BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...

13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 11) belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Menurut Slameto (2003: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2005: 11) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang bekenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Suryabrata dan Syaodih Sukmadinata dalam Syaiful Sagala (2005: 50) menegasakan bahwa belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Bruner dalam S. Nasution (2008: 9) menyatakan bahwa dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni: 1. Informasi Dalam tiap pembelajaran, diperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, dan ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah seseorang ketahui sebelumnya. 2. Transformasi Informasi yang telah didapat harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar

Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 11) belajar merupakan

proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan

sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.

Menurut Slameto (2003: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu

proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan

tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Syaiful

Sagala (2005: 11) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang bekenaan

dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun

implisit (tersembunyi). Suryabrata dan Syaodih Sukmadinata dalam Syaiful

Sagala (2005: 50) menegasakan bahwa belajar adalah berusaha mengatasi

hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan.

Bruner dalam S. Nasution (2008: 9) menyatakan bahwa dalam proses

belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni:

1. Informasi

Dalam tiap pembelajaran, diperoleh sejumlah informasi, ada yang

menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan

memperdalamnya, dan ada pula informasi yang bertentangan dengan apa

yang telah seseorang ketahui sebelumnya.

2. Transformasi

Informasi yang telah didapat harus dianalisis, diubah atau ditransformasi

ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat

diperlukan.

3. Evaluasi

Kemudian informasi tersebut akan dinilai hingga manakah pengetahuan

yang seseorang peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk

memahami gejala-gejala lain.

Gagne dalam Kokom Komalasari (2010: 2) mendefinisikan belajar sebagai

suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan

manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni

peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja).

Sunaryo dalam Kokom Komalasari (2010: 2) menyatakan bahwa belajar

merupakan suatu kegiatan di mana seseorang membuat atau menghasilkan suatu

perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan

keterampilan.

Hilgrad dan Bower dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 13)

menyatakan bahwa belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge,

comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or

memory; memorize; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to

find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh atau

menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman,

dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki

arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.

Dari kajian-kajian tentang belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat proses perubahan tingkah laku

yang relatif mantap karena adanya latihan dan perolehan pengalaman, yang

diarahkan pada tujuan mengubah tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan

berbuat pada individu yang belajar.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2001: 155), hasil belajar tampak sebagai

terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur

dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik

dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap

kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.

Slameto (2003: 2) menyatakan bahwa perubahan yang terjadi dalam diri

seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak

setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah: (1) perubahan

terjadi secara sadar; (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional;

(3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; (4) perubahan dalam belajar

bukan bersifat sementara; (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah; dan

(6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Menurut Agus Suprijono (2011: 5) hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan

keterampilan.

Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5) menyatakan bahwa hasil belajar

berupa (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4)

keterampilan motorik, dan (5) sikap. Sementara menurut Lindgren dalam Agus

Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian,

dan sikap.

Nana Sudjana (2010: 39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai

siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam yaitu

kemampuan diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor

lingkungan belajar terutama kualitas pengajaran.

Dari uraian yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui kegiatan

belajar. Hasil belajar yang baik diindikasikan dengan tingkah laku yang lebih baik

daripada tingkah laku sebelum melakukan kegiatan belajar, bersifat kontinu, dan

tidak hanya bertahan sementara.

2.1.3 Metode Inkuiri

Senjaya dalam Kokom Komalasari (2010: 56) menyatakan bahwa metode

adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah

disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

Menurut Udin Syaefudin Sa’ud (2010: 169), asas inkuiri merupakan

proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses

berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari

mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru

bukanlah untuk mempersiapkan siswa untuk menghafalkan sejumlah materi, akan

tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri

materi yang harus dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang

tidak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada

intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh.

Dalam model inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis,

yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3) mengumpulkan

data, (4) menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan,dan (5) membuat

kesimpulan. Penerapan model inkuiri ini dapat dilakukan dalam proses

pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran siswa akan masalah yang jelas

yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk menemukan

masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa

dapat mengajukan jawaban sementara (hipotesis). Hipotesis itulah yang akan

menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Bila data

terkumpul maka siswa dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk

merumuskan kesimpulan.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 194) Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)

adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir

secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari

suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan

melalui tanya jawab antar guru dan siswa. Materi pelajaran tidak diberikan secara

langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri

materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing

siswa untuk belajar.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

SPI merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi

kepada siswa (student centered). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini

siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

SPI akan efektif manakala:

Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari

suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam

strategi strategi inkuiri penguasaan materi pelajaran bukan sebagai

tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah

proses belajar.

Bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep

yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu

pembuktian.

Proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap

sesuatu.

Guru mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki

kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri akan kurang

berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan

untuk berpikir.

Jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa

dikendalikan oleh guru.

Guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan

yang berpusat pada siswa.

Menurut Syaiful Sagala (2005: 89) menemukan (inkuiri) merupakan

bagian dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya

hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.

Kata kunci dari strategi inkuiri adalah siswa menemukan sendiri.

Gulo dalam Trianto (2011: 135) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu

rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan

siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,

sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri bagi siswa adalah (1)

keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan

kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)

mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam

proses inkuiri.

Menurut Kokom Komalasari (2010: 73), inkuiri merupakan model

pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri

siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,

mengembangkan kreativitas dalam memahami konsep dan memecahkan masalah.

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inkuiri sangat

beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan

bahwa pembelajaran dengan metode inkuiri memiliki 5 komponen yang umum

yaitu: (1) Question; pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan

pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa, (2) Student Engangement;

keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah

sebagai fasilitator, (3) Cooperative Interaction; siswa diminta untuk

berkomunikasi, bekerja berpasangan, atau dalam kelompok dan mendiskusikan

berbagai gagasan, (4) Performance Evaluation; siswa diminta untuk membuat

sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai

permasalahan yang sedang dipecahkan, dan (5) Variety of Resources;

menggunakan bermacam-macam sumber belajar seperti buku teks, website,

televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.

Menurut Raharjo Ismail http://zhoney.blogspot.com/2010/09/penerapan-

metode-inquiry-dalam.html (2010), metode inkuiri merupakan salah satu metode

pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa kepada siswa yang

menimbulkan teka-teki, dan memotivasi siswa untuk mencari pemecahaan

masalah. Dengan demikian diharapkan siswa mampu menemukan sendiri konsep-

konsep atau prinsip-prinsip yang telah direncanakan oleh guru untuk dimiliki

siswa.

Dalam metode ini, siswa lebih banyak terlibat dalam kegiatan

pembelajaran, sehingga siswa tidak hanya mendengarkan ceramah yang

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

disampaikan oleh guru tetapi siswa lebih memiliki kesempatan untuk berpikir.

Dalam proses berpikir mereka, siswa dapat merumuskan jawaban dari masalah

yang disajikan sehingga perkembangan kognitif tiap-tiap individu siswa dapat

terlaksana. Metode inkuiri dimaksudkan untuk merangsang keingintahuan siswa

berdasarkan fakta-fakta yang ada dengan ajuan pertanyaan-pertanyaan dari guru.

Dengan demikian, siswa tertarik untuk mencari dan meneliti fakta tersebut

sehingga diperoleh pemecahannya dengan kemampuan mereka masing-masing.

Metode inkuiri ini juga mendorong siswa untuk berpikir ilmiah, kreatif, dan

intuitif. Siswa juga dilatih untuk berpikir mandiri sebab mereka dituntut untuk

bekerja atas inisiatif mereka sendiri.

Namun dalam pelaksanaannya metode inkuiri memerlukan perencanaan

yang teratur dan matang. Sedangkan bagi guru yang telah terbiasa menggunakan

pengajaran dengan cara-cara yang tradisional, ini merupakan kesulitan tersendiri.

Selain itu, pelaksanaan pengajaran dengan metode inkuiri dapat memakan waktu

yang cukup panjang. Proses pembelajaran dengan metode inkuiri juga dapat

terhambat jika siswa telah terbiasa belajar pasif, hanya mendengarkan guru, tanpa

menanggapi apa yang diberikan oleh guru. Selain itu,tidak semua mata pelajaran

dapat menggunakan metode ini.

Pembelajaran inkuiri memerlukan lingkungan kelas yang memungkinkan

siswa bebas berkarya, berpendapat, membuat dugaan, dan membuat kesimpulan.

Dengan metode inkuiri ini, suasana pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih

hidup.

Agar metode inkuiri dapat terlaksana dengan baik, haruslah tercipta

kondisi belajar yang fleksibel dalam interaksi belajar. Kondisi lingkungan sedapat

mungkin mampu memancing gairah intelektual dan semangat belajar yang tinggi.

Guru juga harus mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan responsif.

Bruce Joyce dan Marsha Weil (1990) mengatakan bahwa:

“The content objectives for inquiry training reside in the information, concepts, and theories embedded in the problem or puzzling situation that is presented to the students. They have to discover the information, form the concepts, and develop the theories. The skills to do those things are the process objectives, as are the social skills of cooperative problem solving.”

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

Sasaran dari isi pelatihan inkuiri terletak pada informasi, konsep, dan teori

yang terkandung pada masalah atau situasi yang menyulitkan yang disajikan oleh

guru bagi para siswa. Mereka harus menemukan informasi, membentuk konsep

dan mengembangkan teori itu. Keterampilan untuk melakukannya adalah sasaran

proses, seperti dalam keterampilan sosial dalam pemecahan masalah secara

kooperatif.

Dari kajian-kajian tentang metode inkuiri yang telah dijelaskan, maka

dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan suatu cara dalam

pembelajaran yang menekankan pada partisipasi aktif dari siswa untuk mengalami

dan menggali pengalaman-pengalaman belajar yang diharapkan dapat dikuasai

oleh siswa. Melalui mengalami dan menggali pengalaman-pengalaman belajar

mereka, maka kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan intuitif mereka akan

berkembang. Dengan demikian, di akhir kegiatan diharapkan siswa dapat

menemukan sendiri konsep mengenai materi-materi yang diajarkan berdasarkan

konsep dan cara mereka sendiri, yang mereka temukan melalui pengalaman-

pengalaman belajar yang telah mereka alami.

2.1.4 Pembelajaran IPA di SD

Menurut Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk

Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) (Depdiknas, KTSP 2006), IPA

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkanya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/ MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh

karena itu pembelajaran IPA di SD/ MI menekankan pada pemberian pengalaman

belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/ MI

merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta

didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan

pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik

untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru.

Mata pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-

Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran

tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,

lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI meliputi aspek-aspek

berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/ materi, sifat-sifat dan keguanaanya meliputi: cair, padat,

dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan

benda-benda langit lainnya.

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Noor Sholihin,

Program PJJ FKIP UKSW dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar

IPA Kelas IV Melalui Penerapan Strategi Pengajaran Inkuiri di SD Negeri Tutup

02 Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora pada Semester I Tahun Pelajaran

2009/2010”, hipotesis tindakan dalam penelitian tersebut yang menyatakan bahwa

pembelajaran dengan penerapan strategi pengajaran inkuiri dapat meningkatkan

prestasi belajar IPA tentang bagian-bagian tumbuhan untuk siswa kelas IV SD

Negeri Tutup 02 Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora pada Semester I Tahun

Pelajaran 2009/2010 ternyata didukung oleh kebenaran empirik yang berupa hasil

tindakan kelas dalam dua siklus. Hasil akhir tindakan tersebut menunjukkan

terjadinya peningkatan ketuntasan belajar sebesar 57% dari kondisi awal. Adapun

hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran menunjukkan perubahan yang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

positif yaitu siswa lebih aktif dan bersemangat selama proses pembelajaran

berlangsung.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anjar Wikaningrum, Program PJJ

PGSD FKIP UKSW tahun 2010 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keaktifan

dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Metode Inkuiri Pembelajaran IPA dengan

Materi Pokok Pesawat Sederhana di SD N 3 Kaloran Tahun Ajaran 2009/2010”,

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran IPA dengan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dalam materi pokok pesawat sederhana. Hal itu dapat

dilihat dari hasil belajar siswa pada tes pembelajaran siklus I dan

siklus II. Rata-rata nilai siswa saat kondisi awal adalah 64,48. Saat

siklus I rata-rata nilainya meningkat sebanyak 72,53 dan saat siklus

II rata-rata nilai siswa menjadi 78,46 dan perbandingan ketuntasan

siswa dari siklus I dan siklus II adalah sebanyak 39%.

2. Penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA sangat

berpengaruh bagi hasil belajar siswa dan nilai siswa sudah

memenuhi KKM yang ditentukan.

3. Keaktifan siswa mengalami peningkatan dalam mengikuti

pembelajaran IPA dengan metode inkuiri. Pada pembelajaran

siklus I masih ada beberapa siswa yang belum aktif dalam

mengikuti proses pembelajaran, sedangkan dalam siklus II sudah

meningkat sebagian besar jumlah siswa aktif dalam proses

pembelajaran.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Himmatul Khoriyah, Program PJJ

PGSD FKIP UKSW tahun 2010 dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Inkuiri dan Media Melalui

Konsep Gaya Magnet untuk Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas V Semester II

SD Negeri Karanganyar Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang,

menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

1. Penggunaan pendekatan inkuiri dan media melalui konsep gaya

magnet untuk mata pelajaran IPA dapat membantu meningkatkan

pemahaman bagi siswa.

2. Pemilihan dan penentuan pendekatan dengan menggunakan alat

bantu media yang tepat sesuai dengan materi, tujuan, dan tingkat

perkembangan siswa dapat meningkatkan tingkat pemahaman bagi

siswa terhadap konsep yang dipelajari yang pada akhirnya dapat

meningkatkan hasil belajar.

3. Sebelum diterapkannya strategi pembelajaran menggunakan media

secara tepat hasil belajar yang diperoleh peningkatan dengan

persentase 44,4% menjadi 55,5%.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh

kerangka pikir bahwa kondisi awal pembelajaran IPA kelas II SD Kristen Satya

Wacana semester II tahun pelajaran 2011/2012 lebih banyak berpusat pada guru,

guru lebih banyak berceramah. Siswa hanya sebagai pendengar, kondisi seperti ini

mengakibatkan siswa merasa bosan dan enggan belajar IPA. Akibatnya hasil

belajar IPA siswa tidak maksimal. Ini terbukti dengan nilai ulangan harian IPA

siswa yang menunjukkan bahwa beberapa siswa mendapatkan nilai di bawah

KKM ≥ 70. Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan

suatu tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan metode inkuiri

dalam proses pembelajaran IPA.

Dari tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi

akhir, yaitu hasil belajar IPA siswa kelas II SD Kristen Satya Wacana semester II

tahun pelajaran 2011/2012 dapat meningkat. Melalui metode inkuiri, diharapkan

siswa lebih senang dan tertarik untuk belajar IPA.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir yang

disajikan pada gambar 2.1 berikut ini:

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1002/3/T1_292008506_BAB II.pdf · Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan siswa

Gambar 2.1

Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : jika pembelajaran

dengan metode inkuiri diterapkan dalam pembelajaran IPA, maka dapat

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas II SD Kristen Satya Wacana semester

II tahun pelajaran 2011/2012.

Kondisi awal

Tindakan

Guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran IPA, siswa enggan dan bosan belajar IPA, hasil belajar siswa rendah.

Kondisi akhir

Penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA: Guru memancing keingintahuan siswa terhadap materi pembelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong siswa memiliki ketertarikan untuk mengalami pengalaman-pengalaman belajar secara langsung dan dapat memahami konsep secara mandiri.

SIKLUS I Hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

100% siswa memperoleh nilai di atas KKM ≥ 70.

SIKLUS II Hasil belajar siswa

meningkat.

PRA SIKLUS Hasil belajar beberapa

siswa dibawah KKM ≥ 70