BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari...

15
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bagian ini peneliti akan membahas beberapa kajian-kajian teori diantaranya ialah tentang hakikat matematika,pembelajaran matematika,tujuan pembelajaran matematika di SD dan juga mengenai belajar dan hasil belajar. Pada bagian ini juga akan membahas teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang dikemukakan oleh para ahli yang akan mendukung penelitian. 2.1.1 Hakikat Matematika Matematika, menurut Ruseffendi (dalam Heruman 2007:1) adalah bahasa simbol, ilmu dedukatif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dar unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (dalam Heruman 2007;1) matemtika yatitu memiliki objek tujuan abtrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. Menurut Mulyono (2010:252) matematika adalah bahasa simbol yang berfungsi praktisnya untuk meengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif keruangan sedangkan funsi teortisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu Matematika merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun. Kita biasanya menggunakan matematika untuk menyelesaikan beragam masalah. Dari pernyataan ini terlihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang secara khusus mempelajari tentang angka, pola dan bagun. Ilmu ini sangat perlu dipelajari karena kita bisa menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan kita. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya berfikir bagaimana

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Pada bagian ini peneliti akan membahas beberapa kajian-kajian teori

diantaranya ialah tentang hakikat matematika,pembelajaran matematika,tujuan

pembelajaran matematika di SD dan juga mengenai belajar dan hasil belajar. Pada

bagian ini juga akan membahas teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation (GI) yang dikemukakan oleh para ahli yang akan mendukung

penelitian.

2.1.1 Hakikat Matematika

Matematika, menurut Ruseffendi (dalam Heruman 2007:1) adalah bahasa

simbol, ilmu dedukatif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu

tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dar unsur yang

tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat, dan

akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (dalam

Heruman 2007;1) matemtika yatitu memiliki objek tujuan abtrak, bertumpu pada

kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif.

Menurut Mulyono (2010:252) matematika adalah bahasa simbol yang

berfungsi praktisnya untuk meengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif

keruangan sedangkan funsi teortisnya adalah untuk memudahkan berfikir.

Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu Matematika

merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun. Kita

biasanya menggunakan matematika untuk menyelesaikan beragam masalah. Dari

pernyataan ini terlihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang secara khusus

mempelajari tentang angka, pola dan bagun. Ilmu ini sangat perlu dipelajari

karena kita bisa menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam

kehidupan kita.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian

matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya berfikir bagaimana

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

7

menyelesaikan masalah mengenai simbol namun juga dapat berfikir bagaimana

menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada kehidupan kita.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Heruman (2007:4) mengatakan dalam pembelajaran di tingkat SD,

diharapkan terjadi reinvenion (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah

menentukan suatu cara penyelesain secara informal dalam pembelajaran dikelas.

Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah

mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan

suatu hal yang baru.

Menurut Piaget siswa Sekolah Dasar (SD) umumnya berkisar antara 6

atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun, yang berada pada fase operassional

konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses

berpikir untuk mengopersikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait

dengan objek yang bersifat konkret (Heruman,2007: 1).

Bruner (dalam Heruman, 2007: 4) dalam metode penemuan

mengungkapkan bahwa dalam pembelajran matematika, siswa harus menemukan

sendiri sebagai pengetahuan yang diperlukan. ‘Menemukan’ disini terutama

adalah ‘menemukan lagi’ (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama

sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan

dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam

pembelajaran ini guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing

dibandingkan sebagai pemberi tahu.

Tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan

suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, meransang

keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Adapun tujuan mengajar

hanya dapat diuraikan sebagai garis besar, dan dapat dicapai dengan cara yang

tidak perlu sama bagi setiap siswa. Pada pembelajaran matematika harus terdapat

keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebalumnya dengan konsep yang

akan diajarkan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

8

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di

SD merupakan suatu pembelajaran yang dimana guru berperan penting untuk

membimbing dalam proses pembelajaran matematika ini, dimana pembelajaran

matematika adalah pembelajaran melatih intelektual siswa dan merangsang

keingintahuan pada setiap siswa dan pembelajaran matematika juga merupakan

suatu yang sering siswa hadapi dalam lingkungan sehar-hari.

Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006

adalah sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,

akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri

dalam pemecahan masalah.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disusun sebagai landasan

pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas. Selain itu

dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau

gagasan dengan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol,

tabel, diagram, dan media lain. Kompetensi dasar ini merupakan standar

minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

9

pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD

didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja

ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan

KD untuk mata pelajaran Matematika yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD

disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika

Kelas 4 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

8. Memahami sifat bangun ruang

sederhana dan hubungan antar

bangun datar

8.1 Menentukan sifat-sifat bangun

ruang sederhana

2.1.4 Belajar dan Hasil Belajar

a. Belajar

Menurut Winkel (dalam Anwar, k. 2011) belajar adalah akivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan tingkat pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan

nilai sikap.

Slameto (dalam Anwar, dkk. 2011) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, berupa hasil pengalamannnya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Sadirman (dalam Anwar, dkk. 2011) menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku. Belajar akan membawa

suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya

berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan,

keterampilan, sikap, pengertian, hara diri, minat, watak dan penyesuaian diri.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

10

Menurut Slameto, (2010:2) dalam bukunya “Belajar dan Faktor-faktor

yang Menpengaruhi” belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

W.S. Winkel (dalam Suyono dan Hariyanto 2011:14) seorang kognitivis,

menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai

sikap.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses

terbentuknya perubahan pada diri siswa dimana siswa dapat menemukan

kemampuan yang dimiliki dari proses pembelajaran.

b. Hasil Belajar

Menurut Suprijono (2013:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Setiap

guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang

dibimbingnya. Maka dari itu, guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang

dapat terjadi melalui proses belajar mengajar.

Menurut Sudjana, (2011:22), menjelaskan hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajar . Belajar merupakan segenap kemampuan, keberhasilan dan keterampilan

yang dimiliki individu melalui kegiatan belajar yang ditempunya.

Menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik (2001:30) Hasil dan bukti belajar ialah

adanya perubahan tingkah laku. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah

terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti.Tingkah laku memiliki unsur

subjektif dan unsur motoris.Unsur subjektif adalah unsure rohaniahsedangkan

unsure motoris adalah unsure jasmaniah.Bahwa seseorang sedang berfikir dapat

dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan

kemampuan yang dimiliki siswa dalam perubahan tingkah laku dari pemahaman

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

11

yang sulit menjadi mudah dipahami ditujukan dalam kemampuan melakukan

pembelajaran.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran koperatif (cooperative learning) merupakan bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan pembelajaran dengan kelompok-

kelompok kecil secara berkolaborasi yang anggotanya terdiri dari empat sampai

dengan 6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada

hakikatnya pembelajran kooperatif sama degan kerja kelompok.

Menurut Salvin (dalam Rusman 2012), mengatakan pembelajaran

kooperlaif menggalak siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.

Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang

tidak terencana, sesuai dengan falsafah konstruktivisme, dan memberikan

dorongan untuk dapat mengopimalkan dan membangkitkan potensi siswa,

menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), serta akan menjamin akan

terjadinya dinamika dalam proses pembeajaran.

Pembelajaran kooperaif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan

parispasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi Nurulhayati

(dalam Rusman 2012)

Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan

dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rancangan

kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu

untuk mencapai tujuan peembelajaran yang telah dirumuskan (sanjaya dalam

rusman 2013

Tom V, Savage mengemukakan bahwa cooperative learning suatu

pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok.

Cooperative learning adalah teknik mengelompokkan yang didalamnya

siswa bekerja terarah pada tujuanbbelajar bersama dalam kelompok kecil yang

umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemamfaatan

kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

12

untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainya dalam dalam

kelompok tersebut (Jenson dalam hasan dalam Rusman, 2013).

2.2.1 Group Investigation (GI)

Secara umum perencanaan perorganisasian dalam menggunakan teknik

kooperatif GI adalah kelompok dibentuk siswa itu sendiri dengan beranggotakan

2-6 orang, tiap klompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan materi (pokok

bahasan) yang akan diajarkan dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan

kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempersentasikan atau memamerkan

lapornnya kepada seluruh kelas unuk berbagi dan saling tukar informasi temuan

mereka (Burns dalam Rusman, 2013)

Menurut Slavin dalam Rusman 2013, mengatakan strategi kooperatif GI

sebenarnya dilandasi oleh filosofi John Dewey. Teknik kooperaif ini telah secara

meluas digunakan dalam penelitian dan memperhatikan kesuksesannya terutama

untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.

Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan bahwa proses pembelajarn

disekolah meyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan dan

proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut.

Oleh karena itu, group investigattion tidak dapat diimplementasikan kedalam

lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialok interpersonal

(atau tidak mengacu pada dimensi sosial-afektif pembelajaran). Asperk sosial-

afektif kelompok, pertukaran intelekualnya, dan materi yang bermakna,

merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberi dukungan

terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat

kooperatif diantara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika

pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil.

2.2.2 Langkah-langkah pembelajaran Group Investigation (GI)

Ada beberapa langkah-langkah model pembelajaran GI yang dikemukakan

oleh para ahli. Langkah-langkah penerapan model GI (Kiranawati (2007), dapat

dikemukakan sebagai berikut:

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

13

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah umum yang

biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya

diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas

(task oriented groups) yang 16 beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi

kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan

akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,

tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik

yang telah dipilih dari langkah 1) diatas.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2).

pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan

variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai

sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara

terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan

jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh

pada langkah implementasi dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam

suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai

topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan

mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi

kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok

terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup

tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

14

Pendapat lain, juga dikemukakan oleh Slavin (1995: 113-114) dalam

implementasi teknik GI dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap. Tahapan-tahapan

ini dan komponenkomponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.

a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan

mengkategotikan saran-saran.

b. Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang

dipilih.

c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus

bersifat homogen.

d. Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi

pengaturan.

2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari para siswa untuk merencanakan

bersama mengenai apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan

pembagian tugas

3. Melaksanakan investigasi

a. Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai data dan membuat

kesimpulan

b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan

kelompoknya.

c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklasifikasi, dan mensintesis

semua gagasan.

4. Menyiapkan laporan akhir

a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari tugas yang

dikerjakan

b. Anggota kelompok merencanakan apa yang dilaporkan, dan bagaimana

membuat presentasinya.

c. Wakil-wakil kelompok membentuk panitia untuk mengkoordinasikan

rencanarencana presentasi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

15

5. Mempresentasikan laporan akhir

a. Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan berbagai macam bentuk

b. Presentasi harus dapat melibatkan peserta secara aktif

c. Para peserta mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

6. Evaluasi

a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut.

b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.

c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Menurut Agus Suprijono (2009:65) menjelaskan bahwa sintaks

pembelajaran kooperatif terdiri dari enam komponen utama yaitu:

Tabel 2.2

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

Kegiatan Deskripsi

Awal 1. Menyiapkan kelas (Religius, Apersepsi, dan Motivasi).

2. Siswa menyimak penjelasan guru tentang tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai.

Inti

Fase 1

Memilih Topik

1. Guru menentukan kelompok siswa yang heterogen dari

sisi (jenis kelamin, etnik, dan kemampuan akademik).

2. Konsistensi pembagian tugas kelompok dengan mengundi

materi yang akan dibahas dengan meminta ketua

kelompok untuk mengambil undian yang telah disediakan

oleh guru.

Fase 2

Perencanaan

Kooperatif

1. Setelah seluruh kelompok mendapat materi, selanjutnya

dengan cara pembelajaran kooperatif yang berbasis

kelompok investigasi membahas materi.

2. Siswa diminta malakukan diskusi tentang langkah-langkah

apa yang akan mereka lakukan dalam menyelesaikan

materi yang diperoleh.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

16

3. Siswa menyiapkan format hasil kegiatan kelompok,

(format yang te lah disiapkan oleh guru).

Fase 3

Implementasi

1. Siswa melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah

direncanakan.

2. Siswa mencatat atau mendokumentasikan temuan-temun

yang diperoleh dalam kegiatan kelompok.

Fase 4

Analisis dan

Sintesis

1. Siswa dalam kelompok membahas dan mendiskusikan

hasil yang telah diperoleh dalam kegiatan

investigasi/penyelidikan atas materi yang diperoleh.

2. Keputusan-keputusan dalam diskusi kemudian dicatat

pada lembar kerja kelompok yang telah disediakan

sebelumnya.

Fase 5

Persentasi hasil

final

1. Hasil investigasi/penyelidikan atas materi yang dipoleh

kemudian diperetanggung jawabkan oleh kelompok

dengan persentasi di depan kelas.

2. Partisipasi kelompok lain dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan pada kelompok persentasi.

Akhir

Fase 6

Evaluasi

1. Kegiatan interaksi antar siswa dan guru dengan

memberikan penjelasan singkat sekaligus penyimpulan

materi secara bersama-sama, meluruskan miskonsepsi

yang terdapat pada tiap kelompok.

2. Kegiatan evaluasi, pada kegiatan ini siswa diberikan soal

evaluasi (tes formatif) untuk dikerjakan secara individu

ataupun kelompok sebagai tolak ukur pemahaman siswa

terhadap materi.

Pendekatan lain untuk mengevaluasi dapat dengan membuat para siswa

merekonstruksi proses investigasi yang telah dilakukan dan memetakan

langkahlangkah yang telah diterapkan dalam pembelajaran

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

17

Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, jelas

bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan

lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan

mereka siswa mencari sendiri secara penyelesaiannya.

2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan

Sugiyanto dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar

Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada Siswa

Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan

Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” Hal ini dapat dilihat kondisi awal 39%.

meningkat pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir

pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71% atau 38 siswa yang tuntas,

meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 92%

atau 35 siswa tuntas dari 38 siswa.

Shinta Kusmiarti dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Group

Investigation (GI) Siswa Kelas V SD Negeri Kutoharjo 01 Pati Semester 1 Tahun

2013/2014” Dilihat dari kondisi awal 32% ketuntasan siswa. Meningkat pada

pertemuan siklus I dengan ketuntasan 68 %. Kemudian pertemuan siklus II

meningkat menjadi 92%.

Mutmainah,2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas

V SDIT Bina Insani (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SDIT Bina Insani

Kelas V Semester II Serang-Banten).

Dari hasil penelitian motivasi belajar matematika siswa pada siklus I skor

kategori tinggi rata-rata motivasi belajar matematika siswa mencapai 11,11%,

kemudian pada siklus II meningkat menjadi 66,67%. Hal ini didukung dengan

observasi motivasi belajar matematika selama siklus I mendapat skor rata-rata

persentase 53% dan siklus II mendapat skor rata-rata persentase sebesar 74%.

Hasil tes matematika siklus I dan siklus II menunjukan ada peningkatan

hasil belajar matematika dilihat dari rata-rata nilai siswa yang mencapai KKM

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

18

yang tertentukan yaitu 75. Pada siklus I rata-rata peresentase nilai matematika

dengan capaian KKM 74,07%. Sedangkan pada siklus II capaian KKM meningkat

menjadi 92,59%.

Setelah melihat dari hasil dari hasil penelitain-penelitian diatas peneliti

tertarik melaksanakan penelitian mengunakan model pembelajaran Group

Investigation (GI) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 di SD Negeri

Kumpulrejo 03 tahun ajaran 2015/2016.

2.4 Kerangka Pikir

Menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono 2011) mengatakan bahwa

“Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

terhubung dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai hal yang

penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman

yang melandasi pemahaman-pemhaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang

paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau bentuk proses

dari keseluruhan dari peneliti yang akan dilakukan”

Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model

pembelajaran yang masih bersifat konvensional akan berdampak pada motivasi

dan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajarnya rendah maka

hasil belajarnya akan rendah pula, sebaliknya apabila motivasi belajar tinggi maka

hasil belajarnya juga akan tinggi.

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Kumpulrejo 03 Kelas

IV Semester II Tahun pelajaran 2015/2016, dari hasil ulanagan yang di lakukan

masih terdapat nilai yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 62.

Sehingga tindakan yang lakukan oleh peneliti adalah dengan menerapkan

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, dimana langkah-langkah dalam

pembelajaran kooperatif tipe group Investigation menurut Sharan, dkk (1984)

adalah pertama memilih topik, kedua perencanaan kooperatif, ketiga

implementasi, keempat analisis dan sintesis, kelima persentasi hasil final, dan

keenam evaluasi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

19

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) ini

akan dilaksanakan dalam siklus I dan siklus II. Harapan yang diinginkan pada

akhir pembelajaran adalah adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar pada

siswa kelas IV Sekolah Dasar Kumpulrejo 03.

Kondisi

Awal

Model pembelajaran bersifat

konvensional,(Terdapat nilai siswa dibawah

KKM)

Pembelajaran Kooperatif

Tipe Group Investigation

Langkah-langkah :

1. memilih topik

2. perencanaan kooperatif

3. Implementasi

4. Analisis dan sintensis

5. Persentasi hasil final

6. Evaluasi

Melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

terdapat peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

Tindakan

Siklus-I

Siklus-II

Hasil Akhir

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11165/2/T1...8 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu

20

2.5 Hepotesa Tindakan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan pada kajian

pustaka di atas, maka dapat dikemukakan tindakan dalam penelitian ini yaitu,

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Kumpulrejo 03

tahun ajaran 2015/2016.