BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
Menurut Usman Samatowa (2010:1) “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau
sains dalam arti sempit sebagai disiplin ilmu dari physical science dan life science.
Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi,
minerologi, dan fisika sedangkan life science meliputi biologi (anatomi, fisiologi,
zoology, dan seterurusnya)”. Menurut Hendro Darmojo (1992) “IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya”
(dalam Usman Samatowa, 2010: 2). Sedangkan menurut Powler dalam Usman
Samatowa (2010: 3) :
IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan
yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa
kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya
pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu
dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya
merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya
pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang
dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama
atau konsisten.
Menurut Ahmad Susanto ( 2013:167) “sains atau IPA adalah usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan”. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi
dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan.
Dari beberapa pendapat diatas dinyatakan bahwa IPA berhubungan dengan
7
gejala alam semesta. Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang
berhubungan tentang gejala alam yang tersusun secara sistematis yang dalam
prosesnya terdapat metode ilmiah proses penemuan.
Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok di sekolah.
IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif karena didalamnya terdapat metode
ilmiah yang merangsang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi dijelaskan :
Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas
(Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui
penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Menurut Ahmad Susanto (2013) :
Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam
yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan sebagai produk,
proses, dan sikap. Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu
kumpulam hasil penelitian yang telah ilmuan lakukan dan sudah membentuk
konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analistis.
Bentuk IPA sebagai produk antara lain : fakta-fakta, prinsip, hukum, dan
teori-teori IPA….Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk
menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan
kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam
menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasikan oleh
ilmuwan….Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus
dikembangkan dalam pembelajaran sains.
Di sekolah dasar IPA tidak hanya hafalan tetapi lebih penting dari hal tersebut
adalah bagaimana proses pembelajaran. Pembelajaran IPA menekankan pada proses
pembelajaran. Bagaimana siswa belajar dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan
menggunakan metode ilmiah tersebut, maka pembelajaran IPA melibatkan keaktifan
siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental siswa.
8
Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI
Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilam proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Ruang Lingkup IPA SD/MI
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI dalam Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006 tentang Standar Isi meliputi aspek-aspek berikut :
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester, pada suatu mata pelajaran
(Permendiknas, No.41 Tahun 2007). Sedangkan kompetensi dasar merupakan
sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu
sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi dalam suatu pelajaran
(Permendiknas No.41 Tahun 2007).
9
Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA kelas 4 semester II adalah
sebagai berikut :
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPA Kelas 4 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya
7. Memahami gaya dapat mengubah
gerak dan/atau bentuk suatu benda.
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bawa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah
gerak suatu benda. 7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah
bentuk suatu benda.
8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta
sifat-sifatnya.
8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya.
8.3 Membuat suatu karya/model untuk
menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari
kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut.
8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi
melalui penggunaan alat musik.
Bumi dan Alam Semesta
9. Memahami perubahan kenampakan
permukaan bumi dan benda langit.
9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan
bumi.
9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari.
10. Memahami perubahan lingkungan
fisik dan pengaruhnya terhadap
daratan.
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab
perubahan lingkungan fisik (angin, hujan,
cahaya matahari, dan gelombang air laut). 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan (erosi,
abrasi, banjir, dan longsor).
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (eosi, abrasi, banjir,
dan longsor).
11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan.
11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan teknologi yang digunakan.
11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan.
Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
10
2.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning (yang selanjutnya disingkat PBL) biasanya
juga disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Terdapat berbagai pendapat
tentang pengertian PBL. Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian
model pembelajaran PBL. Menurut Drs. Daryanto (2014 : 29) pembelajaran berbasis
masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Menurut Tan (2003) dalam Rusman (2010: 229):
Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
Menurut Fogarty dalam Hamruni (2012: 220) “Problem-based learning
adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan „membenturkan‟ siswa kepada
masalah-masalah praktis, dengan berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui
stimulus dalam belajar”. Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah. “SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah” (Wina Sanjaya, 2014: 214).
Dari beberapa pendapat ahli dapat ditemukan bahwa PBL mengandung
permasalahan yang harus dipecahkan atau dicari jawabannya oleh siswa. Jadi
berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa PBL adalah model pembelajaran
dengan memberikan suatu permasalahan dunia nyata pada peserta didik yang melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang diterapkan dengan proses kerja
kelompok. PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran. Dengan PBL siswa akan
mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Siswa tidak hanya duduk diam
mendengarkan penjelasan guru tetapi siswa juga dituntut untuk aktif mencari
pengetahuannya sendiri.
11
Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Rusman (2010 : 232) katarkteristik pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut :
a. permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
b. permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur;
c. permaslahan membutuhkan perspektif ganda (multiple persperctive);
d. permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar;
e. belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f. pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses esensial dalam PBL;
g. belajar adalah kolaborasi, komunikasi, dan kooperatif;
h. pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan;
i. keterbukaan proses PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar; dan
j. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
Menurut Min Liu (2005) dalam Aris Shoimin (2014: 130) karakteristik dari
PBL, yaitu :
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa
sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
kontruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuan sendiri.
b. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga
siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
c. New information is acquired throught self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui
dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha
untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi
lainnya.
d. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha
membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam
12
kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang
jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
e. Teacher act as facilitators
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktifitas
siswa dan mendorong meraka agar mencapai target yang hendak dicapai.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik PBL adalah awal
pembelajartan diawai dengan suatu permasalahan yang diberikan guru, masalah
berkaitan dengan dunia nyata siswa, permasalahan tersebut akan menentukan arah
pembelajaran dalam kelompok. Dengan permasalahan yang diberikan siswa didorong
untuk mencari informasi yang diperlukan dari berbagai sumber untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
Menurut Hamruni (2012:157) kelebihan PBL, diantaranya :
1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil
maupun proses belajarnya.
7. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (Matematika,
IPA, Sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara
berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya
sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja.
8. Lebih menyenangkan dan disukai siswa.
9. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
10. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
11. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar
meskipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
13
Menurut Hamruni (2012:158) disamping kelebihan, PBL juga memiliki
kelemahan, diantaranya :
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit bisa dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Agus Suprijono (2009: 74) sintak pembelajaran berbasis masalah
sebagai berikut :
Tabel 2
Sintak Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
No Fase Perilaku Guru
1. Fase 1 : Melakukan orientasi
masalah kepada siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang
diperlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan motivasi kepada siswa agar
menaruh perhatian terhadap aktivitas
penyelesaian masalah.
2. Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan pembelajaran agar relevan
dengan penyelesaian masalah,
3 Fase 3 : Mendukung kelompok investigasi
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya,
4. Fase 4 : Mengembangkan dan
menyajikan artefak dan memamerkannya
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan
perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti : laporan, video, dan
model-model, serta membantu mereka saling
berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya.
5. Fase 5 : menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian
masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta proses-
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
14
Duffy & Cunningham, 1996 dalam Martinis Yamin (2011: 31) terdapat lima strategi
dalam menggunakan PBL :
1. Permasalahan sebagai suatu kajian. Permasalahan dipresentasikan pada
awal pembelajaran untuk menarik perhatian peserta didik ke dalam proses
pembelajaran.
2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman. Permasalahan
dipresentasikan atau didiskusikan setelah peserta didik selesai
membacanya, kemudian dipergunakan untuk menjajaki pemahaman
peserta didik.
3. Permasalahan sebagai contoh. Permasalahan diintegrasikan ke dalam
materi pelajaran untuk dapat mengilustrasikan suatu prinsip, konsep dan
prosedur.
4. Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
Permasalahan digunakan untuk mendorong berpikir kritis sehingga
analisis dapat dijadikan untuk pemecahan masalah bagi peserta didik.
5. Permasalahan sebagai stimulus aktifitas otentik. Permasalahan digunakan
untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah-
keterampilan bisa berupa keterampilan fisik, disebutkan dengan
pengetahuan awal, dan keterampilan metakognisi yang telah berhubungan
terhadap proses pemecahan masalah.
Menurut John Dewey dalam Hamruni (2012: 153) menjelaskan 6 langkah
PBL, yaitu :
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Menguji hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan atau penolakan hipotesis yang
diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
7.
Dari pendapat para ahli terdapat langkah-langkah PBL yang sangat khas yang
mencerminkan PBL, yaitu :
15
1. Orientasi tentang masalah
Siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang harus dipecahkan. Guru
mendorong siswa untuk melakukan kegiatan menyelesaikan masalah.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Pada tahap ini guru membimbing siswa merencanakan kegiatan untuk
menyelesaikan masalah. Mengorganiasasikan siswa pada kelompok-kelompok
belajar untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.
3. Investigasi kelompok
Siswa melaksanakan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan yang
diberikan. Guru mengarahkan dan membantu diskusi kelompok.
4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil
Guru membantu siswa membuat artefak yang akan ditampilkan sesuai dengan
tugas yang diberikan.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi hasil penyelidikan dan
proses belajar yang telah dilakukan.
Sintak Pembelajaran Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dalam Pembelajaran IPA Berdasarkan Standar Proses
Pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan, meliputi :
a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan
model Problem Based Learning (PBL).
b. Merumuskan indikator pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD).
c. Merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran.
d. Membuat lembar observasi untuk guru dan siswa.
e. Membuat lembar soal tes untuk melihat hasil belajar IPA siswa.
16
2) Pelaksanaan, meliputi :
1. Kegiatan Awal
a. Guru menyiapkan siswa untuk belajar.
Fase 1: Orientasi Siswa Pada Permasalahan
b. Guru melakukan apersepsi pembelajaran.
c. Guru memberikan motivasi yang berupa masalah awal pada siswa.
d. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
e. Guru menyampaikan langkah-langkah pembelajaran menggunakan PBL.
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
a. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara heterogen.
b. Siswa mengamati dan membaca LKS yang diberikan guru.
c. Siswa dengan bimbingan guru mengidentifikasi permasalahan.
Elaborasi
Fase 3 : Investigasi Kelompok
d. Siswa melaksanakan investigasi kelompok dengan bimbingan guru.
e. Guru membantu investigasi kelompok dan memfasilitasi siswa tentang
hal-hal yang belum dipahami.
Fase 4 : Mengembangkan dan Mempresentasikan Hasil
f. Siswa menyusun hasil diskusi kelompok.
g. Perwakilan kelompok maju kedepan mempresentasikan hasil diskusi yang
telah dibuat.
h. Guru memberikan kesempatan untuk kelompok lain atau siswa lain untuk
berpendapat dan bertanya mengenai hasil pekerjaan kelompok yang
sedang presentasi.
Fase 5 : Menganalisis dan Mengevaluasi Hasil Pemecahan Masalah
i. Guru bersama siswa menganalisis laporan tiap kelompok.
17
j. Guru mengevaluasi hasil diskusi tiap kelompok yang telah
dipresentasikan.
Konfirmasi
k. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang
materi yang belum jelas.
l. Siswa menjawab pertanyaan guru untuk menguji pemahaman siswa dan
memberikan penguatan.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan dan penguatan
tentang materi yang telah dipelajari.
b. Siswa bersama guru melakukan refleksi tentang kegiatan pembelajaran.
c. Guru menutup pembelajaran.
2.1.3 Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Sagala (2003:187) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran
klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional. Sedangkan menurut Ujang
Sukandi dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011: 215) mendeskripsikan
bahwa “pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajar
konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetaui sesuatu bukan
mampu melakukan sesuatu dan pada saat pembelajaran siswa lebih banyak
mendengarkan”. Menurut Jainuri “model konvensional adalah suatu pembelajaran
yang mana dalam proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang lama, yaitu
dalam penyampaian pelajaran pengajar masih mengandalkan ceramah”.
Dalam model pembelajaran tradisional guru menggunakan metode ceramah
dalam menyampaikan materi pelajaran. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain (2013: 97) “metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode
tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi
lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar”. Menurut Wina
Sanjaya (2014: 147) “metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan
18
pelajaran melalui penuturan lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok
siswa”.
Menurut beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konvensional merupakan pembelajaran dimana guru berperan aktif menyampaikan
materi dengan menggunakan metode ceramah, yaitu dengan penjelasan secara lisan.
Karakterisitik pembelajaran konvensional menurut Mawardi dan Puspitasari
dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011: 219) antara lain: (1) siswa adalah
penerima informasi, (2) siswa cenderung belajar secara individual, (3) pembelajaran
cenderung abstrak dan teoritis, (4) perilaku dibangun atas kebiasaan (5) keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan, (6) siswa tidak melakukan yang jelek karena dia
takut hukuman, (7) bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural.
Menurut I Wayan Sukra Warpala (2009):
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran,
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan
modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating
(memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan
untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru
lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan
mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat.
Menurut Sunarto dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an, (2011: 219)
mengemukakan bahwa pembelajaran konvensional dipandang efektif terutama untuk
(1) berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, 2) menyampaikan
informasi dengan cepat, 3) membangkitkan minat akan informasi, 4) mengajari siswa
yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun pembelajaran konvensional juga mempunyai beberapa kelemahan
yaitu 1) tidak semua siswa memiliki cara belajar dengan mendengarkan, 2) siswa
cepat bosan karena pendidik sering kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik
dengan apa yang dipelajari, 3) tidak membangkitkan pemikiran kritis siswa, 4)
pembelajaran konvensional mengansumsikan bahwa cara belajar siswa sama dan
tidak bersifat individual.
19
Sintak Model Pembelajaran Konvensional dalam Pembelajaran IPA di Sekolah
1. Kegiatan Awal
a. Guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan
mengucap salam, mengajak siswa berdoa, melaksanakan presensi dan
membimbing peserta didik menyiapkan peralatan sekolah.
b. Guru melakukan apersepsi.
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
a. Guru menjelaskan materi pembelajaran.
b. Siswa mendengarkan penjelasan yang diberikan guru.
c. Siswa memberikan contoh yang berhubungan dengan materi.
d. Siswa dan guru bertanya jawab tentang materi yang telah dijelaskan.
e. Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.
f. Siswa menuliskan jawabannya di papan tulis.
g. Guru bersama siswa membahas jawaban siswa yang dituliskan di papan
tulis.
h. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang
materi yang belum jelas.
i. Guru memberikan pertanyaan pada siswa untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan secara lisan.
b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi pada pertemuan selanjutnya.
c. Guru menutup pembelajaran.
2.1.4 Hasil Belajar
Hasil belajar memiliki peranan sangat penting dalam proses pembelajaran.
Hasil belajar sering diartikan sebagai hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar seringkali digunakan sebagi patokan apakah
20
seseorang telah berhasil atau belum dalam menjapai tujuan pembelajaran. Proses
penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang
kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina
kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Menurut Purwanto (2014:44) :
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product)
menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau
proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Setelah
mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya.
Menurut Ahmad Susanto ( 2013: 5) “hasil belajar yaitu perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik”. Sedangkan Agus Suprijono (2009: 5) “hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan”.
Menurut Gronlund (1985:20) dalam Purwanto (2014:45):
Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran
adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang
dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan
diukur.
Hasil belajar erat kaitannya dengan tujuan pembelajaran, tercapainya tujuan
pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan pembelajaran pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat diambil simpulan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa akibat dari proses belajar
mengajar yang telah dilaluinya atau pengalaman belajar. Kemampuan tersebut dapat
berupa perubahan tingkah laku setelah terjadinya proses belajar mengajar. Untuk
mengetahui hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis
ataupun tes lisan. Hasil belajar siswa mencerminkan berhasil tidaknya pencapaian
21
tujuan pembelajaran yang sebelumnya telah dirancang.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga domain. Menurut Purwanto (2014:48)
“domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam
proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain : kognitif, afektif,
dan psikomotorik”.
Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono, 2009:5) :
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization ( karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-
routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif,
teknik, fisik, social, manajerial, dan intelektual.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat ditemukan bahwa domain
hasil belajar adalah kognitif, afektif, psikomotorik. Jadi dapat disimpulkan bahwa
domain hasil belajar mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotorik.
Aspek kognitif berupa pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai materi yang
telah dipelajari. Aspek afektif berupa sikap siswa saat mengikuti kegiatan
pembelajaran, dan aspek psikomotorik berupa keterampilan yang dimiliki siswa saat
mengikuti dan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai
teknik, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik
penilaian dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan nontes.
1. Teknik Tes
Menurut Endang Poerwati, dkk (2008:1) tes adalah seperangkat tugas yang
harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik
untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi
yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sedangkan
22
menutut menurut Ngalim Purwanto (2010: 33) tes hasil belajar atau achievement test
ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan
oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka
waktu tertentu.
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir
pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar,
Suryanto Adi, dkk, dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:70).
Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya, berikut macam tes
berdasarkan cara pengerjaannya, Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:144) yaitu :
1. Tes Tertulis
Tes tertulis yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik
dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian,
benar-salah, dan menjodohkan.
b. Tes uraian, yang terbagi atas ada tes uraian objektif (penskorannya
dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif
(penskorannya sulit dilakukan secara objektif).
2. Tes Lisan
Tes lisan yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dengan peserta
didik dengan tujuan melakukan pengukuran atau menentukan skor.
3. Tes Perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam
bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan
perbuatan atau unjuk kerja.
2. Teknik Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah
afektif dan psikomotor. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk., (2012:73-75) jenis
teknik non tes, yaitu :
1. Unjuk Kerja
Merupakan suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui
pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa
23
tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi
dan berdiskusi.
2. Penugasan
Merupakan penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang
mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu
tertentu.
3. Tugas Individu
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik
yang dilakukan secara individu.
4. Tugas kelompok
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik
yang dilakukan secara kelompok.
5. Portofolio
Teknik yang digunakan kepada siswa untuk menjabarkan tugas
atau karyanya. Portofolio memberikan gambaran menyeluruh tentang apa
yang telah dipelajari dan dicapai siswa.
2.1.5 Hubungan Antara Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Terhadap Hasil Belajar
Hubungan antara model pembelajaran PBL dan hasil belajar saling berkaitan.
Model pembelajaran PBL merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran. Dalam
model ini ditandai dengan adanya permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa.
PBL melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Siswa dituntut aktif
untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran
melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Dengan pembelajaran PBL siswa
dilatih untuk untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Siswa tidak hanya
duduk menerima materi dari guru tetapi siswa mengembangkan pengetahuannya
sendiri dengan bimbingan dari guru. Pembelajaran PBL dapat melatih kerja sama
siswa dengan menyelesaikan suatu permasalahan secara berkelompok. Model
penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan, menarik, dan mudah
dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti suatu
pembelajaran. Hasil belajar biasanya berupa nilai. Hasil belajar dipengaruhi oleh
model pembelajaran yang digunakan guru, jika guru menggunakan model
24
pembelajaran yang tepat dan menyenangkan akan berpengaruh pada hasil belajar
siswa. Oleh karena itu, antara model pembelajaran PBL dengan hasil belajar
memliliki kaitan yang erat, karena kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Hasil
belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran PBL. Jika guru dapat mengaplikasikan
PBL dengan baik dan benar maka dapat mempengaruhi hasil belajar menjadi lebih
baik.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai model Problem Based Learning (PBL) pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya, antara lain :
Merinda Dian Prametasari (2012) melakukan penelitian berjudul “Efektifitas
Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning-PBL)
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di Gugus Hasanudin Salatiga Semester
II Tahun Aajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini dinyatakan ada efektifitas
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL)
terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Gugus Hasanudin Salatiga Semester
II Tahun Ajaran 2011/2012. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan uji t, taraf
siginifikansi yaitu 0,002 yang berarti bahwa perlakuan yang diberikan pada kelas
eksperimen yaitu pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL)
lebih efektif terhadap hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar kelas kontrol yang
menggunakan model pembelajaran konvensional sebesar 74,53 dan rata-rata hasil
belajar kelas eksperimen yaitu 83,38 dengan perbedaan rata-rata (mean difference)
sebesar 8,85. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning-PBL), artinya model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning-PBL) bermakna terhadap peningkatan hasil belajar.
Kelemahan penelitian ini adalah tidak diuraikan refleksi terhadap pembelajaran PBL
sehingga kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana sistem belajar mengajarnya.
Prisky Chitika (2012) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
25
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Jepon Kecamatan Jepon
Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”, dalam penelitian ini
dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran
berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Jepon semester
II Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV
SDN Jepon, hal ini dapat dilihat dari hasil uji t yang menunjukkan bahwa
signifikansi sebesar 0,000. Rata-rata kelas eksperimen yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah sebesar 90,00 dan rata-rata
kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran konvensional sebesar 85,00.
Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model
pembelajaran berbasis masalah dalam pelajaran IPA, artinya penggunaan model
pembelaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar sehingga hasil belajar
siswa dapat memuaskan. Kelemahan penelitian ini adalah tidak diuraikan refleksi
terhadap pembelajaran PBL sehingga kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana
sistem belajar mengajarnya.
Dalam penelitian yang berjudul “Keefektifan Penggunaan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V
SD Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun
Pelajaran 2011/ 2012” yang ditulis Sri Hartati (2012), model pembelajaran berbasis
masalah efektif digunakan dalam pembelajaran matematika siswa kelas V di SD
Kanisius Cungkup Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Hal ini didukung oleh hasil
nilai rata-rata pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional sebesar 57,60 sedangkan hasil nilai rata-rata pembelajaran matematika
dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah mencapai hasil 80,80.
Hal ini, dipertegas dengan hasil uji t dengan signifikansi sebesar 0,000. Kelebihan
penelitian ini adalah nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
Kelemahan penelitian ini adalah penerapan model PBL belum sepenuhnya mengikuti
26
sintak model pembelajaran berbasis masalah.
Penelitian dalam e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Vol 2 yang ditulis oleh Kade Mahendra, Made Sumantri, I Gede Margunayasa (2014)
yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas V SD”, menunjukkan hasil penelitian yaitu terdapat
perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model
pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD di gugus XV Kecamatan Buleleng Tahun
Ajaran 2013/2014. Rata-rata model pembelajaran berbasis masalah = 21,70 > rata-
rata konvensional = 12,72. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa
model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA
siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Berikut disajikan tabel hasil kajian penelitian yang relevan yang telah
dilakukan sebelumnya :
27
Tabel 3
Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan
No
Nama Peneliti
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
PBL Hasil
Belajar
IPA
1. Merinda Dian
Prametasari
Model pembelajaran PBL lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional,
dengan rata-rata kelas kontrol yaitu 74,53 dan
rata-rata kelas eksperimen yaitu 83,38.
2. Prisky Chitika
Pembelajaran menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional, hal ini ditunjukkan dengan rata-
rata kelas eksperimen yaitu 90,00 dan rata-rata
kelas kontrol yaitu 85,00.
3. Sri Hartati
Pembelajaran menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini dibuktikan oleh hasil nilai
rata-rata pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran
konvensional sebesar 57,60 sedangkan hasil
nilai rata-rata pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah mencapai hasil 80,80.
4. Kd. Mahendra, Md.
Sumantri, I
Gd.Margunayasa
Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang
signifikan antara siswa yang mengikuti model
pembelajaran berbasis masalah dengan siswa
yang mengikuti model pembelajaran
konvensional. Rata-rata model pembelajaran berbasis masalah = 21,70 > rata-rata
konvensional = 12,72.
5. Peneliti Sedang melakukan penelitian
Pada tabel 3 dapat dilihat hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
bahwa model pembelajaran PBL lebih efektif dibandingkan model pembelajaran
konvensional. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan hasil belajar yang signifikan
antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran PBL dengan kelas
kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
28
2.3 Kerangka Berpikir
Salah satu keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada hasil
belajar siswa. Jika hasil belajar siswa tinggi maka pembelajaran dapat dikatakan
berhasil namun sebaliknya jika hasil belajar rendah maka dapat dikatakan
pembelajaran belum berhasil. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa adalah metode atau model pembelajaran yang digunakan guru.
Sejauh pembelajaran sering kali menggunakan pembelajaran konvensional
yang berpusat pada guru. Pembelajaran seperti ini berpusat pada guru sehingga guru
menjadi sumber belajar utama siswa. Pembelajaran demikian lebih mementingkan
penguasaan materi dan kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam
mata pelajaran. Selain itu interaksi yang terjalin satu arah, yaitu dari guru kepada
siswa karena dalam pembelajaran ini siswa bekerja secara individualis.
Salah satu model pembelajaran siswa yang inovatif dan berpusat pada siswa
adalah model PBL. Pendekatan saintifik melalui model Problem Based Learning
merupakan suatu pendekatan dan model pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Dalam model Problem Based Learning, siswa dikondisikan untuk aktif memecahkan
masalah yang diberikan dengan menggunakan gagasan yang mereka miliki.
Pendekatan dan model pembelajaran ini menekankan pada kemampuan peserta didik
untuk menyelesaikan masalah dengan pengetahuannya sendiri. Dengan model PBL
peserta didik harus mampu membangun pengetahuannya sendiri.
Berikut gambar kerangka berpikir adalah sebagai berikut :
\
29
Gambar 1
Kerangka Pikir Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran PBL
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan metode
ceramah.
Guru memberikan pertanyaan pada
siswa terkait
dengan materi.
Guru memberikan latihan soal yang
dikerjakan secara individu oleh
siswa.
Guru memberikan motivasi dengan
mengajukan permasalahan.
Guru membagi siswa ke dalam 4 kelompok secara
heterogen.
Guru membantu dan mengarahkan
diskusi kelompok.
Guru memberi kesempatan pada
setiap kelompok untuk presentasi.
Guru bersama siswa menganalisis dan
mengevaluasi hasil diskusi siswa
Pembelajaran IPA
KD : 10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan
fisik (angin, hjan, cahaya matahari, dan gelombang laut)
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL)
Menyampaikan materi
pelajaran Orientasi pada
permasalahan
Melakukan tanya jawab
Memberikan latihan
soal.
Investigasi kelompok
Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil
Hasil Belajar Kognitif Siswa
Tes formatif
Mengorganisasikan siswa
untuk belajar
Menganalisis dan
mengevaluasi hasil
pemecahan masalah
Tes formatif
30
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
H0 : Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil
belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Ringinsari Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali Tahun Pelajaran 2014/2015.
Ha : Terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil
belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Ringinsari Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali Tahun Pelajaran 2014/2015.