BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian Pesantren 1.digilib.uinsby.ac.id/895/5/Bab 2.pdf · melakukan...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian Pesantren 1.digilib.uinsby.ac.id/895/5/Bab 2.pdf · melakukan...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kemandirian Pesantren
1. Kemandirian
Kemandirian berasal dari kata mandiri. Secara bahasa mandiri adalah keadaan
atau hal dapat berdiri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.1 Mandiri adalah sikap
yang meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah,
mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
lain.2 Mandiri adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Secara
singkat dapat dipahami bahwa mandiri mengandung pengertian:
a. Suatu keadaan di mana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi
kebaikan dirinya.
b. Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan.
2. Pesantren
Pesantren terdiri dari kata asal “santri” berawalan “pe” dan berakhiran “an”, yang
menentukan tempat, yang berarti “tempat para santri”, dalam artian yang lebih luas dan
lebih umum kata santri mengacu pada seorang anggota bagian penduduk Jawa yang
menganut Islam dengan sungguh-sungguh, yang sembahyang, pergi ke masjid pada hari
Jum’at dan sebagainya.3 Secara bahasa pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat
1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. Dendy Suganda, et al. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 872. 2Laurence Steinberg, Adolescene (Sanfrancisco: MC Graw-Hill Inc, 1995), 5. 3Manfred Ziemek Dhofier, Pesantren Dalam Perubahan Sosial (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1986), 18.
murid-murid belajar mengaji4, yang sama artinya dengan kata pondok (kamar, gubuk,
rumah kecil) dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan kesederhanaan
bangunan. Pondok Pesantren di Indonesia adalah lembaga pendidikan Islam yang
diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Pondok Pesantren merupakan sebuah
lembaga pendidikan non formal, tempat para murid (santri) mempelajari ilmu-ilmu
keagamaan Islam. Sistemnya biasanya menggunakan sistem asrama (islamic boarding
school). Para santri berada di Pesantren akan mengalami suatu kondisi totalitas untuk
belajar sepenuh waktu.5 Pondok pesantren yang mengandung unsur pokok kyai, masjid,
santri, asrama dan kitab kuning, sehingga bisa dikatakan bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur
sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya dan pengajaran agama Islam
di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Pesantren
dulunya juga berada pada pola dan sebutan istilah yang sama yaitu pondok pesantren
salaf. Dalam perkembangan sekarang pondok pesantren dapat digolongkan menjadi
pesantren salaf (klasik) dan pesantren khala >f (modern).
Lembaga pendidikan pondok pesantren dalam bidikan sejarah perkembangannya
telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peran dalam
masyarakat Indonesia. Pada zaman walisongo, pondok pesantren memainkan peran dalam
penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Juga pada zaman penjajahan belanda, hampir
semua peperangan melawan Pemerintah Kolonial Belanda juga selalu melibatkan unsur
pondok pesantren.6 Pada era kebangkitan Islam di Indonesia, pesantren juga merespon
4Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1064. 5Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren (Yogyakarta: LKIS, 2001), 171. 6Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1999), 149.
dan berusaha menyesuaikan dengan melakukan inovasi sistem pendidikannya. Berikut ini
penjelasan dari unsur-unsur pesantren adalah an :
a. Kyai. Kyai adalah Alim Ulama’ atau sapaan bagi para Alim Ulama.’7 Sebagai
pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak dipengaruhi oleh keahlian dan
kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa serta ketrampilan kyai. Fungsi kyai sebagai
sentral figur (uswah h}asanah) yang berperan sebagai guru (mu’allim), pendidik
(murabbi) dan pembimbing (murshid). Kyai dalam pesantren merupakan hal yang
mutlak bagi sebuah pesantren, karenanya kyai menjadi salah satu unsur yang paling
dominan dalam kehidupan suatu pesantren.8
b. Santri. Santri adalah orang yang mendalami Agama Islam atau orang yang beribadah
dengan sungguh-sunggah.9 Kata santri dalam khasanah kehidupan bangsa Indonesia,
khususnya umat Islam mempunyai 2 makna:
1) Menunjuk sekelompok peserta dalam pesantren.
2) Menunjuk akar budaya sekelompok pemeluk Agama Islam.10
Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren. Tradisi santri salaf biasanya
terdapat santri yang mukim yang berasal dari daerah jauh dan menetap di pondok
pesantren dan santri kalong yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren,
biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren.11
c. Asrama. Asrama adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang untuk
sementara waktu, terdiri dari orang/ anak, yang dipimpin oleh ketua asrama.12 Dalam
7Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 694. 8Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 144. 9Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1224. 10Abdul Munir Mulkan, Runtuhnya Mitos Politik Santri (Yogyakarta:t.p.,1993), 1. 11Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 18. 12Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 95.
bentuknya yang paling sederhana, pondok terdiri hanya dari suatu sarana dengan
perlengkapan minimal. Sedangkan dalam pesantren sebaliknya, terdiri dari banyak
ruangan untuk tinggal/tidur dalam suatu kompleks tersendiri.
d. Masjid. Masjid adalah bangunan tempat beribadah umat Islam.13 Masjid yang
merupakan unsur pokok kedua dari pesantren di samping berfungsi sebagai tempat
melakukan shalat berjama’ah juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar. Masjid
merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat muslim.
Dalam kaitannya dengan pesantren, masjid dianggap sebagai tempat yang paling tepat
untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sholat lima waktu, khutbah dan
pengajaran kitab-kitab Islam klasik. 14 Sebuah tempat yang pertama-tama dibangun
oleh seorang kyai ketika ingin mendirikan sebuah pesantren adalah masjid. Masjid
tersebut biasanya dibangun di dekat rumah kyai.
e. Materi yang diajarkan adalah kitab-kitab Islam klasik yang sekarang disebut dengan
kitab kuning. 15 Pelajaran dimulai dari kitab-kitab yang paling sederhana dulu,
kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam.
Unsur-unsur tersebut merupakan ciri umum lembaga pesantren. Sedangkan ciri
khususnya berupa sifat kharismatik dan suasana keagamaan yang mendalam. Kedua ciri
tersebut membedakan pesantren dari lembaga pendidikan lainnya.16
3. Pesantren dan Kemandirian
Sebagai Institusi Pendidikan Keagamaan khas Indonesia, pesantren memiliki
karakteristik mandiri yang lahir dari tradisi sejarah yang kuat. Melalui peranannya 13 Ibid., 883. 14Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1985), 49. 15Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), 67. 16Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 82.
sebagai institusi pendidikan sekaligus keagamaan, pesantren tumbuh menjadi basis sosial
yang melekat pada masyarakat sekitarnya. Salah satu karakter pada santri pesantren
adalah kemandirian, dimana sejak awal berada di pesantren, santri sudah jauh dari orang
tua dan diharuskan mengurus segala keperluannya sendiri.17
Kemandirian yang merupakan salah satu nilai yang dikembangkan dan
ditransformasikan dalam dunia pesantren memiliki akar historis sejarah dari proses
islamisasi di Jawa dan kepulaun Nusantara. Pesantren sendiri merupakan adopsi terhadap
nama lembaga dan sistem pendidikan yang terdapat dalam masa pra-Islam. Kenyataan ini
adalah bukti bahwa islamisasi di Indonesia bersifat akomodatif terhadap budaya lokal
yang berkembang dan keberadaan pesantren dijadikan salah satu kekuatan untuk
menopang proses islamisasi tersebut. Proses islamisasi di negeri ini yang lebih bersifat
“dari bawah” melalui proses perniagaan dan menjadi penganut tarekat tertentu dari
kebanyakan penduduk Indonesia dan bukan “dari atas” melalui proses islamisasi
kekuasaan misalnya hinduisasi Kerajaan-kerajaan Nusantara pada abad ke-4 dan ke-5
sebagaimana direkonstruksi oleh Van Leur. Kemandirian pesantren sebagai sebuah
lembaga pendidikan berbasis pedesaan dan dukungan masyarakat dapat dilihat dari
berbagai aspek baik sosial, budaya, politik, maupun ekonomi. Aspek-aspek kemandirian
pesantren tersebut juga didukung oleh watak indigenous (keaslian) pesantren berupa
keikhlasan, zuhud dan kecintaan pada ilmu sebagai bentuk ibadah. 18
Nilai-nilai kehidupan termasuk kemandirian, idealnya ditulartanamkan pesantren
kepada para santrinya dalam pendidikan dan pengajaran. Menurut Nasir19 Kemandirian di
Pesantren diterapkan secara menyeluruh baik dalam sistem pendidikan dan pengajaran
pesantren yang mencakup agama, mental, intelektualitas dan ketrampilan kerja. 17Dari Pesantren untuk Indonesia Mandiri, Tempo, Edisi 5 (11 Mei 2014), 43. 18Amin Haidari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), 188. 19Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, 89.
Diharapkan dengan paduan ini akan dilahirkan tenaga-tenaga produsen dan bukan tenaga
konsumen. Paradigma baru pendidikan nasional memberikan kesempatan kepada
pesantren untuk mengembangkan pendidikan agama yang bertumpu pada tiga hal, yaitu
kemandirian, akuntabilitas dan jaminan mutu.
Dari uraian terdahulu dapat dipahami bahwa kemandirian pesantren memiliki
makna ketidakbergantungan pesantren kepada siapapun sehingga memiliki
”kemerdekaan” untuk menentukan hidupnya. Kemandirian ini berdimensi cukup luas.
Bentuknya dapat berupa kemandirian dalam politik, ekonomi, sosial, maupun dalam
sistem pengajaran.
B. Wakaf
1. Definisi Wakaf
Kata wakaf atau waqf (الوقف) berasal dari bahasa Arab yang berasal dari kata
wa-qa-fa (وقف) berarti menahan, berhenti, diam di tempat atau berdiri.20 Kata wakafa-
yaqifu-waqfan semakna dengan kata habasa-yahbisu-tahbisan maknanya: ( الحبس عن
terhalang untuk menggunakan. Kata waqf dalam Bahasa Arab mengandung (التصرف
makna (الوقف بمعى التحبیس التسبیل) artinya menahan, menahan harta untuk
diwakafkan, tidak dipindahmilikkan21
Dalam Bahasa Arab, istilah wakaf kadang-kadang bermakna objek atau benda
yang diwakafkan (al-mauqu>f bih) atau dipakai dalam pengertian wakaf sebagai institusi
20A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 1576. 21Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa ‘Adillatuhu, Juz. 8 (Mesir: Da>r al-Fikr al-Mu’ashir,1987), 7599.
seperti yang dipakai dalam perundang-undangan Mesir. Di Indonesia term wakaf dapat
bermakna objek yang diwakafkan atau institusi 22
Menurut istilah meskipun terdapat perbedaan penafsiran, disepakati bahwa makna
wakaf adalah menahan dzatnya dan menyedekahkan manfaatnya. 23 Adapun perbedaan
pendapat para ulama fiqh dalam mendefinisikan wakaf, diakibatkan cara penafsiran yang
berbeda dalam memandang hakikat wakaf. 24 Perbedaan pandangan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Abu Hanifah
Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, “Wakaf adalah menahan suatu benda
yang menurut hukum tetap dimiliki si wa >qif, dalam rangka mempergunakan
manfaatnya untuk kebajikan”. 25 Berdasarkan definisi itu maka kepemilikan harta
wakaf tidak lepas dari si wa >qif artinya bahwa kedudukan harta wakaf masih tetap
tertahan atau terhenti di tangan wa >qif itu sendiri dan wa >qif masih menjadi pemilik
harta yang diwakafkannya dan perwakafan hanya terjadi di atas manfaat harta
tersebut, bukan termasuk asset hartanya, sehingga wa >qif dapat menariknya sewaktu-
waktu dan dapat pula menjualnya. Jika si wa >qif wafat, maka harta tersebut menjadi
harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat”, karena itu madzhab Hanafiyah mendefinisikan “wakaf
adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai
22Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya (Bandung: Yayasan Piara, 1995), 6. 23Abu Zahrah, Muh }}}ad }arat fi al-Waqf (Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Arabi, 1971), 41 . 24Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Terj. Ahrul Sani Faturrahman & Rekan KMCP (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika & IIMaN, 2004), 38-60. 25M. Cholil Nafis, “Rethinking” Fiqih Wakaf, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (21 April 2011).
hak milik dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial) baik
sekarang maupun yang akan datang”. 26
b. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wa >qif , namun wakaf tersebut mencegah wa >qif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wa >qif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik hartanya untuk digunakan oleh mustah}iq (penerima wakaf), walaupun
yang dimilikinya itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan
seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucakpan lafadz wakaf untuk
masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta
menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan
pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara
wajar sedang benda itu tetap milik si wa >qif . Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa
tertentu dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
c. Madzhab Syafi‘iyah
Menurut Madzhab Syafi‘iyah, wakaf adalah menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh wa >qif untuk diserahkan kepada Naz}ir yang
dibolehkan oleh shari’ah. wa >qif sudah melepaskan hartanya untuk wakaf, sehingga
tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta wakaf, tidak boleh menjual,
mewariskan dan tidak boleh dihibahkan serta tidak boleh menariknya kembali. 27
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
26Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, 60.
27M. Cholil Nafis, “Rethinking” Fiqih Wakaf.
bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta
dapat diambil manfaatnya secara berkelanjutan.28
d. Madzhab Hanabilah.
Madzhab Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana,
yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. 29
e. Menurut Majelis Ulama Indonesia.
MUI mendefinisikan wakaf sebagai berikut, yakni "menahan harta yang dapat
dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan
tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan atau mewariskannya),
untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah } (tidak haram) yang ada". 30
f. Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Wakaf, pengertian wakaf
adalah perbuatan hukum wa >qif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya dan dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut shari’ah.31
28Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf, al-Muhadhdhab (Mesir: Isa al-Babi al-Hulabi, tt), 575. 29M. Cholil Nafis, “Rethinking” Fiqih Wakaf. 30Pendapat Rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, Tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf dalam Keputusan Fatwa MUI tentang Wakaf Uang. 31Pasal 1, Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Ketentuan Umum Wakaf.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, para ulama ahli fiqh menyimpulkanm bahwa wakaf
bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang
yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran shari’ah Islam.
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara khusus tidak ditemukan nash al-Qur’an, maupun H}adith yang secara tegas
menyebutkan dasar hukum yang melegitimasi dianjurkannya wakaf. Tetapi secara umum
banyak ditemukan ayat-ayat al-Qur’an dan H}adith yang menganjurkan agar orang yang
beriman mau menyisihkan sebagian dari kelebihan hartanya digunakan untuk proyek
yang produktif bagi masyarakat. Diantara nash al-Qur’an dan H}adith yang dapat
dijadikan sumber legitimasi wakaf ialah:
a. Al-Qur’an.
Secara umumnya ayat-ayat Al-Qur’an mengajarkan umat Islam untuk banyak
beribadah sosial yaitu berinfaq dalam arti yang luas. Ibadah sosial ini selalu
disambung dan didampingkan dengan perkataan beriman. Sehingga ada korelasi yang
kuat antara keimanan dan kepedulian sosial. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menganjurkan
umat Islam berinfaq dengan harta terbaik diantaranya:
32
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
32al-Qur’an, 3: 92.
Ketika ayat itu turun, sahabat Nabi yang bernama Abu Thalhah berkata, “ Wahai
Rasul Allah, saya ingin mendermakan kebunku karena Allah. Kemudian, Nabi
menasehatinya agar kebun tersebut didermakan untuk kepentingan orang-orang fakir
miskin.33
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Dan Allah akan melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. 34
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. 35
33Masykuri Abdillah, “Filosofi dan Hikmah Wakaf”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (10 Januari 2009). 34al-Qur’an, 2: 261. 35Ibid., 2: 267.
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.36
Ayat-ayat di atas menganjurkan agar orang yang beriman mau menyisihkan
sebagian hartanya untuk kepentingan masyarakat dan wakaf adalah salah satu cara
mentasyarufkan sebagian harta untuk kemaslahatan umat.
b. Al H}adith
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه : وعن أيب هريرة رضي اهللا عنه قال إذا مات ابن آدم انقطع عمله إال من ثالث صدقة جارية : و سلم
أو علم ينتفع به أو ولد صاحل يدعو له )رواه مسلم(
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Apabila anak keturunan Adam meningal dunia maka putuslah semua amal ibadahnya, kecuali tiga perkara, yaitu: S }odaqah ja >riyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendo’akannya.” (HR. Muslim)37
H }adith ini dikemukakan dalam bab wakaf, karena s}adaqah jariyah oleh para
ulama ditafsirkan sebagai wakaf.38 Di antara para ulama yang menafsirkan dan
mengelompokkan s}adaqah jariyah sebagai wakaf adalah Asy-Syaukani, Sayyid
36Ibid., 22: 77. 37Imam Muslim, Shahih Muslim (Riyadh: Da>r ‘A >lam al-Kutub, 1996), 405. 38Muhammad Syakir Sula, “Sinergi Wakaf dengan Instrumen Asuransi Shari’ah” dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (30 Desember 2010).
Sabiq, Imam Taqiyuddin dan Abu Bakr.39 Para ahli H }adith juga mengidentifikasi
bahwa wakaf termasuk s}adaqah ja >riyah, kecuali al-Dzahiri. Dalam H }adith tersebut
bahwa s}adaqah ja >riyah direalisasikan dalam bentuk wakaf yang pahalanya mengalir
terus-menerus kepada si wa >qif .
م ي نا سل ر ىي التميمي أخبـ ن حي ىي ب ا حي ع حدثـن ن عن ناف ن عو ن أخضر عن اب بال ر ق م ن ع سلم عن اب ه و ي عل أتى النيب صلى الله ر ف بـ ي ضا خب ر أر م أصاب عين سول الله إ ا ر قال ي ا فـ يه ف ه ر أم ست ا ي ر مل أصب م بـ ي ضا خب ت أر ط أصب ال ق
ت ق تصد ا و ه ست أصل ن شئت حب ال إ ين به ق ر ا تأم م ف ه ن و أنـفس عندي م هوهب ال ي ورث و ال ي اع و ت ب ال يـ ا و ه اع أصل ب ال يـ ر أنه ا عم ق تصد ا قال فـ
ر يف ال ال فـتصدق عم ن ق اب يل الله و يف سب اب و يف الرق ىب و قر يف ال اء و فقرم طع وف أو ي ر ع ا بالم ه نـ أكل م ا أن ي ه يـ ل ن و ى م اح عل ف ال جن الضي يل و ب الس
يه ل ف و تم ر م صديقا غيـ
)خباري رواه(
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi telah mengabarkan kepada kami Sulaim bin Ahdlar dari Ibnu 'Aun dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "Umar mendapatkan bagian tanah perkebunan di Khaibar, lalu dia datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan meminta saran mengenai bagian tersebut, dia berkata, "Wahai Rasulullah, saya mendapat bagian tanah perkebunan di Khaibar dan saya belum pernah mendapatkan harta yang sangat saya banggakan seperti kebun itu, maka apa yang anda perintahkan mengenai kebun tersebut?" beliau menjawab: "Jika kamu mau, peliharalah pohonnya dan sedekahkanlah hasilnya." Ibnu Umar berkata, "Kemudian Umar mensedekahkannya, tidak dijual pohonnya dan hasilnya, tidak diwariskan dan tidak dihibahkan." Ibnu Umar melanjutkan, "Umar menyedekahkan hasilnya kepada orang-orang fakir, karib kerabat,
39Masykuri Abdillah, “Filosofi dan Hikmah Wakaf”.
pemerdekaan budak dana perjuangan di jalan Allah, untuk pejuang-pejuang dan untuk menjamu tamu. Dan dia juga membolehkan orang lain untuk mengolah kebun tersebut dan memakan dari hasil tanamannya dengan sepantasnya atau memberi makan temannya dengan tidak menyimpannya.(HR. Bukhori).40
Selain dasar dari Al-Qur’an dan H }adith di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima
wakaf sebagai satu amal ja >riah yang dishari’ahkan dalam Islam.41
Demikian di antara beberapa nash al-Qur’an dan al H}adith yang dapat
dijadikan landasan utama dishari’atkannya wakaf dalam Islam. Hanya saja, jika kita
cermati dari nash-nash al-Qur’an dan H}adith yang menjadi sumber hukum wakaf,
maka tampak sedikit sekali dan juga tidak dijelaskan secara tegas, jika dibandingkan
dengan aturan-aturan yang ditetapkan berdasarkan ijtihad fuqaha yang didasarkan
pada pertimbangan istih }san, maslah }ah dan urf. Karenanya, wakaf merupakan salah
satu konsep fiqh ijtihadi. Artinya, ia sebagai hasil ijtihad yang lahir dari pemahaman
ulama terhadap nash-nash yang menjelaskan tentang pembelanjaan harta. Kendati
demikian para mujtahid, sebagai para pemuka umat Islam, berupaya mengembangkan
lebih lanjut mengenai masalah tersebut dari sumber aslinya yaitu al-Qur’an serta
diikuti oleh beberapa H}adith yang mendukung.42
3. Rukun dan Syarat Wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. ”Rukun”
adalah unsur yang terlibat pada saat pelaksanaan akad. Rukun wakaf menurut fiqh ada 4
(empat) macam, yaitu (1) wa >qif (orang yang mewakafkan), (2) mauqu >f ‘alaih (pihak
yang diserahi wakaf), (3) mauqu >f (harta yang diwakafkan), (4) s}ighat atau iqrar
40 Nasa’i, Sunan Nasa>’i (Beirut: Da>r al-Fikr, 1415 H/1995 M), 233. 41“PengertianWakaf”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (27 Desember 2007). 42Hendra Kholid, “Wakaf Uang Perspektif Hukum dan Ekonomi Islam”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (16 Agustus 2011).
(pernyataan atau ikrar wa >qif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan). 43Sedangkan
”Syarat” adalah suatu unsur yang harus terpenuhi sebelum akad dilaksanakan. Berikut
penjelasannya:
a. Wa >qif (الواقف) adalah orang mewakafkan hartanya atau orang yang melakukan
perbuatan wakaf. Syarat-syarat orang yang berwakaf (Wa>qif) ada empat. 44
1) Orang yang berwakaf harus memiliki secara penuh terhadap harta yang
diwakafkan, artinya dia menguasai untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang
ia kehendaki.
2) Wa >qif mestilah orang yang berakal, maka tidak s}ah wakaf orang ideot, orang gila
atau orang yang sedang mabuk.
3) Wa >qif mestilah baligh (dewasa).
4) Wa >qif harus orang yang mampu bertindak secara hukum (rashid). Implikasinya
orang yang belum cukup umur, tidak cakap hukum, orang yang sedang muflis
(bangkrut) dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
b. Mauqu>f Alaih (موقوف علیھ) adalah sasaran yang berhak menerima hasil dari
manfaat wakaf atau peruntukan harta benda wakaf;
Mauqu >f ‘alaih dalam literatur fiqh kadang diartikan orang yang diserahi untuk
mengelola harta wakaf, yang sering disebut naz}ir, kadang juga diartikan peruntukkan
harta wakaf. Bila mauqu>f ‘alaih diartikan sebagai naz}ir, dalam literatur fiqh kurang
mendapat porsi pembahasan yang detail oleh para ahli fiqh, yang terpenting adalah
keberadaan mauqu>f ‘alaih mampu mewujudkan peruntukkan benda wakaf.
Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-Mauqu>f alaih)
43M. Cholil Nafis, “Rethinking” Fiqih Wakaf. 44al-Baijuri, Has}iyyah al-Baiju>ri, Jus 2 (Beirut: Da>r ul al-Fikr, tt), 44.
Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam,
1) Tertentu (mu’ayyan). Maksudnya, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah
seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh
dirubah.Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf
mu’ayyan) bahwa ia haruslah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-
tamlik), maka orang muslim, merdeka dan kafir dhimmi yang memenuhi syarat ini
boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya dan orang gila
tidak sah menerima wakaf.
2) Tidak tertentu (ghairu mu’ayyan). Maksudnya tempat berwakaf itu tidak
ditentukan secara terperinci, umpamanya wakaf seseorang untuk orang fakir,
miskin, tempat ibadah, dll. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghairu mu’ayyan
ialah, bahwa yang akan menerima wakaf itu haruslah dapat menjadikan wakaf
tersebut untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah
dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.45
c. Mauqu>f (موقوف) adalah harta benda yang akan diwakafkan
Perbincangan fiqh mengenai benda wakaf, bertolak pada ketentuan Pasal 1
angka 5 Undang-Undang Wakaf, harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki
daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut shari’ah yang diwakafkan oleh wa >qif . Dalam Undang-Undang ini, mauqu >f
bih tidak hanya benda tidak bergerak saja, melainkan juga termasuk benda bergerak
seperti uang giral dan uang kartal, kendaraan, HAKI (hak atas kekayaan intelektual),
hak sewa dan sebagainya.
Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al- Mauqu>f)
1) Barang yang diwakafkan itu adalah barang yang berharga (mutaqawwam).
45Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1988), 93.
2) Harta yang diwakafkan itu haruslah diketahui kadarnya (’ainu ma’lum) atau jelas
wujudnya dan bila tanah harus jelas batas-batasnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan hak milik menjadi tidak sah.
3) Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wa >qif).
4) Harta itu haruslah sudah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain
(mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
d. Si>ghat (صیغة) adalah pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafaz}, tulisan
maupun isyarat. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Wakaf, pengertian
ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wa >qif yang diucapkan dengan lisan dan/atau
tulisan kepada naz}ir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Dalam ketentuan Pasal
17 Undang-Undang Wakaf, ikrar wakaf dilaksanakan oleh wa >qif kepada naz}ir
dihadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) dengan disaksikan oleh 2
(dua) orang saksi. Ikrar yang dimaksud dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta
dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Selanjutnya dalam Pasal 18 Undang-
Undang Wakaf menyebutkan dalam hal wa >qif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf
secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang
dibenarkan oleh hukum, maka wa >qif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa
yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.46
Syarat-syarat S}ighah berkaitan dengan isi ucapan, ada beberapa syarat, al:
1) Ucapan itu haruslah mengandung kata-kata yang menunjukkan untuk wakaf.
2) Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu.
3) Ucapan itu bersifat pasti.
46Helza Nova Lita,” Tinjauan Hukum HAKI sebagai Objek Wakaf”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (14 Oktober 2011).
4) Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. 47
Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf
bagi penerima wakaf adalah sah.
4. Macam-macam Wakaf dalam Islam
Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat dalam
Islam serta pemeliharaannya yang baik, telah menjadikan asset wakaf berlimpah. Ada
banyak macam-macam wakaf dalam Islam yang berdasarkan substansi ekonominya.
Berikut macam-macam wakaf tersebut.
a. Macam-macam Wakaf berdasarkan substansi Ekonominya;
1) Wakaf langsung, yaitu wakaf untuk memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat, berupa barang untuk bisa dikonsumsi secara langsung oleh orang
yang berhak atas wakaf tersebut. Pelayanan ini benar-benar dirasakan manfaatnya
secara langsung, seperti wakaf masjid disediakan untuk tempat shalat, wakaf
madrasah disediakan untuk tempat belajar santri, wakaf rumah sakit disediakan
untuk mengobati orang sakit, rumah yatim piatu, pemukiman dan lain sebagainya.
2) Wakaf produktif, yaitu wakaf yang dikelola untuk tujuan investasi dan produksi
barang dan jasa pelayanan yang diperbolehkan menurut hukum Islam. Dalam
bentuk ini, modalnya (harta wakaf) diinvestasikan, kemudian hasil investasi
tersebut didistribusikan kepada mereka yang berhak 48atau harta digunakan untuk
kepentingan produksi, baik di bidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan
jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari
47Uswatun Hasanah, “Agar Wakaf tidak disalahgunakan”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (04 Desember 2008). 48Uswatun Hasanah, “Potensi Wakaf Uang untuk Pembangunan Perumahan Rakyat” dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (11 November 2010).
keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang-orang
yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf.
b. Macam-macam Wakaf berdasarkan bentuk Hukumnya, ada dua kategori.
1) Macam-macam wakaf berdasarkan cakupan tujuannya, yaitu:
a) Wakaf Umum adalah wakaf yang tujuannya mencakup semua orang yang
berada dalam tujuan wakaf, baik cakupan ini untuk seluruh manusia atau kaum
muslimin atau orang-orang yang berada di daerah mereka dengan tidak
terbatas pada aspek penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk
kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan
umum tersebut bisa untuk keagamaan, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan,
keamanan dan lain-lain, yang dapat berwujud seperti pembangunan masjid,
sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan sarana sosial
lainnya.
b) Wakaf khusus atau wakaf keluarga, yaitu wakaf yang manfaat dan hasilnya
hanya diberikan oleh wa >qif kepada seseorang atau sekelompok orang
berdasarkan hubungan dan pertalian yang dimaksud oleh wa >qif . Wakaf ahli
juga sering disebut wakaf dhurri atau wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang
diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga
atau lingkungan kerabat sendiri.49
c) Wakaf gabungan, yaitu wakaf yang sebagian manfaat dan hasilnya diberikan
khusus untuk anak dan keturunan wa >qif serta selebihnya disalurkan untuk
kepentingan umum.
2) Macam-macam wakaf berdasarkan kelanjutannya sepanjang zaman, yaitu:
49Muhammad Syakir Sula, “Sinergi Wakaf dengan Instrumen Asuransi Shari’ah”,……
a) Wakaf abadi, yaitu wakaf yang diikrarkan selamanya dan tetap berlanjut
sepanjang zaman.
b) Wakaf sementara, yaitu wakaf yang sifatnya tidak abadi, baik dikarenakan
oleh bentuk barangnya maupun keinginan wa >qif sendiri.
5. Perbedaan antara Wakaf Langsung dan Wakaf Produktif terletak pada pola
Manajemen dan cara Pelestarian Wakaf.
a. Wakaf langsung membutuhkan biaya perawatan yang dananya diperoleh dari luar
benda wakaf. Contohnya, seorang yang mewakafkan satu unit bangunan untuk
komplek pendidikan atau madrasah, tentunya masih membutuhkan biaya operasional,
misalnya untuk menggaji guru, kebutuhan kantor, perawatan gedung dan kebutuhan-
kebutuhan lainnya.
b. Sedangkan wakaf produktif, sebagian hasilnya dapat digunakan untuk merawat dan
melestarikan benda wakaf dan selebihnya dibagikan kepada mustah }iq wakaf sesuai
dengan kehendak wa >qif .
C. Wakaf dalam Perspektif Sejarah
Wakaf merupakan salah satu ibadah sunah yang dilakukan seorang Muslim untuk
mendekatkan dirinya kepada Sang Kha>liq. Wakaf adalah permasalahan yang sudah lama
dikenal masyarakat, bahkan sejak generasi pertama dikenalnya peradaban manusia. Para ahli
hukum Islam, menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, ide
wakaf sama tuanya dengan usia manusia. Ia menyebutkan bahwa wakaf yang pertama ada
adalah bangunan suci Ka'bah di Makkah. Al-Qur’an menyebutkan bahwa Ka‘bah adalah
harta wakaf pertama di dunia yang dibangun oleh Nabi Adam as, direnovasi oleh Nabi
Ibrahim as dan anaknya Nabi Ismail as dan akhirnya sampai ke zaman Nabi Muhammad Saw
dan umatnya saat ini.50 Allah SWT berfirman dalam surah Ali ‘Imran (3:96),
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. 51
1. Perkembangan Wakaf pada Zaman Nabi Muhammad Saw dan para Sahabat
Sejarah mencatat, wakaf keagamaan yang terjadi pada masa Rasulullah Saw, yaitu
ketika Nabi Muhammad Saw hijrah bersama kaum Muhajirin ke Madinah, umat Islam
membangun Masjid Quba (berada sebuah kota yang berjarak 400 kilometer sebelah utara
dari Makkah). Pembangunan itu terjadi pada tahun 622 M. Enam bulan kemudian, Nabi
membangun Masjid Nabawi yang didirikan di atas tanah anak yatim dari Bani Najjar.
Tanah itu telah dibeli Nabi dengan harga delapan ratus dirham dari Sahl dan Suhail.
Sampai hari ini, masih berdiri di tempat yang sama dengan struktur diperpanjang dan
diperbesar. Peristiwa ini dijadikan sebagai penanda wakaf pertama untuk sarana
peribadatan umat Islam yang terjadi dalam sejarah peradaban Islam. 52
Pada tahun ketiga Hijriyah (626 M) Rasulullah Saw juga pernah menerima dari
seseorang bernama Mukhairiq yang mendermakan kepada Nabi Saw tujuh bidang kebun
kurma miliknya yang ada di Madinah diantaranya ialah Kebun A’raf, Shafiyah, Dalal,
Barqah dan kebun lainnya. Maka setelah dia meninggal Nabi Saw segera mengambil alih
kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk
diambil manfaatnya bagi fakir miskin.53
50Sirodjul Munir, “Kemitraan Usaha dalam Wakaf Produktif”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (18 Februari 2008). 51al-Qur’an, 3: 96. 52Reazul Karim, ‘Zakat and Waqf Bank’ – for Social Development and Improved Management of Endowment, (Dhaka, Bangladesh: Institute of Hazrat Mohammad, t.t).
Kemudian shari’ah wakaf diteruskan oleh Umar bin Khattab ra terhadap tanahnya
yang terletak di Khaibar, Utsman bin ‘Affan r.a yang mewakaf kan sumber mata air yang
dibutuhkan oleh masyarakat yang dikenal dengan ‘Ainur Raumah yaitu sumur yang
dibelinya dari seorang Yahudi dari Bani Ghifar seharga 35.000 (tiga puluh lima ribu)
dirham, disusul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun
“Bairaha”. Selanjutnya Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang
diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah, Ali bin Abi Thalib
mewakafkan tanahnya yang subur, Mu’adz bin Jabal yang mewakafkan rumahnya yang
populer dengan sebutan “Da >r Al-Ans}ar”. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas
bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan “Aisyah Istri Rasulullah Saw. 54
2. Perkembangan Wakaf pada Zaman Dinasti Umayyah 41-132 H/ 661-750 M
Sejarah telah mencatat bahwa di Mesir, pada masa pemerintahan Daulah Dinasti
Bani Umayyah, perhatian terhadap wakaf nampak cukup tinggi sehingga masalah wakaf
diserahkan kepada sebuah lembaga khusus di bawah pengawasan hakim. Menurut Abu
Zahra, orang yang pertama kali melakukan hal tersebut adalah Taubah bin Ghar al-
Hadhramiy, seorang Qadli Mesir di masa pemerintahan Khalifah Hisyam ibn Abdul
Malik (724-743 M). Taubah menegaskan bahwa tujuan utama dari peruntukan wakaf ini
adalah untuk orang-orang fakir miskin. 55
Upaya ini mencapai puncaknya dengan didirikannya kantor wakaf untuk
pendaftaran dan melakukan kontrol yang dikaitkan dengan kepala pengadilan, yang biasa
disebut dengan "hakimnya para hakim". Lembaga wakaf inilah yang pertama kali
53Musthofa Dibal Bigho, at-Tadhhib fi> ‘Adillati Matan al-Ghoyyah wa at-Taqrib (Surabaya : Bungkul, 1978), 144-145 dalam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag. R.I., Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta : Depag, 2006), 4-5. 54Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Jakarta : Da>rul ‘Ulum Press, 1999), 27 dalam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag. R.I., Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta : Depag, 2006), 6. 55 Muhammad Abu Zahra, Muh }ad }arat fi> al-Waqf (Beirut: Da>rul al-fikr al-‘Arabi, 1959), 11.
dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan di seluruh negeri Islam pada masa
itu. Pendirian lembaga khusus yang serupa juga telah dilakukan oleh hakim Taubah di
Basrah sehingga sejak itulah pengelolaan wakaf berada di bawah kewenangan lembaga
kehakiman. 56
3. Perkembangan Wakaf pada Zaman Dinasti Abbasiyah (132 H s.d. 656 H) atau
(750 M s.d. 1258 M)
Pada masa Daulah Abbasiyyah, wakaf dikelola dan menjadi sumber pendapatan
negara. Wakaf pada waktu itu meliputi berbagai macam asset seperti masjid, mus}olla,
sekolah, tanah pertanian, toko, kebun, pabrik roti, bangunan kantor, gedung pertemuan,
tempat perniagaan, pasar, tempat pemandian, gudang beras dan lainnya sebagai salah satu
instrumen untuk pendapatan negara.57 Di samping itu, pada masa ini juga terbentuk
lembaga wakaf yang disebut dengan “s}adr al-Wuqu >f” yang mengurus administrasi dan
memilih staff pengelola lembaga wakaf. Dana hasil pengelolaan harta benda wakaf juga
digunakan untuk membantu pembangunan pusat seni dan telah berperan bagi
perkembangan arsitektur Islam terutama arsitektur dalam pembangunan masjid, sekolah
dan rumah sakit. 58
4. Perkembangan Wakaf pada Zaman Dinasti Fathimiyah di Mesir (910-1171 M)
Universitas Al Azhar berdiri pada 970 M atau 359 H yang awalnya hanya sebuah
masjid, didirikan oleh seorang panglima perang Dinasti Fathimiyah bernama Jauhar al-
Shaqali al-Azhar yang memang didanai dari harta wakaf. Pengelolaan wakaf lembaga ini
di bawah salah satu Badan Wakaf bernama al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah didirikan tahun
56M. Cholil Nafis, Petunjuk dan Gagasan Administrasi Perwakafan, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (27 Januari 2011). 57Achmad Djunaidi dkk. Menuju Era Wakaf Produktif (Depok: Mumtaz Publishing, 2008), 33-40.
58Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag. R.I., Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta : Depag, 2006), 7.
1912 M. Pada awal abad ke-19, harta wakaf yang dikelola secara produktif, yang juga
meliputi pengelolaan wakaf uang yang dilakukan secara profesional, sehingga hasil
pengelolaan wakaf tersebut pernah mencapai sepertiga dari kekayaan Mesir. Bahkan
dikabarkan pemerintah Mesir sempat meminjam dana wakaf Al-Azhar untuk
operasionalnya.
Universitas Al-Azhar mampu menjalankan aktivitasnya secara mandiri dengan
menggunakan dana wakaf. Universitas itu mengelola gudang atau perusahaan di Terusan
Suez. Selaku naz}ir atau pengelola wakaf, Universitas Al-Azhar hanya mengambil hasil
dari investasi wakaf uang untuk keperluan pendidikan.
Berbekal pengelolaan asset dan dana wakaf, Universitas Al-Azhar telah mampu
bertahan selama lebih dari 1.000 tahun. Perguruan tinggi itu juga bisa menggratiskan
biaya pendidikan dari SD sampai universitas dan juga sanggup mendatangkan para
mahasiswa muslim dari berbagai penjuru dunia dengan beasiswa yang dihasilkan dari
pengelolaan wakaf. Setiap tahun menyediakan beasiswa bagi mahasiswa asing yang
belajar di Universitas Al-Azhar Kairo. Saat ini jumlah penerima beasiswa mencapai 7000
orang berasal dari berbagai negara, Indonesia termasuk penerima beasiswa yang paling
banyak. 59
5. Perkembangan Wakaf pada Zaman Dinasti Ayyubiah (1171-1249M)
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup
menggembirakan, di mana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta wakaf dan
semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara (bait al-ma >l). Shalahuddin Al-
Ayyubi banyak mewakafkan lahan milik negara untuk kegiatan pendidikan, seperti
mewakafkan beberapa desa (qaryah) untuk pengembangan madrasah madzhab asy-
59“Wakaf Ringankan Biaya Pendidikan”, dalam http:// www.bwi.or.id/berita (12 Januari 2012).
Syafi’iyah, madrasah madzhab al-Malikiyah dan madrasah madzhab al-Hanafiyah dengan
dana melalui model wakaf kebun dan lahan pertanian.
6. Perkembangan Wakaf pada Zaman Dinasti Mamluk (1250-1517 M)
Perkembangan wakaf pada masa dinasti Mamluk sangat pesat dan beraneka
ragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya boleh diwakafkan. Akan tetapi
paling banyak yang diwakafkan pada masa itu adalah tanah pertanian dan bangunan,
seperti gedung perkantoran, penginapan dan tempat belajar. Pada masa Mamluk terdapat
wakaf hamba sahaya atau budak yang di wakafkan untuk memelihara masjid dan
madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh penguasa Dinasti Utsmani yakni Sulaiman
Basya, ketika menaklukan Mesir.
Pada abad pertengahan pengelolaan wakafnya sudah mengalami kemajuan.
Lembaga administratif yang mengelola wakaf disebut Diwan al-Ah }bas dan menangani
masalah perwakafan di kedua wilayah, Mesir dan Syam, yang sepadan dengan
kementerian perwakafan di dunia Islam masa kini. Tugasnya adalah mengawasi dan
membina masjid, mus}allah, madrasah, tanah dan bangunan yang diwakafkan dan
menyalurkan sedekah kepada fakir, miskin dan orang-orang yang membutuhkan.60
7. Perkembangan Wakaf pada Zaman Imperium Turki Ottoman Usmani (1516-1918
M)
Sejak abad lima belas, kerajaan Turki Utsmani dapat memperluas wilayah
kekuasaannya, sehingga Turki dapat menguasai sebagian besar wilayah negara Arab.
Kekuasaan politik yang diraih oleh Dinasti Utsmani secara otomatis mempermudah untuk
menerapkan Shari’ah Islam, diantaranya ialah peraturan tentang perwakafan. Bahkan
untuk menangani persoalan wakaf ini, pada awal abad ke-19 M, pemerintahan Turki
60Amany Lubis, Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), 157-158.
Utsmaniyah membentuk kabinet khusus untuk masalah wakaf. Diantara undang-undang
yang dikeluarkan pada dinasti Utsmani ialah:
a. Peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang dikeluarkan pada tanggal 19
Jumadil Akhir Tahun 1280 Hijriyah. Undang-undang tersebut mengatur tentang
pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan
wakaf dan melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf dari sisi administrasi
dan perundang-undangan.
b. Pada tahun 1287 Hijriyah dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang
kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani dan tanah-tanah produktif yang
berstatus wakaf.
c. Undang-undang perwakafan yang paling penting yang pernah dikeluarkan oleh
pemerintahan Turki Utsmaniyah adalah yang dikeluarkan pada tanggal 29 November
1863. Undang-undang ini mengatur pengelolaan dan pengawasan wakaf.
Dari implementasi undang-undang tersebut di negara-negara Arab masih banyak tanah
yang berstatus wakaf dan dipraktekkan sampai saat ini.61
8. Perkembangan Wakaf pada Zaman Kerajaan Mughal (1526 – 1858 M)
Kerajaan Mughal memberi dukungan kepada t}ariqat (organisasi sufi), bukan saja
dukungan politik dengan memberikan keleluasaan untuk berkembang bagi t}ariqat, tetapi
juga dukungan-dukungan ekonomi, di mana Pemerintah Mughal telah menyediakan
sejumlah subsidi kepada ulama, termasuk syeikh t}ariqat dan mewakafkan sejumlah tanah
untuk menambah pendapatan tempat-tempat keramat, makam dan madrasah 62 Akibatnya,
di Delhi misalnya, menurut catatan al-Qalqasyandi (w. 1418) terdapat lebih darti 700
61“Nostalgia Wakaf Era Daulah Islamiah Wakaf, antara Peran Sosial dan Politik,” dalam http:// www.bwi.or.id/berita, (04 April 2011). 62Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian Kesatu dan Dua, Terj. Gufran A. Masadi (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), 694-710.
rumah sakit dan 2000 padepokan sufi (ribâth atau khân) yang semuanya didanai oleh
harta wakaf.
9. Perkembangan Wakaf pada Zaman penjajahan Bangsa Barat
Perubahan besar yang terjadi pada dunia Islam mulai dari abad ke-19 sampai
pertengahan abad ke-20, yaitu terjadinya invasi negara-negara Eropa ke sebagian besar
negara-negara Islam. Ini merupakan suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya
dalam sejarah Islam. Invasi yang tidak hanya budaya dan ekonomi tetapi juga militer dan
politik. Semua itu mengakibatkan situasi baru di mana penguasa kolonial memulai
menerapkan kebijakan di banyak bagian dunia Islam yang bertujuan untuk memerangi
dan melecehkan Shariáh Islam. Suasana umum dari keterbelakangan dan ketertinggalan
di dunia Islam juga berdampak pada properti Wakaf. Akibat sistem pendidikan barat yang
diperkenalkan oleh pemerintah kolonial, yang kemudian didukung oleh peluang ekonomi
yang baru dibuat, memberikan pukulan berat bagi pendidikan Islam yang sudah
terbelakang. 63
10. Perkembangan Wakaf setelah Zaman penjajahan Bangsa Barat
Pada akhir masa kolonial dan dengan kemerdekaan sebagian besar negara Islam,
maka terbentuklah Negara Nasional dengan kepemimpinan yang baru. Pemerintah yang
baru di beberapa negara Islam mewarisi praktik masa kolonial dalam hal institusi, hukum
dan kebijakan. Diantaranya dengan kebijakan penghapusan lembaga-lembaga Islam yang
sudah melemah selama periode kolonial.
Pada sisi lain ada beberapa negara Islam seperti Lebanon, Turki, Yordania dan
Aljazair, mencoba untuk menghidupkan kembali Shari’ah Waqf. Mereka berlakukan
undang-undang baru Wakaf dalam membantu untuk memulihkan, melestarikan dan
63Reazul Karim, “Zakat and Waqf Bank”.
mengembangkan Harta milik Wakaf dan mendorong orang untuk menciptakan Wakaf
baru.64
11. Perkembangan Wakaf di Indonesia
a. Pada Zaman sebelum datangnya Islam ke Indonesia(358 – 1475 M)
Di Indonesia, praktek wakaf sudah berlangsung lama. Bahkan, sebelum
masuknya Islam ke Nusantara, masyarakat sudah mengenal lembaga sejenis wakaf.
Lembaga Wakaf yang dipraktekkan di Indonesia walaupun tidak sepenuhnya persis
dengan yang terdapat dalam Ajaran Islam, namun spiritnya sama dengan shari’ah
wakaf. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan sejarah yang sebagian masih berlangsung
sampai sekarang diberbagai daerah di Indonesia.
Pada suku badui di Banten terdapat Huma Serang, yakni sebuah ladang yang
diolah dan dikerjakan secara bersama-sama dan hasilnya digunakan untuk
kepentingan bersama. Di Lombok (Nusa Tenggara Barat), terdapat Tanah Pareman
yakni tanah negara yang dibebaskan dari pajak yang diserahkan kepada desa-desa,
subak dan candi untuk kepentingan bersama. Di Jawa Timur terdapat Tanah Pardikan
ialah sebidang tanah yang merupakan pemberian Raja kepada seseorang atau
kelompok yang berjasa. Menurut Rachmat Djatnika, bahwa bentuk ini menyerupai
wakaf keluarga (al-waqf al-ahly) dan dari segi fungsi dan pemanfaatan yang tidak
boleh diperjual-belikan. Tradisi sejenis wakaf juga terdapat pada adat suku-suku
lainnya di Indonesia dengan nama yang berbeda- beda. 65
b. Pada Zaman Kerajaan Islam (1475- 1683 M)
Pada masa pra-kemerdekaan Republik Indonesia, Lembaga Perwakafan sering
dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam. Hal ini sebagai konsekwensi logis
dari banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti kerajaan Demak,
64Ibid. 65Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, 3-4.
Kerajaan Samudra Pasai dsb. Praktek wakaf ini telah diatur oleh hukum adat yang
sifatnya tidak tertulis dengan berlandaskan ajaran yang bersumber dari nilai-nilai
Ajaran Islam. Karena diterimanya lembaga Wakaf ini berasal dari suatu kebiasaan
dalam pergaulan kehidupan Masyarakat Indonesia. Maka tidak jarang orang Indonesia
membangun Masjid, Pesantren dan Sekolah untuk bersama-sama secara bergotong
royong.
Seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping
melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf.
Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah yang dibangun di atas
tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, sehingga harta
benda wakaf sudah menyebar di negeri ini, mulai dari Aceh, Gayo, Tapanuli,
Gorontalo, Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan lain-lain. Di antara
beberapa daerah tersebut berbeda-beda dalam menyebut harta benda wakaf. Di Aceh
wakaf disebut dengan Wakeuh, di Gayo disebut dengan Wakos, di Payakumbuh
disebut dengan Ibah dan lain-lain. Benda yang diwakafkan ada yang berbentuk benda
tidak bergerak seperti sawah, tanah kering, masjid, langgar, rumah, kebun karet,
kebun kelapa dan benda bergerak seperti Al-Qur’an, sajadah dan batu bata. 66
c. Pada Zaman Penjajahan Belanda (1600- 1942)
Di Indonesia pada masa penjajahan Hindia Belanda sudah berlaku hukum
perwakafan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan hukum Islam.
Namun karena sejak semula tidak diiringi dengan kebijakan dan peraturan perundang-
undangan yang memadai, harta benda wakaf tersebut tidak teradministrasikan dengan
baik dan bahkan tidak sedikit yang sering menimbulkan permasalahan (sengketa). Hal
inilah antara lain yang memunculkan kesadaran pemerintah Hindia Belanda untuk
66Imam Suhadi, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), 38.
menertibkan tanah wakaf di Indonesia. Pada waktu Priesterraad (Pengadilan Agama)
didirikan berdasarkan Staatsblad No. 152 Tahun 1882, salah satu yang menjadi
wewenangnya adalah menyelesaikan masalah wakaf. Menurut Ter Haar,67 lembaga
hukum wakaf Islam telah diterima (gerecipereed) di banyak daerah di Nusantara.
Praktek ini disebut juga dengan istilah Belanda ”Vrome Stichting” dan dalam aspek
kodifikasi hukumnya, menjadi salah satu bagian hukum adat yang bersumber dari
hukum Islam (godsdienstig bestanddeel van het adatrecht).68
Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf.
Karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah,
pondok pesantren, masjid, yang semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas
tanah wakaf. Namun, perkembangan wakaf di kemudian hari tak mengalami
perubahan yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan,
seperti pembangunan masjid, mus}alla, langgar, madrasah, perkuburan, sehingga
kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak.
Ini semua disebabkan oleh sikap paradox pemerintah kolonial terhadap wakaf, yaitu
membiarkan wakaf status quo di satu sisi dan memandang wakaf sebagai properti
tidak produktif, di sisi lain. Akibatnya, wakaf direkonstruksi ke dalam hukum
keluarga atau hukum publik. Kebijakan pemerintah kolonial ini juga diadopsi oleh
para penguasa negara-negara Muslim yang baru merdeka. Mereka melihat wakaf
tidak produktif dalam mendukung pembangunan ekonomi dan industri.
d. Pada Zaman Kemerdekaan (1945-Sekarang)
Peraturan-peraturan tentang perwakafan tanah yang dikeluarkan dimasa
penjajahan Belanda, sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 67Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, 3-4. 68Depag RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), 13-14.
Tanggal 17 Agustus 1945 masih terus diberlakukan, berdasarkan bunyi Pasal II aturan
peralihan UUD 1945: “ Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Untuk menyesuaikan
dengan alam Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, maka telah dkeluarkan
beberapa petunjuk tentang perwakafan, yaitu Petunjuk dari Departemen Agama
Republik Indonesia Tanggal 22 Desember 1953 tentang petunjuk mengenai wakaf.
Untuk selanjutnya perwakafan menjadi wewenang Bagian D (Ibadah Sosial), Jabatan
urusan Agama. 69 Berikut ini adalah Undang-Undang Hukum Negara yang mengatur
keberadaan Wakaf yang pernah dikeluarkan Pemerintah RI sampai sekarang ini, an:
1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, pada Pasal 5, Pasal 14 ayat
1 dan Pasal 49.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik.
3) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.
5) Instruksi Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik.
6) Instruksi Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
4 Tahun 1990, Nomor 24 Tahun 1990 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.
7) Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 tentang Pelaksanaan
Penyertifikatan Tanah Wakaf.
69Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia, ” dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (15 April 2008).
8) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
9) Surat Keputusan Direktorat Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tentang Bank
Umum berdasarkan Prinsip Shari’ah.
10) Surat Keputusan Direktorat Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR tentang Bank
Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Shari’ah.
11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
13) Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 422 Tahun 2004 dan Nomor 3/SKB/BPN/2004
tentang Sertifikat Tanah Wakaf.70
D. Timbulnya Paradigma Wakaf Produktif
Paradigma wakaf di Indonesia sejak masa penjajahan sampai era reformasi dipahami
hanyalah sebagai benda mati, tidak produktif dan menjadi tanggungan masyarakat.
Masyarakat Indonesia secara umumnya kurang memahami permasalahan wakaf dalam Islam
secara benar dan menyeluruh. Hal ini terbukti bahwa wakaf yang banyak dikelola masyarakat
Indonesia adalah wakaf yang dikelola seperti pada zaman sebelum Islam seperti wakaf untuk
tempat ibadah, kuburan, gedung madrasah dan wakaf lain yang tidak produktif dan tidak
bernilai ekonomi. Hal ini tercermin dari peraturan perundang-undangan tentang wakaf dan
peruntukan tanah wakaf di Indonesia. Peraturan wakaf di Indonesia pra-kemerdekaan hanya
berdasarkan kebiasaannya masyarakat yang bersumber dari ajaran Islam dan diatur
berdasarkan surat-surat edaran Pemerintahan Hindia Belanda.71
70Ibid. 71Sirodjul Munir, “Kemitraan Usaha dalam Wakaf Produktif”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (18 Februari 2008).
Dalam perjalanan waktu, bersamaan dengan perkembangan dan penyebaran
Islam ke berbagai tempat dan komunitas, serta lahirnya masyarakat Islam yang
kosmopolitan, maka wakafpun mengalami perkembangan yang dinamis dan mengundang
pemahaman dan pendapat tentang wakaf dan pengelolaannya yang dinamis juga. Maka
terjadi perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan ulama’ fiqh dalam menyikapi
dinamika wakaf dan hukum-hukum yang terkait dengan wakaf dan pengelolaannya.
Perbedaan-perbedaan tersebut ada yang sifatnya substansial dan ada pula yang
praktikal. 72
Di beberapa Negara Islam diselenggarakan konferensi, seminar atau lokakarya
tentang wakaf, seperti :
1. Konferensi Internasional Menteri-menteri Wakaf & Agama (1979) di Jakarta.
2. Nadwah“Mu’assasah al-Awqaf fi al-‘Alam al-‘Arabi al-Islami“ (1983)
di Rabat Maroko.
3. Nadwah“Ida >rah wa Tathmir Mumtalak>at al-Awqaf“ (1984) di Jeddah Arab Saudi.
4. Nadwah“al-At}t}ar al-Ijtima >’iyyah wal Iqtis}a >diyyah lil Waqfi fi al-‘Alam al-Isla>mi al-
Mu’ashi “ (1992) di Istambul Turkey.
5. Nadwah “Nahwa Daur Tanmawiy lil Waqfi “ (1992) di Kuwait.
6. Nadwah “Ahammiyyah al-Awqaf al-Islamiyyah fi> al‘Alam al-Yaum“(1996) di Amman
Yordan, dan lain-lain.
Munculnya paradigma yang lebih berkonsentrasi pada prinsip “ pelestarian dan
peningkatan manfaat wakaf “ (tasbil al-thamrah), menggeser paradigma yang selama
ini lebih berkonsentrasi pada prinsip “penjagaan keabadian barang wakaf“ (h }absu al-
as}l). Yang menarik dari pembahasan forum-forum tersebut adalah adanya semangat
“kompromi antar madzhab” atau talfiq yang selama ini dapat dikatakan belum pernah
72Tholhah Hasan,” Istibdal Harta Benda Wakaf” dalam http:// www.bwi.or.id/artikel.
terjadi. Talfiq yang merupakan metode kombinasi berbagai pandangan dalam berbagai
madzhab untuk membentuk peraturan tunggalyang secara h }arfiyah melipat sesuatu menjadi
satu atau mempertemukan sesuatu menjadi satu, secara operasional bermakna beramal dalam
suatu masalah menurut hukum yang merupakan gabungan dari dua madzhab atau lebih atau
menyatukan dua qaul dari dua madzhab yang berbeda ke dalam persoalan tertentu, sehingga
menjadi satu komponen hukum. Dan pada akhirnya keputusan-keputusan yang ditetapkan
melalui forum-forum tersebut dapat dikatakan sebagai gambaran terjadinya
“pluralisme madzhab” dalam kajian fiqh seperti : wakaf mu’aqqat (wakaf temporal),
wakaf uang, istibdal al-waqf (penukaran barang wakaf), istitsmar amwal al-waqf
(investasi dana wakaf), profesionalisasi naz}ir. Issu-issu wakaf kontemporer tersebut
mempengaruhi agenda pertemuan wakaf baik dalam skala nasional maupun
internasional, juga dalam penulisan buku-buku per-undangan wakaf serta kajian-kajian
ilmiah dan produk-produk akademis, seperti munculnya banyak tesis dan disertasi
wakaf.
Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide untuk mengimplementasikan berbagai
ide-ide besar Islam dalam bidang ekonomi. Berbagai lembaga keuangan lahir seperti bank,
asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi wakaf, lembaga tabungan haji dll. Lembaga-
lembaga keuangan Islam sudah menjadi istilah yang familiar baik di dunia Islam maupun non
Islam.
Tahun 1997 (1418 H), Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia,
menggagas dan menjadi tuan rumah Muktamar Menteri-Menteri Wakaf dan Urusan Islam
dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Hasil pertemuan tersebut
merekomendasi kepada Islamic Development Bank (IDB) untuk membentuk Badan Wakaf
Dunia (Hay’a>tu al- Awqaf al-‘A>lamiyyah) di bawah struktur IDB. Dan ternyata pada tanggal
10 September 2001 (1422 H) IDB mendirikan Badan Wakaf Dunia tersebut.
Badan ini mengembangkan perwakafan produktif disektor riil dan perdagangan
saham. Investasi dilakukan dibeberapa negara seperti di Qatar, Kuwait, Malaysia dan
beberapa negara lainnya berupa perhotelan, perkantoran dan pertanian. 73 Manajemen
investasi wakaf uang dapat dilakukan dengan cara menginvestasikan dana wakaf ke berbagai
sektor, seperti sektor riil, investasi langsung ke perusahaan-perusahaan ataupun unit-unit
usaha produktif, maupun sektor keuangan shari’ah, seperti deposito mud}a >rabah dan
reksadana shari’ah. Keuntungan dari investasi wakaf uang tersebut dapat didistribusikan ke
pihak-pihak yang berhak menerima dalam rangka memberdayakan ekonomi mereka.74
Pemerintah pun merespon positif desakan masyarakat luas untuk membentuk
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya.75 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memiliki
beberapa pengaturan baru yang dibuat guna mendukung pengembangan wakaf di Indonesia.
Beberapa hal yang baru, antara lain mengenai naz}ir, mauqu>f bih (harta benda yang
diwakafkan), mauqu>f ‘alaih (peruntukan harta wakaf) dan pembentukan Badan Wakaf
Indonesia (BWI).
1. Praktik Wakaf di Negara-negara Islam
a. Perkembangan Perwakafan di Negara Mesir
Mesir adalah salah satu negara yang sudah cukup lama mengelola wakaf
produktif. Pada awalnya, seorang hakim Mesir di zaman Hisyam bin Abdul Malik,
Taubah bin Namiroh adalah orang yang pertama kali melakukan wakaf berupa tanah
73 “ Menggagas Naz}ir Wakaf Profesional”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (Selasa, 09 Juni 2009). 74M. Cholil Nafis, “Peluang Kemitraan Investasi Wakaf Produktif”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (03 Desember 2010). 75“BWI Terus Sosialisasikan Program,” dalam http:// www.bwi.or.id/berita (12 Januari 2010).
untuk bendungan. Kemudian setelah itu proses pengembangan wakaf produktif di
Mesir ini terus dikaji dan disempurnakan. Pada waktu pemerintahan Muhammad Ali
Pasha tahun 1891 dibentuklah Diwa >nu al-Awqa>f yang berwenang untuk mengatur,
mengurus dan mengelola wakaf secara produktif. Perkembangan selanjutnya pada
tanggal 20 November 1913 Diwa >nu al-Awqaf dirubah menjadi sebuah Departemen,
sehingga masalah wakaf di Mesir diurus oleh kementrian khusus “Wiza>ratu al-
Awqa>f.”76
Perkembangan selanjutnya didirikanlah Badan Wakaf pada tahun 1971. Badan
Wakaf di Mesir berada di bawah Departemen Perwakafan atau Wiza >ratu al-Auqa >f.
Sebagai negara yang cukup berpengalaman dalam menangani masalah wakaf, orang-
orang yang mereka tempatkan dalam Badan Wakaf adalah orang-orang yang
profesional dalam bidang mereka masing-masing. Untuk memperlancar kegiatannya,
Badan Wakaf Mesir juga mengundang para profesional di luar mereka yang sudah
menjadi pengurus. Kegiatan Badan Wakaf Mesir yang cukup penting adalah
mengembangkan wakaf produktif. Dalam hal ini Badan Wakaf bekerjasama dengan
perusahaan-perusahaan, rumah sakit, bank-bank atau para pengembang untuk
mengelola asset wakaf. Di samping itu, Badan Wakaf juga membeli saham dan
obligasi dari perusahaan-perusahaan besar. Semua kegiatan Badan Wakaf di Mesir
diatur dengan peraturan perundang-undangan yang memadai.77 Hingga saat ini, hasil
wakaf di Mesir dalam batas-batas tertentu masih didistribusikan untuk keadilan sosial.
Untuk bidang yang lain, diantaranya:
1) Bidang Dakwah Islam; antara lain untuk para khatib, takmir masjid, pemeliharaan
Masjid, para penghafal al-Qur’an dan penerjemahan al-Qur’an.
76Achmad Djunaidi dkk. Menuju Era Wakaf Produktif, 27-44. 77Uswatun Hasanah “Menyelami Badan Wakaf Indonesia,” dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (26 Mei 2008).
2) Bidang pendidikan dan pelatihan; antara lain untuk lembaga pendidikan yatim
piatu dan beasiswa bagi sebagian mahasiwa al-Azhar pengkaji Islam, baik dari
dalam maupun luar negeri. Jumlahnya sebanyak 700 orang yang terbagi dalam 4
angkatan. Di mana setiap orangnya memperoleh 160 Found Mesir (sekitar Rp.
240.000).
3) Bidang penyebaran kebudayaan Islam seperti penerbitan buletin Islam,
pencetakan buku-buku dan ensiklopedi Islam, penelitian filologis naskah kuno
Islam dan penyelenggaraan pameran kebudayaan Islam.
4) Bidang sosial, seperti bantuan ekonomi bagi yang tidak mampu dan bantuan
kesehatan.78
b. Perkembangan Perwakafan di Arab Saudi
Untuk memperkuat kedudukan harta wakaf, Pemerintah Saudi Arabia
membentuk Kementerian Haji dan Wakaf. Kementerian ini mempunyai kewajiban
mengembangkan dan mengarahkan wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh wa >qif . Untuk itu Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia membuat
peraturan bagi Majelis Tinggi Wakaf dengan ketetapan Nomor. 574 tanggal 16 Rajab
1386 sesuai dengan Surat Keputusan Kerajaan Nomor. 35/M tanggal 18 Rajab 1386.
Majelis Tinggi Wakaf diketuai oleh Menteri Haji dan Wakaf, yakni Menteri
yang mengawasi wakaf dan menguasai permasalahan-permasalahan perwakafan.
Adapun anggota Majelis Tinggi Wakaf terdiri atas wakil Kementerian Haji dan
Wakaf, ahli hukum Islam dari Kementerian Kehakiman, wakil dari Kementerian
(Departemen) Keuangan dan Ekonomi, Direktur Kepurbakalaan serta tiga anggota
dari kalangan cendekiawan dan wartawan. Majelis Tinggi Wakaf mempunyai
78Muhammad Abd al-Halim Umar, ”Tajri >batu al-‘Ida>ratu al-Awqaf fi Jumhuriyyah Mis}r al-’Arabiyyah, dalam Muhammad ’Abd al-Halim ’Umar (Ed.), Buhuth wa ad-dirasat: Silsalatu al- Buhuth al-Awqaf (Kairo: Markazu as-Shalih al-Kamil, tt), 34.
wewenang untuk membelanjakan hasil pengembangan wakaf dan menentukan
langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf berdasarkan syarat-syarat yang
ditentukan wa >qif dan manajemen wakaf.
Wakaf yang ada di Saudi Arabia bentuknya bermacam-macam seperti hotel,
tanah, bangunan (rumah) untuk penduduk, toko, kebun dan tempat ibadah. Sementara
dalam pengelolaan wakaf, Arab Saudi juga melakukan praktik dengan menunjuk
pengelola (naz}ir). Di mana naz}ir tersebut bertugas untuk membuat perencanaan dalam
pengembangan harta wakaf, mensosialisasikan program yang telah disepakati,
melaksanakan pendistribusian hasil wakaf kepada yang membutuhkan, memelihara
dan mengawasi untuk kelanggengan asset wakaf dan membuat laporan kepada
kerajaan (mamlakah) dalam pelaksanaan dan pengelolaan wakaf. 79
Proyek pengembangan yang diutamakan oleh Kementerian Haji dan Wakaf
adalah pembuatan hotel-hotel di tanah wakaf yang terdapat di Makkah al-Mukaramah
terutama yang ada di dekat Masjid al-Haram. Proyek-proyek pengembangan wakaf
lain yang juga diutamakan adalah pembangunan perumahan penduduk di sekitar
Masjid Nabawi. Di kota ini juga dibangun toko-toko dan tempal-tempat
perdagangan.80
Pemanfaatan hasil wakaf yang utama adalah untuk memperbaiki dan
membangun wakaf yang ada agar wakaf tersebut kekal dengan tetap melaksanakan
syarat-syarat yang diajukan oleh Wa >qif. Khusus terhadap dua kota suci yakni Makkah
dan Madinah, pemerintah membantu dua kota tersebut dengan memberikan manfaat
hasil wakaf terhadap segala urusan yang berkaitan untuk membantu keperluan
jama’ah haji dan orang-orang yang pergi melakukan ziarah ke Madinah.
c. Perkembangan Perwakafan di Negara Turki 79Achmad Djunaidi dkk. Menuju Era Wakaf Produktif, 33-40. 80M. Cholil Nafis, “Peluang Kemitraan Investasi Wakaf Produktif”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (03 Desember 2010).
Di Turki misalnya, wakaf ada yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf
dan ada pula yang dikelola mutawalli. Direktorat Jenderal Wakaf ditunjuk oleh
Perdana Menteri dan berada di bawah Kantor Perdana Menteri. Di samping mengelola
wakaf, Direktorat Jenderal Wakaf juga melakukan supervisi dan kontrol terhadap
wakaf yang dikelola oleh mutawalli maupun wakaf yang baru. Dalam peraturan
perundang-undangan di Turki, lembaga wakaf mempunyai dewan manajemen dan
hasil pengembangan wakaf Turki yang harus diaudit dua tahun sekali. Dalam hal ini
Direktorat Jenderal Wakaf mendapat 5% dari pendapatan bersih wakaf sebagai biaya
supervisi dan auditing, namun tidak boleh lebih dari TL 1 juta.
Adapun wakaf yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf antara lain
adalah: Masjid : 4.400 buah, Asrama Mahasiswa : 500 buah, Rumah untuk usaha :
453 buah, Hotel dan caravan : 150 buah, Toko : 5.348 buah, Rumah/apartemen :
2.254 buah, Depahs: 543 buah, Properti lainnya : 24.809 buah, Total 37.917 buah.81
Pada tahun 1925, harta wakaf Turki sudah mencapai tiga perempat dari luas lahan
produktif di Turki.82
Direktorat Jenderal Wakaf dan Direktorat juga mendirikan Turkish Auqaf
Bank dengan kepemilikan saham sebanyak 75 persen. Bank ini merupakan bank
terbesar di Turki dengan modal 17 miliard TL (45 juta dolar AS) dan bank ini
mempunyai 300 cabang di seluruh Turki. Laba yang dibukukan pada tahun 1983
berjumlah 2 miliar TL (5 juta dolar AS). Pendapatan dari bank tersebut dipergunakan
untuk manajemen, perbaikan dan berbagai keperluan wakaf properti. Pengembangan
harta wakaf di Turki dilakukan lewat investasi di bidang industri minyak, hotel, bank,
81Uswatun Hasanah, “Inovasi Pengembangan Wakaf di Berbagai Negara”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (13 Mei 2008). 82Achmad Djunaidi dkk. Menuju Era Wakaf Produktif, 33-40.
tekstil dan konstruksi. 83 Adapun pelayanan yang diberikan Direktorat Jenderal Wakaf
antara lain adalah sebagai berikut:
1) Pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan diberikan melalui wakaf-wakaf rumah
sakit. Salah satu di antaranya adalah rumah sakit yang didirikan pada tahun 1843
di Istambul oleh ibu dari Sultan Abdul Mecit yang kemudian dikenal dengan
Bezmi Alan Valid Sultan Guraki Muslim. Saat ini rumah sakit tersebut masih
merupakan salah satu rumah sakit moderen di Istambul yang memiliki 1.425
tempat tidur dan kurang lebih 400 dokter, perawat dan staff.
2) Pelayanan pendidikan dan sosial. Pada saat ini Turki tetap mempertahankan
kelembagaan Imaret. Lembaga ini sudah dikenal sejak Zaman Turki Utsmani.
Beberapa bangunan wakaf juga digunakan untuk asrama mahasiswa yang tidak
mampu. Tercatat ada 50 asrama di 46 kota yang menampung lebih kurang 10.000
mahasiswa.
d. Perkembangan Perwakafan di Negara Yordania
Pemanfaatan wakaf di Yordania sungguh menarik untuk dikaji. Pengelolaan
wakaf di Yordania bisa dikatakan sangatlah produktif. Hasil pengelolaan wakaf itu
dipergunakan berbagai proyek kemaslahatan umat.
1) Memperbaiki perumahan penduduk di beberapa kota. Salah satu di antaranya
adalah kota yang arealnya seluas 79 dunum (dunum adalah ukuran empat persegi
dengan luas kira-kira 900m²). Di areal tersebut terdapat tanah pertanian, yang
berisi 1.346 pohon zaitun, anggur, kurma dan buah badam. Pembangunan rumah
penduduk dan pengembangan pertanian tersebut kedua-duanya merupakan proyek
pertanian Kementerian Perwakafan.
83Tuti A. Najib dan Ridwan Al-Makassary (Ed), Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan (Jakarta: CSRC UIN Jakarta dan The Ford Foundation, 2006), 51-53.
2) Membangun perumahan petani dan pengembangan tanah pertanian di dekat kota
Amman. Wilayah tersebut luasnya 84 dunum dan di dalamnya terdapat 1.600
pohon anggur, zaitun, buah badam dan kurma.
3) Mengembangkan tanah pertanian sebagai tempat wisata di dekat Amman. Di
tanah pertanian ini terdapat 2300 pohon zaitun, anggur, kurma dan buah badam.
4) Membangun Masjid di daerah selatan. Areal tersebut luasnya 122 dunum, terdapat
350 pohon zaitun dan tanah pertanian ini akan dikembangkan terus-menerus
dengan dana wakaf.
5) Di samping daerah-daerah Tepi Timur, proyek wakaf bidang pertanian juga
dilakukan di wilayah Tepi Barat, antara lain pertanian pohon zaitun di al-Khalil
(Hebron) yang memiliki tanah wakaf berupa tanah pertanian yang cukup luas.
Pelaksanaan kebijaksanaan Kementerian Wakaf tetap bersandar pada
kebijaksanaan yang ada untuk mewujudkan tujuan wakaf yang telah dijelaskan dalam
Undang-undang Wakaf. Adapun hasil yang sudah dicapai dari pengembangan wakaf
yang dilakukan oleh Wiza >ratu al-Awqa>f Kerajaan Yordania antara lain adalah:
1) Membuka beberapa lembaga pendidikan tinggi antara lain: Fakultas Da'wah,
Us}uluddin dan Shari’ah.
2) Mendirikan beberapa lembaga pendidikan di Aman dan Yerusalem serta
Qalqi}liyyah, Khalil, Nablus dan Junain.
3) Mendirikan 53 tempat belajar al-Qur'a >n dan al-H}adith.
4) Mengalokasikan dana wakaf pada madrasah, rumah-rumah yatim Islam yang
mengajarkan keterampilan.
5) Mendirikan percetakan mus}h}af al-Qur'a>n dan percetakan di Amman yang
mencetak barang-barang cetakan yang diperdagangkan.
6) Mendirikan kurang lebih 250 perpustakaan di masjid-masjid dan kota-kota
kerajaan.
7) Setiap tahun Kementerian memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang belajar di
Universitas Yordania.
8) Mendirikan lima kantor (semacam Islamic Centre) di kota-kota kerajaan.
9) Memberikan bantuan kepada rumah sakit, membantu fakir-miskin dan orang-
orang yang membutuhkan.
10) Menerbitkan majalah Islam di Amman serta menerbitkan buku-buku agama.
11) Mendirikan dua lembaga yang cukup penting, yakni lembaga Arkeologi Islam dan
lembaga peninggalan-peninggalan Islam. Bagian Arkeologi Islam bertugas untuk
mengurusi dan menjaga beberapa dokumen-dokumen yang berkenaan dengan
benda-benda tidak bergerak dan tradisi-tradisi Islam. Adapun Lembaga
Peninggalan Islam bertugas menghidupkan kembali peninggalan-peninggalan
Islam. Sedangkan tugas utamanya adalah mengumpulkan manuskrip-manuskrip
Islam yang ada pada masa kejayaan Islam. Selain itu, lembaga tersebut juga
berkewajiban membuktikan keaslian naskah-naskah, memperbaiki dan
menyusunnya.
Dari pembahasan yang sudah dikemukakan tampak jelas bahwa pengelolaan
wakaf di kerajaan Yordania ditangani dengan baik. Untuk mengembangkan harta
wakaf, dilakukan berbagai program yang sangat menunjang peningkatan harta wakaf
yang banyak mendapat dukungan dari Kabinet dan Kerajaan.84
e. Perkembangan Perwakafan di Negara Malaysia
84Uswatun Hasanah, “Inovasi Pengembangan Wakaf di Berbagai Negara”,…
Semua hal yang berkaitan dengan asset wakaf dikelola di bawah Dewan
Agama Islam Negara Malaysia (SRIC), sesuai dengan Daftar Negara dari Konstitusi
Federal Malaysia. Dalam pengelolaan wakaf, SRICs menunjuk Komite untuk
menghasilkan pendapatan melalui hasil pengelolaan dan sewa asset wakaf. Berbeda
dengan pengelolaan wakaf di masa lalu, otoritas wakaf sekarang ini tidak hanya
mengembangkan wakaf untuk mendirikan tempat-tempat keagamaan tetapi juga
membangun banyak toko dan properti komersial di lahan wakaf.85 Di Malaysia, untuk
menjamin pengelolaan wakaf uang di negara ini, dibentuk Pekan Takaful Wakaf oleh
Syarikat Takaful Malaysia Berhad yang telah berdiri sejak tahun 1997. Syarikat
Takaful ini dioperasikan berdasarkan prinsip mud }a>rabah. Keuntungan dari investasi
pada portofolio keuangan shari’ah merupakan jumlah dari tiga portofolio yaitu
deposito perbankan shari’ah, obligasi shari’ah dan pasar modal shari’ah. Keuntungan
akan digabung dengan keuntungan portofolio lainnya kemudian didistribusikan untuk
rakyat miskin. 86 Malaysia juga telah mengembangkan harta wakaf investasi melalui
instrumen sukuk dan Pasar Modal Malaysia yang diterbitkan oleh Suruhanjaya
Sekuriti pada Februari 2001.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai langkah telah diambil oleh
pemerintah dan perusahaan swasta menuju percepatan dan merangsang perkembangan
wakaf di negeri ini. Pembentukan Departemen Wakaf, Haji dan Umrah tahun 2004 di
bawah Kementerian Departemen Perdana Menteri. Departemen Wakaf, Haji dan
Umrah menunjukkan komitmen Pemerintah Federal untuk mengkonsolidasikan
kegiatan wakaf di tingkat nasional. Diantara tugas utama Departemen adalah untuk
85Mustafa Mohd Hanefah, Financing the Development of Waqf Property: The Experience of Malaysia and Singapore (Kualalumpur : Fakulti Ekonomi dan Muamalat Universiti Sains Islam Malaysia, tt). 86M. Cholil Nafis, “Peluang Kemitraan Investasi Wakaf Produktif”.
mengkoordinasikan, memfasilitasi dan meningkatkan SRIC dalam pengadministrasian
dan mengembangkan sifat wakaf di daerah masing-masing.87
Pada tahun 2006, Malaysia meluncurkan wakaf Perusahaan oleh Jcorp sebagai
jaminan perusahaan untuk mempromosikan tanggung jawab sosial perusahaan melalui
praktik wakaf filantropis. Kumpulan Wakaf An-Nur, anak perusahaan dari JCorp
telah berhasil membangun dan mengembangkan sejumlah klinik yang dikenal sebagai
An Nur-Waqf Clinic di berbagai tempat dan rumah sakit di Pasir Gudang88 Pada tahun
2008, didirikanlah Wakaf Yayasan Malaysia (YWM) untuk memperkuat
Perkembangan wakaf di negeri ini. Saat ini, yayasan aktif mempromosikan proyek-
proyek dana wakaf.89
f. Perkembangan Perwakafan di Negara Singapura
Administrasi wakaf di Singapura dipegang di bawah Majlis Ulama Islam
Singapura (MUIS). Berlakunya Administrasi Hukum Undang-Undang Muslim
(KLSLM) pada tahun 1968 diberdayakan MUIS untuk mengelola semua hal yang
berhubungan dengan wakaf. MUIS-pun selesai menertibkan semua tanah wakaf pada
tahun 2000. Sehingga diketahui seluruh asset wakaf di Singapura dan jika dikruskan
berjumlah S$ 250 juta.
Menjadi wali wakaf, MUIS telah mengambil langkah dengan
mendirikan lembaga komersial bernama Wakaf Real Estate Singapura (WAREES)
pada tahun 2002. 90 WAREES bertujuan mengelola semua asset wakaf untuk
kepentingan pemberdayaan masyarakat. 91 Dalam prakteknya WAREES tak hanya
87Mustafa Mohd Hanefah, “Financing the Development of Waqf Property,”… 88Ibid., 89Ariffhidayat Ali, “Waqf Continued Relevance The Third Sector in Term of Mobilizing Resources for Productive use in Islamic Economic System,” dalam Incief (Kualalumpur : The Global University in Islamic Finance, Sept 2009). 90Abdullah Ubaid Matraji, “Membangkitkan Perwakafan di Indonesia”.
sekadar membangun phisik, melainkan juga menjadi konsultan manajemen dan bisnis
untuk pengembangan asset wakaf tersebut. Bentuk asset ini beragam. Untuk masjid
sudah ada lima masjid yang dibangun dengan sistem WAREES dengan bentuk arsitek
yang menarik dari gaya tradisional hingga yang paling modern. WARESS juga
berhasil membangun proyek perumahan mewah yang diberi nama The Chancery
Residence. WARESS juga berhasil membangun 20 unit perumahan Wakaf Kassim,
sekaligus sebuah bangunan komersial dan institusi pendidikan Wisma Indah di
Changi Road. 92
g. Perkembangan Perwakafan di Negara Bangladesh.
Pengelolaan Wakaf Produktif di Bangladesh ditandai dengan didirikannya
Social Investment Bank Limited (SIBL). Bank ini merupakan jawaban dari persoalan
keuangan dalam masyarakat miskin di negara tersebut. Bank tsb bertujuan untuk
mengumpulkan dana murah dan menyalurkannya masyarakat lemah yang
membutuhkan dan mereka dapat memutar dana tersebut untuk berbagai kepentingan
bisnis dan sosial93
Wakaf tunai (cash waqf) merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Profesor
M.A. Mannan, dengan Social Investment Bank. Ltd (SIBL)-nya merupakan bagian
yang menjadikan wakaf uang sebagai sumber dana tunai. Konsep Temporary Waqf,
dikemas dalam mekanisme instrumen Cash Waqf Certificate dan pemanfaatan dana
wakaf dibatasi pada jangka waktu tertentu dan nilai pokok wakaf dikembalikan pada
Wa >qif.94 Manfaat dari sertifikat wakaf ini adalah kemampuan mengubah kebiasaan
91“Asset Wakaf, Sangat Besar tapi Belum Produktif”, Republika (8 Juli 2008), dimuat dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (02 Juni 2008). 92 “ Menggagas Naz}ir Wakaf Profesional”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (Selasa, 09 Juni 2009). 93Jafril Khalil, “Pengelolaan Wakaf Uang di SIBL, Bangladesh”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (19 November 2010). 94M. Cholil Nafis, “Aplikasi Wakaf Uang di Indonesia”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (16 Mei 2012).
lama, di mana kesempatan wakaf seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja.
Sertifikat Wakaf Uang seperti yang diterbitkan SIBL dibuat dalam nominal sekitar
US$21, maka sertifikat tersebut dapat terbeli oleh sebagian besar masyarakat muslim.
Bahkan, sertifikat tersebut dapat dibuat dalam pecahan yang lebih kecil lagi.
Dipandang dari sisi ini, maka penerbitan Sertifikat Wakaf Uang diharapkan
dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial, di mana mayoritas penduduk dapat
berpartisipasi aktif. 95Model ini di anggap sangat tepat untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dan membantu merangsang pertumbuhan ekonomi ditingkatan
masyarakat bawah. Wakaf Uang sangat relevan memberikan model mutual fund
melalui mobilisasi dana abadi yang digarap melalui tangan professional yang amanah
dalam fund management-nya.
h. Perkembangan Perwakafan di USA
Sebenarnya pengembangan wakaf tidak hanya terjadi di negara-negara Islam
atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Di Amerika Serikat
misalnya, sebagai negara yang penduduk Muslimnya masih minoritas, mereka mampu
mengembangkan wakaf yang ada secara produktif. Pada mulanya umat Islam di
Amerika selalu mendapatkan bantuan dana dari negara-negara Timur Tengah, namun
sejak tahun 1990 terutama setelah Perang Teluk jumlah dana yang mereka terima
relatif berkurang. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan umat Islam di Amerika
Serikat, khususnya di New York, Kuwait Awgaf Public Foundation (KAPF)
memberikan sejumlah wakafnya untuk pembangunan lahan yang dimiliki oleh The
Islamic Cultural Center of New York (ICCNY).
95Jafril Khalil, “Pengelolaan Wakaf Uang di SIBL, Bangladesh”.
Sebagai lembaga yang mengelola wakaf, KAPF juga menerima dana zakat,
infaq, s}adaqah dan pendapatan dari investasi-investasi yang sesuai dengan Shari’ah
Islam. Untuk mengembangkan wakaf yang ada, lembaga ini menyewakan 80 %
apartemen yang mereka miliki, sedangkan 20 % diperuntukkan bagi mereka yang
tidak mampu. Untuk mengelola wakaf, mereka benar-benar mempertimbangkan aspek
bisnis, dengan demikian wakaf yang mereka kelola menghasikan dana yang cukup
besar yang selanjutnya akan memperbesar dana wakaf yang mereka kelola. Dalam
mengembangkan wakaf, mereka juga melibatkan A-Manzil Islamic Financial Services
yang merupakan divisi The United Bank of Kuwait. 96
E. Paradigma Wakaf Produktif
1. Periode Pengelolaan Wakaf
Sebelum membahas pengelolaan wakaf produktif, maka terlebih dahulu perlu
mengetahui beberapa periode pengelolaan wakaf. Menurut masanya pengelolaan wakaf
terbagi menjadi 3 (tiga) periode;
a. Periode Pengelolaan Wakaf secara Tradisional. Wakaf dianggap sebagai ajaran agama
murni yang dimasukkan dalam kategori ibadah mahz}ah di mana hampir semua benda
wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik, seperti masjid, mus}alla,
pesantren, perkuburan, yayasan dan sebagainya. Sehingga bentuk pengelolaan
semacam ini belum memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya
digunakan untuk kepentingan yang bersifat konsumtif. Periode ini terjadi Zaman
Penjajahan bangsa Barat, yang disebabkan oleh sikap paradox pemerintah kolonial
terhadap wakaf, yaitu membiarkan wakaf dalam status quo di satu sisi, dan
memandang wakaf sebagai properti tidak produktif, di sisi lain. Akibatnya, wakaf
direkonstruksi ke dalam hukum keluarga atau hukum publik. Kebijakan pemerintah
96Uswatun Hasanah, “Inovasi Pengembangan Wakaf di Berbagai Negara”,…
kolonial ini juga diadopsi oleh para penguasa negara-negara Muslim yang baru
merdeka, yang masih mewarisi praktik masa kolonial dalam hal institusi, hukum, dan
kebijakan. Mereka melihat wakaf tidak produktif dalam mendukung pembangunan
ekonomi dan industri.
b. Periode Pengelolaan Wakaf secara Semi-Profesional. Periode pengelolaan wakaf
semacam ini secara umum hampir sama dengan periode tradisional, namun ada
beberapa yang membedakan diantaranya pembangunan sarana ibadah seperti masjid
dengan menambahkan beberapa sarana umum yang bisa dikomersilkan seperti gedung
pernikahan, ruang untuk usaha seperti koperasi dan atau gedung pertemuan. Periode
pengelolaan wakaf semacam ini sebenarnya sudah pernah terjadi semenjak masa Nabi
Muhammad Saw dan Para Sahabat, pada Zaman Dinasti Umayyah 41-132 H./ 661-
750 M, pada Zaman Dinasti Abbasiyah132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M), pada
Zaman Dinasti Fathimiyah di Mesir ( 910-1171 M), pada Zaman Dinasti Ayyubiah
(1171-1249M), pada Zaman Dinasti Mamluk (1250-1517 M), pada Zaman Kerajaan
Mughal ( 1526 – 1858 M), pada Zaman Imperium Turki Ottoman Usmani (1516-
1918). Apabila kita pelajari sejarah perwakafan pada masa lalu, maka akan kita dapati
model pengelolaannya sudah masuk dalam kriteria pengelolaan jenis Wakaf Produktif
meskipun masih semi profesional, selain berbentuk Wakaf Langsung.
c. Periode Pengelolaan Wakaf secara Profesional. Pada masa ini, pengelolaan wakaf
sudah dilaksanakan secara profesional-produktif. Profesionalisme yang dilakukan
meliputi aspek manajemen, SDM kenaz}iran, pola kemitraan usaha dan bentuk benda
wakaf sudah meliputi wakaf benda bergerak seperti uang, saham dan surat berharga
dan lainnya.97 Periode pengelolaan wakaf ini terjadi semenjak Tahun 1979, ketika
mulai muncul paradigma yang lebih berkonsentrasi pada prinsip “ pelestarian
97Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag. R.I, Bunga Rampai Perwakafan (Jakarta: Departemen Agama, 2006), 21-22.
dan peningkatan manfaat wakaf “ (tasbil al-thamrah), menggeser paradigma
yang selama ini lebih berkonsentrasi pada prinsip “penjagaan keabadian
barang wakaf“ (h }absu al-as}l). Tahun 1997 (1418 H), ketika Indonesia menjadi tuan
rumah Muktamar Menteri-Menteri Wakaf dan Urusan Islam dari negara-negara
anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), dimana dari hasil pertemuan tersebut
merekomendasi kepada Islamic Development Bank (IDB) untuk membentuk Badan
Wakaf Dunia (Hay’atul Awqaf al-‘Alamiyah) di bawah struktur IDB. Dan pada
tanggal 10 September 2001 (1422 H) IDB mendirikan Badan Wakaf Dunia tersebut.
Maka semenjak saat itu banyak Negara negara Islam yang mulai mempraktekkan
Paradigma Wakaf Produktif seperti Negara Malaysia, Singapura, Bangladesh, USA,
meskipun ada Negara negara Islam lainnya ada yang sudah mempraktekkan
Paradigma Wakaf Produktif tersebut semenjak masa lampau seperti Negara Mesir,
Arab Saudi, Turki, Yordania dll.
2. Pengertian Wakaf Produktif
Wakaf produksi dapat didefinisikan sebagai harta yang digunakan untuk
kepentingan produksi baik di bidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa yang
manfaatnya bukan pada benda wakafnya secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih
dari hasil pengembangan wakaf, yang diberikan kepada orang-orang yang berhak sesuai
dangan tujuan wakaf.98
Dalam kaitannya dengan kata “produktif” bahwa dalam ilmu manajemen terdapat
satu mata kuliah yang disebut dengan manajemen produksi/operasi. Operasi atau produksi
berarti proses pengubahan/transformasi input menjadi output untuk menambah nilai atau
manfaat lebih. Proses produksi berarti proses kegiatan yang berupa; pengubahan fisik,
98Agustianto,” Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Umat” dalam http:/Agustianto. Niriah. com.
memindahkan, meminjamkan dan menyimpan.99 Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa wakaf produktif secara terminologi adalah transformasi dari pengelolaan wakaf
yang profesional untuk meningkatkan atau menambah manfaat wakaf. Sedangkan
Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan bahwa wakaf produktif adalah pemberdayaan
wakaf yang ditandai dengan ciri utama, yaitu: pola manajemen wakaf harus terintegrasi,
asas kesejahteraan naz}ir dan asas transformasi & tanggungjawab. 100
3. Kerangka Dasar Paradigma Wakaf Produktif
a. Pola Manajemen. Pola manajemen harus dalam bingkai “proyek terintegrasi”.
Manajemen Proyek Terintegrasi maksudnya mengintegrasikan manajemen proyek
meliputi koordinasi semua area pengetahuan proyek ke dalam aktifitas tahapan –
tahapan pelaksanaan proyek guna mencapai keberhasilan proyek sesuai dengan
komponen proyek (kualitas, waktu, biaya, ruang lingkup). Untuk memperoleh hasil
proyek yang memiliki kualitas sesuai dengan standart, dapat diselesaiakan tepat
waktu, biaya sesuai anggaran dan ruang lingkup sesuai dengan kesepakatan
membutuhkan siklus proses ; Pendefinisian, Perencanaan, Pelaksanaan,
Pengendalian, Penyerahan dan persetujuan. Dan untuk masing-masing proses tersebut
diperlukan; Manajemen ruang lingkup, Manajemen kualitas, Manajemen biaya,
Manajemen Waktu, Manajemen SDM, Manajemen Komunikasi, Manajemen Resiko
dan Manajemen Pengadaan. Untuk manajemen pengelolaan wakaf produktif di
Indonesia saat ini sudah menjadi tanggung jawab Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Kehadiran BWI adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di
Indonesia. Badan Wakaf Indonesia beserta Departemen Agama sesuai peraturan
pemerintah berfungsi sebagai regulator, motivator, fasilitator, pengawas, pembina,
99Jaih Mubarok, Wakaf Produktif (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), 15. 100Ibid., 35-36.
dan koordinator dalam pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda
wakaf.
b. Asas Kesejahteraan Naz}ir. Wakaf produktif konteks profesional pada pengelolaannya
tidak mengesampingkan peran naz}ir sebagai leader pengelola dan pelaksana benda
wakaf. Di Indonesia pada saat sekarang ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 bahwa naz}ir mendapatkan 10% dari hasil bersih pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf.
c. Asas Transformasi dan Transparansi. Azas Tranformasi adalah merupakan
Transformasi input menjadi output untuk menambah nilai atau manfaat lebih. Proses
produksi berarti proses kegiatan yang berupa; pengubahan fisik, memindahkan,
meminjamkan, dan menyimpan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf
produktif secara terminologi adalah transformasi dari pengelolaan wakaf secara
tradisional menjadi pengelolaan wakaf secara profesional untuk meningkatkan atau
menambah manfaat wakaf.
Asas transparansi menjadi penting sebagai bentuk kredibilitas dan accountabilitas
termasuk di dalamnya pencatatan dalam bentuk akuntansi, di mana badan wakaf dan
lembaga yang dibantunya harus melaporkan tiap tahun akan proses pengelolaan dana
kepada umat dalam bentuk audited financial report atau laporan keuangan yang telah
di audit termasuk tingkat materialitas “kewajaran dari setiap biaya.
F. Manajemen Pengelolaan Wakaf Produktif di Indonesia
Dalam pembahasan Manajemen Pengelolaan Wakaf di Indonesia saat ini, Lembaga
lembaga/ komponen komponen yang sangat berperan menurut Undang undang Nomor 41
tahun 2004 antara lain: Wa >qif , Naz}ir, Badan Wakaf Indonesia (BWI).
1. Wa >qif .
Wa >qif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Dalam Undang Undang
Nomor 41 tahun 2004 ditetapkan bahwa Wa >qif meliputi:
a. Perorangan.
b. Organisasi.
c. Badan Hukum.
Sementara dalam Pasal 1, Peraturan Pemerintah, Nomor 42 Tahun 2006 tidak terdapat
ketentuan mengenai Wa >qif . Wa>qif perseorangan dapat melakukan wakaf dengan syarat:
a. Dewasa.
b. Berakal Sehat.
c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
d. Pemilik sah dari harta benda yang diwakafkan.
Wa >qif yang berupa Organisasi dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan
organisasi untuk mewakafkan harta benda milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar
organisasi yang bersangkutan.
Wa >qif yang berupa Badan Hukum dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan
organisasi untuk mewakafkan harta benda milik badan hukum sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang bersangkutan.101
2. Badan Wakaf Indonesia.
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang
digariskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Kehadiran
101Tanah Masjid Harus Berstatus Wakaf, dalam http:// www.bwi.or.id/berita (04 Juni 2012).
BWI adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia. Untuk kali
pertama, keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia, sesuai dengan
Keputusan Presiden (Kepres) Nomor. 75/M Tahun 2007 tentang keanggotaan BWI, yang
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2007. BWI adalah lembaga independen untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia dimana dalam melaksanakan tugasnya bersifat
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun serta bertanggung jawab kepada masyarakat. 102
Dalam peraturan pemerintah ditetapkan bahwa kedudukan Departemen Agama
dan Badan Wakaf Indonesia adalah sebagai regulator, motivator, fasilitator, pengawas,
pembina dan koordinator dalam pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda
wakaf. Dalam melaksanakan pembinaan, pemerintah (Departemen Agama)
harus memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai dengan tingkatannya.
BWI berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat
membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang
dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat. 103
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan
oleh Badan Wakaf Indonesia. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa
jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan oleh
Menteri kepada Presiden. Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.104
a. Tugas dan Wewenang BWI
102Pasal 47, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. 103Ibid., Pasal 51-53. 104Ibid., Pasal 55, 56, 57.
Sesuai dengan Pasal 49 Ayat 1, Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf disebutkan, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1) Melakukan pembinaan terhadap naz}ir dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf.
2) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan internasional.
3) Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf.
4) Memberhentikan dan mengganti naz}ir.
5) Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.
Pada ayat 2 dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya BWI dapat bekerja sama dengan instansi Pemerintah baik pusat maupun
daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak lain yang
dianggap perlu. Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI memperhatikan saran dan
pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.105 Terkait dengan tugas dalam
membina naz}ir, BWI melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 53, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006, meliputi:
1) Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Naz}ir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum.
2) Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian,
pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf.
105Ibid.
3) Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf.
4) Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak
dan/atau benda bergerak.
5) Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan wakaf kepada naz}ir sesuai dengan lingkupnya.
6) Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam
pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
b. Visi BWI adalah “Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat,
mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional
dan internasional”.
c. Misi BWI yaitu “Menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional
yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat”.
d. Strategi
Adapun strategi untuk merealisasikan Visi dan Misi Badan Wakaf Indonesia
adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan wakaf Indonesia, baik nasional
maupun internasional.
2) Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3) Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
4) Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan naz}ir dalam pengelolaan dan
pengembangan harta wakaf.
5) Mengkoordinasi dan membina seluruh naz}ir wakaf.
6) Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf.
7) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
8) Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang berskala
nasional dan internasional.
Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI mempunyai 6
divisi, yakni Divisi Pembinaan Naz}ir, Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf,
Divisi Kelembagaan, Divisi Hubungan Masyarakat dan Divisi Penelitian dan
Pengembangan Wakaf dan Devisi Kerjasama Luar Negeri.
e. Susunan Badan Wakaf Indonesia Periode 2011-2014
DEWAN PERTIMBANGAN
Ketua : Dr. H.M. Anwar Ibrahim Wakil Ketua : Bahrul Hayat, Ph.D : Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, A.
Anggota : Drs. H. Achmad Djunaidi, MBA : Dr. H. Mulya E. Siregar : H. Muhammad Abbas Aula, Lc., MHI : Prof. Dr. Suparman Abdullah
BADAN PELAKSANA
Ketua : Prof. DR. K.H. Muhammad Tholhah Hasan Wakil Ketua : H. Mustafa Edwin Nasution, Ph.D : Drs. K.H. A. Hafizh Utsman Sekretaris : Dr. H.M. Attamimy, M.Ag. Wakil Sekretaris : H.M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D : Drs. H. Sutami, M.Pd.I Bendahara : H.M. Mardini Wakil Bendahara : H. Abdul Qodir, SH, MA
DEVISI- DEVISI
Pembinaan Naz}ir : Dr. K.H. Maghfur Usman : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA : Dr. H. Jafril Khalil, MCL
Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf : Ir. H. Suhaji Lestiadi, ME : Iggi Haruman Achsien, SE : Ir. H.M. Khairul Huda Hubungan Masyarakat : Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah, MA : Ir. H. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS Kelembagaan : Dr. Wahiduddin Adams, SH, MA : Drs. H. Arifin Nurdin, SH : Mohammad Soleh Amin, SH Penelitian dan Pengembangan : Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah, MA : Dr. Amelia Fauzia Kerjasama Luar Negeri : Dr. H. Nur Samad Kamba : H. Arif Zamhari, Ph.D
1) Program Kerja Divisi Pembinaan Naz}ir.
Hal-hal yang terkait dengan tugas BWI sebagai pembina naz}ir, akan
diimplementasikan melalui divisi pembinaan naz}ir. Pembinaan ini diarahkan
untuk membentuk naz}ir professional, baik perseorangan, organisasi atau badan
hukum. Adapun program dari divisi ini adalah sebagai berikut:
a) Menyusun kurikulum dan modul untuk pelatihan naz}ir.
b) Menyelenggarakan pelatihan atau workshop untuk naz}ir.
c) Menyusun standar etika dan profesionalitas naz}ir.
d) Mendata dan memetakan naz}ir.
2) Program Kerja Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf.
Sesuai dengan namanya, divisi ini berperan untuk mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf ke arah produktif. Program-programnya
adalah sebagai berikut:
a) Memetakan tanah wakaf untuk tujuan produktif.
b) Mengatur dan mengembangkan wakaf uang.
c) Membangun Gedung Wakaf Centre.
d) Mengembangkan program investasi harta benda wakaf.
3) Program Kerja Divisi Hubungan Masyarakat.
Divisi Humas berperan sebagai pusat informasi BWI, baik dari dalam ke
luar atau sebaliknya. Kebijakan-kebijakan serta program-program BWI harus
dapat tersosialisasikan dengan baik melalui divisi ini. Program-programnya
meliputi;
a) Sosialisasi Badan Wakaf Indonesia.
b) Sosialisasi Wakaf Uang.
4) Program Kerja Divisi Kelembagaan.
Divisi ini memiliki wilayah kerja dalam penyusunan peraturan, pedoman
dan petunjuk teknis pelaksanaan perwakafan sebagai tindak lanjut pengaturan baik
yang diperintahkan secara langsung oleh Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004
maupun PP Nomor. 42 Tahun 2006. Program-programnya yaitu;
a) Menyiapkan berbagai peraturan perwakafan.
b) Menyiapkan dan menyusun Pedoman Penyelesaian Sengketa mengenai
Perwakafan baik Musyawarah, Mediasi, Arbitrase atau Pengadilan.
c) Menyiapkan dan menyusun pedoman perubahan status dan penukaran harta
benda wakaf.
d) Pengembangan Lembaga (capacity building), pembentukan perwakilan BWI
di Provinsi dan atau Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan bersama Departeman
Agama dan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota.
e) Publikasi dan Edukasi Publik tentang perwakafan khususnya BWI, melalui
berbagai media, antara lain: konferensi pers, seminar, talkshow, penerbitan
dan website.
5) Program Kerja Divisi Penelitian dan Pengembangan.
Divisi ini berperan penting sebagai sentral riset BWI yang diharapkan
dapat meningkatkan keupayaan divisi-divisi lain. Riset ini juga dilakukan dengan
bersinergi dan berkoordinasi dengan divisi-divisi yang berkaitan dengan bidang
yang diteliti dan program-program yang dikembangkan. Adapun program kerja
Divisi Penelitian dan Pengembangan adalah sebagai berikut;
a) Inventarisasi dan pemetaan asset-asset wakaf di seluruh Indonesia.
b) Pemetaan dan analisis potensi ekonomi asset-asset wakaf.
c) Publikasi ilmiah dan populer terkait dengan perwakafan.
d) Studi banding.
6) Divisi Kerjasama Luar Negeri mempunyai tugas dan fungsi;
a) Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga wakaf di dunia Islam dalam
bidang pembinaan naz}ir, pengelolaan harta benda wakaf dan pengembangan
informasi perwakafan.
b) Memperkenalkan BWI dan perwakafan di Indonesia kepada lembaga-lembaga
wakaf di luar negeri.
c) Sosialisasi program-program BWI ke luar negeri.
d) Menjembatani hubungan lembaga-lembaga wakaf di Indonesia dengan
lembaga-lembaga wakaf internasional dan sebaliknya.
e) Berpartisipasi dalam pengembangan wakaf produktif di dunia Islam
f. Penghimpunan Wakaf Uang oleh BWI
Penghimpunan wakaf uang ini dilakukan oleh BWI dengan bekerja sama
dengan 12 LKS PWU (Lembaga Keuangan Shari’ah Penerima Wakaf Uang) saat ini.
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan menggerakkan masyarakat untuk ikut serta
dalam berwakaf. Selain itu, penghimpunan ini juga dalam rangka penyediaan dana
investasi wakaf produktif secara umum. Sebagai Laporan Perolehan Wakaf Uang per-
Desember 2011 berjumlah Rp 2.973.393.876,-
g. Pengelolaan Wakaf Uang oleh BWI
Dari wakaf uang yang terkumpul itu dikelola dan dikembangkan pada
beberapa instrument: Giro 12 LKS PWU saat ini, Deposito Bank Shari’ah Mandiri
dan Pembiayaan RSIA.
h. Adapun Laporan Keuangan BWI Tahun 2011 dapat di lihat dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 : Laporan Keuangan BWI Tahun 2011
3. Naz}ir
a. Pengertian Naz}ir
Naz}ir berasal dari kata kerja bahasa Arab naz}ara, yang mempunyai arti
menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun naz}ir adalah isim fa’il dari
kata naz}ara yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan
pengawas. Sedangkan naz}ir wakaf atau biasa disebut naz}ir adalah orang yang diberi
tugas untuk mengelola wakaf.106 Pengertian “naz}ir” dalam kontek wakaf adalah orang
atau sekelompok orang yang bertanggungjawab untuk mengurusi, mengelola,
menjaga dan mengembangkan barang wakaf.
b. Macam-macam Naz}ir
Dalam Undang-Undang Nomor. 41 Th. 2004 tentang Wakaf, dijelaskan bahwa
naz}ir ada tiga macam: naz}ir perorangan, naz}ir organisasi dan naz}ir badan
hukum. Di dalam Pasal 10 ayat 1 disebutkan, naz}ir perseorangan yang dimaksud
dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi naz}ir apabila memenuhi persyaratan:
1) Warga Negara Indonesia.
2) Beragama Islam.
3) Dewasa.
4) Amanah.
5) Mampu secara jasmani dan rohani dan
6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
c. Penunjukkan Naz}ir .
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tidak menegaskan
siapa yang berhak menunjuk naz}ir. Hanya saja pada Pasal 6 Ayat 4 Peraturan
106Majelis Wakaf dan ZIS, Panduan Wakaf (Jakarta: PP. Muhammadiyah, 2010), 25-26.
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Wakaf, dijelaskan, bahwa naz}ir dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Akte Ikrar Wakaf (AIW) dibuat tidak melaksanakan
tugasnya, maka kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul wa >qif atau
ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan
penggantian naz}ir. Pasal 6 ini menunjukkan bahwa penunjukan naz}ir dapat diusulkan
oleh wa >qif, baik dalam penunjukan awal saat pendaftaran akte ikrar wakaf maupun
pada saat naz}ir tidak lagi memenuhi untuk melaksanakan kewajibannya dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya.
d. Syarat-Syarat Naz}ir
1) Syarat-Syarat Naz}ir Wakaf Profesional itu dapat diungkapkan sebagai berikut:
a) Syarat Moral, meliputi:
(1) Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan shari’ah
maupun perundang-undangan negara RI.
(2) Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan
dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf.
(3) Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha.
(4) Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan.
(5) Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.
b) Syarat Manajemen, meliputi:
(1) Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.
(2) Visioner.
(3) Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan
pemberdayaan.
(4) Profesional dalam bidang pengelolaan harta.
(5) Ada masa bakti naz}ir.
(6) Memiliki program kerja yang jelas.
c) Syarat Bisnis, meliputi:
(1) Mempunyai keinginan.
(2) Mempunyai pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan.
(3) Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya
entrepreneur.
Sebagai naz}ir harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas
sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mengelola wakaf
dengan maksimal dan optimal sesuai dengan harapan para wa >qif secara khusus
dan kaum muslimin secara umum. Sehingga pengalaman-pengalaman pengelolaan
harta wakaf yang tidak produktif seperti yang terjadi pada masa lalu tidak terulang
lagi.107
2) Persyaratan Naz}ir Wakaf Uang.
Naz}ir wakaf uang tidak bisa disamakan dengan naz}ir wakaf tanah.
Tanggung jawab naz}ir wakaf uang jauh lebih besar dan berat. Sebab, yang
dikelola adalah kategori jenis harta bergerak. Jika tidak berhati-hati dan
sembarangan, kemungkinan besar uang wakaf jadi lenyap. Karena itu, BWI harus
ekstra hati-hati dalam memilih naz}ir wakaf uang. Dalam draf aturan tersebut,
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang naz}ir wakaf adalah;
a) Telah memiliki sertifikat naz}ir wakaf uang yang diterbitkan BWI.108
b) Naz}ir wakaf uang hanya boleh berbentuk organisasi atau badan hukum.
c) Harus mengerti administrasi keuangan atau harus mengerti pengelolaan
keuangan.
107Dir. Pemberdayaan Wakaf, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Kemendepag RI, 2008), 51-52. 108“Rencana Sertifikasi Naz}ir Wakaf Uang,” dalam http:// www.bwi.or.id/berita (25 Maret 2010).
d) Harus mengetahui pula manajemen pengelolaan wakaf yang telah
dikemukakan para mujtahid.
e) Memahami hukum wakaf dan peraturan perundang-undangan yang terkait
masalah perwakafan. Seorang naz}ir sudah seharusnya memahami dengan baik
hukum wakaf yang ada dalam Shari’ah Islam dan dalam perundang-undangan
positif di Indonesia.
f) Memahami ilmu pengetahuan mengenai ekonomi shari’ah dan instrumen
keuangan shari’ah.
g) Memahami praktik perwakafan khususnya praktik wakaf uang di berbagai
negara. Dengan demikian yang bersangkutan mampu melakukan inovasi
dalam mengembangkan wakaf uang.
h) Mengelola keuangan secara profesional dan sesuai dengan prinsip-prinsip
shari’ah, seperti melakukan investasi dana wakaf. Investasi ini dapat berupa
investasi jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.109
Naz}ir juga harus memperhatikan beberapa poin yang dijelaskan di bawah :
a) Transparansi. Naz}ir harus mengelola dana wakaf tunai secara transparan dan
teratur dengan membuat laporan keuangan dan kinerja, yang dapat diakses
oleh wa >qif .
b) Produktivitas. Naz}ir harus mampu untuk mengelola dana secara produktif,
sehingga orang yang kurang beruntung bisa mendapatkan keuntungan dari
dana wakaf tunai secara terus-menerus .
c) Terpercaya. Integritas naz}ir yang sangat penting. Dan semua kegiatan usaha
yang diusulkan harus dinilai dari segi hukum Islam.110
109Majelis Wakaf dan ZIS, Panduan Wakaf , 28-29.
Pada saat ini, ada delapan Koperasi dan dua pesantren yang telah disahkan
oleh BWI menjadi naz}ir wakaf uang yang sah dan legal sesuai undang-undang.
Sepuluh naz}ir wakaf uang itu adalah;
a) Yayasan Pendidikan Islam Darunna’im, Cirende, Banten.
b) Yayasan Islam Qudwatul Ummah, Lebak, Banten.
c) KJKS BMT An Najah, Jl. S. Parman 206 Kauman Wiradesa Pekalongan.
d) KJKS Bina Umat Mandiri, Jl. Perintis Kemerdekaan No. 61 Tegal.
e) KJKS Surya Abadi, Jl. Tanung Harapan No. 06 Lampung Tengah.
f) KJKS BMT Hudatama, Jl. Tumpang Raya No. 32 Semarang.
g) KJKS BMT Beringharjo, Jl. Pabringan Komp. Masjid Muttaqien Yogyakarta.
h) KJKS BMT Mitra Usaha Mulia, Pasar Tempel Sleman Yogyakarta.
i) Koperasi BMT Bina Ummah, Jl. JAE Sumantoro 24 Godean Sleman
Yogyakarta.
j) KJKS BMT Al Ikhlas, Jl. Prof Dr. Herman Yohanes No.103 E Yogyakarta. 111
Dengan pengesahan itu, sepuluh lembaga itu kini bisa secara legal menarik
dana wakaf uang dari masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan shari’ah
penerima wakaf uang (LKS-PWU). Dana itu nantinya harus dikelola secara
profesional oleh para naz}ir tersebut, lalu keuntungannya didistribusikan untuk
kemaslahatan umat. Perlu diketahui bahwa menurut aturan perundang-undangan
yang berlaku, wakaf uang sejatinya hanya boleh disetorkan melalui LKS-PWU
dan dikelola oleh naz}ir wakaf uang yang sudah disahkan oleh BWI melalui
110Dian Masyita, “A Dynamic Model for Cash Waqf Management as One of The Alternative Instruments for The Poverty Alleviation in Indonesia”dalam Working Papers in Business, Management and Finance (Bandung: Padjadjaran University, 2007) 111 Rapat Pleno BWI pada Selasa, 27 Agustus 2013.
produk-produk perbankan shari’ah. Ini tidak lain untuk menjaga keutuhan uang
yang diwakafkan. 112
e. Hak dan Kewajiban Naz}ir Wakaf Tanah
Di dalam Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan Menteri Agama disebutkan
beberapa pasal dan ayat mengenai hak dan kewajiban naz}ir. Adapun Kewajiban naz}ir
Wakaf Tanah antara lain:
1) Mengurus dan mengawasi harta wakaf, yaitu:
a) Menyimpan lembar kedua salinan akta ikrar.
b) Memelihara tanah wakaf.
c) Memanfaatkan tanah wakaf.
d) Memelihara dan berusaha meningkatkan hasil.
e) Menyelenggarakan pembukuan wakaf, yaitu: buku tentang keadaan tanah
wakaf, buku tentang pengelolaan dan hasil dan buku tentang penggunaan
hasil. 113
2) Memberikan laporan kepada KUA Kecamatan, yaitu:
a) Hasil pencatatan wakaf tanah milik oleh pejabat agraria
b) Perubahan status tanah dan perubahan penggunaannya.
c) Pelaksanaan kewajiban naz}ir Pasal 20 ayat 1 Peraturan Pemerintah setiap
tahun sekali pada akhir bulan Desember.
3) Melaporkan anggota naz}ir yang berhenti dari jabatan
112BWI sahkan 8 Koperasi dan 2 Pesantren menjadi Naz}ir Wakaf Uang, dalam http:// www.bwi.or.id/berita (23 September 2013).
113Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf, Pasal 10 Ayat 1 Peraturan Menteri Agama tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
4) Mengusulkan anggota pengganti kepada Kepala KUA Kecamatan tempat tanah
wakaf berada, untuk disahkan keanggotaannya.
Semua ini dilakukan untuk memudahan koordinasi dan pengawasan dan oleh
sebab itu naz}ir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang wajar atas usaha
dan jerih payahnya (Pasal 8 PP) untuk menghindari penyalahgunaan tujuan wakaf.
f. Tugas Naz}ir Wakaf Uang
Adapun tugas Naz }ir Wakaf Uang adalah untuk mengelola dan
mengembangkan wakaf sesuai dengan peruntukannya, yaitu yang berkenaan dengan
melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya; mengawasi dan
melindungi harta benda wakaf; melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf
Indonesia.
G. Pengelolaan Wakaf Produktif di Indonesia
1. Macam Benda Wakaf Produktif
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, yang mengatur permasalahan
perwakafan di Indonesia yang meliputi perwakafan semua benda baik benda bergerak
maupun benda tidak bergerak. Hal ini tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang
Wakaf yang menyebutkan bahwa harta benda wakaf terdiri: a) benda tidak bergerak; dan
b) benda bergerak.
a. Benda tidak bergerak. Jenis harta benda tidak bergerak yang dapat diwakafkan
adalah meliputi harta benda sebagai berikut;
1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah yang sesuai ketentuan
di atas.
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan shari’ah dan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
b. Benda bergerak.
Jenis harta benda bergerak yang dapat diwakafkan adalah harta benda yang
tidak habis karena dikonsumsi, yang meliputi;
1) Uang.
2) Logam mulia.
3) Surat berharga.
4) Kendaraan.
5) Hak atas kekayaan intelektual.
6) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan shari’ah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.114
2. Pengelolaan Wakaf secara Produktif menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004
Adapun pengelolaan harta benda wakaf secara produktif dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya:
a. Investasi.
b. Penanaman Modal.
c. Produksi.
d. Kemitraan.
e. Perdagangan.
j. Teknologi Pembangunan Gedung.
k. Apartemen.
l. Rumah Susun.
m. Pasar Swalayan.
n. Pertokoan.
114Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
f. Agrobisnis.
g. Pertambangan.
h. Perindustrian.
i. Pengembangan.
o. Perkantoran.
p. Sarana Pendidikan dan atau usaha-usaha
yang tidak bertentangan dengan Shari’ah
Islam.
3. Jenis Wakaf Produktif dan Pengelolaannya
a. Wakaf Tanah
1) Langkah- Langkah dalam Pengelolaan Tanah Wakaf secara Produktif
Sebelum melakukan pengelolaan secara produktif, Tanah Wakaf yang
belum disertifikasi harus disertifikasikan terlebih dahulu, karena Tanah Wakaf
yang belum disertifikasi menyimpan potensi konflik di masa mendatang. Ini
dimaksudkan, agar dikemudian hari tidak terjadi sengketa antara ahli waris dan
pengelola yang memperebutkan hak kepemilikan tanah wakaf. 115 Selanjutnya
untuk menjadikan harta wakaf, khususnya tanah wakaf menjadi produktif maka
ada beberapa langkah yang harus dilakukan.
a) Naz}ir wakaf harus memiliki data yang lengkap tentang potensi tanah wakaf
yang dikelolanya. Hal ini penting karena dalam rangka memproduktifkan
tanah wakaf penting diperhatikan lokasi tanah wakaf itu sendiri. Perlakuan dan
keputusan bisnis yang akan diambil tentu berbeda antara tanah pedesaan,
tanah perkotaan dengan tanah tepi pantai. Dengan kata lain, lokasi tanah akan
menentukan jenis usaha yang akan dikembangkan. Sekedar untuk memberikan
115Tanah Wakaf harus segera disertifikatkan, dalam http:// www.bwi.or.id/berita (27 November 2009).
gambaran kepada kita jenis usaha yang sangat bergantung pada lokasi tanah
dan jenis usaha yang tepat terhadap tanah yang diwakafkan, seperti penjelasan
berikut ini:
(1) Posisi Tanah Wakaf
Tujuan adanya kategorisasi tanah dari segi letaknya dimaksudkan
agar tanah wakaf dapat dimanfaatkan dan didayagunakan secara
maksimum dengan menggunakan pendekatan ekonomi produksi. Naz}ir
sebagai pengelolah wakaf harus berfikir cerdas untuk meningkatkan
produk yang berupa barang dan jasa sehingga manfaat yang didapat
bertambah atau meningkat. Secara Umum Tanah Wakaf dikategorikan
menjadi tiga, yaitu; Tanah Pedesaan, Tanah Perkotaan, Tanah tepi/ pinggir
pantai.
(a) Tanah Pedesaan. Berdasarkan segi lokasinya tanah wakaf di pedesaan
di bedakan menjadi 5 macam yaitu : Tanah persawahan, Tanah
perkebunan, Tanah ladang, Tanah rawa, Tanah perbukitan.116 Jenis
usaha yang cocok untuk masing-masing tanah menurut lokasinya
adalah sbb:
Tabel 2.2 : Lokasi Tanah Pedesaan
No
Jenis Lokasi Tanah
Jenis Usaha
1 Tanah persawahan Pertanian, Tambak Ikan 2 Tanah perkebunan Perkebunan, Home Industri, Tempat Wisata, Perkebunan 3 Tanah ladang Palawija, Real estate, Pertamanan, Home Industri 4 Tanah rawa Perikanan, Tanaman sayuran 5 Tanah perbukitan Tempat wisata, Perkebunan, Bangunan, Home Industri,
Penyulingan air mineral
116 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, 76.
(b) Tanah Perkotaan. Berdasarkan lokasinya, tanah wakaf di perkotaan
juga dibedakan menjadi lima macam adalah sbb:
Tabel 2.3 : Lokasi Tanah Perkotaan
No Jenis Lokasi Tanah Jenis Usaha 1 Tanah pinggir jalan raya/
dekat dengan jalan protocol. Perkantoran, Pusat pembelanjaan, Apartemen, Hotel/ penginapan, Gedung pertemuan. 2 Tanah pinggir jalan raya/
dekat dengan jalan utama. Perkantoran, Pertokoan, Pusat Pembelanjaan, Rumah Sakit, Rumah Makan, Sarana Pendidikan, Hotel/ penginapan, Apartemen, Gedung pertemuan, POM Bensin, Apotek, Wartel/ Warnet, Bengkel mobil.
3 Tanah pinggir jalan raya/ dekat dengan jalan tol.
POM bensin, Bengkel, Rumah makan, Outlet, Warung, Wartel.
4 Tanah dekat/ dalam perumahan.
Sarana Pendidikan, Klinik, Apotek, Warung, Catering, BMT. 5 Tanah dekat pusat keramaian. Pertokoan, Rumah makan, Bengkel, BPRS/ BMT, Warung, Wartel/ Warnet, Klinik, Jasa Penitipan.117
(c) Tanah di pinggir Pantai. Berdasarkan lokasinya, tanah wakaf di pinggir
pantai dibedakan menjadi dua:
Tabel 2.4 : Lokasi Tanah Pinggir Pantai
No Jenis Lokasi Tanah Jenis Usaha 1 Pinggir Laut Tambak Ikan, Obyek Wisata, Home Industri kerajinan 2 Rawa Bakau Perkebunan118
(2) Fungsi Ekonomis & Bisnis Tanah Wakaf.
117Ibid., 77-79. 118Ibid., 80.
Luas tanah pertanian sebagai ukuran produktivitas yang layak dan
memakmurkan masih bersifat sementara karena bergantung kepada jenis
dan bidang pertanian yang dikembangkan.
(a) Untuk budidaya padi dalam satu manajemen adalah 200 ha.
(b) Untuk budidaya kedelai diperlukan lahan minimum 200 ha.
(c) Untuk usaha dibidang Holtikultura (tanaman hias dan sayuran)
diperlukan lahan minimum 20 ha dalam satu manajemen.
(d) Untuk usaha di bidang buah-buahan diperlukan lahan minimum 200 ha
dalam satu manajemen.
Di samping pertanian, tanah wakaf juga dapat digunakan untuk
penanaman pohon yang layak ditebang sampai umur tertentu, an:
(a) Pohon albasiah dapat ditebang setelah berumur 5 tahun.
(b) Pohon Jati dapat ditebang setelah berumur 20 tahun dan atau 30 tahun.
Dalam konteks kekinian tanah wakaf dapat didayagunakan dalam berbagai
bentuk, antara lain;
(a) Dijadikan lahan parkir atau garasi.
(b) Dijadikan tempat usaha seperti café atau toko kelontong.
(c) Dijadikan gudang yang disewakan kepada pihak lain.
(d) Dijadikan Tempat Wisata Islami yang dilengkapi dengan berbagai
fasilitas seperti tempat olah raga, penginapan, outbond, dsb.
Tanah wakaf juga dapat digunakan untuk usaha peternakan. Hanya
saja usaha peternakan harus diperhatikan aspek lingkungan secara hati-
hati. Jenis peternakan yang bisa dilakukan antara lain ;
(a) Peternakan Ikan (Mujaer, Emas atau Lele Jumbo).
(b) Peternakan Unggas (Ayam, burung atau bebek).
(c) Peternakan Mamalia (Sapi, Kambing dan Domba).
(d) Beternak Kambing yang bernilai bisnis minimal 50 ekor.
(e) Beternak Sapi yang bernilai bisnis minimal 20 ekor.
Luas lahan yang diperlukan untuk memelihara ternak terdiri dari
lahan untuk kandang, tempat pemandian dan tempat penanaman rumput
untuk pakan. Naz}ir juga perlu memperhatikan keadaan alam dan
lingkungan karena peternakan memerlukan air terutama beternak ikan.
Peternakan Ayam, bebek, sapi, kerbau dan kambing menimbulkan bau
yang kurang sedap sehingga harus jauh dari lingkungan pemukiman
penduduk. Naz}ir yang akan bergerak dibidang peternakan harus memiliki
ketrampilan dengan pengetahuan khusus mengenai pembenihan, kwalitas
kolam atau kandang yang diperlukan untuk memaksimumkan
pemeliharaan, pemberian pakan secara teratur, pengobatan ke dokter
hewan jika hewan ternak berpenyakit, jagal, pasar dll.119
b) Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan perencanaan bisnisnya dalam
bentuk proposal bisnis. Di dalam proposal itulah naz}ir menjelaskan analisis
bisnisnya, yang memuat prospek bisnis, peluang dan tantangan yang ada dan
cara mengatasinya. Di dalam proposal itu juga dijelaskan cashflow uang
masuk dan keluar serta keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh. Tidak
kalah pentingnya di dalamnya juga harus dijelaskan pemanfaatan keuntungan
tersebut. misalnya, untuk bea siswa, modal usaha dan kebajikan-kebajikan
lainnya. Dengan kata lain, di dalam proposal bisnis harus dapat “dipastikan” 119Ibid., 80-83.
bahwa bisnis yang akan dijalankan benar-benar menguntungkan dan
bermanfaat bagi umat.
c) Langkah selanjutnya menyiapkan modal. Dalam berbagai kesempatan
sosialisasi wakaf produktif, masalah yang sering dipertanyakan peserta adalah
yang berkaitan dengan modal. Modal ini pulalah yang kerap dijadikan alasan
mengapa tanah wakaf sulit untuk diproduktifkan. Sesungguhnya modal
pengembangan wakaf produktif dapat dilakukan dengan beberapa cara:
(1) Mencari investor yang bersedia membiayai proyek usaha yang ingin
dijalankan. Skim yang dipilih dapat saja dalam bentuk mud}a >rabah (s}ah }ib
al-ma >l dengan mud}arib) ataupun skim musyarakah (kerjasama para pihak).
(2) Melakukan komunikasi dan interaksi bisnis dengan lembaga perbankan
shari’ah. Skim yang dipakai dapat saja musharakah ataupun mud }a>rabah.
(3) Modal juga dapat diperoleh melalui wakaf uang.
d) Pelaksanaan wakaf produktif itu sendiri. Sebaik apapun gagasan tentang
pengembangan harta wakaf, jika tidak diikuti dengan keinginan kuat untuk
mewujudkannya, semuanya menjadi sia-sia. Maka untuk memproduktifkan
harta wakaf harus menjadi kesadaran batin setiap naz}ir.
2) Pengelolaan Tanah Wakaf oleh BWI
a) Pengelolaan Tanah Wakaf untuk Lahan Pertanian
Lahan sawah adalah media utama untuk menanam padi. Akibat
banyaknya lahan pertanian yang banyak dikonversi mengakibatkan produksi
pangan nasional tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Di tengah krisisnya lahan
pertanian, Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang kewalahan mengelola wakaf
tanah saluran dari masyarakat yang perlu dikelola supaya menghasilkan
multiplier efek dengan jangkauan yang lebih luas.
Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang mengurus, mengelola
dan mengawasi perwakafan nasional bekerjasama dengan Kementerian
Agama dalam administrasi wakaf di Indonesia. Kementerian Agama
menyebutkan bahwa tahun 2012 asset wakaf nasional mencapai 3,49 miliar m²
pada 420.003 titik yang tersebar di seluruh nusantara, yang mayoritas berada
di daerah Gorontalo, Jambi dan Sulawesi Selatan. Krisis lahan pertanian yang
jika tidak dijaga maka Indonesia akan mengalami krisis pangan yang semakin
memburuk setiap tahunnya. Wakaf tanah Badan Wakaf Indonesia yang belum
dikelola dengan baik meminta untuk dimanfaatkan untuk lebih mengalirkan
amal jariyahnya. Salah satunya untuk lahan pertanian.
Dengan skema perserikatan shari’ah, lahan pertanian dapat dikelola
secara muzara’ah atau ijarah. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai pemilik
tanah bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk
membiayai benih, alat dan pengairan lahan yang akan dikelola. BWI
melakukan akad muzara’ah dengan pengelola dan menentukan bagi hasil di
awal perjanjian sesuai kesepakatan. Menyewa lahan untuk dikelola sebagai
lahan pertanian juga bisa menjadi alternative. BWI menyewakan tanah wakaf
untuk lahan pertanian dan pengelola hanya membayar upah sewa tanah
tersebut. Upah dapat diambil dari persentase hasil pertanian sehingga tidak
memberatkan pengelola. Di awal perjanjian, BWI dan pengelola menyepakati
nisbah bagi hasil. Tidak untuk disewakan selamanya, tapi memiliki jangka
waktu.120
b) Pengelolaan Tanah Wakaf untuk Perumahan Rakyat
120“Analisis dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi padi dan land rent (Kasus Perumahan Pakuan Regency, Bogor Barat, Kota Bogor),” diakses pada tanggal 6 November 2013 dari http:/ /repository. ipb.ac.id/ handle.
Problem ketersediaan rumah yang kurang ini dapat diatasi dengan
proyek pembangunan perumahan dan melalui sinergi kerjasama antara BWI
dengan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). "Saat ini masih cukup
banyak tanah wakaf yang belum dimanfaatkan atau diberdayakan secara
produktif. Karena itu, salah satu cara memanfaatkannya adalah dengan
pembangunan perumahan. Pemanfaatan model ini sangat memungkinkan, baik
sebagai bentuk pelayanan umum yang berarti tidak komersial, maupun sebagai
bentuk investasi (komersial) untuk dimanfaatkan hasilnya. Dari segi fiqh jelas,
yakni jika tanah ini masih tetap dipertahankan statusnya sebagai wakaf dan
para penghuninya hanya sebagai penyewa (seperti rusunawa), maka
hukumnya diperbolehkan." Sedangkan dari sisi Pasal 43 ayat 2, Undang-
Undang Nomor. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, menyebutkkan, “Pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara produktif.”Dengan demikian, kerjasama antara BWI dengan
Kemenpera untuk memanfaatkan tanah wakaf sebagai perumahan sangat
sesuai dengan fiqh, Undang-Undang dan kebutuhan umat akan perumahan.121
b. Wakaf Uang
1) Kemanfaatan Wakaf Uang
Uang, sebagai nilai harga sebuah komoditas, yang tidak lagi dipandang
semata- mata sebagai alat tukar, melainkan juga komoditas yang siap dijadikan
alat produksi. Dari segi kemanfaatannya menurut Antonio, 122 wakaf uang dewasa
ini mempunyai empat manfaat utama;
121“Terobosan Pemanfaatan Wakaf untuk Perumahan,” dalam http:// www.bwi.or.id/berita (03 Agustus 2010). 122Muhammad Syafii Antonio, “Kata Pengantar” dalam Al-Kabisi, Hukum Wakaf, xiv.
a) Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana
terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu
menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b) Melalui wakaf uang, asset-asset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa
mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan
pertanian.
c) Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang cash flow-nya terkadang kembang-kempis dalam menggaji civitas
akademika yang ala kadarnya yang pada gilirannya, Insya Allah umat Islam
dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus
terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin
lama semakin terbatas.
2) Pengumpulan (Fundraising) Wakaf Uang
Gerakan Pengumpulan Wakaf Uang dinamakan juga fundraising.
Fundraising adalah suatu kegiatan penggalangan dana dari individu, organisasi,
maupun badan hukum. Fundraising juga merupakan proses mempengaruhi
masyarakat atau calon wa >qif agar mau melakukan amal kebajikan dalam bentuk
penyerahan hartanya untuk diwakafkan. Ini adalah penting, sebab sumber harta
wakaf adalah berasal dari donasi masyarakat. Agar target bisa terpenuhi dan
proyek wakaf produktif bisa terwujud, maka diperlukan langkah-langkah strategis
dalam menghimpun aset, yang selanjutnya akan dikelola dan dikembangkan.
Dalam fundraising, selalu ada proses “mempengaruhi”. Proses ini
meliputi kegiatan: memberitahukan, mengingatkan, mendorong, membujuk,
merayu atau mengiming-iming, termasuk juga melakukan penguatan (stressing),
jika hal tersebut memungkinkan atau diperbolehkan. Fundraising sangat
berhubungan dengan kemampuan perseorangan, organisasi, badan hukum untuk
mengajak dan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kesadaran,
kepedulian dan motivasi untuk melakukan wakaf .
Pengumpulan wakaf uang di Indonesia telah dimulai sejak pencanangan
wakaf uang dengan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang telah
dideklarasikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara pada
tanggal 8 Januari 2010. Badan wakaf Indonesia berupaya terus mengkampanyekan
penghimpunan wakaf uang yang berskala nasional dan internasional. Sementara
wakaf uang ditingkat lokal dan nasional diserahkan kepada lembaga wakaf yang
dikelola oleh masyarakat yang sudah lama bergerak dan aktif mengelola wakaf.
3) Sertifikat Wakaf Uang
Sertifikat wakaf tunai adalah salah satu instrument yang sangat potensial
dan menjanjikan, yang dapat dipakai untuk menghimpun dana umat dalam jumlah
besar. Sertifikat wakaf tunai merupakan semacam dana abadi yang diberikan oleh
individu maupun lembaga muslim yang mana keuntungan dari dana tersebut akan
digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Menurut Abdul Mannan, tujuan
sertifikat wakaf tunai ;
a) Untuk melengkapi bank dan lembaga pengelola wakaf lainnya dengan
sertifikat wakaf tunai.
b) Untuk membantu mengumpulkan tabungan sosial melalui cash wakaf
sertifikat (sertifikasi wakaf tunai bisa dilakukan atas nama anggota keluarga
dalam rangka untuk memperkuat integrasi familiy di kalangan keluarga kaya).
c) Untuk membantu mengubah tabungan sosial yang dikumpulkan untuk sebagai
modal sosial serta untuk membantu mengembangkan pasar modal sosial,
d) Untuk meningkatkan investasi sosial.
e) Untuk mendorong kesadaran masyarakat kaya akan tanggung jawab mereka
dalam pembangunan sosial di lingkungan mereka.
f) Untuk merangsang integrasi antara jaminan sosial dan kesejahteraan sosial. 123
4) Alur Wakaf Uang
a. Wa >qif datang ke 12 LKS-PWU Lembaga Keuangan Shari’ah (LKS) Penerima Wakaf Uang (PWU) berikut ini: 1. Bank Shari’ah Mandiri. No. Rek. 0090012345 2. BNI Shari’ah. No. Rek. 333000003 3. Bank Muamalat. No. Rek. 3012345615 4. Bank DKI Shari’ah. No. Rek. 7017003939 5. Bank Mega Shari’ah Indonesia. No. Rek. 10.00011.111 6. Bank BTN Shari’ah No. Rek. 701.100.2010 7. Bank Bukopin Shari’ah. No. Rek. 8800 888 108 8. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jogja Shari’ah 9. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat Shari’ah 10.Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng Shari’ah 11.Bank Pembangunan Daerah (BPD) Riau Shari’ah 12.Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jatim Shari’ah Catatan: Wakaf uang dapat ditransfer melalui ATM ke No. rekening LKS-PWU. Setelah itu, konfirmasi ke LKS-PWU yang bersangkutan. Atau, hubungi BWI Call Service di (021) 87799232, (021) 87799311.124
b. Mengisi akta Ikrar Wakaf (AIW) dan melampirkan fotokopi kartu identitas diri yang berlaku c. Wa >qif menyetor nominal wakaf dan secara otomatis dana masuk ke rekening BWI / Naz}ir
yang ditunjuk wa >qif d. Wa >qif Mengucapkan Shighah wakaf dan menandatangani AIW bersama dengan:
1) 2 orang saksi 2) 1 pejabat bank sebagai Pejabat Pembuat AIW (PPAIW)
e. LKS-PWU mencetak Sertifikat Wakaf Uang (SWU) f. LKS-PWU memberikan AIW dan SWU ke wa>qif .125
5) Pengelolaan Wakaf Uang secara Produktif
123Dian Masyita, “A Dynamic Model for Cash Waqf Management as One of The Alternative Instruments for The Poverty Alleviation in Indonesia” ,…… 124“Mau Berwakaf Uang? Di Sini Tempatnya,” dalam http:// www.bwi.or.id/berita (08 Mei 2013). 125“Cara Mudah Wakaf Uang”, dalam http:// www.bwi.or.id/berita, (25 Januari 2008).
Produk LKS Wa >qif LKS PWU
Sertifikat Wakaf Uang
Naz}ir Investasi
Sektor Riil
Keuntungan Keuntungan dari dana wakaf yang dikelola dapat dialokasikan untuk : 1 . Rehabilitasi Keluarga Miskin. 2 . Pendidikan dan Pengembangan Budaya 3 . Kesehatan dan Sanitasi 4 . Pelayanan sosial 5 . Fasilitas bangunan keagamaan 6 . Memperbaiki fasilitas sosial .
Gambar 2.1 : Alur Wakaf Uang
Naz}ir wakaf uang bertugas menginvestasikan wakaf uang, bisa diinvestasikan
secara langsung dengan menyalurkan pada usaha di sektor Riil atau
diinvestasikan secara tidak langsung yaitu diinvestasikan pada Produk Lembaga
Keuangan Shari’ah.
a) Apabila diinvestasikan secara langsung dengan menyalurkan pada aktivitas
Usaha disektor Riil, maka ada beberapa model Investasi yang dapat
diterapkan, antara lain yaitu:
(1) Investasi Mud}a >rabah. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh
pengelola wakaf dengan sistem ini adalah membangkitkan sektor usaha
kecil dan menengah dengan memberikan modal usaha kepada petani,
pedagang kecil dan menengah (UKM). Dalam hal ini pengelola wakaf
uang (naz }ir) berperan sebagai s}ahibul ma >l yang menyediakan modal 100%
dari usaha/proyek dengan sistem bagi hasil. Pengusaha adalah sebagai
mudharib yang memutarkan dana wakaf tersebut. Hasil keuntungan yang
diperoleh dibagi bersama antara Naz}ir dengan pengusaha.
Naz}ir Investasi
Investasi scr Langsung
Sektor Riil
KEUNTUNGAN
Mauqu>f ‘alaih
Investasi scr Tidak Langsung
Produk LKS
1. Investasi Mud }a >rabah 2. Investasi Musyârakah 3. Investasi Murâbah }ah. 4. Investasi Muzara’ah 5. Investasi Ijârah 6. Istibdal 7. Model Istishna
1. Deposito Mud }a >rabah 2. Obligasi Shari’ah
a. Obligasi Ijârah b. Obligasi Mud }a >rabah
3. Pasar Modal Shari’ah
Gambar 2.2 : Model Pengelolaan Wakaf Uang secara Produktif
(2) Investasi Mushârakah. Investasi ini hampir sama dengan investasi
mud}a >rabah. Hanya saja pada investasi Mushârakah risiko yang
ditanggung oleh pengelola wakaf lebih sedikit karena modal ditanggung
bersama oleh pemilik modal. Investasi ini memberi peluang bagi pengelola
wakaf untuk menyertakan modalnya pada sektor usaha kecil dan
menengah yang dianggap memiliki kelayakan usaha, namun kekurangan
modal untuk mengembangkan usahanya.
(3) Investasi Murâbah }ah. Dalam investasi Murâbah}ah, pengelola wakaf
berperan sebagai pengusaha (entrepreneur) yang membeli peralatan dan
material yang diperlukan melalui suatu kontrak Murâbah}ah. Pengelola
wakaf dalam investasi ini dapat mengambil keuntungan dari selisih harga
pembelian dan penjualan. Dari investasi ini, pengelola wakaf dapat
membantu pengusaha-pengusaha kecil yang membutuhkan alat-alat
produksi.
(4) Investasi Muzara’ah (Kerja Sama Lahan Pertanian). Investasi harta wakaf
dalam bentuk pertanian, ini dapat dilakukan dengan cara menanami tanah
wakaf untuk pertanian atau pekebunan, baik dengan cara menyewakan
(ijârah), maupun dengan cara kerja sama bagi hasil, seperti muzara’ah dan
musaqah ataupun naz}ir sendiri yang mengelola tanah tersebut. Bentuk
kegiatan ini jelas akan memberi dampak posistif bagi pemberdayaan
ekonomi masyarakat.
(5) Investasi Ijârah (Sewa-menyewa). Investasi ijarah dapat dilakukan dengan
mendayagunakan tanah wakaf yang ada dengan menginvestasikan wakaf
uang ke bentuk wakaf property seperti membangun real estate dan pusat-
pusat bisnis, kemudian menyewakannya kepada masyarakat. Menyewakan
harta wakaf dapat mendatangkan keuntungan pasti (fix of return) hingga
dapat menutup modal pokok. Kemudian hasil selanjutnya dapat disalurkan
kepada mustah }iq.
(6) Istibdal yakni mengganti uang tersebut dengan benda tidak bergerak yang
memungkinkan manfaat dari benda tersebut kekal. Istibdal dapat
dilakukan dalam bentuk pembelian benda-benda yang dimanfaatkan dalam
jangka waktu lama atau diinvestasikan dalam kegiatan bisnis sehingga
nilai harta wakaf tetap terjaga. Misalnya, jika harta wakaf itu berupa
rumah, naz}ir dapat mengubahnya menjadi apartemen atau pun pertokoan
atau dalam bentuk lain untuk disewakan walaupun wa >qif tidak
memberikan syarat apa pun. Hal ini dilakukan karena terdapat
kemaslahatan yang lebih utama dan manfaat yang lebih besar yang akan
dirasakan oleh mustah }iq.
(7) Model Istishna’. Naz}ir wakaf mengelola wakaf tanah yang layak untuk
menjadi bangunan. Ia boleh menawarkan pada kontraktor untuk
membangun kantor dan menjualnya kembali kepada pihak manajemen
wakaf dengan sistem angsuran. Kontraktor mendapat pembayaran dari
pendapatan sewa. Ini merupakan formula istishna’ yaitu akad pesanan
bangunan dengan pembayaran tunda. Model ini memungkinkan pengelola
wakaf untuk memesan pengembangan harta wakaf yang diperlukan kepada
lembaga pembiayaan atau bank shari’ah dengan akad istishna’. Bank
kemudian, membuat kontrak dengan kontraktor untuk memenuhi pesanan
naz}ir atas nama bank. Model pembiayaan istishna’ menimbulkan hutang
bagi naz}ir namun dapat dilunasi dari hasil pengembangan harta wakaf.
b) Dana wakaf yang terkumpul dapat diinvestasikan secara tidak langsung pada
portofolio Lembaga Keuangan Shari’ah. Misalnya diinvestasikan pada Produk
Lembaga Keuangan Shari’ah, misalnya di Bank Muamalah, Bank Mandiri
Shari’ah, Bank Rakyat Indonesia Shari’ah atau Bank Shari’ah lainnya.
Investasi dana wakaf tunai di Produk LKS dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk investasi, antara lain sbb:
(1) Deposito Mud}a >rabah. Deposito mud }a>rabah merupakan salah satu produk
yang dapat dijadikan sebagai wadah untuk investasi dana wakaf uang di
perbankan shari’ah.
(2) Obligasi Shari’ah atau Sukuk. Obligasi Shari’ah dapat dijadikan sebagai
wadah untuk menginvestasikan dana wakaf uang. Portofolio ini terdiri dari
obligasi ijârah dan obligasi mud }a>rabah .
(a) Obligasi Ijârah (Ijârah Bonds). Ijârah bonds merupakan surat berharga
yang menunjukkan bagian yang sama dalam penyewaan bangunan.
Obligasi ini dikeluarkan oleh manajemen wakaf untuk menanggung
biaya bangunan yang berada di atas tanah wakaf. Naz}ir menawarkan
obligasi ijârah kepada masyarakat dan menjualnya pada harga yang
sama dengan biaya bangunan. Kontrak ini memberikan hak perwakilan
dari pemegang obligasi kepada naz}ir wakaf untuk melaksanakan
pembangunan dan menyewakan bangunan dengan harga sewa yang
telah disepakati jumlah serta waktu pembayarannya. Pemegang
obligasi juga menjadi wakil naz}ir dalam menyerahkan bangunan
kepada manajemen wakaf dengan pembayaran yang telah disepakati
sejak bangunan itu selesai dan dapat dipergunakan. Cicilan
pembayaran dapat dimulai pada kuartal pertama sekalipun bangunan
belum selesai. Cicilan yang dibayarkan menjadi uang muka untuk
pembayaran periode berikutnya. Inilah yang membedakan antara
obligasi ijârah dengan saham bagi hasil (mud}a >rabah dan mushârakah).
Obligasi dapat dikeluarkan untuk waktu tertentu dan berakhir dengan
membeli pokok dengan harga pasar oleh naz}ir, juga bisa berakhir
dengan mungubahnya menjadi wakaf setelah dua puluh tahun masa
sewa. Besarnya dana pokok wakaf uang yang diinvestasikan ke sektor
obligasi shari’ah dapat ditarik kembali oleh naz}ir apabila tidak
menguntungkan. Selain itu apabila return (pendapatan) investasi ini
lebih kecil dari pada return minimum yang dipersyaratkan maka
obligasi akan ditarik untuk diinvestasikan ke portofolio lainnya.
(b) Obligasi Mud}a >rabah. Obligasi mud }a>rabah adalah kontrak kerjasama
yang didasarkan pada akad bagi hasil, sama seperti investasi deposito
di bank shari’ah, namun naz}ir yang menerima uang dalam
kapasitasnya sebagai mudharib mengeluarkan obligasi yang nilainya
sama dengan nilai uang yang diterima. Pengelola wakaf bertugas
mempelajari sisi ekonomis proyek yang direncanakan
pembangunannya. Karena tidak adanya pendanaan wakaf untuk
membangun proyek, manajer wakaf dapat menerbitkan beberapa sukuk
yang total nilainya sama dengan biaya proyek. Para pemegang sukuk
yang mendanai pembangunan harus membagi pendapatan sewa dengan
rasio tertentu. Kemudian mendapatkan keuntungan proyek wakaf
sesuai dengan kesepakatan dan menanggung kerugian sesuai dengan
saham yang ada pada modal proyek. Bagian profit yang dimiliki
manajemen wakaf diperuntukkan untuk membeli sukuk kembali dari
para pemegangnya sedikit demi sedikit. Naz}ir mempergunakan harta
untuk tujuan investasi terbatas pada apa yang disepakati dengan
pemilik modal. Misalnya untuk membangun rumah sakit kemudian
dibisniskan. Pada setiap periode naz}ir membagi keuntungan dan
kerugian sesuai dengan perjanjian. Kemudian, setelah mud }a>rabah
berakhir, modal dikembalikan kepada pemegang obligasi.
(3) Pasar Modal Shari’ah. Instrumen pasar modal shari’ah dapat dijadikan
sebagai wadah untuk menginvestasikan dana wakaf uang, diantaranya
pada saham mud}a >rabah, saham mushârakah dan saham hukr. Harta wakaf
dapat diinvestasikan melalui penanaman pada sektor perbankan dan sektor
keuangan dalam bentuk saham dan sukuk mud}a >rabah. Berapa besar dana
yang disalurkan ke deposito shari’ah, obligasi shari’ah, pasar modal
shari’ah dan reksadana shari’ah sangat tergantung kepada tingkat
penghasilan (return) periode sebelumnya serta tingkat risiko dari investasi
tersebut. Keuntungan dari investasi tersebut digunakan untuk mendanai
kebutuhan masyarakat miskin yang kurang mampu.126
c. Wakaf Saham
Termasuk juga bagian yang disebut dalam wakaf produktif adalah wakaf
saham. Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus
hasil-hasil yang dapat didedikasikan untuk kepentingan umat kebanyakan. Bahkan,
dengan modal yang besar, saham malah justru akan memberi konstribusi yang cukup
besar di banding jenis komoditas perdagangan yang lain. Dalam sebuah perusahaan,
seorang penguasa dapat mengkhususkan peruntukan sebagian sahamnya sebagai harta
126M. Cholil Nafis, “Peluang Kemitraan Investasi Wakaf Produktif”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (03 Desember 2010).
wakaf yang hasilnya (deviden) digunakan untuk kemaslahatan umat. Wakaf saham
boleh juga diambil dari keuntungan seluruh saham yang dimiliki pemiliknya. Semua
itu tergantung pada keinginan dan kehendak pemilik saham. Sebab, yang penting
bukanlah nominal besar kecilnya hasil saham, melainkan lebih pada komitmen
keberpihakan para wa >qif terhadap kesejahteraan umat Islam. Pangsa pasar yang
dibidik oleh wakaf saham hanya terbatas para pemegang saham yang kebanyakan
kelas menengah ke atas. Demikian ini sangat tepat, mengingat kebanyakan umat
Islam, terutama mereka yang secara ekonomi telah mapan, bingung untuk
mendayagunakan hartanya di jalan Allah SWT. Dengan adanya wakaf saham, maka
sedikit banyak harta mereka dapat digunakan untuk kesejahteraan ekonomi umat yang
ada di bawah garis kemiskinan.
1) Pengelolaan Wakaf Saham secara Produktif
Pengelolaannya dengan cara disalurkan untuk investasi
saham, maksudnya adalah si wa >qif dapat ikut serta menyertakan modalnya pada
suatu perseroan terbatas (PT) untuk suatu usaha, kemudian dari hasil keuntungan
perusahaan tersebut dibagi dengan pemegang saham sesuai kesepakatan yang
dibuat dan sebagian lainnya dari keuntungan tersebut dijadikan sebagai dana
wakaf si wa >qif guna kepentingan kemaslahatan umat. Ada beberapa model
Investasi Saham yang dapat diterapkan, antara lain yaitu:127
a) Saham Mud }a >rabah. Saham mud }a>rabah adalah perjanjian kerja sama sekuritas
yang dikeluarkan oleh naz}ir untuk para investor. Naz}ir wakaf dapat
menawarkan saham untuk pembangunan proyek di tanah wakaf. Misalnya
membangun rumah sakit kemudian disewakan kepada dinas kesehatan atau
organisasi kedokteran. Pada sekuritas ini pemilik saham mempunyai hak dari
127Muhammad Iqbal, Dinar Solution (Jakarta: Gema Insani, 2008), 107.
pendapatan dan bagian dari produksi seluruh proyek secara bersamaan. Saham
ini dapat diputarkan setelah proyek investasi mulai beroperasi dan dapat dijual
lebih dari harga nominalnya di pasar modal shari’ah.
Saham mud }a>rabah untuk investasi wakaf dapat diterbitkan dengan ketentuan:
(1) Ada izin dari naz}ir wakaf terhadap pemegang saham untuk membangun
bangunan tertentu di tanah wakaf.
(2) Adanya pembagian keuntungan antara manajemen wakaf dengan
pemegang saham.
(3) Pembagian pendapatan proyek yang dilakukan setelah proyek selesai
dibangun dan mulai beroperasi.
(4) Naz}ir melakukan pembangunan sebagai wakil dari pemilik saham.
(5) Setelah bangunan selesai naz}ir akan menerima dan mengelola proyek.
(6) Naz}ir mendistribusikan pendapatan sesuai dengan kesepakatan.
Dalam kontrak ini, naz}ir wakaf harus mementingkan pemeliharaan dan
penjaminan dari asuransi yang ditanggung oleh naz}ir. Jangka waktu yang
dapat dipergunakan dalam saham mud}a >rabah adalah terbatas, tidak lebih dari
20 tahun setelah itu bangunan menjadi milik wakaf.
b) Saham Mushârakah. Mekanisme sekuritas ini hampir sama dengan saham
mud }a>rabah. Naz}ir wakaf dapat menawarkan saham kepada masyarakat untuk
pembangunan suatu proyek di tanah wakaf. Dalam kontrak ini pemilik saham
ikut dalam kepemilikan bangunan sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki.
Sedangkan naz}ir wakaf menjadi manajer bangunan dengan gaji yang layak.
Seperti halnya perseroan, keuntungan bersih proyek dibagikan kepada para
pemilik saham setelah seluruh biaya-biaya dikeluarkan. Untuk instrumen ini
juga diperlakukan hal yang sama, keuntungan yang dibagikan kepada pemilik
saham adalah pendapatan bersih. Kepemilikan bangunan bisa tetap berada di
tangan pemilik saham secara berlanjut, sehingga tidak terjadi pemindahan
kepemilikan kepada wakaf. Namun di sisi lain, manajemen wakaf juga bisa
memiliki bangunan secara bertahap dengan membeli saham dari pasar atau
dengan hibah, wakaf kepada perusahaan itu sendiri setelah para pemilik saham
mendapatkan bagi hasil dan pokok saham dikembalikan.
c) Saham Hukr. Saham hukr adalah saham berupa kerjasama dalam
pembangunan di atas tanah wakaf dengan akad sewa dalam jangka waktu yang
lama. Dalam karakternya, saham hukr berada antara obligasi ijârah dengan
saham Mushârakah. Di mana saham hukr merupakan saham penyewaan
benda, mendapat bagian yang sama dalam kepemilikan bangunan sejak
dilakukan akad sewa selama masa investasi. Saham hukr juga dikatakan sama
dengan saham Mushârakah karena bagi hasil tidak ditetapkan diawal tapi
tergantung pada pendapatan proyek, hal ini berbeda dengan pendapatan sewa.
Pemilik saham hukr terikat dengan manajemen wakaf yang telah melakukan
akad penyewaan tanah wakaf dan membayar sewa tanah untuk kepentingan
wakaf. Naz}ir bertindak sebagai wakil pemilik saham untuk membangun
bangunan di atas tanah wakaf. Dalam akad ini naz}ir wakaf menjadi manajer
bangunan mewakili pemegang saham. Keuntungan bersih dibagikan kepada
para pemegang saham.
d. Wakaf HAKI. 128
Hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau Intelectual Property. Rights adalah
hak hukum yang bersifat eksklusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu
128Jaih Mubarok, Wakaf Produktif , 101.
sebagai hasil aktivitas intelektual dan kreativitas yang bersifat khas dan baru. Karya-
karya intelektual tersebut dapat berupa hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra serta hasil penemuan (invensi) di bidang teknologi. Karya-karya di
bidang HAKI dihasilkan berkat kemampuan intelektual manusia melalui pengorbanan
tenaga, waktu, pikiran, perasaan dan hasil intuisi/ilham/hati nurani129
HAKI secara umum dapat digolongkan ke dalam dua kategori utama, yaitu
hak cipta dan hak kekayaan industri. Ruang lingkup hak cipta adalah karya cipta
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, sedangkan ruang lingkup hak
kekayaan industri adalah dalam bidang teknologi. Dalam terminologi HAKI dikenal
istilah “pencipta” dan/atau “penemu”. Istilah pencipta digunakan dalam bidang hak
cipta sedangkan istilah “penemu” lebih diarahkan dalam bidang hak kekayaan
industri. 130
Dalam Pengelolaan Wakaf HAKI artinya keuntungan yang diperoleh dari HAKI akan
digunakan untuk kemaslahatan umat. 131 Wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI), antara lain :
1) Hak cipta. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.132
2) Hak merek. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
129Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang benar (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), 16. 130Helza Nova Lita, “Tinjauan Hukum HAKI sebagai Objek Wakaf”, dalam http:// www.bwi.or.id/artikel (14 Oktober 2011). 131BWI Lirik Wakaf Hak Kekayaan Intelektual, dalam http:// www.bwi.or.id/berita,(08 Mei 2013) 132Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa.133
3) Hak Paten. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.134
4) Hak Desain Industri. Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan
kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta
dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau
kerajinan tangan. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama
waktu tertentu melaksanakannya sendiri atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.135
5) Hak Rahasia Dagang. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia
Dagang.136 Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul
berdasarkan Undang-undang ini. Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi
metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di
133Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Hak Merek. 134Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Nomor 14 tentang Hak Paten. 135Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. 136Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Hak Rahasia Dagang.
bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui
oleh masyarakat umum (Pasal 2).
6) Hak Sirkuit Terpadu. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau
setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-
kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau
seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan
semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.137
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari
berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen
aktif serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan
peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit
Terpadu (Pasal 1 angka 2).
7) Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah
hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak
Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil
pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakannya selama waktu tertentu 138.
H. Hikmah dan Keutamaan Wakaf
Ibadah wakaf yang tergolong pada perbuatan sunnah banyak sekali mengandung
hikmah, antara lain:
1 Harta benda yang diwakafkan dapat tetap terpelihara dan terjamin kelangsungannya. Tidak
perlu ada kekhawatiran harta benda yang diwakafkan akan hilang atau pindah tangan,
karena secara prinsip barang wakaf tidak boleh ditasyarrufkan, baik dijual, dihibahkan,
maupun diwariskan.
137Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. 138Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
2 Selama benda wakaf itu masih ada dan dapat dimanfaatkan, maka pahala dan
keuntungannnya bagi wa >qif akan tetap mengalir walaupun suatu ketika dia meninggal
dunia.
3 Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang sangat penting manfatnya bagi kehidupan
agama dan umat, yang bisa dialokasikan untuk pembinaan mental spiritual dan
pembangunan segi fisik.
Adapun Keutamaan Ibadah Wakaf adalah sebagai berikut:
1 Melalui wakaf dapat menumbuhkan sifat zuhud dan melatih seseorang untuk saling
membantu atas kepentingan orang lain.
2 Menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu ada hak kaum d}uafa’ di
dalamnya yang harus diserahkan sebagaimana halnya zakat.
3 Menyadarkan seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang cukup,
maka persiapan bekal itu di antaranya wakaf, sebagai tabungan akhirat.
4 Keutamaan lain dapat menopang dan penggerak kehidupan sosial kemasyarakatan umat
Islam, baik aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lainnya.