaran peserta didik. Di

tangan gurulah akan dihasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas baik secara akademis, skill, perilaku

maupun sikap. Guru sebagai penentu kualitas

pembelajaran yang selanjutnya akan menentukan

kualitas lulusan. untuk menghasilkan peserta didik

yang berkualitas diperlukan guru yang berkualitas,

memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam

menjalankan profesionalnya (Kunandar, 2007).

Tuntutan keterampilan lulusan pendidikan di

abad 21 adalah lulusan yang mampu berpikir kritis,

memiliki kompetensi dalam pemecahan masalah,

inovatif, kreatif, berkompetensi dalam ICT,

berkomunikasi dan menguasai multi bahasa. Hal ini

berdampak pada cara guru dalam menyelenggarakan

pembelajaran. Pembelajaran abad 21 menuntut peserta

didik mampu bersaing dan sejahtera pada abad baru,

sehingga diperlukan lebih banyak belajar dan belajar

dengan cara yang berbeda (teknik, metode, sarana, IT).

Peserta didik menghadapi abad baru dengan resiko

10

yang lebih banyak dan situasi yang penuh

ketidakpastian, sehingga diperlukan pengetahuan yang

lebih banyak dan penguasaan keterampilan yang lebih

dibandingkan generasi sebelumnya. Pembelajaran yang

diharapkan adalah pembelajaran yang berfokus pada

peserta didik. Peserta didik dikondisikan untuk mampu

aktif mencari informasi. Pendidikan lebih memberikan

rangsangan agar peserta didik menjadi pembelajar yang

aktif (Dharma, 2009).

Uraian tersebut menggambarkan guru memiliki

peranan penting dan pemegang kunci keberhasilan

mencapai tujuan kelembagaan pendidikan, karena guru

adalah pengelola kegiatan belajar mengajar bagi para

siswanya. Ada empat kompetensi yang perlu

dikembangkan oleh guru menurut PP No 19 tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu:

kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan

profesional. Untuk peningkatan kompetensi tersebut

diperlukan pelatihan-pelatihan.

Pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan

kompetensi sumber daya manusia dan kinerja

organisasi ( Mondy, 2008: 210). Sumber daya manusia

yang unggul dan profesional akan diperoleh dari bentuk

pelatihan. Program pengembangan SDM merupakan

bagian penting dari organisasi untuk meningkatkan

dan mengembangkan skill, knowledge dan ability

individu sesuai dengan kebutuhan masa mendatang

(Sutrisno, 2009: 64).

11

Pelatihan merupakan usaha mendekatkan antara

kemampuan karyawan/pegawai dengan apa yang

dikehendaki lembaga/organisasi. Studi yang dilakukan

Tall dan Hall (Sutrisno, 2009: 72) menyimpulkan bahwa

dengan mengombinasikan berbagai macam faktor

seperti tehnik pelatihan yang benar, persiapan dan

perencanaan yang matang, serta komitmen terhadap

esensi pelatihan, maka perusahaan/ lembaga dapat

mencapai manfaat kompetisi yang sangat besar di

dalam era globalisasi.

Menurut Sikula dalam (Sutrisno, 2009: 72)

Pelatihan juga sebagai suatu proses pendidikan jangka

pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan

teroganisir, dimana personil non manajerial

mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis

untuk tujuan tertentu. Setiap sekolah, perlu

mengadakan program pelatihan bagi guru untuk

kemajuan sekolah.

Dari uraian di atas nampak bahwa dengan

adanya pelatihan yang diikuti oleh guru-guru,

diharapkan guru akan lebih paham dengan dunia

kerja, dapat mengembangkan kepribadiannya,

penampilan kerja individu, mengembangkan karir,

perilakunya menjadi efektif dan guru akan menjadi

lebih berkompeten.

2.2 Manajemen Pelatihan

Sudjana (2007: 10) mengemukakan bahwa proses

kegiatan dalam manajemen pelatihan mengacu kepada

fungsi-fungsi manajamen. Fungsi manajemen ini

12

dimaknai sebagai suatu proses pengarahan secara

terpadu baik pikiran, kemauan, perasaan dan

kecerdasan emosional untuk mewujudkan sesuatu

yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses kegiatan

dalam manajemen pelatihan pada dasarnya

merupakan tiga fungsi, yaitu: (a) perencanaan

(planning); (b) pelaksanaan (actuating); (c) evaluasi

(evaluation).

2.2.1 Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan

yang rasional dan sistematik dalam menetapkan

keputusan, kegiatan atau langkah-lanhkah yang akan

dilaksananakan untuk mencapai tujuan yang efektif

dan efisien. Menurut (Siagian, 2007: 35), merupakan

suatu kegiatan untuk menetapkan tujuan yang ingin

dicapai beserta menetapkan strategi untuk mencapai

tujuan tersebut, dengan kata lain perencanaan

merupakan usaha konkretisasi langkah-langkah yang

harus ditempuh yang dasar-dasarnya telah ditetapkan

dalam strategi organisasi (Siagian, 2007: 35).

Berkaitan dengan perencanaan diklat bagi guru-

guru Sosiologi tentang pembelajaran discovery-inquiry

berbantuan CD interaktif ini merupakan proses

penyusunan rancangan diklat, yaitu menyiapkan

berbagai hal mengenai berbagai hal pelatihan. Langkah

yang dilakukan pada perencanaan adalah: (1)

menetapkan sasaran; (2) menetapkan strategi untuk

mencapai sasaran; dan (3) mengembangkan rencana

kerja dengan cara memadukan dan mengkoordinasikan

13

berbagai aktivitas menuju sasaran yang ditetapkan.

Hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan diklat

yaitu: penyusunan bahan ajar dan media yang

digunakan, penyusunan instrumen evaluasi proses

maupun evaluasi hasil.

2.2.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi

manajemen yang utama. Fungsi actuating lebih

menekankan pada kegiatan. Actuating merupakan

usaha untuk menggerakkan sekelompok orang dengan

terencana sehingga mencapai tujuan organisasi yang

diinginkan (Terry & Rue, 2010: 168). Pada pelatihan,

actuating merupakan upaya menjadikan perencanaan

menjadi kenyataan, melalui kegiatan pelatihan dalam

bentuk pengarahan, transfer pengetahuan,

keterampilan dan motivasi agar peserta pelatihan dapat

melaksanakan kegiatan pelatihan secara optimal.

Pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan

perencanaan dan memberikan materi tentang proses

dan tahapan-tahapan pembelajaran discovery-inquiry

yaitu proses pembelajaran untuk membantu peserta

didik dengan menata pengalaman masa lampau yang

dimilikinya dengan cara baru, misalnya melaui diskusi

dan latihan, ini dimaksudkan untuk membantu peserta

didik memanfaatkan apa yang sudah diketahui, tetapi

kurang dikembangkan. Hal ini sesuai dengan prinsip

pembelajaran konstruktivisme yaitu membangun

konsep yang sudah dimiliki peserta didik dengan

pengalaman-pengalaman baru. Peserta didik tidak

14

dianggap sebagai botol yang kosong dan siap diisi

seperti paradigma pembelajaran sebelumnya. Proses

belajarnya dirancang untuk memberikan pengetahuan

baru, serta yaitu mendorong peserta didik meraih lebih

jauh daripada apa yang diketahuinya, apa yang

menjadi anggapannya, dan keterampilannya hingga

kini. Teknik pembelajaran yang dipilih disesuaikan

dengan materi pembelajaran. Tehnik yang digunakan

menggunakan tehnik motivasi yaitu membangun

motivasi lewat kegiatan mengajar cara: (1)

menumbuhkan rasa ingin tahu, (2) menumbuhkan rasa

butuh; (3) menumbuhkan rasa mampu belajar; (4)

menumbuhkan rasa senang belajar; (5) menumbuhkan

kemampuan menilai hasil belajar (Mujiman, 2011: 122-

127).

2.2.3 Evaluasi

Evaluasi melalui pengawasan merupakan proses

pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna

lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang

dilakukan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007: 125). Hal

senada dikemukan oleh Terry dan Rue (2010: 10)

pengawasan adalah kegiatan mengukur pelaksanaan

dengan tujuan-tujuan menentukan sebab-sebab

penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan

korektif bilamana diperlukan. Dari beberapa pendapat

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi

melalui pengawasan merupakan suatu tindakan untuk

mengontrol keseuaian antara pelaksanaan dan

15

perencanaan serta mengambil tindakan korektif jika

diperlukan.

Evaluasi yang dimaksud dalam manajemen

pengembangan pembelajaran Sosiologi dengan

discovery-inquiry ini adalah bentuk evaluasi dalam

rangka melakukan kontroling apakah perencanaan dan

pelaksanaannya efektif dan efisien. Berkaitan dengan

produk perencanaan pembelajaran meliputi RPP, bahan

ajar, media CD Interaktif, instrumen evaluasi dilakukan

validasi ahli yaitu melakukan diskusi interaktif dengan

pakar yang memiliki kemampuan dalam bidang

tersebut.

Di saat pelaksanaan pembelajaran, dilakukan

evaluasi proses yaitu melakukan pengamatan terhadap

proses pembelajaran dan di akhir pembelajaran

dilakukan evaluasi hasil untuk mengukur apakah hasil

yang dicapai sudah sesuai dengan tujuan ketercapaian

pembelajaran.

2.3 Model-Model Pelatihan

Salah satu model pelatihan yang berkembang

adalah model pelatihan siklus lima. Model pelatihan

siklus lima tahap oleh Goad, dalam Nedler (1982: 11),

siklus pelatihannya terdiri dari: (a) analisis kebutuhan

pelatihan (analisyze to determine training reqruitmens).

(b) desain pendekatan pelatihan (design the training

approach). (c) pengembangan materi pelatihan (depelov

the training materials). (d) pelaksanaan pelatihan

(conduct the training) dan (e) evaluasi dan pemutakhiran

16

pelatihan (evaluate and update the training). Langkah

tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 2.1

Siklus Pelatihan Lima Tahap Goad dalam Nedler (1982: 11)

Pelatihan yang ditujukan bagi orang dewasa

sebagai sasaran perlu memperhatikan aspek: (1) orang

dewasa belajar dengan melakukan (orang dewasa ingin

dilibatkan); (2) masalah dan contoh relevan dan

realistis; (3) lingkungan belajar terbaik adalah

lingkungan informal; (4) tidak menerapkan sistem

peringkat apapun; (5) fasilitator berperan sebagai agen

pembaharuan: (6) fasilitator bertanggung jawab

memfasilitasi pembelajaran; (7) variasi metode yang

melahirkan gairah peserta pelatihan; (8) dampak

pelatihan langsung bisa dirasakan peserta (Nedler,

1982: 41).

Pengembangan model pelatihan lainnya dikenal

dengan istilah instructional design web model

(Piscurich, 2009: 13). Tahapan model ini hampir sama

dengan model Goad, yang membedakannya hanya pada

Analyze

Design Evaluate

Conduct Develop

17

hubungan timbal balik antara fase yang satu dengan

yang lainnya.

2.4 Pembelajaran

Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang

dirancang untuk membantu seseorang mempelajari

suatu kemampuan dan atau nilai yang baru (Sagala,

2009:61). Kesiapan seorang guru untuk mengenal

karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan

modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi

indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Corey

(Sagala, 2009:61) memandang bahw pembelajaran

merupakan suatu proses di mana lingkungan

seseorang secara sengaja dikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku

tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan

respon terhadap situasi tertentu.

Dimyati dalam Sagala (2009:62) menyatakan

bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara

terprogram dalam desain instruksional, untuk

membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran

merupakan suatu sistem (Sanjaya 2008: 13), oleh

sebab itu, pencapaian standar proses untuk

meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari

menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk

dan mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajar-

an merupakan suatu proses yang terdiri dari

kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa

yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar

18

berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru

sebagai pemberi pelajaran (Jihad, 2008: 11). Knirk dan

Gustafson dalam Sagala (2009:64) menyatakan bahwa

pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis

melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi.

Berbagai pendapat tentang pembelajaran tersebut

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan

sauatu usaha sadar yang dilakukan oleh guru suatu

melalui tahapan persiapan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar dapat mencapai tujuan

pembelajaran.

Rogers dalam Dimyati (2006: 17) mengemukakan

tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu

dilakukan oleh guru, meliputi : a) Guru memberi

kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar

secara tersetruktur; b) Guru dan siswa membuat

kontrak belajar; c) Guru menggunakan metode inquiry,

atau belajar menemukan (discovery learning); d) Guru

menggunakan metode simulasi; e) Guru mengadakan

latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati

perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain; f)

Guru bertindak sebagai fasilitator belajar; dan g)

Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram,

agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya

kreativitas.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan

untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah

pendekatan sistem (Sanjaya, 2008: 49). Ada tiga ciri

khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran

19

(Hamalik, 2008: 65) : 1) Rencana, merupakan penataan

ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan

unsur-unsur sitem pembelajaran, dalam suatu rencana

khusus; 2) Kesalingtergantungan (interdependence),

antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi

dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial

dan masing-masing memberikan sumbangannya

kepada sistem pembelajaran; dan 3) Tujuan, sistem

pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak

dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara

sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang

alami (natural). Sistem yang dibuat oleh manusia

seperti : sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem

pemerintahan, semuanya memiliki tujuan.

Berbagai pengertian pembelajaran yang telah

peneliti kemukakan di atas, maka ciri-ciri pembelajaran

dapat diidentifikasikan, yaitu: 1) Pembelajaran

merupakan upaya sadar dan disengaja. Tersirat di sini

bahwa pembelajaran bukan kegiatan insidental tanpa

persiapan. 2) Pembelajaran merupakan pemberian

bantuan yang memungkinkan siswa dapat belajar.

Dalam hal ini guru harus menganggap siswa sebagai

individu yang mempunyai unsur-unsur dinamis yang

dapat berkembang, bila disediakan kondisi yang

menunjang. 3) Pembelajaran lebih menekankan pada

pengaktifan siswa, karena yang belajar adalah siswa

bukan guru.

Dari konsep-konsep pemikiran yang telah

disebutkan di atas maka setiap guru sebelum dan pada

20

waktu melakukan kegitan pembelajaran di kelas harus

mampu mengambil keputusan-keputusan berupa

tindakan misalnya metode, teknik yang bisa diterapkan

pada materi pokok, kompetensi dasar tertentu agar

kegiatan pembelajaran benar-benar berjalan efektif dan

siswa bisa aktif sehingga tujuan pembelajaran yang

hendak dicapai bisa terwujud. Selain itu jenis media

pembelajaran apa yang bisa menunjang keberhasilan

tercapainya tujuan. Media pembelajaran perlu

disesuaikan dengan kondisi dan materi pokok yang

disampaikan agar bisa efektif dan menyenangkan.

Segala sesuatu yang terkait dengan pengambilan

keputusan yang harus dilakukan oleh guru di kelas

akan selalu berhadapan dengan hasil yang akan diukur

dan akan menjadi sebuah nilai akhir yang menjadi

ukuran kualitas siswa selama melakukan

pembelajaran. Pertimbangan pengambilan keputusan

hendaknya mengarah pada hasil yang lebih baik,

artinya segala tindakan yang merupakan hasil

keputusan yang bisa membuat siswa memperoleh hasil

yang lebih baik. Di dalam proses kegiatan pembelajaran

guru akan berhadapan dengan situasi ini dan yang

lebih penting adalah bagaimanakah melakukanya dan

mengapa hal tersebut perlu dilakukan.

Landasan pengetahuan yang berupa berbagai

teori pendidikan dan psikologi pendidikan serta teori

perkembangan sangat dibutuhkan oleh setiap guru

manakala mereka akan mengambil tindakan-tindakan

yang harus dilakukan oleh siswa. Landasan teori yang

21

terdapat di dalamnya akan selalu melibatkan teori

perencanaan, pengembangan desain pembelajaran,

pemilihan metode mengajar yang bisa mewujudkan

implementasi pembelajaran Sosiologi secara baik serta

bagaimana evaluasi atau penilaianya.

2.5 Strategi Pembelajaran

Sanjaya (2008: 6) menjelaskan istilah strategi

digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai

cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk

memenangkan suatu peperangan. Seorang yang

berperan mengatur strategi, untuk memenangkan

peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia

akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang

dim.ilikinya baik dilihat dari segi kualitas maupun

kuantitas; misalnya kemampuan setiap personal,

jumlah maupun kualitas persenjataan, motivasi

pasukanya, dan lain sebagainya. Kemp dalam Sanjaya

(2008: 126) mendefinisikan strategi pembelajaran

sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus

dikerjakan guru dan Siswa agar tujuan pembelajaran

dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Gerlach dan Ely dalam Uno (2007:8) menjelaskan

pola umum pemilihan strategi pembelajaran, kriteria

pemilihan strategi pembelajaran hendaknya dilandasi

prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan

pembelajaran dan tingkat keterlibatan Siswa. Untuk

itu, guru haruslah berpikir strategi pembelajaran

manakah yang paling efektif dan efisien dapat

membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah

22

dirumuskan? Pemilihan strategi pembelajaran yang

tepat diarahkan agar siswa dapat melaksanakan

kegiatan pembelajaran secara optimal. Suparman

(2001: 167) menyatakan bahwa secara garis besar

strategi pembelajaran mengandung komponen-

komponen: 1) Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu

urutan kegiatan pengajar dalam menyampaikan materi

pembelajaran; 2) Metode pembelajaran, yaitu cara

pengorganisasian materi pembelajaran; 3) Media

pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran

yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran; 4)

Waktu pembelajaran, yaitu waktu yang digunakan

pengajar dan peserta belajar dalam menyelesaikan

proses pembelajaran

Berdasarkan komponen-komponen yang terdapat

dalam strategi pembelajaran maka strategi

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang

sistematis untuk menyampaikan isi/materi

pembelajaran kepada peserta belajar untuk mencapai

tujuan pembelajaran tertentu.

2.6 Pembelajaran Discovery-inquiry

Pembelajaran dengan strategi discovery-inquiry

merupakan salah satu hasil pemikiran berkaitan

dengan peningkatan upaya guru dalam menjalankan

proses pengajaran. Strategi ini merupakan gabungan

dari dua istilah yaitu discovery dan inquiry.

Panggabean (2007:50) menegaskan bahwa dalam

penemuan (discovery) siswa aktif menemukan sendiri

hal-hal tertentu sebagai akibat pengalaman belajar

23

yang telah didisain oleh guru. Oleh karena itu strategi

seperti ini menciptakan peluang bagi para siswa untuk

menjawab pertanyaan secara luas dan sekaligus

mengkontribusikan dirinya dalam mengembangkan

kecintaan yang mendalam terhadap pelajaran.

Sedangkan dalam strategi inquiry, siswa secara mandiri

menemukan dan membangun kerangka

pemahamannya berdasarkan konstruksi yang

ditemukannya.

Menurut Marimuthu (2005:6), secara konseptual

discovery-inquiry merupakan sekumpulan tingkah laku

untuk mendapatkan penjelasan yang masuk akal

mengenai fenomena yang sedang mereka curigai.

Berdasarkan konsep tersebut, discovery-inquiry

merupakan strategi mengajar yang memacu

sekumpulan tingkah laku siswa agar mereka dapat

mendapatkan penjelasan yang masuk akal tentang

konsep, prinsip dan masalah dalam materi

pembelajaran. Menurut Trowbidge (Marimuthu,

2005:10) strategi discovery-inquiry meliputi operasi

penyelidikan dengan melibatkan proses eksperimen,

membandingkan, menduga, menyimpulkan,

mengkomunikasikan dan mengidentifikasi berbagai

prinsip serta konsep melalui proses berpikir.

Menurut Sudjana (2004:154-155), strategi

discovery-inquiry ini dapat dilaksanakan apabila

dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Guru harus

terampil memilih persoalan yang relevan yang diajukan

kepada kelas dan sesuai dengan daya nalar siswa; 2)

24

Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar

siswa dan menciptakan situasi belajar yang

menyenangkan; 3) Adanya fasilitas dan sumber belajar

yang cukup; 4) Adanya kebebasan siswa untuk

berpendapat, berkarya dan berdiskusi; 5) Partisipasi

siswa dalam setiap kegiatan belajar; 6) Guru tidak

banyak campur tangan dan intervensi terhadap

kegiatan siswa.

Menurut Bruner (Dahar, 1998:100) penekanan

pada pembelajaran discovery-inquiry telah menetapkan

pengaruh pembelajaran yang membimbingnya untuk

menjadi seorang konstruksionis, untuk mengatur apa

yang sedang dialami dalam sebuah kegiatan, bukan

hanya merancang untuk menemukan dengan cara yang

teratur dan pendekatan khusus, tetapi juga untuk

menghindari berbagai jenis informasi yang

menyamarkan data yang selayaknya disimpan.

Dalam pembelajaran discovery-inquiry ini,

pertama kali siswa diberi masalah oleh guru dan

diberikan bimbingan singkat untuk menemukan

jawabannya. Diupayakan agar jawaban atau hasil akhir

harus tetap ditemukan sendiri oleh siswa. Kemudian

dilanjutkan dengan proses inquiry yang tahapan-

tahapannya menurut Sanjaya (2008:201) sebagai

berikut: 1) Orientasi. Pada tahap ini guru menjelaskan

topic, tujuan dan hasil belajar. Kemudian guru

menjelaskan pokok kegiatan yang dilakukan oleh siswa

dan memotivasinya untuk mencapai tujuan. 2)

Merumuskan masalah. Siswa merumuskan masalah

25

sendiri, sesuai dengan konsep dan materi yang sudah

jelas dan disiapkan oleh guru. 3) Mengajukan hipotesis.

Siswa mengajukan jawaban sementara terhadap

masalah yang mereka ajukan. 4) Mengumpulkan data,

siswa mengumpulkan data untuk menjawab hipotesis

dengan kemampuan berpikirnya dan menggunakan

sumber-sumber yang mereka miliki. 5) Menguji

hipotesis. Siswa melakukan eksperimen sebagai salah

satu bentuk proses menemukan jawaban. 6)

Merumuskan kesimpulan. Siswa mendeskripsikan

temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian

hipotesis.

Pembelajaran discovery-inquiry ini memungkin-

kan juga berlangsungnya tiga proses yang terlibat

hampir bersamaan dalam belajar sebagaimana

diungkapkan Bruner (Dahar, 1998:101). Ketiga proses

yang terjadi itu yaitu memperoleh informasi baru,

transformasi informasi dan menguji relevansi dan

ketepatan pengetahuan. Informasi yang dimaksud

dapat bertentangan dan menegaskan informasi

pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

Transformasi pengetahuan berarti siswa memerlukan

pengetahuan agar sesuai dengan materi baru yang

sedang dipelajari. Menguji relvansi dan ketepatan

pengetahuan dengan menilai apakah cara

memperlakukan pengetahuan cocok dengan tugas yang

dikerjakan.

26

2.7 Pemanfaatan Compact Disc (CD) Interaktif

Dalam Pembelajaran

Banyak ahli, terutama ahli media

mengemukakan perlu adanya pemilihan media yang

tepat sebagai wahana penyalur pesan dalam proses

pembelajaran. Bahkan diyakini bahwa media pandang

dengar (audio visual) seperti film bingkai (slide), film

dan lainnya, sangat baik digunakan untuk membantu

proses komunikasi di kelas. Bahkan kecenderungannya

penggunaan media audio visual dalam pembelajaran

lebih cepat dan mudah diterima jika dibandingkan

penjelasan dengan lisan. Dengan kata lain, seberapa

jauh proses komunikasi terjadi dipengaruhi oleh faktor

media yang digunakan dalam komunikasi tersebut.

Media pembelajaran sudah dikenal sejak lama,

bahkan sejak pendidikan formal itu ada. AECT

(Association of Education and Comunication Tecnology)

dalam Arsyad (2006:3) mendefinisikan media sebagai

segala bentuk dan saluran yang digunakan orang

untuk menyampaikan pesan atau informasi.

Sedangkan Santoso (2002:3) mendefinisikan media

sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Gagne’ dan Briggs dalam Arsyad (2006:4) secara

implisit mengatakan bahwa media pembelajaran

meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

menyampaikan materi pembelajaran, yang terdiri

27

antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera,

video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto,

gambar, grafik, televisi, dan komputer, yang mampu

merangsang siswa untuk belajar. Secara umum

Santosa (2002:5) memberikan rambu-rambu media

pembelajaran sebagai berikut: 1) segala sesuatu (fisik)

yang digunakan untuk dapat menyampaikan informasi

atau pesan pembelajaran. 2) mampu merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa. 3)

terciptanya bentuk-bentuk komunikasi, interaksi yang

beragam dalam proses pembelajaran.

Mengapa media perlu dalam proses pembelajaran

di kelas? Diantaranya karena media mempunyai

kelebihan dan kemampuan yang dapat kita manfaatkan

untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang ada.

Secara singkat media berguna bagi upaya untuk

mengefektifkan komunikasi yang ada di kelas. Media

mampu menampilkan efek suara, gambar dan gerak,

sehingga pesan yang kita sampaikan lebih hidup,

menarik, dan kongkrit, serta dapat memberi kesan

seolah-olah siswa terlibat dalam pengalaman belajar

yang ditampilkan.

Salah satu gambaran yang banyak jadikan

sebagai acuan landasan teori penggunaan media dalam

pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut

Pengalaman Dale) seperti gambar Gambar 1 berikut.

28

Gambar 2.2. Kerucut Pengalaman Dale

Kerucut pengalaman Dale ini menunjukan bahwa

pengalaman langsung memberikan kesan paling utuh

dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan

yang terkandung dalam pengalaman belajar, oleh

karena ia melibatkan lebih banyak indera siswa

(Arsyad, 2006:11). Sedemikian pentingnya media

pembelajaran sehingga Sudjana (2004:112)

mengungkapkan bahwa dalam situasi belajar tertentu,

yaitu siswa telah memiliki disiplin belajar yang tinggi,

pengalaman belajar yang cukup dan pola pikir yang

matang, maka interaksi pembelajaran bisa dilakukan

secara langsung antara siswa dengan media belajar.

Dalam kondisi demikian, media mampu menggantikan

peran guru sebagai sumber belajar.

Hamalik dalam Arsyad (2006:15) mengemukakan

bahwa pemakaian media pembelajaran mampu

membangkitkan keinginan, minat, motivasi, dan

29

rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa

pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media

juga akan sangat membantu meningkatkan efektifitas

pembelajaran.

CD interaktif merupakan kemasan media

pembelajaran yang didalamnya memuat materi dan

permasalahan–permasalahan Sosiologi yang dilengkapi

dengan tampilan, animasi dan gambaran ilustrasi.

Dalam rangka penerapan pengembangan sistem

pembelajaran tersebut, siswa sebagai sentral kegiatan

pembelajaran (instruction), sedangkan guru aktif

memberi kemudahan (fasilitas) belajar siswa dan

mereka berinteraksi dengan sumber–sumber belajar

yang dapat mempermudah proses belajarnya. Semua

komponen sumber belajar baik : pesan, orang, bahan,

peralatan, tehnik, dan latar (lingkungan) harus

dimanfaatkan secara luas dan maksimal guna

memecahkan masalah-masalah belajar sehingga tujuan

pembelajaran dapat dicapai. Dengan kata lain,

pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksimal

tersebut adalah dalam rangka menciptakan proses

pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.

Adanya perangkat komputer dengan berbagai

program animasi sangat sesuai bila komputer

digunakan sebagai salah satu komponen sumber

pembelajaran. Konsep dan masalah materi

pembelajaran yang sebelumnya hanya dituliskan dan

digambarkan dalam buku, untuk saat ini bisa

ditampilkan dalam bentuk tayangan melalui media

30

audio visual dan dikemas dalam bentuk CD interaktif.

Terlebih strategi pembelajaran yang digunakan terkait

dengan kehidupan nyata dan teknologi, dengan

bantuan komputer dan LCD, siswa bisa langsung

dibawa untuk memperhatikan permasalahan dan

kejadian–kejadian nyata yang terkait, bahkan

mendasari munculnya suatu teori pada suatu materi

pelajaran.

2.8 Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan

terkait dengan pelatihan antara lain:

1. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap

kompetensi dan kinerja pegawai di lingkungan

Departemen Pertahanan RI (Saptari, 2003). Hasil

penelitiannya, pendidikan dan latihan secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap kompetensi.

Pendidikan dan latihan berpengaruh signifikan

terhadap kinerja.

2. Efektivitas Pendidikan dan Pelatihan dalam

meningkatkan kinerja pegawai pada Badan

kepegawaian daerah kabupaten Malang (Dhita Ayu

Meitaningrum, Imam Hardjanto, Siswidiyanto). Hasil

penelitian, diklat sudah efektif, hal tersebut dapat

dilihat dari ketepatan waktu penyelesaian tugas

serta peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan

keahlian yang dimiliki pegawai Badan Kepegawaian

Daerah Malang setelah mengikuti diklat.

3. Hubungan Antara Pendidikan dan Pelatihan dengan

Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian dan Diklat

31

kabupaten Luwu Utara (Ajie Saputra, H. Rosyid

Thaha dan H. A Gau Kadir). Hasil penelitian kinerja

pegawai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

telah cukup baik. Diklat sangat membantu pegawai

untuk memiliki kemampuan, kompetensi dan

motivasi untuk meningkatkan kualitas kinerja.

2.9 Kerangka Berpikir

Jika proses pembelajaran dipandang sebagai

suatu sistem, maka kegiatan tersebut melibatkan

beberapa subsistem. Subsistem–subsistem tersebut

adalah (1) siswa, (2) bahan pelajaran, (3) metode belajar

mengajar, (4) alat belajar, alat peraga dan media

belajar, (5) Lingkungan dan iklim belajar, (6)

manajemen dan administrasi, (7). pendidik, ahli, dan

nara sumber, (8) supervisor / pengawas dan (9).

evaluasi dan umpan balik (Pidarta, 1997:32). Secara

garis besar subsitem dibedakan menjadi tiga yaitu

subsistem input, subsistem proses dan subsistem

output .

Salah satu faktor yang menentukan dalam proses

pembelajaran adalah pemilihan strategi pembelajaran

oleh guru. Menurut Kosasih (Solihatin, 2008: 9),

pemilihan strategi dan metode yang sesuai dengan

tujuan kurikulum dan potensi siswa, ini merupakan

kemampuan dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki

oleh seorang guru. Hal ini sesuai pendapat Jarolimalik

(Solihatin, 2008:1) menyatakan bahwa ketepatan guru

dalam memilih strategi dan metode pembelajaran akan

berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar

32

siswa. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan

kompetensi siswa.

Pemanfaatan CD interaktif sebagai salah satu

sumber belajar yang dirancang (learning resources by

design) untuk pembelajaran tertentu sebagai media

yang diyakini mampu menciptakan pembelajaran yang

lebih menyenangkan dan melibatkan aktifitas siswa.

Pemanfaatan CD interaktif sebagai salah satu sumber

belajar dapat dimanfaatkan bagi siswa dalam tahapan

eksplorasi dalam pembelajaran untuk mengkonstruk

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. CD

interaktif diperlukan oleh siswa ketika mempelajari

materi kurs valuta asing dan neraca pembayaran. Hal

ini cukup beralasan karena karakteristik materi ini

bersifat kontekstual namun sulit bagi siswa untuk

berhubungan langsung dengan kejadian nyata atau

aplikasi dari materi tersebut. Oleh karena itu

diperlukan pembelajaran yang mengarahkan siswa

untuk melakukan discovery inquiry dan salah satunya

dengan bantuan CD interaktif.

Setelah siswa mendapatkan kesempatan untuk

melakukan discovery inquiry dengan bantuan CD

interaktif maupun sumber-sumber lain yang relevan,

perlu adanya penyatuan persepsi secara kooperatif

yang dapat dituangkan dalam bentuk peta konsep

sebagai media untuk melakukan diskusi di dalam

kelas. Peran guru dalam pembelajaran ini lebih banyak

sebagai motivator dan fasilitator dari proses diskusi.

33

Dengan demikian diharapkan materi dapat dipelajari

secara lebih mendalam dan berdampak pada

ketuntasan belajar siswa.

Gambar 2.3 Kerangka Pikir

Guru sebagai peran utama dalam pembelajaran

meskipun bukan satu-satunya sumber belajar, namun

keberadaan guru menjadi hal sangat penting dalam

Tujuan, Kebutuhan,

Kurikulum, Metode,

Instruktur, Sapras, &

Biaya Pelatihan

P

Pelaksanaan Diklat

A

Evaluasi Reaksi &

Dampak Pelatihan C

PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT GURU SOSIOLOGI

STRATEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY-INQUIRY BERBANTUAN CD INTERAKTIF

PELATIHAN

KONDISI SAAT INI

PERANCANGAN MODEL DIKLAT

MODEL DIKLAT GURU SOSIOLOGI

MEN, MONEY, MATERIAL, MACHINE AN METHODS

34

pembelajaran, sebagai pengatur, penskenario,

fasilitator sehingga pembelajaran dapat berlangsung

dengan baik. Kemampuan guru melaksanakan

pembelajaran discovery inquiry tidak lepas dari

kemampuan guru menyiapkan hal-hal yang diperlukan

seperti rencana pembelajaran, media CD interaktif yang

akan digunakan. Oleh karena itu pelatihan bagi guru-

guru Sosiologi tentang pembelajaran discovery inquiry

berbantuan CD interaktif menjadi hal yang penting agar

dapat meningkatkan kompetensi guru melaksanakan

pembelajaran.