BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pada bagian ini peneliti akan membahas beberapa kajian-kajian teori
diantaranya ialah tentang hakikat matematika,pembelajaran matematika,tujuan
pembelajaran matematika di SD dan juga mengenai belajar dan hasil belajar. Pada
bagian ini juga akan membahas teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation (GI) yang dikemukakan oleh para ahli yang akan mendukung
penelitian.
2.1.1 Hakikat Matematika
Matematika, menurut Ruseffendi (dalam Heruman 2007:1) adalah bahasa
simbol, ilmu dedukatif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu
tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dar unsur yang
tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (dalam
Heruman 2007;1) matemtika yatitu memiliki objek tujuan abtrak, bertumpu pada
kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif.
Menurut Mulyono (2010:252) matematika adalah bahasa simbol yang
berfungsi praktisnya untuk meengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
keruangan sedangkan funsi teortisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu Matematika
merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun. Kita
biasanya menggunakan matematika untuk menyelesaikan beragam masalah. Dari
pernyataan ini terlihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang secara khusus
mempelajari tentang angka, pola dan bagun. Ilmu ini sangat perlu dipelajari
karena kita bisa menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam
kehidupan kita.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya berfikir bagaimana
7
menyelesaikan masalah mengenai simbol namun juga dapat berfikir bagaimana
menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada kehidupan kita.
2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Heruman (2007:4) mengatakan dalam pembelajaran di tingkat SD,
diharapkan terjadi reinvenion (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah
menentukan suatu cara penyelesain secara informal dalam pembelajaran dikelas.
Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah
mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan
suatu hal yang baru.
Menurut Piaget siswa Sekolah Dasar (SD) umumnya berkisar antara 6
atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun, yang berada pada fase operassional
konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses
berpikir untuk mengopersikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait
dengan objek yang bersifat konkret (Heruman,2007: 1).
Bruner (dalam Heruman, 2007: 4) dalam metode penemuan
mengungkapkan bahwa dalam pembelajran matematika, siswa harus menemukan
sendiri sebagai pengetahuan yang diperlukan. ‘Menemukan’ disini terutama
adalah ‘menemukan lagi’ (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama
sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan
dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam
pembelajaran ini guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing
dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan
suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, meransang
keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Adapun tujuan mengajar
hanya dapat diuraikan sebagai garis besar, dan dapat dicapai dengan cara yang
tidak perlu sama bagi setiap siswa. Pada pembelajaran matematika harus terdapat
keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebalumnya dengan konsep yang
akan diajarkan.
8
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di
SD merupakan suatu pembelajaran yang dimana guru berperan penting untuk
membimbing dalam proses pembelajaran matematika ini, dimana pembelajaran
matematika adalah pembelajaran melatih intelektual siswa dan merangsang
keingintahuan pada setiap siswa dan pembelajaran matematika juga merupakan
suatu yang sering siswa hadapi dalam lingkungan sehar-hari.
Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006
adalah sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disusun sebagai landasan
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau
gagasan dengan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol,
tabel, diagram, dan media lain. Kompetensi dasar ini merupakan standar
minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam
9
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja
ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan
KD untuk mata pelajaran Matematika yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD
disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas 4 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
8. Memahami sifat bangun ruang
sederhana dan hubungan antar
bangun datar
8.1 Menentukan sifat-sifat bangun
ruang sederhana
2.1.4 Belajar dan Hasil Belajar
a. Belajar
Menurut Winkel (dalam Anwar, k. 2011) belajar adalah akivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan tingkat pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
nilai sikap.
Slameto (dalam Anwar, dkk. 2011) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, berupa hasil pengalamannnya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sadirman (dalam Anwar, dkk. 2011) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku. Belajar akan membawa
suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, hara diri, minat, watak dan penyesuaian diri.
10
Menurut Slameto, (2010:2) dalam bukunya “Belajar dan Faktor-faktor
yang Menpengaruhi” belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
W.S. Winkel (dalam Suyono dan Hariyanto 2011:14) seorang kognitivis,
menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai
sikap.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses
terbentuknya perubahan pada diri siswa dimana siswa dapat menemukan
kemampuan yang dimiliki dari proses pembelajaran.
b. Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2013:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Setiap
guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
dibimbingnya. Maka dari itu, guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang
dapat terjadi melalui proses belajar mengajar.
Menurut Sudjana, (2011:22), menjelaskan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajar . Belajar merupakan segenap kemampuan, keberhasilan dan keterampilan
yang dimiliki individu melalui kegiatan belajar yang ditempunya.
Menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik (2001:30) Hasil dan bukti belajar ialah
adanya perubahan tingkah laku. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah
terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti.Tingkah laku memiliki unsur
subjektif dan unsur motoris.Unsur subjektif adalah unsure rohaniahsedangkan
unsure motoris adalah unsure jasmaniah.Bahwa seseorang sedang berfikir dapat
dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan yang dimiliki siswa dalam perubahan tingkah laku dari pemahaman
11
yang sulit menjadi mudah dipahami ditujukan dalam kemampuan melakukan
pembelajaran.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran koperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan pembelajaran dengan kelompok-
kelompok kecil secara berkolaborasi yang anggotanya terdiri dari empat sampai
dengan 6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada
hakikatnya pembelajran kooperatif sama degan kerja kelompok.
Menurut Salvin (dalam Rusman 2012), mengatakan pembelajaran
kooperlaif menggalak siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.
Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang
tidak terencana, sesuai dengan falsafah konstruktivisme, dan memberikan
dorongan untuk dapat mengopimalkan dan membangkitkan potensi siswa,
menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), serta akan menjamin akan
terjadinya dinamika dalam proses pembeajaran.
Pembelajaran kooperaif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
parispasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi Nurulhayati
(dalam Rusman 2012)
Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan
dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rancangan
kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu
untuk mencapai tujuan peembelajaran yang telah dirumuskan (sanjaya dalam
rusman 2013
Tom V, Savage mengemukakan bahwa cooperative learning suatu
pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok.
Cooperative learning adalah teknik mengelompokkan yang didalamnya
siswa bekerja terarah pada tujuanbbelajar bersama dalam kelompok kecil yang
umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemamfaatan
kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama
12
untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainya dalam dalam
kelompok tersebut (Jenson dalam hasan dalam Rusman, 2013).
2.2.1 Group Investigation (GI)
Secara umum perencanaan perorganisasian dalam menggunakan teknik
kooperatif GI adalah kelompok dibentuk siswa itu sendiri dengan beranggotakan
2-6 orang, tiap klompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan materi (pokok
bahasan) yang akan diajarkan dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan
kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempersentasikan atau memamerkan
lapornnya kepada seluruh kelas unuk berbagi dan saling tukar informasi temuan
mereka (Burns dalam Rusman, 2013)
Menurut Slavin dalam Rusman 2013, mengatakan strategi kooperatif GI
sebenarnya dilandasi oleh filosofi John Dewey. Teknik kooperaif ini telah secara
meluas digunakan dalam penelitian dan memperhatikan kesuksesannya terutama
untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.
Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan bahwa proses pembelajarn
disekolah meyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan dan
proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut.
Oleh karena itu, group investigattion tidak dapat diimplementasikan kedalam
lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialok interpersonal
(atau tidak mengacu pada dimensi sosial-afektif pembelajaran). Asperk sosial-
afektif kelompok, pertukaran intelekualnya, dan materi yang bermakna,
merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberi dukungan
terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat
kooperatif diantara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika
pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil.
2.2.2 Langkah-langkah pembelajaran Group Investigation (GI)
Ada beberapa langkah-langkah model pembelajaran GI yang dikemukakan
oleh para ahli. Langkah-langkah penerapan model GI (Kiranawati (2007), dapat
dikemukakan sebagai berikut:
13
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah umum yang
biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas
(task oriented groups) yang 16 beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi
kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan
akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,
tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik
yang telah dipilih dari langkah 1) diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2).
pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan
jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh
pada langkah implementasi dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam
suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi
kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup
tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
14
Pendapat lain, juga dikemukakan oleh Slavin (1995: 113-114) dalam
implementasi teknik GI dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap. Tahapan-tahapan
ini dan komponenkomponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.
a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan
mengkategotikan saran-saran.
b. Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
dipilih.
c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat homogen.
d. Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari para siswa untuk merencanakan
bersama mengenai apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan
pembagian tugas
3. Melaksanakan investigasi
a. Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai data dan membuat
kesimpulan
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklasifikasi, dan mensintesis
semua gagasan.
4. Menyiapkan laporan akhir
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari tugas yang
dikerjakan
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang dilaporkan, dan bagaimana
membuat presentasinya.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk panitia untuk mengkoordinasikan
rencanarencana presentasi.
15
5. Mempresentasikan laporan akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan berbagai macam bentuk
b. Presentasi harus dapat melibatkan peserta secara aktif
c. Para peserta mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
6. Evaluasi
a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut.
b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
Menurut Agus Suprijono (2009:65) menjelaskan bahwa sintaks
pembelajaran kooperatif terdiri dari enam komponen utama yaitu:
Tabel 2.2
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
Kegiatan Deskripsi
Awal 1. Menyiapkan kelas (Religius, Apersepsi, dan Motivasi).
2. Siswa menyimak penjelasan guru tentang tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai.
Inti
Fase 1
Memilih Topik
1. Guru menentukan kelompok siswa yang heterogen dari
sisi (jenis kelamin, etnik, dan kemampuan akademik).
2. Konsistensi pembagian tugas kelompok dengan mengundi
materi yang akan dibahas dengan meminta ketua
kelompok untuk mengambil undian yang telah disediakan
oleh guru.
Fase 2
Perencanaan
Kooperatif
1. Setelah seluruh kelompok mendapat materi, selanjutnya
dengan cara pembelajaran kooperatif yang berbasis
kelompok investigasi membahas materi.
2. Siswa diminta malakukan diskusi tentang langkah-langkah
apa yang akan mereka lakukan dalam menyelesaikan
materi yang diperoleh.
16
3. Siswa menyiapkan format hasil kegiatan kelompok,
(format yang te lah disiapkan oleh guru).
Fase 3
Implementasi
1. Siswa melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
2. Siswa mencatat atau mendokumentasikan temuan-temun
yang diperoleh dalam kegiatan kelompok.
Fase 4
Analisis dan
Sintesis
1. Siswa dalam kelompok membahas dan mendiskusikan
hasil yang telah diperoleh dalam kegiatan
investigasi/penyelidikan atas materi yang diperoleh.
2. Keputusan-keputusan dalam diskusi kemudian dicatat
pada lembar kerja kelompok yang telah disediakan
sebelumnya.
Fase 5
Persentasi hasil
final
1. Hasil investigasi/penyelidikan atas materi yang dipoleh
kemudian diperetanggung jawabkan oleh kelompok
dengan persentasi di depan kelas.
2. Partisipasi kelompok lain dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pada kelompok persentasi.
Akhir
Fase 6
Evaluasi
1. Kegiatan interaksi antar siswa dan guru dengan
memberikan penjelasan singkat sekaligus penyimpulan
materi secara bersama-sama, meluruskan miskonsepsi
yang terdapat pada tiap kelompok.
2. Kegiatan evaluasi, pada kegiatan ini siswa diberikan soal
evaluasi (tes formatif) untuk dikerjakan secara individu
ataupun kelompok sebagai tolak ukur pemahaman siswa
terhadap materi.
Pendekatan lain untuk mengevaluasi dapat dengan membuat para siswa
merekonstruksi proses investigasi yang telah dilakukan dan memetakan
langkahlangkah yang telah diterapkan dalam pembelajaran
17
Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, jelas
bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan
lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan
mereka siswa mencari sendiri secara penyelesaiannya.
2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan
Sugiyanto dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada Siswa
Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” Hal ini dapat dilihat kondisi awal 39%.
meningkat pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir
pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71% atau 38 siswa yang tuntas,
meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 92%
atau 35 siswa tuntas dari 38 siswa.
Shinta Kusmiarti dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Group
Investigation (GI) Siswa Kelas V SD Negeri Kutoharjo 01 Pati Semester 1 Tahun
2013/2014” Dilihat dari kondisi awal 32% ketuntasan siswa. Meningkat pada
pertemuan siklus I dengan ketuntasan 68 %. Kemudian pertemuan siklus II
meningkat menjadi 92%.
Mutmainah,2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas
V SDIT Bina Insani (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SDIT Bina Insani
Kelas V Semester II Serang-Banten).
Dari hasil penelitian motivasi belajar matematika siswa pada siklus I skor
kategori tinggi rata-rata motivasi belajar matematika siswa mencapai 11,11%,
kemudian pada siklus II meningkat menjadi 66,67%. Hal ini didukung dengan
observasi motivasi belajar matematika selama siklus I mendapat skor rata-rata
persentase 53% dan siklus II mendapat skor rata-rata persentase sebesar 74%.
Hasil tes matematika siklus I dan siklus II menunjukan ada peningkatan
hasil belajar matematika dilihat dari rata-rata nilai siswa yang mencapai KKM
18
yang tertentukan yaitu 75. Pada siklus I rata-rata peresentase nilai matematika
dengan capaian KKM 74,07%. Sedangkan pada siklus II capaian KKM meningkat
menjadi 92,59%.
Setelah melihat dari hasil dari hasil penelitain-penelitian diatas peneliti
tertarik melaksanakan penelitian mengunakan model pembelajaran Group
Investigation (GI) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 di SD Negeri
Kumpulrejo 03 tahun ajaran 2015/2016.
2.4 Kerangka Pikir
Menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono 2011) mengatakan bahwa
“Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
terhubung dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai hal yang
penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman
yang melandasi pemahaman-pemhaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang
paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau bentuk proses
dari keseluruhan dari peneliti yang akan dilakukan”
Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model
pembelajaran yang masih bersifat konvensional akan berdampak pada motivasi
dan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajarnya rendah maka
hasil belajarnya akan rendah pula, sebaliknya apabila motivasi belajar tinggi maka
hasil belajarnya juga akan tinggi.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Kumpulrejo 03 Kelas
IV Semester II Tahun pelajaran 2015/2016, dari hasil ulanagan yang di lakukan
masih terdapat nilai yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 62.
Sehingga tindakan yang lakukan oleh peneliti adalah dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, dimana langkah-langkah dalam
pembelajaran kooperatif tipe group Investigation menurut Sharan, dkk (1984)
adalah pertama memilih topik, kedua perencanaan kooperatif, ketiga
implementasi, keempat analisis dan sintesis, kelima persentasi hasil final, dan
keenam evaluasi.
19
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) ini
akan dilaksanakan dalam siklus I dan siklus II. Harapan yang diinginkan pada
akhir pembelajaran adalah adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar pada
siswa kelas IV Sekolah Dasar Kumpulrejo 03.
Kondisi
Awal
Model pembelajaran bersifat
konvensional,(Terdapat nilai siswa dibawah
KKM)
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Group Investigation
Langkah-langkah :
1. memilih topik
2. perencanaan kooperatif
3. Implementasi
4. Analisis dan sintensis
5. Persentasi hasil final
6. Evaluasi
Melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
terdapat peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
Tindakan
Siklus-I
Siklus-II
Hasil Akhir
20
2.5 Hepotesa Tindakan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan pada kajian
pustaka di atas, maka dapat dikemukakan tindakan dalam penelitian ini yaitu,
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Kumpulrejo 03
tahun ajaran 2015/2016.