BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini akan dibahas tentang definisi pembelajaran, hasil
belajar, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD, aktivitas siswa, model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
2.1.1 Definisi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan terjemahan dari learning, yaitu suatu proses
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk
meningkatkan kemampuan akademik. Pembelajaran sendiri merupakan proses
kegiatan yang dalam arti didalam setiap pembelajaran terjadi hubungan interaksi
antara guru dengan siswa. Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan
pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi
bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan
pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru
lakukan di dalam kelas. Untuk menunjang suatu proses pembelajaran maka
pemerintah telah berupaya dengan menerapkan metode-metode pembelajaran
pada setiap kegiatan proses pembelajaran. Untuk itu setiap guru wajib
menggunakan metode-metode pembelajaran seperti yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, supaya dapat menunjang keaktifan siswa, kreativitas siswa yang pada
akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa, menjadikan suasana kelas yang
aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga siswa merasa nyaman ketika
mengikuti kegiatan proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono
(1996:12) pembelajaran memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan
dibantu oleh guru sebagai fasilitator ataupun pembimbing.
7
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2002: 22) hasil belajar adalah segala kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1996), hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sementara menurut Lindgren
(dalam Agus Suprijono 2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne
(dalam Agus Suprijono 2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi
verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan
sikap.
Senada dengan Gagne, Bloom (dalam Agus Suprijono 2011:6-7)
mengemukakan bahwa:
“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analisis (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru,
evaluation (meskor). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respon), valuing (skor), organization
(organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor
meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual.”
Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil
belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah cermin dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa
dalam mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengukur bukti keberhasilan
seseorang setelah mangalami proses belajar digunakan alat penilaian yaitu tes
evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai.
Hasil belajar dapat dicari dengan pengukuran. Pengukuran hasil belajar
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan teknik tes dan non tes.
8
1) Teknik Tes
Adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites,
dan berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat
ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut.
Yang termasuk dalam teknik tes, yaitu :
a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Yaitu tes dengan soal yang harus dijawab oleh peserta didik dengan
memilih jawaban yang tersedia.
b. Tes Tertulis
Yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan
memberikan jawaban tertulis
c. Tes Lisan
Yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya
jawab secara langsung antara pendidik dengan peserta didik.
d. Tes Perbuatan
Yaitu tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau
tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau
unjuk kerja.
2) Teknik Non Tes
Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi baik secaira langsung
ataupun tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan
dengan Sosiometri. Teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan
digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan
keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih
menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak
Menurut bentuknya tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Tes Objektif
Menurut Popham (dalam Purwanto 2011:70) tes objektif adalah tes yang
keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah
tersedia. Keunggulan tes obyektif adalah hanya mempunyai dua
9
kemungkinan jawaban benar atau salah, sehingga penilaiannya bersifat
obyektif.
2) Tes Essay
Nurkancana dan Sumartana (dalam Purwanto 2011:70) menyebutkan
bahwa tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau
suruhan yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relatif
panjang. Tes dirancang untuk mengukur hasil belajar dimana unsur-unsur
yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan, dan disusun
sendiri oleh siswa.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan teknik tes yang berupa tes
pilihan ganda, dan teknik non tes yang berupa observasi.
2.1.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
10
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.
Dalam IPA hal-hal yang komplek dapat disederhanakan, sehingga mudah
dipahami hakekat dan saling keterkaitannya. Menurut Moh. Amin bahwa IPA
adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan model-
model yang berdasarkan observasi. IPA merupakan salah satu bidang studi yang
penting dan strategis dalam mengubah sikap serta perilaku siswa untuk
memperoleh nilai yang dapat mengembangkan kepribadian termasuk didalamnya
pengembangan aspek intelektual.
Berdasarkan pengertian diatas, pada hakekatnya IPA merupakan program
untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan nilai-nilai
ilmiah pada siswa serta salah satu mata pelajaran yang menuntut keterlibatan
siswa secara aktif.
2.1.3.1 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Ruang Lingkup bahan kajian Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
11
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Berhubung penulis mengadakan penelitian di kelas V, maka ruang lingkup
pelajaran IPA yang dikaji adalah salah satu konsep dari konsep-konsep yang
dibahas di kelas tersebut, yang meliputi sebagai berikut:
1. Fungsi alat-alat tubuh
2. Cara tumbuhan hijau membuat makanan
3. Cara mahkluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan
4. Sifa bahan penyususn benda
5. Gaya
6. Cahaya dan alat optik
7. Tanah, air dan alam sekitar
2.1.3.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
12
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Menurut Dede Awan (2009) tujuan pembelajaran IPA adalah untuk
memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan pengetahuan sehari-
hari, memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan gagasan
alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda
serta kejadian dilingkungan sekitar, bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama dan mandiri, mampu menerapakan
berbagai konsep IPA, mampu menggunakan teknologi sederhana, mengenal dan
memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan
keagungan Allah Yang Maha Esa.
Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
pembelajaran IPA adalah untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai
positif melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik
dengan lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan teknologi
sederhana dari aplikasi IPA.
2.1.3.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Kompetensi dasar IPA yaitu: pernyataan yang menyatakan ketrampilan
atau kecakapan siswa yang mencakup kemampuan penalaran dan komunikasi,
pemecahan masalah, pengetahuan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan IPA.
Kompetensi dasar IPA yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran
telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu kurikulum SD
2006, walaupun guru harus menjabarkan lebih dahulu menjadi tujuan-tujuan yang
lebih khusus yang disebut indikator.
Adapun kompetensi dasar IPA yang digunakan dalam penelitian ini sesuai
dalam buku kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI oleh Refandi (2006:47)
dapat dilihat pada Tabel 2.1 (pada halaman berikut).
13
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V SD Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. menerapkan sifat-sifat
cahayamelalui kegiatan
membuat suatu karya/model
6.1 mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi
yang bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan
pembelajaran yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.Dalam merancang kegiatan pembelajaran
dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Dimyati dan Mudjiono 1996) ada
enam ciri pembelajaran yang efektif :
1) Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungan melalui
mengopservasi membandingkan , menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi
berdasarkan kesamaan yang ditemukan.
2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berfikir dan berinteraksi dalam
pelajaran.
3) Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkayaan
4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada
siswa dalam menganalisa informasi.
5) Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
ketrampilan pola berfikir.
6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan
dan gaya mengajar guru.
14
2.1.4 Aktivitas Siswa
Menurut Nana Sudjana (1989:12) secara umum aktivitas merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia sehingga menjadi rutinitas
yang mempunyai tujuan dan nilai tertentu. Dalam dunia pendidikan, aktivitas
merupakan kegiatan dalam suatu pembelajaran yang bisa dilakukan oleh guru
maupun oleh siswa. Aktivitas mempunyai batasan tertentu ketika didalam
pembelajaran dan dapat berupa tindakan. Aktivitas dari siswa bisa dilihat ketika
siswa mengikuti pembelajaran, dimana ketika siswa antusias terhadap suasana
pembelajaran maka aktivitas yang terjadi meningkat karena siswa merasa senang
dengan pembelajaran yang berlangsung. Tetapi sebaliknya ketika siswa pasif
berarti tidak terjadi perubahan aktivitas karena siswa tidak bisa menikmati
pembelajaran.
2.1.5 Model Pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu
tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja
sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh
Davied Devries dan Keith Edward ini merupakan model pembelajaran pertama
dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok
kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan
bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya.
15
2.1.5.1 Pendekatan Kelompok Kecil dalam Teams Games Tournament
Pendekatan yang digunakan dalam Teams Games Tournament adalah
pendekatan secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok kecil
dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin
aktif dalam pembelajaran. Ciri-ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat
ditinjau dari segi.
a. Tujuan Pembelajaran dalam Kelompok Kecil
Tujuan pembelajaran dalam kelompok kecil yaitu: (a) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah secara rasional, (b) mengembangkan sikap social dan semangat
bergotong royong (c) mendinamisasikan kegiatan kelompok dalam belajar
sehingga setiap kelompok merasa memiliki tanggung jawab, dan (d)
mengembangkan kemampuan kepemimpinan dalam kelompok tersebut
(Dimyati dan Mundjiono, 1996).
b. Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif dalam
pembelajaran diharapkan; (a) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota
kelompok, (b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung
jawab, (c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan
mendorong timbulnya semangat tim, dan (d) kelompok mewujudkan suatu
kerja yang kompak (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
c. Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu; (a) pembentukan
kelompok (c) perencanaan tugas kelompok, (d) pelaksanaan, dan (d) evalusi
hasil belajar kelompok.
2.1.5.2 Tahap-tahap Pembelajaran
Menurut Slavin (dalam Miftahul Huda,2013) maka model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams games tournament) memiliki langkah-langkah
(sintaks) sebagai berikut:
16
a. Presentasi kelas (class precentation).
Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran
yang diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru
dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa
yang disampaikan oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam
mengikuti game dan turnamen.
b. Kelompok (Teams).
Kelompok terdiri dari lima sampai enam orang yang heterogen
misalnya berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika
memungkinkan suku, ras, atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan
kelompok adalah untuk meyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok
belajar dan semua anggota mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan
turnamen dengan sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok
melakukan hal yang terbaik bagi kelompoknya dan adanya usaha kelompok
melakukan untuk membantu anggota kelompoknya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan akademik dan menumbuhkan pentingnya
kerjasama diantara siswa dan meningkatkan percaya diri.
c. Permainan (game).
Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetes siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok.
Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga murid yang mewakili tiga
kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha
untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan
pemain untuk menantang jawaban yang lain.
d. Pertandingan (tournament).
Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru
membuat presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-
tugasnya. Untuk turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan
kemampuan serupa yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan
sistem penilaian kemampuan yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini juga
17
memungkinkan bagi siswa dari semua level dipenampilan sebelumnya untuk
memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi terbaik.
2.1.5.3 Implementasi Model Pembelajaran TGT
Dalam pengimplementasian model pembelajaran TGT, yang harus
diperhatikan yaitu:
1) Pembelajaran terpusat pada siswa
2) Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi
3) Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat
menyelesaikan persoalan)
4) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi
tim-tim
5) Dalam kompetisi diterapkan system point
6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau
dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik
7) Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal
kelas yang diterbitkan secara mingguan
8) Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal
9) Adanya system penghargaan bagi siswa yang memperoleh point
banyak
2.1.5.4 Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun
oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis
yang kuat untuk memprediksi bahwa model-model pembelajaran
kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab
individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama
yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori
kognitif.
18
Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana
satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka
adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus
membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok
berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha
maksimal.
Perspektif teori kognitif, Slavin (dalam Miftahul Huda,2013)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada
pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di
antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingatkan
penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang
heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian
psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan
di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di
dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam
pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara
elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang
lain.
Tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua
materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik
yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat
mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis,
lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragam oleh
siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran
kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan
dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan
efek psikologis bagi siswa.
Slavin (dalam Miftahul Huda,2013), melaporkan beberapa laporan
hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian
19
belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan
kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
1) Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT
memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas
tradisional.
2) Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka
peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
3) TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk
rasa harga diri akademik mereka.
4) TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama
verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
5) Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi
menggunakan waktu yang lebih banyak.
6) TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja
dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors
atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam
pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan
nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat
penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa
secara individual.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Model
pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (dalam Istiqomah,2006),
yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
20
6) Motivasi belajar lebih tinggi
7) Hasil belajar lebih baik
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan TGT adalah:
a. Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru
yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan
pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa
cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan
ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
b. Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan
sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu
menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
Pengalaman belajar yang telah direncanakan secara optimal akan
menimbulkan proses belajar yang optimal pula. Proses belajar terjadi secara
internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, sehingga guru harus merencanakan
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Maka dari itu peneliti mencoba
menggunakan model pembelajaran TGT karena model pembelajaran ini akan
melibatkan siswa aktif untuk belajar di dalam kelas sehingga diharapakan hasil
belajar siswa akan meningkat.
2.2 Kajian penelitian yang Relevan
Luh Juwita Purwati (2011) model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) berbantuan LKS yang diterapkan dalam pembelajaran IPA
dengan nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada Siklus I 76,66% berada
pada kategori tinggi (23 orang siswa yang dapat mencapai KKM) dan pada Siklus
II 93,3% berada pada kategori sangat tinggi (28 orang siswa yang dapat mencapai
21
KKM). Ini berarti bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari Siklus I ke
Siklus II setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) berbantuan LKS sebesar 16,64%. Berdasarkan analisis data
dan pembahasan disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sangat efektif digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD No.3 Anturan tahun ajaran
2009/2010.
Hasil penelitian tindakan kelas yang lain dilakukan oleh Stevianus Laiyan
(2011) melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penggunaan
Model TGT (Teams Games Turnamnet) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan
Aktivitas Siswa Kelas V Dalam Pembelajaran IPA DI SDN Sukoharjo I
Kecamatan Klojen Kota Malang.”. Penelitian dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian adalah siswa
kelas V SDN Sukoharjo I Kecamatan Klojen Kota Malang yang berjumlah 29
siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi selama proses
pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua Siklus melalui tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah sebagai berikut; hasil belajar siswa yang merupakan pemahaman
konsep IPA materi pokok cahaya dan sifat-sifatnya secara klasikal mengalami
peningkatan dari 63,39 % pada pra tindakan menjadi 73,04 % kemudian menjadi
82,13 % pada Siklus II. Hasil belajar berupa keterampilan proses bekerja sama
meningkat dari 58.62 % pada Siklus I kemudian mengalami peningkatan menjadi
93,33 % pada Siklus II. Dari hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh
kesimpulan bahwa penerapan model kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa kelas V SDN Sukoharjo I, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
2.3 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori diatas, dalam belajar Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) diperlukan model pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, bermakna,
dan dapat memenuhi gaya belajar siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil
22
belajar siswa. Melalui model pembelajaran TGT, siswa dapat belajar sesuai
dengan belajarnya masing-masing, menemukan pengetahuan sendiri, serta
mengkomunikasikannya dengan siswa lainnya sehingga siswa menemukan
kebermaknaan belajar. Dalam model pembelajaran ini siswa harus berkompetisi
sehingga akan termotivasi untuk memenangkannya sehingga mengikuti pelajaran
secara aktif dan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat meningkat.
Adapun kerangka berpikir model pembelajaran TGT dapat dilihat pada
gambar berikut (Subyantoro,2011) :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir (Sumber: Subyantoro,2011)
OBA P RP
SSIKKNJH
R T R T
GG
O O
OBA = observasi awal
P = perencanaan
T = tindakan oleh peneliti
O = observasi oleh guru kelas
R = refleksi oleh peneliti dan guru kelas
RP = revisi perencanaan
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah:
Dengan menggunakan model pembelajaran Team Games Turnamen (TGT) pada
mata pelajaran IPA materi mengidentifikasi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V
Sekolah Dasar Negeri Mlilir 01 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang
SIKLUS II SIKLUS I
23
Semester II Tahun Ajaran 2013/2014, penelitian ini dikatakan berhasil bila hasil
belajar dan keaktifan siswa dapat meningkat.