BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati...

32
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan terkait dengan topik ini, baik pada perilaku bahasa maupun bahasa dan gender. Pada subbab ini dibahas mengenai penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah pernah dilakukan dan revelan dengan penelitian ini. Uraian pustaka dimaksud, dapat dicermati berikut ini. Munjin (2008) membahas tentang ekspresi bahasa yang dianggap tidak memiliki keadilan gender yang ada dalam bahasa Inggris. Fokus penelitian ini meliputi sekilas tentang seks dan gender, representasi simetris, wacana seksis, apakah memang laki-laki dan perempuan menggunakan bahasa yang berbeda, mengapa terjadi perbedaan berbahasa gender, dan faktor penyebab. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian ini memilih bahasa Inggris dengan latar belakang masyarakat Inggris sebagai objek penelitian karena alasan kesesuaian dengan keahlian penulis. Munjin (2008) menyebutkan bahwa bahasa seksis adalah bahasa yang mempresentasikan laki-laki dan perempuan secara tidak setara dan menyajikan stereotipe-stereotipe tentang laki-laki dan perempuan yang banyak merugikan kaum perempuan. Munjin menambahkan bahwa ekspresi bahasa merupakan ceriman kecenderungan penuturnya.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan terkait dengan topik ini, baik pada

perilaku bahasa maupun bahasa dan gender. Pada subbab ini dibahas mengenai

penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah pernah dilakukan dan revelan dengan

penelitian ini. Uraian pustaka dimaksud, dapat dicermati berikut ini.

Munjin (2008) membahas tentang ekspresi bahasa yang dianggap tidak

memiliki keadilan gender yang ada dalam bahasa Inggris. Fokus penelitian ini

meliputi sekilas tentang seks dan gender, representasi simetris, wacana seksis, apakah

memang laki-laki dan perempuan menggunakan bahasa yang berbeda, mengapa

terjadi perbedaan berbahasa gender, dan faktor penyebab. Berbeda dengan penelitian

yang akan dilakukan, penelitian ini memilih bahasa Inggris dengan latar belakang

masyarakat Inggris sebagai objek penelitian karena alasan kesesuaian dengan

keahlian penulis. Munjin (2008) menyebutkan bahwa bahasa seksis adalah bahasa

yang mempresentasikan laki-laki dan perempuan secara tidak setara dan menyajikan

stereotipe-stereotipe tentang laki-laki dan perempuan yang banyak merugikan kaum

perempuan. Munjin menambahkan bahwa ekspresi bahasa merupakan ceriman

kecenderungan penuturnya.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

8

Kesimpulan pada penilitian ini adalah dalam masyarakat Inggris yang bersifat

patrilineal, dapat dilihat bahwa corak bahasa yang diskriminatif terhadap perempuan.

Timbulnya stereotype bahasa terhadap perempuan tersebut disebabkan oleh faktor

kekuasaan dan dominasi laki-laki atas perempuan di berbagai sektor. Faktor lain

adalah masalah perbedaan pergaulan yang sejenis, sehingga menimbulkan sub-

culture atas sub-culture yang lain dan bila keduanya bertemu dimungkinkan

munculnya masalah baru. Pola sosialisasi yang diterapkan pada tiap gender yang

tidak netral, juga tak kalah pentingnya dalam membentuk terjadinya perbedaan ini.

Dari faktor-faktor tersebut, muncul adanya asimetri, istilah tak bertanda, penyempitan

dan pemberian arti negatif seperti kata dalam bahasa Inggris. Karena itu, terbentuklah

bahasa yang bersifat seksis. Jika ekspresi bahasa menggambarkan penuturnya, maka

sebenarnya telah terjadi seksisme dalam kehidupan sehari-hari masyarakat penutur

bahasa Inggris.

Penelitian Simpen (2008) mengenai perilaku bahasa dari penutur bahasa

Kambera di Sumba Timur, khususnya pada kesantunan berbahasa bertujuan untuk

menemukan, mendeskripsikan, dan menganalisis satuan verbal yang digunakan

sebagai kesantunan, menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesantunan,

makna kesantunan, unsur suprasegmental yang mempengaruhi kesantunan, dan unsur

paralinguistik yang menyertai kesantunan. Penelitian ini menggunakan perpaduan

antara teori Linguistik Kebudayaan dengan Sosiolinguistik. Hasil penelitiannya

memperlihatkan bahwa kesantunan berbahasa pada penutur bahasa Kambera

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

9

menggambarkan ideologi yang dijadikan dasar kesantunan berbahasa. Satuan verbal

yang digunakan untuk kesantunan berbentuk kata, gabungan kata, kalimat, dan

peribahasa. Kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh faktor status, jenis kelamin, usia,

dan hubungan kekerabatan. Makna kesantunan merefleksikan latar budaya yang

dianut penutur dengan berorientasi pada sistem kepercayaan, sistem mata

pencaharian, hubungan kekerabatan, stratifikasi sosial, dan sistem pernikahan.

Perbedaan penelitian Simpen (2008) dengan penelitian ini adalah penggunaan teori

yang hanya menggunakan teori Sosiopragmatik dan sumber data yang lebih spesifik

menggunakan bahasa perempuan.

Sosiowati (2013) pada penelitiannya yang berjudul “Kesantunan Bahasa

Politisi dalam Talk Show di Televisi” Sosiowati (2013) membahas beberapa masalah,

yaitu: tingkat kesantunan politisi, ciri-ciri satuan verbal yang digunakan, faktor-faktor

yang melatarbelakangi pelanggaran dan ketaatan kesantunan dan ideologi yang

tersirat di balik perilaku berbahasa mereka. Data penelitian ini diambil dari tayangan

mingguan talk show “Today’s Dialogue”, periode Januari – Maret 2011 di Metro TV

yang berjumlah dua belas. Kedua belas tayangan itu diseleksi melalui purposive

sampling dan diperoleh lima tayangan dengan dua belas orang politisi. Salah satu

temuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kesantunan diperlukan kesepuluh

maksim dari perpaduan teori kerja sama (Grice, 1975) dan teori kesantunan (Leech,

1983). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sosiowati (2013) ini adalah dari

sumber datanya dan dalam permasalahan tidak membahasa tentang ideologi yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

10

tersirat di balik perilaku berbahasa, serta hanya menggunakan teori prinsip

kesantunan dari Leech (1983) dengan keenam maksimnya.

Penelitian berkaitan dengan sumber data, novel Tempurung karya Oka

Rusmini dilakukan oleh Ariastini dkk (2014) dan membuktikan bahwa novel

Tempurung sangat tepat digunakan sebagai sumber data pada kajian Feminisme.

Penelitian ini tidak mengkaji secara linguistik, melainkan mengkaji feminisme novel

Tempurung karya Oka Rusmini dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran sastra

di SMA. Tujuan penelitian Ariastini dkk untuk mendeskripsikan unsur-unsur

struktural, perjuangan tokoh perempuan, dan kesesuaian materi perjuangan

perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini sebagai bahan pembelajaran

sastra di SMA. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif

kualitatif. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut. (1) Unsur-unsur struktural yang

dianalisis dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini adalah tema, penokohan atau

perwatakan, amanat, latar, dan alur. Tema yang diangkat dalam Tempurung adalah

perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan. Tokoh yang digambarkan dalam

Tempurung terdiri atas sembilan belas tokoh dengan latar belakang yang hampir

sama. Amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui novel ini adalah agar

tidak ada diskriminasi terhadap perempuan. Latar dalam novel menceritakan bahwa

peristiwa yang terjadi di Bali. Alur yang digunakan adalah alur mundur. (2)

Perjuangan perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini dilakukan dalam

empat bidang, yaitu bidang pendidikan ditandai dengan kegigihan seorang perempuan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

11

menuntut ilmu, ekonomi ditandai dengan usaha keras perempuan merintis usaha dari

kegemarannya, keluarga ditandai dengan kesabaran seorang istri menyikapi sikap

suami yang tidak bertanggung jawab, dan sosial ditandai dengan usaha seorang

perempuan membuktikkan bahwa perempuan mampu melahirkan ide-ide mutakhir.

(3) Materi perjuangan perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini

memiliki kesesuaian sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA sesuai dengan

kriteria pemilihan materi pelajaran yang diuji secara internal.

2.2 Konsep

Pada bagian ini dipaparkan konsep-konsep yang akan digunakan pada

penelitian ini. Konsep yang dimaksud adalah bahasa perempuan, bahasa dan gender,

budaya Bali, kesantunan berbahasa, dan satuan lingual. Secara rinci, akan dipaparkan

satu per satu berikut ini.

2.2.1 Karakteristik Bahasa

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan

Nasional, 2008), karakteristik merupakan sesuatu yang mempunyai ciri khas. Sama

halnya dengan penjelasan dari Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2005)

karakteristik adalah sesuatu yang sangat khas dari sesuatu. Berdasarkan dari

penjelasan dua pengertian tersebut, karakteristik bahasa yang dimaksud pada

penelitian ini yaitu ciri khas penggunaan bahasa dari seseorang atau kelompok

tertentu.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

12

2.2.2 Bahasa Perempuan

Bahasa perempuan merupakan bahasa yang digunakan oleh perempuan, baik

secara lisan maupun tulisan. Dalam berkomunikasi diketahui bahwa perempuan

berbicara berbeda dengan laki-laki dan perempuan lebih banyak bicara daripada laki-

laki, variasi intonasi tuturan perempuan lebih banyak daripada laki-laki, perempuan

lebih banyak menggunakan eufimisme atau ungkapan yang lebih lembut daripada

laki-laki, perempuan lebih banyak menggunakan kata sifat ekspresif daripada laki-

laki, lebih tidak langsung dan sopan daripada laki-laki (Lakoff, 1975). Hal tersebut

juga disetujui oleh Holmes (2001) bahwa perempuan menggunakan bentuk yang

lebih standar dibandingkan laki-laki. Karena anak-anak dan perempuan adalah

kelompok bawahan dan mereka harus menghindari menyinggung orang. Karena itu,

mereka harus berbicara dengan hati-hati dan sopan.

2.2.3 Seks dan Gender

Konsep mengenai seks mengacu pada perbedaan biologis pada laki-laki dan

perempuan atau perbedaan pada tubuh laki-laki dan perempuan. Seperti yang

dikemukakan oleh Moore dan Sinclair (1995) bahwa konsep seks tersebut

menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada janin.

Dengan demikian, seks merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang

sudah dibawa sejak lahir, seperti tinggi dan berat badan, struktur reproduksi dan

fungsinya, suara, dan lain sebagainya. Sementara gender merupakan perbedaan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

13

psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan (Giddens, 1989 : 158).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gender adalah suatu istilah yang digunakan

untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial.

Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan fungsi dan peran antara

laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan

itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis dan kodrat,

melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan peranan masing-masing dalam

berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

2.2.4 Kesantunan Berbahasa

Wardhaugh (1987:267) berpendapat bahwa kesantunan berbahasa adalah

perilaku berbahasa yang memperhitungkan solidaritas, kekuasaan, keakraban, status

hubungan antarpartisipan, dan penghargaan. Kesantunan berbahasa juga ditentukan

oleh kesadaran terhadap kebiasaan sosial. Menurut Watts (2003:1) bahasa yang

santun adalah bahasa yang menghindari bertutur yang sifatnya terlalu langsung atau

lebih ketuturan yang tidak langsung dan bahasa yang menampilkan rasa hormat atau

peduli dengan orang lain. Menurut Grundy (2000) dalam menjadi “santun”, penutur

berupaya untuk menciptakan konteks berimplikasi (penutur berdiri dalam kaitan x ke

petutur dalam hal tindakan y) yang sesuai dengan hal yang diasumsikan oleh petutur.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

14

2.2.5 Satuan Lingual

Satuan lingual yang menjadi konsep pada penelitian ini berupa kata, frasa,

klausa, dan kalimat. Menurut Alwi (1998:78–79) kata terdiri atas satu suku kata atau

lebih dan suatu bentuk yang terdiri atas gabungan bermacam-macam suku kata.

Sedangkan Bloomfield (dalam Simpen, 2009) memberikan batasan tentang kata

bahwa kata adalah bentuk bebas terkecil, dan memberikan batasan kata berdasarkan

pandangannya tentang free form (bentuk bebas) dan bound form (bentuk terikat).

Frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak

mengandung unsur predikasi (Alwi, 1998:318). Sedangkan menurut Katamba (dalam

Sosiowati, 2013) menyatakan bahwa frasa adalah konstituen sintaksis yang intinya

adalah kategori leksikal, misalnya nomina, adjektiva, verba, dan sebagainya. Klausa

adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur

predikasi (Alwi, 1998: 318). Leech et.al ( 1982:27) menyatakan bahwa klausa adalah

unit-unit dasar yang membentuk kalimat. Menurut Alwi (1998: 317–318) kalimat

merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang

mengungkapkan pikiran yang utuh. Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat

dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih.

Berdasarkan pemaparan tersebut, konsep kata, frasa, klausa, dan kalimat yang

digunakan pada penelitian ini adalah dari Alwi (1998).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

15

2.3 Landasan Teori

Pada penelitian ini digunakan beberapa teori untuk menganalisis

permasalahan. Teori yang dimaksud adalah teori linguistik kebudayaan, teori

pragmatik, teori sosiolinguuistik, dan teori linguistik normatif.

2.3.1 Teori Pragmatik

Pada penelitian ini, terdapat dua bagian dari teori pragmatik yang digunakan

untuk menganalisis data, yaitu, prinsip kesantunan dan skala kesantunan dari Leech

(1983).

2.3.1.1 Prinsip Kesantunan

Dari berbagai teori kesantunan yang ada, prinsip kesantunan dari Leech

(1983) digunakan pada penelitian ini karena menurut Rahardi (2005) bahwa prinsip

kesantunan yang sampai dengan saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan

relatif paling komprehensif.

Prinsip kesantunan dengan enam maksimnya adalah peraturan berkomunikasi

untuk menyatakan kesantunan dengan memperhatikan hubungan antara dua peserta

tutur. Leech (1983:132) mengemukakan bahwa prinsip kesantunan memiliki maksim-

maksim yang berpasangan seperti berikut.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

16

1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

Tact maxim: Minimize cost to other. Maximize benefit to other (Leech, 1983)

Maksim kebijaksanaan: Kurangi kerugian orang lain. Tambahi keuntungan

orang lain (Tarigan dalam Rahardi, 2005).

Rahardi (2005) lebih lanjut menjelaskan tentang maksim kebijaksanaan,

bahwa hal yang mendasari maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah

para peserta tutur hendaknya berpegangan pada prinsip untuk selalu mengurangi

keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam

kegiatan bertutur. Penutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan

akan dapat dikatakan sebagai orang santun dan dapat menghindarkan sikap dengki, iri

hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Contohnya dapat

dilihat pada percakapan berikut ini.

Ria : “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.”

Yulia : “Wah, aku jadi tidak enak.”

Informasi Indeksal:

Dituturkan oleh seorang gadis bernama Ria kepada teman dekatnya pada saat

ia berkunjung ke rumahnya.

(Rahardi, 2005)

Pada tuturan di atas tampak dengan sangat jelas bahwa apa yang dituturkan

Ria sungguh memaksimalkan keuntungan bagi rekannya. Pemaksimalan keuntungan

bagi pihak mitra tutur tampak sekali pada tuturan Ria. Tuturan itu disampaikan

kepada sang tamu sekalipun sebenarnya satu-satunya hidangan yang tersedia adalah

apa yang disajikan kepada si tamu tersebut. Sekalipun sebenarnya di dalam rumah

jatah untuk keluarganya sendiri sebenarnya sudah tidak ada. Namun, Ria berpura-

pura mengatakan bahwa di dalam rumah masih tersedia hidangan lain dalam jumlah

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

17

yang banyak. Tuturan itu disampaikan dengan maksud agar sang tamu merasa bebas

dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan

tidak enak sedikit pun.

2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Generosity maxim: Minimize benefit to self. Maximize cost to self

(Leech, 1983)

Maksim kedermawanan: Kurangi keuntungan sendiri. Tambahi pengorbanan

diri sendiri (Tarigan dalam Rahardi, 2005).

Landasan dasar dari maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati

adalah bahwa setiap peserta tutur wajib meminimalkan keuntungan diri sendiri dan

memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri (Rahardi, 2005). Tuturan pada contoh

berikut dapat memperjelas pernyataan tersebut.

Bapak A : “Wah, oli mesin mobilku agak sedikit kurang.”

Bapak B : “Pakai oliku juga boleh. Sebentar, saya ambilkan dulu!”

Informasi indeksal:

Dituturkan oleh seseorang kepada tetangga dekatnya di sebuah perumahan

ketika mereka sedang sama-sama merawat mobil masing-masng di garasi.

(Rahardi, 2005)

Pada tuturan di atas terlihat bahwa tuturan Bapak A meminimalkan

keuntungan sendiri dengan memberikan olinya kepada Bapak B. Gotong royong dan

kerja sama dapat dianggap sebagai realisasi maksim kedermawanan atau maksim

kemurahan hati dalam kehidupan masyarakat (Rahardi, 2005).

3) Maksim Penerimaan (Approbation maxim)

Approbation maxim: Minimize praise of self. Maximize dispraise of self

(Leech, 1983).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

18

Maksim penghargaan: Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada

orang lain (Tarigan dalam Rahardi, 2005).

Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap

santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada

pihak lain (Rahardi, 2005). Dengan kata lain, seorang penutur wajib meminimalkan

rasa tidak hormat pada orang lain dan memaksimalkan rasa hormat pada orang lain.

Berikut contoh ujarannya:

Dosen A : “Pak, saya tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas

Business English.”

Dosen B : “Oya, tadi saya mendengar bahasa Inggris Anda jelas sekali

dari sini.”

Informasi indeksal:

Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen

dalam ruang kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi.

(Rahardi, 2005)

Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekannya, dosen B pada

contoh di atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau

penghargaan oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam

tuturan dosen B berperilaku santun terhadap dosen A.

4) Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

Modesty maxim: Minimize praise of self. Maximize dispraise of self (Leech,

1983)

Maksim kesederhanaan: Kurangi pujian pada diri sendiri. Tambahi cacian

pada diri sendiri (Tarigan dalam Rahardi, 2005)

Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur

diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian terhadap dirinya

sendiri (Rahardi, 2005). Selengkapnya Rahardi (2005) menjelaskan bahwa orang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

19

dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu

memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya

Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter

penilaian kesantunan seseorang. Berikut contoh tuturannya.

Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya!

Anda yang memimpin!”

Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi saya jelek, lho.”

Informasi indeksal:

Dituturkan oleh seorang Ibu anggota Dasa Wisma kepada temannya sesama

anggota perkumpulan tersebut ketika mereka bersama-sama berangkat ke

tempat pertemuan.

(Rahardi, 2005)

5) Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)

Agreement maxim: Minimize disagreement between self and other. Maximize

agreement between self and other (Leech, 1983)

Maksim permufakatan: Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan

orang lain. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain

(Tarigan dalam Rahardi, 2005)

Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana

dalam Rahardi, 2005). Hal yang mendasar pada maksim ini adalah para peserta tutur

dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur.

Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur

dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap

santun. Contoh tuturan berikut ini dapat digunakan untuk mengilustrasikan

pernyataan tersebut.

Guru A : “Ruangannya gelap ya, Bu!”

Guru B : “He..eh! Saklarnya mana, ya?”

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

20

Informasi indeksal:

Dituturkan oleh seorang guru kepada rekannya yang juga seorang guru pada

saat mereka berada di ruang guru.

(Rahardi, 2005)

Pada tuturan di atas terlihat bahwa Guru A meminimalkan ketidaksetujuan

pada Guru B dan memaksimalkan kesetujuan di antara mereka dengan ujaran

pendukung Saklarnya mana, ya?

6) Maksim Kesimpatisan (Sympathy Maxim)

Sympathy maxim: Minimize antiphaty between self and other. Maximize

symphaty between self and other (Leech, 1983)

Maksim simpati: Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain.

Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain (Tarigan dalam Rahardi,

2005)

Rahardi menjelaskan bahwa di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar

para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan

pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap

sebagai tindakan tidak santun. Kesimpatisan terhadap pihak lain sering ditunjukkan

dengan senyuman, anggukan, gandengan tangan, dan sebagainya. Contoh tuturan

berikut ini dapat memperjelas pernyataan tersebut.

Ani : “Tut, nenekku meninggal.”

Tuti : “Innalilahiwainnailahi rojiun. Ikut berduka cita.”

Informasi indeksal:

Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang sudah sangat

akrab pada saat mereka berada di ruang kerja mereka.

(Rahardi, 2005)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

21

Pada tuturan di atas terlihat bahwa Tuti meminimalkan rasa antipati dan

memaksimalkan rasa simpati pada Ani setelah mendengar kabar neneknya

meninggal.

Keenam maksim di atas terpusat pada keharusan untuk memaksimalkan

keuntungan mitra tutur dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Leech

(1983:139) berpendapat bahwa kesantunan tidak saja dimanifestasikan melalui isi

percakapan, tetapi dimanifestasikan juga melalui bagaimana suatu percakapan

dilakukan dan diatur oleh peserta tutur. Misalnya menyela percakapan atau berbicara

pada waktu yang salah dianggap perilaku tidak santun, atau diam saja dalam suatu

percakapan juga dianggap tidak santun. Topik percakapan juga patut untuk

dipertimbangkan karena menurut Leech (1983:147), penutur lebih suka berbicara

mengenai topik yang menyenangkan dibandingkan dengan topik yang tidak

menyenangkan.

2.3.1.2 Skala Kesantunan

Pada model kesantunan Leech (1983), setiap maksim interpersonal tersebut

dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan (Rahardi,

2005). Berikut skala kesantunan dari Leech (1983) yang dijelaskan oleh Rahardi

(2005) dalam bukunya.

1) Cost-Benefit Scale; Representing the cost or benefit of an act to speaker and

hearer (Leech, 1983).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

22

Disebut juga dengan skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar

kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada

sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin

dianggap santunlah tuturan tersebut. Demikian sebaliknya, semakin dianggap tidak

santunlah tuturan tersebut.

2) Optionality Scale; Indicating the degree of choice permitted to speaker and/or

hearer by a specific linguistic act (Leech, 1983).

Disebut juga dengan skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya

pilihan (options) yang disampaikan penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan

bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan

pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.

Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan

memilih bagi penutur dan mitra tutur, maka tuturan tersebut akan dianggap tidak

santun.

3) Indirectness Scale; Indicating the amount of inferencing requiredof the hearer

in order to establish the intended speaker meaning (Leech, 1983).

Disebut juga skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung

atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung

akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan tersebut. Demikan sebaliknya,

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

23

semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santun

tuturan tersebut.

4) Authority Scale; Representing the status relationship between speaker and

hearer (Leech, 1983).

Disebut juga dengan skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status

sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh

jarak peringkat sosial (rank rating) antara pentur dengan mitra tutur, tuturan yang

digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak

peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat

kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertuturan.

5) Social Distance Scale; Indicating the degree of familiarity between speaker

and hearer (Leech, 1983).

Disebut juga dengan skala jarak sosial, skala ini menunjuk kepada peringkat

hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan.

Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya,

akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan tersebut. Demikian sebaliknya,

semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, aka semakin

santunlah tuturan yang digunakan. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban

hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan

tuturan yang digunakan dalam bertutur.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

24

2.3.2 Teori Sosiolinguistik

Bagian dari teori sosiolinguistik yang digunakan pada penelitian ini adalah

fitur-fitur bahasa perempuan. Pada sosiolinguistik bahasa perempuan merupakan

bagian dari bahasa dan gender. Fitur-fitur bahasa perempuan dari Lakoff (1975)

digunakan sebagai acuan bagaimana karakteristik bahasa perempuan tersebut.

2.3.2.1 Fitur-Fitur Bahasa Perempuan

Menurut Lakoff (1975) bahasa perempuan dapat dicirikan oleh fitur linguistik

di bawah ini:

a) Penggunaan lexical hedges atau fillers: Hal ini digunakan ketika

pembicara tidak pasti tentang apa yang dia katakan, seperti saya kira, saya

rasa, saya pikir, semacam, sejenis, dan seterusnya.

b) Tag questions: Perempuan biasanya merasa tidak pasti tentang banyak hal.

Oleh karena itu, mereka menggunakan tag questions untuk menyatakan

klaim, tetapi memiliki kekurangan kepercayaan diri untuk mengatakan hal

itu. Seperti contoh "Dia sangat murah hati, bukan?"

c) Meningkatnya intonasi pada kalimat deklaratif: fitur ini bisa menjadi

tanda bahwa perempuan jauh lebih santun daripada laki-laki. Dengan

memiliki intonasi naik seperti pertanyaan benar-salah pada jawaban

deklaratif, perempuan mencoba untuk meninggalkan keputusan terbuka

dan tidak mencoba untuk mengklaim siapa pun atau bahkan memaksakan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

25

pikiran seseorang. Misalnya, ketika seseorang menanyakan “Kapan makan

malam akan siap?”, kemudian penutur perempuan menjawab dengan

kalimat deklaratif dengan intonasi naik di akhir kalimat, “Oh… sekitar

jam enam?”.

d) Empty adjectives: Ada beberapa kata sifat yang digunakan untuk

menunjukkan bahwa pembicara mengagumi sesuatu. Sebenarnya, baik

laki-laki maupun perempuan dapat menggunakannya, tetapi tampaknya

lebih sering digunakan oleh perempuan. Empty adjectives hanya

menyangkut reaksi emosional daripada informasi spesifik.

e) Penggunaan istilah warna yang tepat: Perempuan dapat membuat

penamaan yang jauh lebih tepat untuk istilah-istilah warna daripada laki-

laki. Seperti beige (abu-abu kekuningan), lavender (ungu kebiruan),

maroon (coklat tua kemerahan), dan lain sebagainya.

f) Penggunaan intensifier: Intensifier sebenarnya dapat digunakan oleh laki-

laki atau perempuan, tetapi perempuan lebih sering menggunakannya .

Misalnya "Saya sangat mengagumi anak laki-laki yang tinggi itu".

"Sangat" dalam kalimat itu menunjukkan bahwa pembicara benar-benar

mengagumi anak laki-laki tinggi itu.

g) Penggunaan tata bahasa yang sesuai: Dalam pembicaraan, perempuan

biasanya menggunakan kata-kata dan tata bahasa yang benar dan tepat.

Sebab, dari sudut pandang perempuan, cara mereka berbicara menentukan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

26

status sosial mereka di masyarakat. Mereka biasanya konsisten dengan

bentuk kata kerja standar.

h) Bentuk yang sangat santun : Karena mereka konsisten untuk

menggunakan bentuk kata kerja standar, seperti yang dijelaskan pada fitur

penggunaan tata bahasa yang sesuai, hal itu berdampak pada kesantunan

yang diucapkan oleh perempuan. Selain itu, dalam masyarakat, diketahui

bahwa perempuan jauh lebih positif daripada laki-laki. Kesantunan yang

diucapkan oleh perempuan seperti mengucapkan terima kasih, tolong,

penggunaan permintaan tidak langsung, dan sebagainya .

i) Menghindari menggunakan kata-kata umpatan yang kuat : Perempuan bisa

dikatakan selektif dalam memilih kata-kata, maka kata-kata umpatan yang

kuat dihindari. Hal ini dapat membuktikan negative stereotype bahwa

perempuan lebih lemah daripada laki-laki

j) Penggunaan emphatic stress: Perempuan cenderung menggunakan kata-

kata yang memberikan penekanan terhadap tuturannya untuk memperkuat

makna dari sebuah tuturan. Sebagai contoh, “Ini adalah berlian MAHAL.”

Maka pada tuturan ini benar-benar ingin menyampaikan bahwa berliannya

mempunyai harga yang tinggi atau sangat mahal.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

27

2.3.3 Teori Linguistik Normatif Bahasa Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional,

2008), normatif merupakan suatu hal yang berpegang teguh pada norma atau kaidah

yang berlaku. Teori linguistik normatif yang dimaksud di sini adalah tata bahasa yang

sesuai dengan kaidah. Teori linguistik normatif bahasa Indonesia yang digunakan

pada penelitian ini berupa santuan lingual dalam bahasa Indonesia dari Alwi (1998).

Penelitian ini terfokus pada analisis gramatikal pada tataran kata dan tataran kalimat.

Analisis gramatikal pada tataran kata bertujuan untuk mengetahui proses afiksasi apa

saja yang digunakan oleh tokoh perempuan pada tuturannya dan analisis tataran

kalimat bertujuan untuk mengetahui jenis kalimat apa saja yang digunakan oleh tokoh

perempuan pada tuturannya. Pada analisis gramatikal tataran kata ini lebih terfokus

pada verba karena menurut Alwi (1998: 99) verba merupakan kategori kata

terpenting dalam suatu kalimat dan verba juga dapat mempengaruhi keformalan

bahasa.

Menurut Alwi (1998: 102–106), bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai

dua macam bentuk verba, yakni verba asal dan verba turunan.

(1) Verba asal merupakan verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam

konteks sintaksis.

(2) Verba turunan merupakan verba yang harus atau dapat memakai afiks,

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

28

bergantung pada tingkat kerformalan bahasa dan/atau pada posisi

sintaksisnya. Verba turunan dibagi lagi menjadi tiga subkelompok, yakni (a)

verba yang dasarnya adalah dasar bebas, tetapi memerlukan afiks supaya

dapat berfungsi sebagai verba, (b) verba yang dasarnya adalah dasar bebas

yang dapat pula memiliki afiks, (c) verba yang dasarnya adalah dasar terikat.

Selain ketiga subkelompok verba turunan itu, ada juga verba turunan yang

berbentuk kata berulang dan kata majemuk.

2.3.3.1 Proses Afiksasi Verba

Terdapat empat macam afiks atau imbuhan yang dipakai pada proses afiksasi

(salah satu proses penurunan verba), yaitu prefiks, sufiks, konfiks, dan infiks (Alwi,

1998:106). Prefiks, yang sering disebut dengan “awalan”, adalah afiks yang

diletakkan di muka dasar. Sufiks (akhiran) diletakkan di belakang dasar. Konfiks

adalah gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit dasar dan membentuk satu

kesatuan. Sedangkan infiks (sisipan) adalah bentuk afiks yang di tempatkan di tengah

dasar. Pada penelitian ini tidak menganalisis infiks karena menurut Alwi (1998),

infiks sudah tidak terlalu produktif penggunaannya.

Berikut pemaparan teori tentang penggabungan prefiks dan sufiks pada verba.

Menurut Alwi (1998: 111) pada dasarnya prefiks dapat bergabung dengan sufiks.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

29

Namun, dalam kenyataannya tidak sembarang prefiks dapat bergabung dengan

sembarang sufiks. Penggabungan sufiks dan prefiks pada dasar yang ditambahkan

secara bertahap biasanya disebut mendapatkan afiks gabungan, sementara dasar yang

mendapatkan sufiks dan prefiks secara bersamaan dan membentuk satu kesatuan

disebut dengan konfiks.

Prefiks Sufiks

meng- -kan

per-

ber- -i

ter-

di-

ke- -an

Bagan 1. Penggabungan Prefiks dan Sufiks (Alwi, 1998)

Dari bagan di atas dapgat dijelaskan bahwa dalam pembentukan verba bahasa

Indonesia, (a) prefiks ke- tidak dapat bergabung dengan –kan atau –i, kecuali untuk

kata “ketahui”, (b) meng-, per-, ter-, dan di-tidak dapat bergabung dengan –an, (c)

ber- tidak dapat bergabung dengan –i, dan (d) ke- hanya dapat bergabung dengan –an

dan –i.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

30

a) Prefiks meng-

Menurut Alwi (1998), tedapat delapan kaidah morfofonemik untuk prefiks

meng-. Kaidah morfofonemik (1) – (5) tidak berlaku untuk dasar yang bersuku satu,

yang dicakup pada kaidah (6). Kaidah (7) berlaku untuk sejumlah dasar asing dan

kaidah (8) memberikan pada reduplikasi yang berprefiks meng-.

1) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/,

o/, /ə/, /k/, /g/, /h/, atau /x/, bentuk meng- tetap meng- /məŋ-/

2) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/, /n/,

/ŋ/, /r/, /y/, atau /w/, bentuk meng- berubah menjadi me-

3) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /d/ atau /t/,

bentuk meng- berubah menjadi men- /mən-/

4) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, atau /f/,

bentuk meng- berubah menjadi mem- /məm-/

5) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /j/, /s/, dan

/š/, bentuk meng- berubah menjadi meny- /mən/. Di dalam ejaan yang

dibakukan, bentuk meny- yang bergabung dengan huruf <c>, <j>, dan

<sy> pada awal dasar disederhanakan menjadi men-.

6) Jika ditambahkan pada dasar yang bersuku satu, bentuk meng- berubah

menjadi menge- /məŋə/. Selain itu, ada bentuk yang tidak baku, yaitu

yang mengikuti pola (a) – (e) di atas tanpa adanya peluluhan.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

31

7) Kata-kata yang berasal dari bahasa asing diperlakukan berbeda-beda,

bergantung pada frekuensi dan lamanya kata tersebut telah kita dipakai.

Jika dirasakan masih relatif baru, proses peluluhan di atas tidak berlaku.

Hanya kecocokan artikulasi saja yang diperhatikan dengan catatan bahwa

meng- di depan dasar asing yang dimulai dengan /s/ menjadi men-. Jika

dasar itu dirasakan tidak asing lagi, perubahan morfofonemik mengikuti

kaidah yang umum.

8) Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan

mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku

satu mempertahankan unsur nge- di depan dasar yang direduplikasi.

Sufiks (jika ada) tidak ikut direduplikasi.

b) Prefiks per-

Terdapat tiga kaidah morfofonemik untuk prefiks per-.

1) Prefiks per- berubah menjadi pe- apabila ditambahkan pada dasar yang

dimulai dengan fonem /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan

/ər/.

2) Prefiks per- berubah menjadi pel- apabila ditambahkan pada bentuk dasar

ajar.

3) Prefiks per- tidak mengalami perubahan bentuk bila bergabung dengan dasar

lain di lar kaidah (1) dan (2) di atas.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

32

c) Prefiks ber-

Terdapat empat kaidah morfofonemik untuk prefiks ber-

1) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai

dengan fonem /r/. Sebagaimana prefiks per-, dalam proses afiksasi ber- pun

yang terjadi adalah penghilangan fonem /r/, dengan demikian, hanya terdapat

satu r.

2) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku

pertamanya berakhir dengan /ər/.

3) Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu.

4) Prefiks ber- tidak berubah bentuknya bila digabungkan dengan dasar di luar

kaidah (1) – (3) di atas.

d) Prefiks ter-

Terdapat kaidah morfofonemik untuk prefiks ter-

1) Prefiks ter- berubah menjadi te- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai

dengan fonem /r/. Sama halnya dengan afiksasi per- dan ber-, ter- juga

kehilangan fonem /r/ sehingga hanya ada satu r.

2) Jika suku pertama kata dasar berakhir dengan bunyi /ər/, fonem /r/ pada

prefiks ter- ada yang muncul dan ada pula yang tidak.

3) Di luar kedua kaidah di atas, ter- tidak berubah bentuknya

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

33

e) Prefiks di-

Digabung dengan dasar apa pun, prefiks di- tidak mengalami perubahan

bentuk. Namun perlu dicatat bahwa di- sebagai prefiks harus dibedakan dengan di

sebagai preposisi. Jika di diikuti oleh kata yang menunjukkan tempat, penulisannya

dipisah.

f) Sufiks –kan

Sufiks –kan tidak mengalami perubahan apabila ditambahkan pada dasar kata

apa pun. Sufiks –kan seringkali dikacaukan dengan sufiks –an yang dasar katanya

kebetulan berakhir dengan fonem /k/.

g) Sufiks –i

Seperti halnya dengan –kan, sufiks –i juga tidak mengalami perubahan jika

ditambahkan pada dasar kata apa pun. Hanya saja perlu diingat bahwa kata dasar

yang berakhir dengan fonem /i/ tidak dapat diikuti oleh sufiks –i. Dengan demikian,

tidak ada kata seperti memberii, mengirii, ataupun mengisii.

h) Sufiks –an

Sufiks –an tidak mengalami perubahan bentuk jika digabungkan dengan dasar

kata apa pun. Jika fonem terakhir suatu dasar adalah /a/, dalam tulisan fonem tersebut

dijejerkan dengan sufiks –an.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

34

2.3.3.2 Kalimat Berdasarkan Hubungan Antarklausa

Sebuah kalimat dapat mengandung satu klausa atau lebih. Hubungan yang

terdapat antara satu klausa dengan klausa yang lain di dalam kalimat majemuk setara

atau beringkat dapat ditandai dengan kehadiran konjungtor (kata hubung) pada awal

salah satu klausa tersebut. Hubungan antarklausa dapat dibagi menjadi dua yaitu

hubungan koordinasi dan subordinasi.

Koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing

mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen kalimat. Hubungan

antara klausa-klausanya tidak menyangkut satuan yang membentuk hierarki karena

klausa yang satu bukanlah konstituen dari klausa yang lain. Konjungtor yang

digunakan dalam hubungan koordinasi meliputi dan, atau, tetapi, serta, lalu,

kemudian, lagipula, hanya, padahal, sedangkan, baik … maupun …, tidak …

tetapi…, dan bukan(nya)… melainkan….

Subordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga terbukti kalimat

majemuk yang salah satu klausanya menjadi bagian dari klausa yang lain. Dalam

kalimat majemuk yang disusun melalui cara yang subordinatif terdapat klausa yang

berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain. Oleh karena itu, kalimat majemuk

yang disusun dengan cara subordinatif disebut dengan kalimat majemuk bertingkat.

Konjungtor yang digunakan dalam hubungan subordinasi meliputi bahwa, apakah

(atau tidak), di mana, setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika,

tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai, jika,

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

35

kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala, andaikan, seandainya, andaikata,

sekiranya, agar, supaya, biar, biar(pun), meski(pun), sungguhpun, sekalipun,

walau(pun), kendati(pun), seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai,

bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat, sebab, karena, oleh karena, sehingga,

sampai(-sampai), dengan, tanpa.

2.3.3.3 Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis

Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, kalimat lazim dibagi atas

kalimat deklaratif atau kalimat berita, kalimat imperatif atau kalimat perintah, kalimat

interogatif atau kalimat tanya, dan kalimat ekslamatif atau kalimat seru (Alwi, 1998:

344).

a. Kalimat deklaratif, yang juga dikenal dengan nama kalimat berita dalam

buku-buku tata bahasa Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan

ketiga jenis kalimat yang lainnya, tidak bermarkah khusus. Dalam bentuk

tulisnya, kalimat berita dengan tanda titik, sedangkan dalam bentuk lisan,

suara berakhir dengan nada turun.

b. Kalimat imperatif atau kalimat perintah (suruhan) memiliki cirri formal

berupa intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan, pemakaian

partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan

larangan. Di samping itu, susunannya inversi sehingga urutannya menjadi

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

36

tidak selalu terungkap predikat-subjek jika diperlukan dan pelaku tindakan

tidak selalu terungkap.

c. Kalimat interogatif yang juga dikenal dengan nama kalimat tanya, secara

formal ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan,

dan bagaimana dengan atau tanpa partikel kah sebagai penegas. Kalimat

interogatif diakhiri dengan tanda tanya (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa

lisan dengan suara naik, terutama juka tidak ada kata tanya.

d. Kalimat ekslamatif yang juga dikenal dengan nama kalimat seru, secara

formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat

berpredikat adjektival. Kalimat ekslamatif ini, yang juga dinamakan kalimat

interjeksi biasa digunakan untuk menyatakan perasaan kagum atau heran.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

37

2.4 Model Penelitian

Novel Tempurung

Ujaran Tokoh Perempuan

Analisis Satuan

Lingual Ujaran

Tokoh Perempuan

Analisis Tingkat

Kesantunan Ujaran

Tokoh Perempuan

Analisis Faktor-

Faktor Pelanggaran

atau Menaati

Prinsip Kesantunan

Berbahasa

Prinsip Kesantunan Skala Kesantunan

Teori Linguistik

Normatif Bahasa

Indonesia

Teori Pragmatik

Hasil Penelitian

Bagan 2. Model Penelitian

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · 2017. 4. 1. · dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak enak sedikit pun. 2)

38

Penelitian tentang perilaku bahasa perempuan dalam novel Tempurung karya

Oka Rusmini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada dasarnya,

penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan

pendekatan kuantitatif sebagai pendukung persentase kesantunan bahasa tokoh

perempuan pada sumber data saja, sementara deskripsi penjelasannya tetap bertumpu

pada pendekatan kualitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah sebuah novel

karya Oka Rusmini yang berjudul Tempurung dan ujaran-ujaran bahasa perempuan

dari tokoh perempuan pada novel tersebut dijadikan data. Masalah yang diteliti pada

penelitian ini adalah (1) ciri-ciri satuan lingual yang digunakan oleh tokoh perempuan

dianalisis dengan menerapkan teori linguistik normatif bahasa Indonesia dari Alwi

(1998), (2) tingkat kesantunan penggunaan bahasa perempuan pada tokoh perempuan

dalam novel Tempurung yang menerapkan prinsip kesantunan dari Leech (1983)

dengan keenam maksimnya, dan (3) faktor-faktor yang mendorong tokoh perempuan

melakukan pelanggaran dan menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang

dianalisis dengan skala kesantunan dari Leech (1983). Hasil yang diharapkan pada

penelitian ini adalah pengetahuan tentang bagaimana ciri-ciri satuan lingual bahasa

perempuan yang digunakan tokoh perempuan pada novel Tempurung, tingkat

kesantunan penggunaan bahasa perempuan pada tokoh perempuan dalam novel

Tempurung, dan faktor-faktor apa saja yang mendorong tokoh perempuan melakukan

pelanggaran dan menaati kaidah-kaidah kesantunan berbahasa.