BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang
mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek
yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.
Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan hasil belajar Matematika.
2.1.1 Hakikat Matematika
Menurut Hudoyo (2003:24), “Matematika merupakan suatu alat untuk
mengembangkan cara berfikir”. Sedangkan menurut James yang dikutip oleh
Erman Suherman (dalam Putra:2013) menyatakan bahwa “Matematika adalah
ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi
ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Dalam pembelajaran
Matematika, guru harus berhati-hati dalam menanamkan konsep-konsep
Matematika karena cara berfikir siswa SD masih dalam tahap operasi konkret.
Menurut Johnson dan Myklebust (Abdurrahman, 2003: 252) "Matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-
hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berpikir". Sedangkan menurut Paling (dalam Hadi Muttaqin
Hasyim: 2009) menyatakan bahwa:
Matematika adalah suatu cara untuk menemukan suatu jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan dalam manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan- hubungan.
7
Selanjutnya Soedjadi (2000: 11) menyatakan bahwa ada beberapa definisi
atau pengertian Matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu
sebagai berikut:
a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr secara
sistematik
b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang
ruang dan bentuk.
e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic
f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Simpulan hakikat Matematika dari pendapat yang dipaparkan oleh ahli di
atas adalah suatu ilmu pengetahuan yang berfungsi mengembangkan cara berfikir
seseorang dalam mempelajari bentuk, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan bahasa simbolis untuk menemukan
suatu jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-
hari.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan dari Mata Pelajaran Matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar
diantaranya adalah: (1) agar siswa dapat memahami konsep Matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)
siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan Matematika, (3) siswa dapat memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika,
menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) siswa dapat
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) siswa memiliki sikap
8
menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika sifat-sifat ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah. (kurikulum tingkat satuan pendidikan
2006 SD).
Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi 2000: 43) mengemukakan beberapa
tujuan khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu:
a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan
bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui
kegiatan Matematika.
c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih
lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.
2.1.3 Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika
Ciri-ciri pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar menurut John A. Van
De Walle, (2008: 6) yaitu:
1) Pembelajaran Matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral dalam pembelajaran Matematika merupakan pendekatan
dimana pembelajaran konsep atau suatu topik Matematika selalu mengaitkan
atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
2) Pembelajaran Matematika bertahap materi
Materi pembelajaran Matematika diajarkan secara bertahap yang dimulai dari
konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep lebih sulit.
3) Pembelajaran Matematika menggunakan metode induktif
Sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran
Matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
4) Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran Matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada
pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lainnya.
9
5) Pembelajaran Matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara pengajaran materi
pembelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan.
2.1.4 Hakikat Hasil Belajar
Sudjana (2009:22) mengemukakan “Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman dari proses belajar
mengajar”. Sedangkan menurut (Oemar Hamalik 2006:30, dalam indra 2009)
“Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah
laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti”.
Berhubungan dengan kegiatan belajar di sekolah W.S. Winkel (dalam Tarry
2010) mengemukakan bahwa “Hasil belajar siswa merupakan prestasi belajar
berdasarkan kemampuan internal yang diperoleh sesuai dengan tujuan
instuksional. Hasil belajar itu mengacu pada tujuan instruksional dari pelajaran
dan tujuan instruksional itu merupakan tolak ukur yang terus dicapai oleh siswa”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku, keterampilan, pengetahuam, sikap dan cita-cita siswa setelah
siswa tersebut mengalami aktivitas belajar yang mengacu pada tujuan
instruksional dari pelajaran.
Selanjutnya Horwart Kingsley membagi tiga macam hasil belajar mengajar
yaitu: (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) Pengetahuan dan pengarahan, (c) Sikap
dan cita-cita. Sedangkan menurut Gagne, terdapat lima katagori hasil belajar,
yakni a) informasi verbal, b) keterampilan intelektual, c) strategi kognitif, d)
sikap, dan e) keterampilan motoris (Sudjana, 2009:22).
2.1.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Slameto (2010:54) menerangkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah:
10
1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu
(Intern), yang meliputi :
a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan.
Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil
prestasi belajar.
b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta
perhatian ingatan berfikir.
c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta
mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya
kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk
mengahsilkan sesuatu akan hilang.
2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang
meliputi:
a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi
bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.
b. Faktor Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru
dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah.
c. Faktor Masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat
mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah
lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong
untuk lebih giat belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, ahli lain menjelaskan bahwa “Faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil belajar berasal dari (a) dalam diri (internal),
antara lain: kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi serta cara belajar. (b) luar
diri (eksternal), antara lain: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar”
(H. Djaali, 2008:100 dalam Aniendriani 2011).
11
2.1.4.2 Aspek Hasil Belajar
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi
dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor
(Sudjana, 2009:22). Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab
atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau
kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Ketiga kategori ranah tersebut menjadi dasar penilaian hasil belajar. Dalam
hal ini, kategori ranah kognitif yang sering digunakan oleh guru untuk menilai
hasil belajar, karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan siswa
menguasai pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Meskipun demikian ranah
afektif dan psikomotor juga tetap berperan dalam penilaian hasil belajar siswa.
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) berasal dari kata
cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau tim.
Menurut Sanjaya, Wina (2011:242) “Pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran yang menggunakan model pengelompokkan antar 4-6
siswa yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen)”. Sedangkan, menurut Slavin (2009:103)
“Pembelajaran kooperatif adalah suatu solusi terhadap masalah meniadakan
12
kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa
dari latar belakang etnik yang berbeda”.
“Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi”
(Nurulhayati, 2002:25 dalam Rusman 2012:203). Selanjutnya (Tom V. Savage,
1987:217 dalam Rusman 2012:203) mengemukakan bahwa “Cooperative
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama salam kelompok”.
“Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang
menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerjasama dan
saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah” (Muslim Ibrahim,
2003:3)
Simpulan dari pendapat beberapa ahli tentang pembelajaran kooperatif yaitu
suatu pembelajaran yang dalam pelaksanaan pembelajaran siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil dengan anggota kelompok yang mempunyai jenis
kelamin, kemampuan akademik, latar belakang dan suku yang berbeda untuk
saling berinteraksi, bekerjasama dan saling membantu antar siswa.
Nurulhayati, (2002:25-28 dalam Rusman 2012:204), mengemukakan lima
unsur dasar model cooperative learning, yaitu: (1) ketergantungan yang positif,
(2) pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka,
dan (5) evaluasi proses kelompok. Senada dengan penjalasan tersebut Siahaan
(2005:2 dalam Rusman 2012:205) mengutarakan lima unsur essensial yang
ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) saling ketergantungan yang
positif, (b) interaksi berhadapan (face to-face interaction), (c) tanggung jawab
individu (individual responsibility), (d) keterampilan sosial (social skill), (e)
terjadi proses dalam kelompok (group processing).
Model pembalajaran kooperatif perlu diterapkan di sekolah karena dalam
kegiatan belajar siswa sering bersifat individualisme. Siswa cenderung
mementingkan diri sendiri, bekerja secara individu, tidak bersikap terbuka
terhadap teman, bergaul hanya dengan siswa tertentu, dan selalu ingin menang
sendiri. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif perlu diterapkan dalam
13
pembelajaran agar siswa tidak egois, dapat bekerja sama dengan teman dan dapat
menghargai orang lain.
2.1.6 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Setiap strategi pembelajaran mempunyai ciri masing-masing yang
membedakan dengan yang lainnya. Proses pembelajaran pada kooperatif lebih
menekankan pada kerja sama kelompok, hal ini yang menyebabkan kooperatif
berbeda dengan yang lainnya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Rusman
(2012:207) adalah:
a) Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim harus
mampu membuat seluruh anggotanya belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b) Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen ini mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai perencanaan, sebagai
organisasi, dan sebagai kontrol.
c) Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok. Tanpa kerjasama yang baik antar siswa dalam satu kelompok,
pembelajaran kooperatif tidak dapat berhasil maksimal.
d) Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dalam hal ini siswa didorong untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota satu tim.
2.1.7 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008 dalam Rusman 2012:212) ada
lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:
1) Prinsip ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu solusi tugas sangat
tergantung pada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompok. Oleh sebab
14
itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan solusi tugas
kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota, dengan
demikian semua anggota dalam kelompok akan merasa saling
ketergantungan.
2) Tanggung jawab tunggal
Yaitu keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap
anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab yang harus dikerjakan
dalam kelompok tersebut.
3) Interaksi tatap muka
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada
setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan
diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari anggota kelompok
lain.
4) Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan
berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5) Evaluasi proses kelompok
Pemebalajaran kooperatif menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasill kerja sama mereka, agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
2.1.8 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif akan berhasil dengan baik dalam proses
pembelajaran apabila sesuai dengan langkah-langkah dan dapat terampil dalam
menjalankan model pembelajaran ini. Ada enam tahap pembelajaran kooperatif
yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
15
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap Tingkah laku guru
Tahap-1 Menyampaikan tujuan dan motivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Tahap-2 Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Tahap-3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan membentu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Tahap-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Tahap-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap-6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok
Sumber: Rusman 2009:211
2.1.9 Pembelajaran Kooperatif Model STAD
Ibrahim, dkk. (2000:20 dalam Rini 2012) menyatakan bahwa “STAD
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di universitas John
Hopkin. STAD merupakan model yang paling baik digunakan oleh guru yang baru
menggunakan model kooperatf”. Dalam model pembelajaran STAD, siswa akan
dibagi menjadi kelompok yang terdiri dari empat siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin dan suku yang berbeda-beda. Guru merupakan
fasilitator dalam pembelaajran, tugas siswa dalam kelompok adalah memastikan
semua anggotanya menguasai pelajaran yang diajarkan guru dengan baik karena
pada akhir pembelajaran semua siswa akan mengerjakan kuis individu tentang
materi yang telah diajarkan.
Slavin memaparkan bahwa gagasan utama dalam model pembelajaran
STAD adalah model pembelajaran STAD dapat memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu siswa yang satu dan lainnya untuk menguasai
keterampilan yang diajarkan oleh guru.
16
Menurut Slavin (2009:143), STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.
a) Presentasi kelas
Materi diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas yang dilakukan oleh
guru. Hal ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan
atau diskusi pelajaran.
b) Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang anggotanya berasal dari tingkat
akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas yang berbeda. Fungsi utama tim
adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi adalah mempersiapkan anggotanya untuk dapat mengerjakan
kuis dengan baik setelah kegiatan kelompok berlangsung. Setelah guru
menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan
atau materi lainnya. Tim adalah komponen yang paling penting dalam STAD.
Hal yang ditekankan pada tim adalah membuat semua anggota tim melakukan
yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk
membantu tiap anggotanya.
c) Kuis
Setelah guru memberikan presentasi, siswa akan mengerjakan kuis individual.
Dalah hal ini siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dan
mengerjakan kuis. Sehingga, setiap siswa bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materi yang telah diajarkan oleh guru.
d) Skor Kemajuan Individual
Hal penting dalam menerapkan skor kemajuan individual adalah untuk
memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka
bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.
Setiap siswa mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan skor
kemajuan individu. Skor kemajuan ini berdasarkan skor awal yang diperoleh
dari rata-rata kinerja siswa sebelum diadakan kuis. Poin yang dikumpulkan
oleh tiap siswa kemudian dijumlahkan menjadi skor tim.
17
e) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
2.1.9.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran STAD
Suatu model pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan
sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran tersebut. Langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman (2012:215) yaitu:
a. Penyampaian tujuan dan motivasi
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
b. Pembagian kelompok
Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya
terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas.
c. Presentasi dari guru
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan
tujuan pelajaran, guru memberikan motivasi kepada siswa. Di dalam proses
pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah
nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan
lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua
anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.
e. Kuis (evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang
dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja
masing-masing kelompok.
f. Penghargaan prestasi tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan
angka dengan rentang 0-100. Untuk kelompok yang memperoleh skor
18
tertinggi akan mendapatkan penghargaan dari guru berupa sertifikat.
Pemberian penghargaan dari guru dengan melakukan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1) Menghitung skor individu
Skor individu diperoleh dari poin kemajuan yang dikumpulkan siswa untuk
tim mereka berdasarkan tingkat di mana skor kuis mereka melampaui skor
awal. Tujuan dari skor awal dan poin kemajuan adalah agar siswa
memebrikan poin maksimum bagi kelompok mereka.
Tabel 2.2 Skor Kemajuan Individual
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 10-1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30
Sumber: Slavin (2005:159)
Hasil dari kuis individu yang dijadikan skor kemajuan untuk dikumpulkan
menjadi skor tim dicatat dengan menggunakan tabel berikut:
Tabel 2.3 Lembar Skor Kuis Individu
Siswa
Tanggal: Tanggal: Tanggal: Kuis: Kuis: Kuis: Skor dasar
Skor kuis
Poin kema-juan
Skor dasar
Skor kuis
Poin kema-juan
Skor dasar
Skor kuis
Poin kema-juan
Sumber: Slavin (2005:162)
19
2) Menghitung skor kelompok
Skor kelompok dihitung dari menjumlahkan skor perkembangan anggota
kelompok dan kemudian dirata-rata. Sesuai dengan rata-rata skor
perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok yang dapat dilihat pada
tabel 2.4:
Tabel 2.4 Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
0 ≤ N ≤ 5 - 6 ≤ N ≤ 15 Tim baik (Good Team)
16 ≤ N ≤ 20 Tim hebat (Great Team) 21 ≤ N ≤ 30 Tim super (Super Team)
Sumber: Rusman (2012:216)
2.1.9.2 Kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Yurisa (2010 dalam Nico) kelebihan model pembelajaran STAD
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kecakapan individu.
b. Meningkatkan kecakapan kelompok.
c. Meningkatkan komitmen.
d. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya.
e. Tidak bersifat kompetitif.
f. Tidak memiliki rasa dendam.
2.1.9.3 Implementasi model STAD dalam Pembelajaran Matematika
Implementasi model STAD dalam pembelajaran Matematika adalah sebagai
berikut:
a. Apersepsi, siswa diingatkan kembali tentang kompetensi dasar berkaitan
dengan materi yang dipelajari sebelumnya.
b. Guru memberi motivasi kepada siswa untuk mengikuti pelajaran
c. Menyampaikan tujuan dan kegiatan pembelajaran Matematika yang akan
dilakukan.
20
d. Guru membagi siswa dalam 4 atau 5 kelompok.
e. Guru menyampaikan materi pelajaran Matematika.
f. Guru mengenalkan alat peraga.
g. Siswa diberi LKS dan melakukan diskusi kelompok.
h. Guru membimbing kegiatan disukusi kelompok.
i. Setiap kelompok mempresentasikan hasil kegiatan diskusi kelompok.
j. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal
yang belum jelas, dari materi yang telah dipelajari.
k. Guru mengadakan kuis secara individu.
l. Guru mengadakan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
m. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
yang paling tinggi.
2.2.Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Siswatin, Nunung Maemunah (2012),
dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Student Teams-Achievment Division (STAD) bagi Siswa Kelas IV
SD Puri 01 Kecamatan Pati Kabupaten Pati Semester I/2011-2012. Dari hasil
analisis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran STAD dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil
peningkatan setiap siklus dan kondisi awal. Pada kondisi awal rata-rata hasil
belajar siswa sebesar 57,1. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 66,7.
Rata-rata hasil belajar pada siklus 2 sebesar sebesar 68,8. Dengan kata lain hasil
belajar siswa pada kondisi awal berada pada kategori rendah dan pada siklus I
hasil belajar pada kategori sedang, dan pada siklus 2 hasil belajar siswa walaupun
tidak termasuk kategori tinggi tetapi mengalami peningkatan dari hasil siklus I.
Penelitian yang dilakukan oleh Guntari, Heri Tri (2012) dengan judul
Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD dengan Menggunakan Media Kongkrit Pada Siswa Kelas II SD Negeri 12
Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun
Pelajaran 2011/2012. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar
21
pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I
dengan ketuntasan klasikal 71% atau 41 siswa yang tuntas, meningkat pada siklus
2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 90% atau 52 siswa tuntas.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanti, Mey Syaroh Lies (2011) dengan judul
Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Model STAD
(Student Teams-Achievment Division) dengan Media Manik-Manik Pada Siswa
Kelas II SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa prosentase hasil belajar dalam pembelajaran meningkat. Peningkatan ini
dapat dilihat dari hasil evaluasi rata-rata kelas 58,5 pada pra siklus menjadi 70,5
pada siklus I dan 83 pada siklus II. Ketuntasan belajar klasikal dari 35% pada pra
siklus menjadi 80% pada siklus I dan 90% pada siklus II. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan model stad(Student Teams-Achievment Division)
di SDN Sumur 03 kelas II dapat ditingkatkan. Hasil penelitian dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika dengan menerapkan model STAD
(Student Teams-Achievment Division) dengan media manik-manik pada siswa
kelas II SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami, Ning Asih (2011) dengan judul
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa Kelas V SDN 1 Tlogo, Kec.
Sukoharjo, Kab. Wonosobo Semseter II Tahun Pelajaran 2010/2011. Penggunaan
model pembelajaraan kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran melalui
penelitian tindakan kelas ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
khususnya materi pecahan di kelas V SDN 1 Tlogo, kec. Sukoharjo, kab.
Wonosobo. Pada awal pembelajaran siklus 1 diadakan preetes dengan nilai rata-
rata 54,4. Setelah diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
stad pada siklus 1 diadakan evaluasi nilai rata-rata kelas naik menjadi 70,1. Dan
pada siklus 2 nilai rata-rata naik lagi menjadi 78,5. Dengan adanya kenaikan nilai
rata-rata pada setiap siklus di atas indikator kinerja adalah 60, maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya materi pecahan di kelas V SDN 1
Tlogo, Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo.
22
Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan beberapa penelitian di
atas adalah intrumen yang digunakan yaitu sama-sama berupa tes dan non tes.
Sedangkan perbedaan terletak pada masalah, tujuan, tindakan, variabel dan
subyek penelitian.
2.3.Kerangka Pikir
Tujuan pembelajaran pada prinsipnya dapat dicapai secara maksimal jika
guru memahami dengan baik komponen-komponen pembelajaran terutama
penggunaan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik
siswa. Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
abstrak, kurang disukai siswa dan terkesan menakutkan. Oleh karena itu, guru
sebaiknya dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan agar hasil belajar
siswa meningkat.
Pembelajaran yang baik adalah terlibatnya siswa selama proses belajar
mengajar. Hal ini dapat dibangkitkan melalui model pembelajaran STAD karena
dalam pelaksanaannya, siswa dilatih untuk belajar mandiri melalui kerja
kelompok, diskusi dan presentasi dari tugas yang diberikan.
Adapun kerangka pikir mengenai penggunaan model pembelajaran STAD
pada mata pelajaran Matematika dapat ditunjukkan melalui peta konsep sebagai
berikut:
23
Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Pikir
2.4.Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Pembelajaran
model STAD diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada
Kompetensi Dasar (KD) mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan bangun
ruang siswa kelas 5 SDN Noborejo 01”.
Guru menyam-paikan materi
Pembelajaran konvensional
Siswa kurang konsentrasi
Proses berfikir abstrak ke konkret
Model pembelajaran STAD Guru sebagai
fasilitator
Hasil belajar <KKM
Siswa mengkonstruksi
Kuis individu
Hasil belajar > KKM
Diskusi dan presentasi
Proses berfikir konkret ke abstrak
Pembelajaran Matematika