BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH...
Transcript of BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH...
4
BAB II
KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK
Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang
anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan
endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan perawatan endodontik (Ford, 2004).
2.1. Anatomi Gigi Normal
Gigi terdiri dari empat jaringan yaitu email, dentin, sementum, dan pulpa
(Scheid, 2007). Email, dentin, dan sementum merupakan jaringan keras gigi,
sedangkan pulpa merupakan jaringan lunak gigi (Itjiningsih, 1995). Anatomi gigi
normal terdapat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Anatomi Gigi Normal (Itjiningsih, 1995)
5
Email merupakan bagian paling keras dari tubuh manusia, meliputi seluruh
mahkota gigi (Roberson et al., 2006). Fungsi email adalah sebagai proteksi
eksternal terhadap rangsang dan tekanan pengunyahan (Scheid, 2007). Email
lebih tebal dan padat pada area insisal dan oklusal, ketebalan dan kepadatannya
menurun secara progresif ke arah cementoenamel junction (Roberson et al.,
2006).
Email yang tidak didukung oleh dentin yang cukup akan bersifat rapuh,
sehingga gigi menjadi rentan terhadap fraktur (Heasman, 2003). Email tidak
memiliki kemampuan untuk memperbaiki bagiannya yang rusak, sehingga
membutuhkan prosedur preparasi dan restorasi (Itjiningsih, 1995).
Dentin merupakan bagian terbanyak dari gigi. Dinding kavitas pulpa,
kamar pulpa, dan saluran pulpa, dibentuk oleh dentin (Scheid, 2007). Dentin
memiliki kemampuan untuk memperbaiki bagiannya yang rusak, karena dentin
dibentuk oleh pulpa (Itjiningsih, 1995). Dentin memberikan kekuatan pada gigi
sehingga dapat menahan beban kunyah dan trauma. Fungsi dentin lainnya adalah
melindungi pulpa (Bergenholtz, 2010).
Pulpa terdiri atas jaringan ikat, di dalamnya terdapat pembuluh darah
arteri, vena, sistem limfatik, dan saraf. Fungsi pulpa memberi nutrisi pada gigi dan
membentuk dentin (Satish, 2003 ; Wheeler, 1993). Kamar pulpa memiliki atap,
fungsinya sebagai pemersatu dinding-dinding kavitas. Atap pulpa di daerah insisal
atau oklusal disebut tanduk pulpa (Messer, 2003 ; Scheid, 2007).
6
2.2. Kondisi Jaringan Keras Gigi setelah Perawatan Endodontik
Perawatan endodontik adalah tindakan pencegahan dalam menjaga
kesehatan pulpa, baik vital maupun non vital, untuk mempertahankan fungsi gigi
dalam lengkung rahang dari infeksi mikroorganisme. Jaringan pendukung gigi
juga harus diperhatikan sebelum perawatan endodontik, seperti adanya
periodontitis, kegoyangan gigi, dan abses periapikal. Keadaan ini merupakan
akibat dari karies yang berlanjut (Ford, 2004 ; Ling Ng, 2008).
Perawatan endodontik melibatkan pembuangan jaringan gigi cukup
banyak baik jaringan pulpa, dentin nekrotik, maupun jaringan keras gigi (Segovic
et al., 2002). Hal ini menyebabkan perubahan struktur gigi, sifat fisik dari dentin,
dan perubahan warna pada gigi (Garg, 2011).
2.2.1. Perubahan Struktur Gigi setelah Perawatan Endodontik
Perubahan struktur gigi karena perawatan endodontik akan semakin lemah
oleh adanya karies, trauma, preparasi akses kavitas, dan preparasi saluran akar.
Kondisi ini dapat menyebabkan gigi menjadi rentan terhadap fraktur dan integritas
struktur gigi akan terganggu akibat kehilangan oklusi (Garg, 2011). Etiologi
perubahan struktur gigi terdapat pada Gambar 2.2. dan 2.3.
7
Gambar 2.2. Karies yang luas pada gigi (Beer et al., 2006 ; Schmerzaft & Ekelig, 2009)
Gambar 2.3. Trauma pada Gigi Depan (Beer et al., 2006)
Penyebab lain yang mengakibatkan gigi rentan terhadap fraktur adalah
dentin yang tipis pada daerah servikal akibat preparasi akses (Wagnil, 2002).
Preparasi akses kavitas, pembersihan, dan pembentukan saluran akar merupakan
langkah dalam perawatan endodontik yang membutuhkan pembuangan jaringan
cukup banyak. Fungsi preparasi akses kavitas adalah membuka jalan menuju
kamar pulpa sampai dengan foramen apikal (Ford, 2004). Dasar kamar pulpa dan
orifis akan terlihat jelas pada akses yang benar (Hafifah et al., 2006). Preparasi
akses kavitas merupakan langkah paling penting dalam perawatan endodontik,
karena memungkinkan pembersihan, pembentukan¸ dan pengisian saluran akar
yang optimal (Torabinejad & Walton, 2002).
8
Syarat intervensi minimal dalam konservasi tidak menjadi prioritas dalam
preparasi akses (Gutmann, 1997). Preparasi akses membutuhkan pembuangan
atap kamar pulpa, sehingga lapang pandang yang didapat baik dan kamar pulpa
dapat dibersihkan dengan baik. Syarat akses lurus juga harus dipenuhi untuk
memudahkan penggunaan instrumen selama proses perawatan. Preparasi akses
kavitas yang luas disebabkan karena karies yang besar dan letak orifis gigi yang
berjauhan (Europian society of Endodontic, 2006 ; Bergenholtz, 2010 ; Johnson,
2005). Preparasi akses kavitas yang luas terdapat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Preparasi Akses Kavitas yang Luas (Beer et al., 2006)
Pengangkatan atap pulpa, yang merupakan pemersatu dinding-dinding
kavitas, mengakibatkan gigi menjadi lebih rentan terhadap fraktur (Messer, 2003).
Pengangkatan atap kamar pulpa harus dilakukan karena merupakan letak dari
tanduk pulpa, untuk mencari orifis. Proses selanjutnya adalah pengangkatan
jaringan pulpa. Pengangkatan jaringan pulpa juga melemahkan gigi (Chong,
2010).
9
Pengangkatan jaringan pulpa menghilangkan salah satu fungsi pulpa, yaitu
membentuk dentin, selain itu akan mempengaruhi struktur dan sensitivitas dari
dentin (Roberson et al., 2006 ; Roth, 1981). Pengangkatan jaringan pulpa
mengakibatkan fungsi nutrisi pulpa hilang, suplai cairan ke dentin berkurang. Hal
ini menyebabkan ikatan email dan dentin terganggu, sehingga gigi menjadi lebih
mudah patah (Satish, 2003). Pembersihan dan pembentukan saluran akar
merupakan bagian yang penting dari perawatan endodontik. Pembersihan saluran
akar merupakan pengangkatan iritan dari saluran akar dengan menekankan
instrumen ke arah dinding saluran akar. Iritan yang dihilangkan dalam proses
pembersihan diantaranya adalah bakteri, produk bakteri, jaringan nekrotik,
jaringan vital, produk saliva, darah, dan iritan lain pada saluran akar (Torabinejad
& Walton, 2002).
Pembentukan saluran akar merupakan suatu tindakan untuk membentuk
saluran akar yang konus dan kontinyu, mulai dari koronal hingga ke apikal
dengan menggunakan instrumen saluran akar. Pengangkatan lapisan dentin juga
dilakukan selama tindakan pembentukan saluran akar. Semua tindakan ini
membutuhkan pembuangan jaringan keras gigi dalam jumlah yang besar (Gambar
2.5). Kehilangan struktur gigi dalam jumlah besar akan mengurangi kekuatan dari
gigi, karena itu restorasi yang diperlukan untuk mengganti struktur gigi yang
hilang harus tepat dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama pada gigi
(Torabinejad & Walton, 2002).
10
Gambar 2.5. Pembuangan Jaringan Keras Gigi dalam Jumlah Besar selama Preparasi Saluran Akar pada Gigi Posterior (Garg, 2011)
a. Pembuangan seluruh karies b. Pembuangan atap kamar pulpa sebagai pemersatu dinding-
dinding kavitas c. Pembuangan dinding saluran akar untuk mendapatkan akses
lurus d. Pengangkatan jaringan pulpa
2.2.2. Perubahan Sifat Fisik pada Dentin setelah Perawatan Endodontik
Perubahan sifat fisik pada dentin disebabkan oleh berkurangnya
kelembaban dentin, baik di koronal maupun radikuler, sebanyak 9%. Penurunan
kelembaban merupakan akibat dari kehilangan jaringan pulpa (Cohen, 2011 ;
Garg, 2011).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa tidak ada perubahan sifat fisik dari
dentin setelah perawatan endodontik. Secara umum jaringan keras gigi memiliki
kekuatan tekan yang tinggi dan kekuatan tarik yang rendah, sehingga bersifat
rapuh. Fraktur yang sering terjadi pada gigi setelah perawatan endodontik
11
diakibatkan oleh kehilangan struktur gigi dalam jumlah besar atau garis fraktur
dari email dan dentin yang tersisa (Ford, 2004 ; Schwartz et al., 2004 ; Suprastiwi,
2006).
2.2.3. Perubahan Warna pada Gigi
Salah satu etiologi pewanaan pada gigi adalah nekrosis pulpa. Bakteri atau
bahan kimia menyebabkan iritasi pada jaringan pulpa sehingga menyebabkan
nekrosis dan pelepasan produk disintegrasi yang akan masuk ke dalam tubulus
dan merubah warna pada dentin. Tingkat pewarnaan gigi dipengaruhi oleh
keluasan nekrosis pada pulpa (Cohen & Hargeaves, 2011).
Perubahan warna gigi sering terjadi setelah perawatan endodontik, seperti
pada Gambar 2.6. Hal ini disebabkan perubahan biomekanis pada dentin yang
menyebabkan terjadinya pembiasan cahaya. Pembiasan cahaya ini menyebabkan
gangguan estetik pada gigi. Perubahan warna pada gigi dapat disebabkan oleh
pembersihan dan pembentukan saluran akar yang tidak sempurna atau akumulasi
dari bahan pengisi saluran akar, debris, dan material bahan tambal yang tersisa
pada kamar pulpa. Gigi yang mengalami perubahan warna dapat diatasi dengan
melakukan perawatan bleaching atau dengan restorasi estetik (Brenna, 2009 ;
Garg, 2011).
12
Gambar 2.6. Perubahan Warna Gigi setelah Perawatan Endodontik (Brenna et al., 2009)
2.3. Hal yang Harus Dipertimbangkan pada Gigi setelah Perawatan
Endodontik, sebelum Prosedur Restorasi Prosedur restorasi akhir sebaiknya dilakukan segera setelah gigi selesai
dirawat endodontik, namun terdapat beberapa keadaan yang mengharuskan
penempatan restorasi akhir harus ditunda. Keadaan–keadan tersebut adalah jika
terdapat tanda kegagalan dari perawatan endodontik (Ford, 2004). Berhasil atau
tidaknya perawatan endodontik ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
radiografis (Torabinejad & Walton, 2002).
Tanda kegagalan secara klinis adalah rasa nyeri, baik secara spontan
ataupun akibat rangsang, perkusi dan tekan positif, palpasi mukosa sekitar gigi
positif, terdapat pembengkakan di sekitar mukosa gigi disertai rasa nyeri saat
dipalpasi, dan adanya fistula pada periapikal. Tanda kegagalan secara radiografis
adalah jika terjadi perluasan daerah radiolusen di dalam ruang pulpa, pelebaran
jaringan periodontal, dan perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal.
Prosedur restorasi sebaiknya ditunda jika terdapat tanda-tanda tersebut
(Torabinejad & Walton, 2002).
13
Prosedur restorasi akhir pada gigi dapat dilakukan segera jika sudah tidak
ada keluhan pada gigi, dari pemeriksaan radiologis tidak terdapat gambaran
radiolusen, jika sebelum perawatan terdapat gambaran radiolusen, gambarannya
tidak meluas. Kondisi gusi dan jaringan periodontal juga harus diperhatikan.
Penempatan restorasi akhir pada pasien dengan rangsang tekan positif ketika
pengunyahan, harus ditunda selama dua hingga tiga minggu. Evaluasi dengan
jangka waktu yang sama dilakukan jika rangsang masih tetap positif. Penundaan
restorasi akhir juga harus dilakukan jika terdapat gambaran radiolusen pada
periapikal dengan diameter lebih dari 2 mm. Perawatan ulang dapat
dipertimbangkan pada kasus-kasus tersebut (Chong 2004 ; Ford, 2004).
Kasus dengan prognosis yang meragukan, menyebabkan harus dilakukan
penundaan prosedur restorasi hingga terdapat tanda penyembuhan secara klinis
dan radiografis. Selama menunggu tanda penyembuhan ini, gigi harus dilindungi
oleh restorasi sementara yang adekuat, yaitu restorasi yang dapat mencegah
kebocoran koronal, dapat menahan beban kunyah, dan dapat memenuhi nilai
estetik yang dibutuhkan gigi (Ford, 2004).
Pertimbangan penting lainnya dalam posedur restorasi adalah biological
width. Biological width adalah dimensi dari jaringan lunak yang melekat pada
koronal gigi hingga puncak tulang alveolar. Tepi restorasi ditentukan berdasakan
petimbangan biological width.
Terdapat tiga pilihan penempatan tepi restorasi, yaitu supragingiva,
paragingiva, dan subgingiva. Penempatan tepi restorasi pada supragingiva
memberikan dampak yang paling minimal pada periodontal, namun kurang
14
optimal secara estetik. Penempatan tepi restorasi pada paragingiva menyebabkan
retensi plak yang lebih banyak dibandingkan dengan supragingiva, namun risiko
biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan subgingiva dan cukup baik secara
estetik. Tepi restorasi pada subgingiva menyebabkan risiko biologis yang tinggi,
jika tepi restorasi diletakkan terlalu jauh dibawah jaringan gingiva, akan
mengganggu perlekatan dari gingiva yang dapat menyebabkan resesi gingiva atau
resorbsi tulang alveolar (Nitin & Nikhil, 2009).