Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

60
COUNTERPULSASI POMPA BALON INTRA-AORTIK Intra-aortik Baloon Pump (IABP) merupakan suatu alat yang didesain untuk menambah perfusi miokard dengan meningkatkan aliran darah koroner selama diastolik dan unloading ventrikel kiri selama sistolik. Ini dilakukan dengan pemindahan massa dari volume darah (biasanya 30 sampai 50 mL) dengan mengembangkan dan mengempiskan balon yang diposisikan pada segmen proksimal dari aorta descenden. Gas yang digunakan untuk tujuan ini adalah karbon dioksida (karena solubilitasnya dalam darah yang besar) atau helium (karena inertial properties dan koefisien difusi yang cepat). Pengembangan dan pengempisan disinkronkan dengan siklus jantung dengan elektronik dari console balon yang menghasilkan counterpulsasi. Hasil dari penggunaan IABP yang efektif seringkali cukup dramatik. Perbaikan pada cardiac output, fraksi ejeksi, aliran darah koroner, dan MAP sering terlihat, sebaik penurunan pada tekanan sistolik aorta dan ventrikuler, tekanan end-diastolik ventrikuler kiri, tekanan desakan kapiler pulmonal, LAP, HR, frekuensi kontraksi ventrikuler prematur, dan supresi aritmia atrial. Indikasi dan Kontraindikasi 1

description

kaplan

Transcript of Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Page 1: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

COUNTERPULSASI POMPA BALON INTRA-AORTIK

Intra-aortik Baloon Pump (IABP) merupakan suatu alat yang didesain untuk

menambah perfusi miokard dengan meningkatkan aliran darah koroner selama

diastolik dan unloading ventrikel kiri selama sistolik. Ini dilakukan dengan

pemindahan massa dari volume darah (biasanya 30 sampai 50 mL) dengan

mengembangkan dan mengempiskan balon yang diposisikan pada segmen proksimal

dari aorta descenden. Gas yang digunakan untuk tujuan ini adalah karbon dioksida

(karena solubilitasnya dalam darah yang besar) atau helium (karena inertial properties

dan koefisien difusi yang cepat). Pengembangan dan pengempisan disinkronkan

dengan siklus jantung dengan elektronik dari console balon yang menghasilkan

counterpulsasi. Hasil dari penggunaan IABP yang efektif seringkali cukup dramatik.

Perbaikan pada cardiac output, fraksi ejeksi, aliran darah koroner, dan MAP sering

terlihat, sebaik penurunan pada tekanan sistolik aorta dan ventrikuler, tekanan end-

diastolik ventrikuler kiri, tekanan desakan kapiler pulmonal, LAP, HR, frekuensi

kontraksi ventrikuler prematur, dan supresi aritmia atrial.

Indikasi dan Kontraindikasi

Sejak pengenalannya, indikasi untuk IABP telah berkembang (Tabel 32-10).

Penggunaan IABP paling sering adalah untuk terapi syok kardiogenik. Ini dapat

terjadi setelah CPB atau setelah operasi jantung pada pasien-pasien dengan syok

preoperatif, dengan postinfark akut defek septum ventrikel atau regurgitasi mitral,

mereka yang memerlukan stabilisasi sebelum operasi, atau pasien-pasien yang

mengalami dekompensasi secara hemodinamik selama kateterisasi jantung. Pasien-

pasien dengan iskemik miokardial refrakter untuk vasodilatasi koroner dan penurunan

afterload distabilisasi dengan IABP sebelum kateterisasi jantung, dan beberapa pasien

dengan CAD berat akan secara profilaksis memiliki IABP yang diinsersikan sebelum

menjalani operasi CABG [114-118].

Kontraindikasi untuk penggunaan IABP relatif sedikit (lihat Tabel 32-10).

Adanya regurgitasi aorta (AR) berat atau diseksi aorta didaftar sebagai kontraindikasi

1

Page 2: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

absolut untuk IABP, meskipun laporan keberhasilan dari penggunaannya pada

pasien-pasien dengan insufisiensi aorta atau trauma akut pada aorta descenden telah

ditunjukkan. Kontraindikasi relatif lainnya didaftar; penggunaan IABP pada hal

tersebut adalah pada kebijaksanaan dokter. Karena perubahan hemodinamik

disebabkan oleh IABP yang secara teori cenderung untuk memperburuk obstruksi

jalur aliran keluar dinamik oleh pergeralan anterior sistolik (systolic anterior

motion/SAM) dari katub mitral, seharusnya digunakan dengan perhatian, jika pada

keseluruhan, pada pasien-pasien tersebut.

TABEL 32-10 Counterpulsasi Pompa Balon Intra-aortik

Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi Kontraindikasi

1. Syok kardiogenik

a. Infark miokard

b. Miokarditis

c. Kardiomiopati

2. Kegagalan untuk terpisah dari CPB

3. Stabilisasi pasien preoperatif

a. Defek septum ventrikel

b. Regurgitasi mitral

c. Kegagalan untuk lepas dari CPB

4. Stabiliasai pasien bedah nonkardiak

5. Bantuan prosedural selama angiografi

koroner

6. Jembatan untuk transplantasi

1. Insufisiensi valvuler aortik

2. Penyakit aorta

a. Diseksi aorta

b. Aneurisme aorta

3. Penyakit vaskuler perifer berat

4. Penyakit sistemik nonkardiak berat

5. Trauma berat

6. Pasien-pasien dengan perintah “jangan

diresusitasi”

7. SAM mitral dengan obstruksi jalur

aliran keluar dinamik

Teknik Insersi

Pada perkembangan IABP awal, insersi adalah dengan akses bedah pada pembuluh

darah femoral. Pada akhir tahun 1970, perbaikan pada desain IABP memungkinkan

2

Page 3: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

perkambangan teknik insersi perkutan. Saat ini teknik ini paling sering digunakan,

insersi IABP perkutan dilakukan dengan cepat dengan kit yang tersedia secara

komersial.

Ateria femoralis dengan pulsa yang lebih tinggi terlihat dengan palpasi yang

hati-hati. Panjang balon untuk diinsersikan diperkirakan dengan meletakkan ujung

balon pada dada pasien pada sudut Louis dan secara tepat menandai titik distal yang

sesuai dengan arteria femoralis. Perhatian harus diberikan saat melepas balon dari

bungkus untuk mengikuti prosedur pabrik dengan tepat sehingga tidak menyebabkan

perforasi balon sebelum insersi. Balon yang tersedia terbungkus dan membutuhkan

hanya dengan tepat dikempiskan sebalum pelepasan dari bungkus. Arteria femoralis

dimasuki dengan jarum yang disediakan, guidewire J-tippes dimasukkan setingkat

arkus aorta, dan jarum dicabut. Lokasi penusukan arteri diperbesar dengan

penempatan berturut-turut dilator 8Fr dan kemudian dilator 10.5-atau 12-Fr dan

kombinasi sarung (Gambar 32-3). Pada balon ukuran dewasa (30 sampai 50 mL),

hanya dilator yang perlu dilepas, meninggalkan sarung dan guidewire dalam arteri.

Balon disusupkan di atas guidewire ke dalam aorta sentral dan ke dalam posisi yang

benar yang diperkirakan sebelumnya pada segmen proksimal aorta descenden. Sarung

secara halus ditarik kembali untuk dihubungkan dengan manset tahan-bocor pada

pusat balon, idealnya sehingga seluruh sarung keluar dari lumen arteri untuk

meminimalkan risiko untuk komplikasi sistemik pada ekstremitas distal. Sebagai

alternatif, sarung mungkin melepaskan batang balon lebih seperti peel away

pacemaker lead introducer, dengan cara demikian melepaskan sarung secara

keseluruhan dari lokasi insersi. Setidaknya satu pabrik menawarkan balon “tanpa

sarung” untuk insersi.

Gambar 32-3 Diagram insersi pompa balon intra-aortik (IABO). A. Kanulasi dan

insersi balon melalui arteri femoralis. Perhatikan balon yang dibungkus dengan ketat

sebagimana melewati sarung. Guidewire tidak tampak pada gambar ini. B,

Pemposisian balon yang benar pada aorta descenden proksimal. Guidewire J-tipped

3

Page 4: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

terlihat keluar dari lumen sentral balon (A, Kebaikan dari Datascope Corporation; B,

Kebaikan dari Kontron, Inc.)

Jika fluoroskopi tersedia selama prosedur, penempatan yang benar diverifikasi

sebelum memfiksasi balon dengan aman pada kulit. Posisi juga dapat dicek dengan

radiografi atau ekokardiografi setelah insersi. Jika kateter arteri radial kiri indwelling

berfungsi pada saat insersi, perkiraan posisi yang beralasan dapat dibuat dengan

melihat perubahan yang dimediasi balon dari gelombang pulsa arterial (Gambar 32-

4). Setelah pemposisian dan pengaturan waktu balon yang tepat, conterpulsasi 1:1

dapat dimulai. Seluruh balon eksternal yang dipasang sebaiknya ditutup pada

bungkus yang steril.

Pencabutan IABP yang dimasukkan perkutan mugkin dengan teknik terbuka

(pencabutan bedah) atau tertutup. Jika teknik tertutup dipilih, arteri sebaiknya

dibiarkan untuk mengeluarkan darah untuk bebrapa detik sementara tekanan

dipelihara pada arteri distal setelah pencabutan balon untuk membilas adanya klot

yang terakumulasi dari lumen sentral. Manuver ini membantu mencegah embolisasi

klot distal. Tekanan kemudian diaplikasikan untuk 20 sampai 30 menit pada lokasi

penusukan untuk hemostasis. Jika pencabutan bedah dipilih, kateter embolektomi

dapat dilewatkan antegrade dan retrograde sebelum penutupan jahitan dari arteri.

Terdapat rute alternatif dari insersi IABP. Balon dapat ditempatkan secara

bedah melalui arteria femoralis. Ini sekarang dilakukan tanpa menggunakan saluran

vaskuler akhir-ke-sisi, meskipun penempatan ini masih memerlukan prosedur bedah

kedua untuk pencabutan. Pada pasien-pasien yang memiliki penyakit vaskuler perifer

ekstrim atau pada pasien-pasien pediatri yang memiliki vaskularisasi perifer terlalu

kecil, aorta ascenden atau arkus aorta dapat dimasuki untuk insersi balon. Pendekatan

tersebut mengharuskan sternotomi median untuk insersi dan biasanya memerlukan

reeksplorasi untuk pencabutan. Rute lain untuk akses meliputi aorta abdominal dan

arteria subclavia, aksillaris, dan iliaca. Pendekatan iliaca mungkin terutama berguna

untuk kasus pediatri.

4

Page 5: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Pemilihan Waktu dan Pencabutan

Sejumlah pabrik sistem IABP yang berbeda secara komersial tersedia. Desain console

dasar meliputi elektrokardiografi dan monitoring dan pencetak gelombang tekanan

darah arterial, monitoring volume balon, tombol-tombol seleksi pemicu, alat

penyesuaian waktu inflasi/pengembangan dan deflasi/pengempisan, sumber tenaga

baterai, dan gas reservoir. Beberapa dari sistem tersebut telah menjadi cukup canggih,

dengan sirkuit mikroprosesor computer yang maju yang memungkinkan pemicuan

berdasarkan pada sinyal pacemaker atau deteksi dari dan kompensasi untuk ritme

yang menyimpang seperti atrial fibrilasi. Model portabel tersedia untuk transportasi

pasien di darat, helicopter, atau ambulan udara.

Untuk efek IABP yang optimal, inflasi dan deflasi perlu untuk disesuaikan

waktunya dengan siklus jantung. Meskipun sejumlah variabel, yang meliputi

pemposisian balon dalam aorta, volume balon (Gambar 32-5), dan ritme jantung

pasien, dapat mempengaruhi performa IABP, prinsip-prinsip dasar mengenai fungsi

balon harus diikuti. Inflasi balon sebaiknya diatur waktu untuk bertepatan dengan

penutupan katub aorta, atau insufisiensi aorta dan strain LV akan terjadi. Sama

halnya, inflasi lambat akan berakibat pada pengurangan tekanan perfusi untuk arteri

koroner. Deflasi dini akan menyebabkan kehilangan reduksi afterload yang tidak

sesuai, dan deflasi lambat akan meningkatkan kerja LV dengan menyebabkan

peningkatan afterloas, jika hanya sementara. Diagram kesalahan dan pengaturan

waktu yang benar ditunjukkan pada Gambar 32-4 dan 32-6.

Saat performa jantung pasien meningkat, bantuan IABP harus dicabut pada

dengan bertahap dibanding dengan tiba-tiba. Aplikasi yang bijaksana dan pengaturan

dosis vasodilator dan pengobatan inotropik dapat membantu prosedur ini.

Penambahan balon dapat dikurangi pada tahap dari counterpulsasi 1:1 sampai 1:2

kemudian 1:4, dengan interval yang tepat pada tiap tahap untuk memperkirakan

stabilitas hemodinamik dan neurologi, cardiac output, dan perubahan saturasi oksigen

vena campuran. Setelah pengamatan yang tepat pada counterpulsasi 1:4 atau 1:8,

bantuan balon dapat dengan aman dihentikan, dan alat dapat dicabut dengan satu dari

5

Page 6: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

metode yang dibahas. Jika pencabutan perkutan dipilih, interval yang tepat untuk

reversal antikoagulan (jika digunakan) sebelum pencabutan balon sebaiknya

diijinkan.

Komplikasi

Beberapa komplikasi telah dihubungkan dengan penggunaan IABP (Tabel 32-11).

Komplikasi yang paling sering terlihat adalah lesi vaskuler, malfungsi balon, dan

infeksi [114-118]. Tatalaksana untuk masalah respektif tersebut adalah terus-terang.

Flap, diseksi, perforasi, kejadian emboli, dan pseudoaneurisma seharusnya ditangani

secara langsung dengan intervensi dan perbaikan operatif. Steal syndrome atau

iskemia, jika tidak berat, dapat ditangani dengan harapan, namun jika terdapat

compromise ekstremitas yang berat, balon sebaiknya dipindahkan ke tempat lainya.

Cara alternatif dari terapi adalah graft crossover femoral-ke-femoral yang

ditempatkan secara bedah untuk membantu meringankan ekstremitas yang terkena.

Masalah-masalah terkait dengan balon adalah pengaturan secara langsung

dengan pencabutan atau penggantian atau, jika diperlukan, resposisi. Embolisasi

udara, meskipun jarang, telah dengan sukses diterapi dengan oksigen hiperbarik.

Infeksi biasanya memerlukan pencabutan atau penggantian balon pada lokasi

pengganti. Cakupan antibiotik yang tepat sebaiknya diberikan dan disesuaikan saat

hasil kultur tersedia. Material prostetik sebaiknya dilepas jika ada, dan debridement

lokasi insersi dilakukan saat diperlukan. Septikemia dapat terjadi dan memiliki efek

yang merusak jika tidak ditangai secara agresif.

Karena perbaikan multipel pada tatalaksana medis dan anestesi, pemeliharaan

miokardial (lihat Bab 28 dan 29), dan teknik bedah, sebagian besar pasien dapat

dengan aman dilepas dari CPB setelah operasi berhasil. Akan tetapi, kegalan jantung

perioperatif dan LCOS masih terjadi pada pasien-pasien risiko tinggi yang

memerlukan dukungan farmakologik komplek untuk menghentikan CPB. Pasien-

pasien lainnya dapat memerlukan terapi aritmia dengan obat-obatan atau pacemaker.

Pasien-pasien dengan disfungsi ventrikuler paling berat akan memerlukan bantuan

6

Page 7: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

mekanik (misal, IABP, alat bantu ventrikuler kiri, alat bantu RV) dan mungkin

jantung buatan (misal, AbioCor; Abiomed, Danvers, MA) atau transplantasi jantung

(lihat Bab 23 dan 27).

Gambar 32-4 Gelombang arterial terlihat selama bantuan pompa balon intra-aortik

(IABP). Dua gelombang pertama tanpa bantuan, dan terakhir dengan bantuan.

Perhatikan penurunan tekanan end-sistolik dan end-diastolik dan penambahan

tekanan diastolik disebabkan oleh penambahan IABP dan titik (yang benar) dimana

inflasi balon terjadi. Terdapat gelombang yang terbentuk dengan pemposisian yang

benar dan pengaturan waktu balon. (Kebaikan dari Datascope Corporation.)

Gambar 32-6 Perubahan pada tracing gelombang arterial disebabkan oleh kesalahan

pada pengaturan waktu pompa balon intraaorta (IABP). A. Balon terlalu lambat

mengalami deflasi/pengempisan. C, Balon mengalami inflasi terlalu awal. D, Balon

juga terlambat mengalami inflasi. VEDP, left ventricular enddiastolic pressure;

LVEDV, left ventricular end-diastolic volume; PCWP, pulmonary capillary wedge

pressure. (Kebaikan dari Datascope Corporation.)

Tabel 32-11 Komplikasi Counterpulsasi Pompa Balon Intra-aortik

Vaskuler Bermacam-macam Balon

Lesi arteri (perforasi, diseksi) Hemolisis Perforasi (preinsersi

Perforasi aortik Trombositopenia Robek (selama insersi)

Diseksi aorta Infeksi Pemposisian yang tidak

benar

Trombosis arteri femoralis Klaudikasio (postpencabutan) Embolisasi udara

Embolisasi perifer Perdarahan Pencabutan yang kurang

hati-hati

Kanulasi vena femoralis Paraplegia

Pseudoaneurisma pembuluh

darah femoral

Jebakan (entrapment)

Iskemia ekstremitas bawah Nekrosis medulla spinalis

Sindroma kompartmen Oklusi arteri mammaria

7

Page 8: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

interna

Iskemia viseral Perburukan obstruksi jalur

aliran keluar dinamik

PEMBUATAN KEPUTUSAN DENGAN EKOKARDIOGRAFI

TRANSESOFAGEAL SAAT MENGHENTIKAN BYPASS

KARDIOPULMONER

Studi Kasus I

Evaluasi Udara yang Terjebak Intrakardiak

Udara memasuki jantung pada beberapa prosedur dimana ruangan atau aorta

ascenden terbuka saat CPB. Manuver untuk mengevakuasi adanya udara pada LA

atau LV perlu dilakukan pada kasus-kasus tersebut dalam persiapan untuk

menghentikan CPB untuk menghindari konsekuensi emboli udara sistemik yang

merugikan. Juga, udara pada sisi kanan jantung dapat lewat melalui hubungan

intrakardiak seperti foramen ovale paten dan berakibat pada embolisasi udara

sistemik jika tidak dengan baik dievakuasi. TEE dapat berguna dalam

mengidentifikasi dan melokalisasi udara dalam jantung dan membantu dalam de-

airing sebelum pelepasan CPB.

Pengumpulan Data

Waktu untuk mulai melihat dengan TEE untuk udara intrakatdiak pada CPB biasanya

setelah gelembung udara mikroskopik sangat ekogenik dan dapat terlihat dengan TEE

sebagai bintik-binti putih kecil dalam darah dan mungkin tidak menjadi perhatian

besar (lihat Video Udara 1, yang merupakan bagian dari materi online). Ini paling

penting untuk mengidentifikasi akumulasi makroskopik dari udara dalam jantung kiri.

Pengapungannya pada titik tertinggi dalam ruangan dan tampak pada gambaran TEE

sebagai garis perpendikuler yang mobile pada arah gravitasi yang disebabkan oleh

air-fluid level saat ia bergerak dengan gerakan jantung (lihat Video Udara 2, tersedia

online). Dengan pasien dalam posisi supine/telentang, udara pada LA mengapung ke

aspek superior dari septum atrial, seringkali berbatasan dengan pintu masuk vena

8

Page 9: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

pulmonalis atas kanan (lihat Video Udara 3, tersedia online). Di dalam LV, akumulasi

makroskopik dari udara yang mengapung melawan septum apikal (lihat Video Udara

4, tersedia online). Udara juga dapat terjebak dalam appendage atrial kanan dan

menyebabkan air-fluid level terlihat dengan TEE pada dasarnya. Udara biasanya

dapat diidentifikasi dengan TEE pada sudut multiplana derajat nol dengan scanning

pandangan empat ruangan midesofageal proksimal dan distal pada esofagus melalui

selurus tingkat raungan jantung kiri tiga dimensi. Pandangan aksis-panjang

midesofageal pada sekitar 130-derajat sudut multibidang juga mungkin dapat

digunakan untuk memeriksa septum apikal untuk air-fluid level.

Pembahasan

Meskipun hubungan dengan jumlah udara intrakardiak yang terlihat dengan TEE dan

outcome neurologis belum terbukti, satu dari perhatian besar dengan emboli udara

sistemik setelah CPB adalah potensial untuk lesi serebral. Ini beralasan untuk

memulai dengan asumsi bahwa pompa udara yang lebih sedikit ke dalam sirkulasi

sistemik selama dan setelah CPB adalah lebih baik. Konsekuensi udara intrakardiak

yang merugikan lainnya yang diketahui dengan baik dan seringkali terlihat adalah

embolisasi arteri koroner yang mendorong pada iskemia miokardial. Karena pada

pasien supine arteri koroner meninggalkan titik yang tinggi dari pangkal aorta,

embolisasi udara koroner paling sering dimanifestasikan oleh elevasi segmen-ST

inferior dramatik dan disfungsi jantung-kanan akut. Graft vena saphena secara khas

dianastomosekan pada aspek anterior aorta ascenden dan rentan terhadap emboli

udara. Jika ini terjadi saat masih dalam CPB atau setelah dekanulasi, ini merupakan

persoalan sederhana untuk kembali pada pompa dan menunggu beberapa menit

sampai udara bersih dari sirkulasi koroner, normalisasi segmen ST, dan perbaikan

fungsi ventrikuler sebelum mencoba untuk pelepasan dari CPB lagi. Akan tetapi, jika

embolisasi koroner terjadi setelah dekanulasi, hemodinamik dapat secara cepat

memburuk menjadi cardiac arrest. Emboli udara yang lebih kecil dapat dipindahkan

melalui pembuluh darah koroner dengan peningkatan BP secara akut dengan

vasopressor saat mendilatasikan arteri koroner dengan NGT. Mungkin scenario

9

Page 10: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

kasus-terburuk adalah ketika gelembung udara makroskopik pada jantung kiri

terkocok menggerakkan pasien dari meja operasi pada akhir kasus; gagal jantung

kanan akut dan kolaps sirkulasi dapat terjadi kemudian, atau dapat terjadi saat pasien

ditransportasikan pada unit perawatan intensif.

Manuver deairing dapat meliputi menggoncangkan jantung yang terbuka pada

CPB parsial untuk melepaskan adanya kantong udara, mengelevasikan dan

mengaspirasi udara LV secara langsung dari apeks, mengaplikasikan tekanan positif

pada paru ke tekanan udara keluar dai vena pulmonal, dan tipping meja dari sisi ke

sisi untuk membantu passage gelembung melalui jantung ke aorta ascenden dimana

mereka kemudian dilepaskan melalui lubang. Udara tambahan dapat terlihat pada

jantung kiri saat penghentian dari CPB sebagai peningkatan aliran melalui vena

pulmonalis flushes it keluar dari paru ke atrium kiri. Passage udara dari LA ke LV

mungkin dapat difasilitasi dengan posisi kepala dan sisi-kanan-turun, sebaik dari LV

ke aorta ascenden dengan kepala dan sisi kanan naik. Ini menjadi tidak

memungkinkan untuk mengevakuasi tiap bekas udara dari jantung kiri sebelum

menghentikan CPB, khususnya gelembung kecil yang terjebak pada trabekula LV,

sehingga ini menjadi persoalan dari pertimbangan dan pengalaman untuk diketahui

saat ini adalah cukup. Namun persistensi air-fluid level makroskopik pada jantung

kiri yang terlihat dengan TEE memberi kesan bahwa lebih banyak deairing mungkin

diperlukan sebelum penutupan lubang pada aorta ascenden dan penghentian dari

CPB.

Studi Kasus 2

Regurgitasi Aorta pada Framing Bypass Kardiopulmoner

AR memiliki signifikasi khusus untuk pasien-pasien pada CPB. Perhatian primer

adalah potensial untuk distensi LV segera setelah kontraksi efektif dari jantung

berhenti. Tidak terdeteksi, ini dapat merusak miokardium, yang menyebabkan

gangguan fungsi ventrikuler saat mencoba untuk menghentikan CPB. TEE berguna

10

Page 11: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

untuk mendeteksi keberadaan AR sebelum dan saat CPB, dan untuk mengidentifikasi

distensi LV saat itu terjadi.

Pengumpulan Data

Sebelum CPB, AV diperiksa menggunakan pandangan TEE AV midesofageal aksis-

pendek dan aksis-panjang dengan pencitraan 2-D dan Doppler aliran-warna untuk

mendeteksi abnormalitas struktur katub dan keberadaan serta beratnya AR.

Pandangan TEE aksis panjang transgastrik dan aksispanjang transgastrik dalam

digunakan untuk ditunjukkan dengan profil kecepatan Doppler gelombang-kontinyu

dari adanya AR yang terlihat, dan waktu paruh tekanan AR diukur untuk memberikan

indeks kasar dari beratnya (lihat Bab 12 dan 13). Doppler gelombang pulsa digunakan

untuk mendeteksi aliran berkebalikan pan-diastolik pada aorta thorakal descenden

distal, yang agak sedikit tidak sensitive namun merupakan tanda spesifik dari AR

berat. Pandangan TEE yang sama digunakan untuk mengecek AR saat CPB, yang

dapat terjadi dengan AV normal yang disimpangkan oleh manipulasi jantung atau

clamping parsial dari aorta. Pandangan midesofageal dan transgastrik dari LV

digunakan untuk memonitor ukurannya sebelum dan setelah pencabutan aortik cross-

clamp saat CPB. Keberadaan pulsatilitas arterial pada CPB mungkin menjadi suatu

indikasi dari AR. Distensi LV dapat menyebabkan peningkatan tekanan untuk

kembali melintasi katub mitral, melalui vena pulmonalis dan paru ke arteri pulmonal,

yang menyebabkan peningkatan tekanan yang dapat dideteksi dengan kateter arteri

pulmonal. Pada CPB, vent return jantung kiri yang berlebihan dapat menjadi suatu

indikasi AR saat aorta tidak di cross-clamp.

Pembahasan

Ahli anestesi dan ahli bedah keduanya perlu untuk waspada saat pasien memiliki AR

pada CPB untuk menghindari distensi ventrilek kiri yang berbahaya. Dengan AR,

secepat ventrikel yang tidak mampu memelihara pengosongan dirinya dengan

kontraksi yang efektif, ini menjadi penuh secara progresif. Tidak dapat dicegah, ini

mendorong pada ekualisasi tekanan antara LV dan aorta, dimana CPB secara khas

berada pada level sistemik. Tekanan yang tinggi ini dapat menganggu perfusi

11

Page 12: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

miokardial dan meregangkan myofibril, yang berakibat pada kontraktilitas buruk

selanjutnya. Saat ventrikel distensi, katub mitral menjadi inkompeten dan

peningkatan tekanan dapat kembali ke dalam pembuluh darah pulmonal, yang

menyebabkan lesi pada tingkat kapiler-kapiler pulmonal. Rangkaian berbahaya dari

kejadian ini dapat terjadi termasuk jika AR remeh sebelum CPB karena, dengan

waktu yang cukup, ini akan menetap sampai tekanan aortik dan ventrikuler sama

(lihat Video AR 1, tersedia online). AV normal tanpa AR ebelum CPB dapat rendered

inkompeten jika disimpangkan oleh manipulasi bedah pada jantung atau clamping

aorta parsial, yang mendorong pada distensi ventrikuler dalam beberapa menit. Saat

AR hadir pada CPB, LV harus mengejeksikan volume regurgitan atau ia akan

mengalami distensi. Ejeksi ini memberikan suatu petunjuk untuk keberadaan AR

dengan menyebabkan pulsatilitas arterial persisten meskipun drainase vena pada

pompa adekuat (Gambar 32-7).

Terdapat tiga pendekatan untuk mencegah distensi ventrikuler kiri pada CPB

dari AR: memelihara kontraksi efektif jantung, venting, dan cross clamping aorta.

Fibrilasi ventrikuler dapat ditangani dengan defibrilasi, bradikardi dengan obat-obat

kronotropik positif, atau pacing artificial. Ahli bedah mungkin mampu untuk

memelihara ventrikel dari distensi sampai pengukuran yang lebih definitive dapat

dilakukan dengan penekanan halus, darah yang diejeksikan melalui AV. Distensi

ventrikuler kiri pada CPB dari AR mungkin dapat dicegah dan ditangani dengan

menempatkan kanula vent ke dalam jantung, secara khas ke dalam atrium kiri atau

ventrikel kiri melalui vena pulmonalis atas atau ke dalam arteri pulmonalis utama,

yang memungkinkan volume regurgitan untuk dihilangkan dari jantung dan

dikembalikan pada sirkuit bypass. Pada situasi darurat, appendage atrial kiri dapat

dibuka secara cepat untuk dekompresi jantung kiri dan kemudian diperbaiki

kemudian. Venting melalui atrium tidak efektif sampai katub mitral menjadi

inkompeten, yang memungkinkan darah untuk melintas dari ventrikel menuju vent.

Dengan AR berat, vent return dapat menjadi besar seperti untuk aliran compromise

untuk mengistirahatkan tubuh dan dapat tidak menyediakan resolusi lengkap dari

12

Page 13: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

situasi darurat. Cross clamping aorta mengatasi masalah distensi dari AR dengan

mengisolasi AV dari aliran pompa sistemik. Waktu yang penting untuk monitor AR

dan distensi adalah segera setelah pencabutan cross clamp, sebelum kontraksi jantung

yang efektif dimulai. Kewaspadaan masalah distensi dari AR khususnya penting pada

pasien-pasien yang memiliki prosedur invasif minimal atau reoperatif dimana ahli

bedah mungkin tidak melengkapi akses ke jantung untuk mempalpasi untuk

mendeteksi distensi, defibrilasi, pacing, venting, atau cross clamping. Pada kasus-

kasus tersebut, TEE mungkin hanya cara untuk mendeteksi distensi ventrikuler dari

AR sebelum kerusakan terjadi.

Gambar 32-7 Sebuah screen shot dari monitor pada pasien dengan regurgitasi aorta

(AR) pada bypass kardiopulmoner (CPB) sebelum aortic cross clamping. Jantung

masih berdenyut, dan arterial trace pulsatil, yang member kesan adanya AR. Baik

arteri pulmonal dan vena sentral traces nonpulsatil, yang mengindikasikan bahwa

semua darah vena dialirkan ke sirkuit CPB dan bahwa sumber untuk pengisian

persisten dari ventrikel kiri adalah AR. Ekokardiografi transesofageal mungkin dapat

digunakan untuk mengkonfirmasi adanya AR dan untuk monitor ukuran ventrikel

untuk distensi. Pulsatilitas dari arterial trace tersebut akan meningkatkan kecurigaan

AR sebelum dan setelah aortic cross clamping saat CPB.

Studi Kasus 3

Pergerakan Anterior Sistolik Mitral setelah Framing Bypass Kardiopulmoner

Pergerakan anterior sistolik (Systolic anterior motion/SAM) dari katub mitral

merupakan fisiologi abnormal yang memiliki dua konsekuensi merugikan: obstruksi

jalur aliran keluar ventrikuler kiri (left ventricular outflow tract/LVOT) dinamik dan

regurgitasi mitral. Ini paling sering berhubungan dengan kardiomiopati obstruktif

hipertrofik namun juga meningkat pada individual yang rentan pada kondisi

hiperdinamik, hipovolemik, sebagaimana sering terjadi saat penghentian dari CPB.

Meskipun SAM dapat menjadi sulit untuk dibedakan dari disfungsi ventrikuler yang

menggunakan monitoring hemodinamik konvensional, ini mudah untuk diagnosis

13

Page 14: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

dengan TEE. Perbedaan adalah penting karena tatalaksana secara diametrik

berkebalikan.

Pengumpulan Data

SAM mitral sebaiknya dicurigai saat menemukan ketidakstabilan hemodinamik yang

tidak diperkirakan saat penghentian dari CPB, khususnya pada situasi yang diketahui

berkaitan dengan fisiologi ini: kardiomiopati obstruktif hipertrofik, perbaikan katub

mitral untuk penyakit miksomatosus, dan penggantian AV untuk stenosis aorta.

Pandangan TEE standar dari katub mitral digunakan untuk mendeteksi karakteristik,

gerakan abnormal dan leaflet mitral selama sistolik (lihat Video SAM 1, tersedia

online). Doppler aliran-warna akan menunjukkan kecepatan-tinggi, aliran turbulen

pada LVOT dari tingkat leaflet mitral anterior abnormal melalui AV dan regurgitasi

mitral (lihat Video SAM 2, tersedia online). Doppler gelombang-kontinyu diarahkan

melalui LVOT dari TEE aksis-panjang transgastrik atau TEE aksis panjang

transgastrik dalam untuk menampakkan bentuk-pisau belati, profil kecepatan sistolik

puncak-lambat yang disebabkan oleh SAM (Gambar 32-8). Beratnya obstruksi LVOT

dinamik diperhitungkan dari kecepatan puncak Doppler gelombang-kontinyu dengan

persamaan Bernoulli (gradient LVOT puncak dalam mmHg = 4V2, dimana V =

kecepatan puncak dalam m/detik) dan dipertimbangkan berat jika lebih dari 50

mmHg. Doppler gelombang-pulsa digunakan untuk melokalisasi tingkat obstruksi

aliran dengan menggerakkan volume sampel dari tingkat midventrikuler ke dalam

LVOT ke arah AV sampai kecepatan obstruksi yang tinggi terdeteksi. SAM mitral

menyebabkan peningkatan dari tekanan pengisian jantung kiri dan penurunan cardiac

output yang dapat dideteksi dengan kateter arteri pulmonal, namun penemuan

tersebut juga konsisten dengan disfungsi ventrikuler. Karena obstruksi jalur aliran

keluar adalah dinamik, tekanan darah arterial dapat secara ekstrim labil, terutama

tergantung pada status volume dari jantung kiri (lihat Video SAM 3 sampai dengan 6

pada website).

Gambar 32-8 Spektral Doppler gelombang-kontinyu menunjukkan profil kecepatan

jalur aliran keluar ventrikuler kiri (left ventricular outflow tract/LVOT) dari pasien

14

Page 15: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

dengan SAM mitral yang dibuat dengan mengarahlan kursor Doppler melalui LVOT

dan katub aorta dari pandangan ekokardiografi transesofageal aksis panjang

transgastrik dalam. Profil memiliki puncak lambat bentuk “pisau belati” yang khas

dari obstruksi jalur aliran keluar dinamik. Masing-masing titik pada skala vertikal

merepresentasikan 1m/detik, yang mengindikasikan gradient jalur aliran keluar

seketika puncak pada hampir 100 mmHg.

Pembahasan

Meskipun secara klasik dikaitkan dengan kardiomiopati obstruktif hipertrofik, SAM

mitral telah dilaporkan pada sejumlah situasi lain yang melibatkan pasien-pasien yang

menjalani operasi jantung. SAM setelah perbaikan katub mitral untuk degenerasi

miksomatosa terkait dengan jaringan leaflet residual yang terlalu sering berlebihan

dan merupakan kompliask dari operasi ini yang dikenali dengan baik. Ini juga

dilaporkan setelah penggantian AV untuk stenosis aorta dimana relief dari afterload

yang sangat tinggi membuka fisiologis saat mencoba untuk lepas dari CPR [119].

Tampak terdapat sejumlah kecil dari pasien-pasien operasi jantung yang rentan untuk

terjadinya SAM saat mereka hipovolemik dan hiperdinamik, meskipun mereka

tampak memiliki ventrikel dan katub mitral normal, khususnya saat pelepasan CPB

[120].

Perubahan hemodinamik yang menurunkan volume end-sistolik dari ventrikel

kiri meningkatkan SAM mitral dan efek merugikannya. Ini meliputi hipovolemia,

peningkatan kontraktilitas miokardial, dan penurunan afterload. Pengukuran yang

memperbesar ventrikel kiri akan menurunkan SAM dan melibatkan pemberian

volume, penurunan kontaktilitas miokardial (obat-obat β-antagonist, misal esmolol),

dan meningkatkan afterload (obat-obat α-agonis, misal phenylephrine). Pacing

atrioventrikuler juga telah digunakan secara efektif pada pasien-pasien dengan

kardiomiopati obstruktif dan secara teori dapat digunakan untuk menangani SAM

pada kondisi klinis lainnya, seperti operasi jantung, dimana pacing artificial dengan

mudah tidak dapat dihindari. Sebagian besar pasien yang mengalami SAM mitral saat

15

Page 16: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

mencoba untuk menghentikan CPB dapat secara sukses diatur jika diagnosis yang

benar dibuat dan intervensi yang tepat diberikan (dengan memberikan volume

mungkin paling penting dan maneuver yang berguna; lihat Video SAM 3 sampai 6

pada website) dan tatalaksana yang tidak tepat dihindari (milrinone dan

counterpulsasi IABP khususnya berbahaya). Meskipun SAM mitral setelah perbaikan

katub mitral tidak menyebabkan obstruksi LVOT berat dan memberikan respon

terhadap terapi konservatif pada sebagian besar pasien [121], jika berat dan persisten

meskipun optimisasi hemodinamik, pertimbangan harus diberikan untuk revisi

perbaikan atau penggantian katub.

Penting untuk menyadari bahwa gambaran hemodinamik disebabkan oleh

SAM mitral, (yakni, tekanan arteri pulmonal yang tinggi, dan cardiac output yang

rendah), dapat dibingungkan dengan gangguan kontraktilitas miokardial, yang

menyebabkan klinisi mulai menurunkan afterload atau terapi inotropik, keduanya

akan memperburuk SAM dan konsekuensi hemodinamiknya. Ini dapat mendorong

pada kecenderungan untuk menurun dimana hemodinamik pasien memburuk dan

efek yang merugikan,selanjutnya meningkat dari terapi yang tidak tepat.

Kemungkinan SAM mitral pada pasien dengan gangguan kontraktilitas miokardial

yang nyata diperkirakan dengan data hemodinamik, khususnya jika tidak terduga atau

tidak berespon secara tepat terhadap terapi, harus dipertimbangkan. SAM mitral

dengan mudah didiagnosis dengan ekokardiografi, yang dapat juga digunakan untuk

memonitor respon terhadap terapi.

16

Page 17: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

BAB 33

Pemulihan dan Outcome Jantung PostoperatifDaniel Bainbridge, MD, FRCPC | Davy C.H. Cheng, MD, MSC, FRCPC, FCAHS

POIN-POIN KUNCI

1. Anestesi jantung memiliki pergeseran fundamental dari teknik narkotik dosis

tinggi sampai pendekatan yang lebih seimbang dengan menggunakan narcosis

dosis sedang, muscle relaxan aksi yang lebih pendek, dan anestesi volatil.

2. Paradigma baru ini juga mendorong pada ketertarikan yang diperbarui pada

manajemen nyeri perioperatif yang melibatkan teknik multimodal yang

memfasilitasi ekstubasi tracheal cepat seperti blok regional, morfin intratekal, dan

obat-obat anti-inflamasi nonsteroid tambahan.

3. Ini memiliki kecenderungan pergeseran dari model klasik pemulihan pasien pada

cara unit perawatan intensif tradisional, dengan protokol penghentian dan

observasi intensif, untuk manajemen lebih dalam pemeliharaan dengan praktik

ruang pemulihan dari ekstubasi dini dan keluar dari Rumah sakit lebih cepat, yang

telah menggeser perawatan pasien jantung untuk unit pemulihan bedah

postjantung yang lebih terspesialisasi.

4. Anestesi jantung jalur-cepat tampak menjadi aman dibandingkan dengan

anesthesia narkotik dosis tinggi konvensional, namun jika komplikasi terjadi yang

akan mencegah ekstubasi tracheal dini, kemudian strategi tatalaksana harus

dimodifikasi sesuai dengan itu.

5. Tujuan dari model pemulihan operasi postjantung adalah unit postoperatif yang

memungkinkan tingkat monitoring yang bervariasi dan pewaratan berdasar pada

kebutuhan pasien.

6. Tatalaksana awal pada perawatan posoperatif adalah pasien bedah jantung jalur-

cepat terdiri dai menjamin pemindahan yang efisien dari staf ruang operasi ke staf

17

Page 18: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

area pemulihan jantung, sementara pada waktu yang sama memelihara tanda vital

pasien agar stabil.

7. Adalah penting untuk mengetahui faktor-faktor risiko terkait dengan operasi

jantung dan untuk meninau pilihan terapi untuk pasien-pasien dengan referensi

spesifik untuk outcome, semua ditempatkan dalam konteks biaya dan

pemanfaatan sumber, khususnya seperti obat yang terus meningkat melibatkan

realita ekonomi.

Anestesi jantung sendiri memiliki pergeseran fundamental dari teknik narkotik

dosis-tinggi, muscle relaksan aksi-yang lebih pendek, dan anestesi volatil. Ini

terutama telah dijalankan dengan realisasi bahwa narkotik dosis-tinggi memperlambat

ekstubasi dan pemulihan setelah operasi. Paradigma baru ini juga mendorong pada

ketertarikan yang diperbarui pada manejeman nyeri perioperatif yang melibatkan

teknik multimodal yang memfasilitasi ekstubasi tracheal cepat seperti blok regional,

morfin intratekal (ITM), dan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) tambahan.

Selain itu, untuk perubahan pada praktik anestesi, jenis pasien yang hadir untuk

operasi jantung berubah. Pasien-pasien saat ini lebih tua dan memiliki komorbiditas

terkait yang lebih banyak (stroke, infark miokard, gagal ginjal). Pilihan terapi untuk

penyakit arteri koroner telah meluas, memiliki rentang dari terapi medis hanya pada

intervensi perkutan dan bedah. Akan tetapi, pilihan operasi juga telah meluas dan

meliputi coronary artery bypass graft surgery (CABG) konvensional, off-pump

coronary artery bypass surgery (OPCAB), bypass arteri koroner langsung invasif

minimal, dan teknik bypass arteri koroner yang dibantu robot. Perubahan juga telah

mengambil tempat pada pemulihan pasien-pasien jantung. Meskipun prosedur-

prosedur operasi jantung seringkali dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi dan lama

tinggal di unit perawatan intensif (ICU) lebih panjang, penggunaan narkotik dosis

sedang telah diijinkan untuk penghentian ventilator cepat dan keluar dari ICU dalam

24 jam. Ini memilik kecenderungan bergeser dari model pemulihan pasien klasik

18

Page 19: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

pada cara ICU tradisional, dengan protokol penghentian dan observasi intensif, untuk

tatalaksana lebih pada pemeliharaan dengan praktik ruang pemulihan dari ekstubasi

dini dan keluar yang cepat. Ini pada gilirannya, telah menggeser perawatan pasien-

pasien jantung untuk unit pemulihan post operasi jantung yang lebih terspesialisasi.

Terakhir, outcome klinis yang sulit telah menggerakkan perubahan pada

manajemen pasien jantung yang sedang berlangsung dan meningkatkan fokus

penelitian. Tatalaksana intraoperatif saat ini ada dalam rangkaian assessment

preoperatif dan perawatan postoperatif. Outcome pasien dalam setting Rumah Sakit

hanya merupakan satu aspek kecil dari keberhasilan. Mortalitas jangka panjgn,

morbiditas, dan indikator kualitas hidup menjadi goldstandard dalam menentukan

keuntungan atau bahaya untuk intervensi.

Bab ini meninjau fast-track cardiac anesthesia (FTCA) dan dampak pada

pemulihan jantung. Perawatan perioperatif awal dari kasus bedah jantung rutin, yang

meliputi teknik manajemen nyeri postoperatif seperti blockade regional dan ITM,

dibahas, diikuti oleh masalah manajemen spesifik dari masalah-masalah yang umum

terjadi pada ICU jantung. Terakhir, outcome jantung yang penting ditinjau, yang

difokuskan pada pilihan terapi yang berbeda yang ada untuk pasien-pasien dengan

penyakit arteri koroner dan mendiskusikan bukti yang ada untuk implementasinya.

PERAWATAN OPERASI JANTUNG JALUR-CEPAT

Teknik Anestesi

Sedikit percobaan telah membandingkan agen inhalasi untuk FTCA. Sebuah

percobaan tunggal yang membandingkan sevofluran dan isofluran pada pasien yang

menjalani operasi katub tidak mampu untuk menunjukkan pengurangan pada waktu

ekstubasi tracheal [1]. Beberapa penelitian telah memeriksa keefektifan propofol vs

agen inhalasi, yag menunjukkan penurunan pada pelepasan enzim miokardial

(kreatinin kinase-MB, troponin I) dan pemeliharaan fungsi miokardial pada

pasienpasien yang menerima agen inhalasi [2-5]. Meskipun poin akhir ini diwakilkan

untuk kerusakan miokardial dan tidak menunjukkan perbaikan outcome per se,

19

Page 20: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

kreatinin kinase-MB yang lepas post-CABG mungkin berkaitan dengan outcome

yang buruk [6] (Kotak 33-1).

KOTAK 33-1 Keuntungan dari Anestesi Jantung Jalur-Cepat

Penurunan durasi intubasi

Penurunan lama tinggal di Unit Perawatan Intensif (ICU)

Penurunan biaya

Pilihan muscle relaxan pada FTCA penting untuk menurunkan insidensi kelemahan

otot pada area pemulihan jantung (Cardiac Recovery Area/CRA), yang dapat

memperlambat ekstubasi trakheal [7]. Beberapa penelitian randomisasi telah

membandingkan rocuronium (0.5 sampai 1 mg/kg) vs pancuronium (0.1 mg/kg) dan

menemukan perbedaan signifikan pada paralisis residual di ICU [8-11]. Dua

penelitian menemukan keterlambatan yang signifikan secara statistic pada waktu

ekstubasi pada kelompok pancuronium [9.10]. Tidak ada dari percobaan yang

menggunakan agen reversal, sehingga penggunaan pancuronium dapat diterima

sepanjang neostigmin atau edrophonium diberikan pada pasien-pasien dengan

kelemahan neuromuskuler residual.

Beberapa penelitian telah menguji penggunaan agen narkotik aksi yang lebih

pendek selama FTCA. Dalam percobaan ini, fentanil, remifentanil, dan sufentani

semuanya ditemukan menjadi mujarab untuk ekstubasi trakheal dini [12-14]. Obat-

obat anestesi dan dosis yang diusulkan didaftar pada Tabel 33-1.

TABEL 33-1 Dosis yang diusulkan untuk Anestesi Jantung Jalur-Cepat

Permulaan

Narkotik

Fentanyl, 5–10 μg/kgBB

Sufentanil, 1–3 μg/kgBB

Remifentanil infusions of 0.5–1.0 μg/kgBB/menit

Muscle relaxant

20

Page 21: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Rocuronium, 0.5–1 mg/kgBB

Vecuronium, 1–1.5 mg/kgBB

Hipnotik

Midazolam, 0.05–0.1 mg/kgBB

Propofol, 0.5–1.5 mg/kgBB

Pemeliharaan

Narkotik

Fentanyl, 1–5 μg/kgBB

Sufentanil, 1–1.5 μg/kgBB

Remifentanil infus 0.5–1.0 μg/kgBB/menit

Hipnotik

Inhalasi 0.5–1 MAC

Propofol, 50–100 μg/kgBB/min

Pindah ke CRA

Narkotik

Morfin, 0.1–0.2 mg/kgBB

Hipnotik

Propofol, 25–75 μg/kgBB/menit

CRA, cardiac recovery area; MAC, minimum alveolar concentration.

Dari Mollhoff T, Herregods L, Moerman A, et al: Perbandingan efikasi dan

keamanan remifentanil dan fentanyl pada operasi bypass arteri koroner “jalur-cepat”:

Sebuah penelitian double-blind randomisasi. Br J Anaesth 87:718, 2001; Engoren M,

Luther G, Fenn-Buderer N: Perbandingan fentanyl, sufentanil, dan remifentanil untuk

anestesi jantung jalur-cepat. Anesth Analg 93:859, 2001; and Cheng DC, Newman

MF, Duke P, et al: Efikasi dan pemanfaatan sumber remifentanil dan fentanyl pada

operasi graft bypass arteri koroner jalur cepat: Sebuah penelitian prospektif

randomisasi, double-blind terkontrol, multi-senter. Anesth Analg 92:1094, 2001.

21

Page 22: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Bukti yang Mendukung Pemulihan Jantung Jalur-Cepat

Beberapa percobaan randomisasi dan satu percobaan randomisasi meta-analisis telah

mengajukan pertanyaan mengenai keamanan FTCA [15-21]. Tidak ada percobaan

yang mampu untuk menunjukkan perbedaan pada outcome antara kelompok jalur-

cepat dan kelompok anestesi konvensional (Gambar 33-1). Metaanalisis dari

percobaan randomisasi menunjukkan penurunan pada durasi intubasi dalam 8 jam

(Gambar 33-2) dan lama tinggal di ICU Rumah Sakit tidak secara statistik berbeda.

Satu perhatian dengan FTCA adalah potensi untuk peningkatan pada insidensi

kejadian yang merugikan, khususnya kesadaran. Kesadaran pada pasien-pasien yang

menjalani FTCA secara sistematis diteliti pada percobaan tunggal, sebuah penelitian

observasional prospektif pada 617 pasien FTCA. Angka insidensi yang dilaporkan

dari kesadaran intraoperatif eksplisit adalah 0.3% (2/608) [22]. Ini dapat

dibandingkan dengan insidensi yang dilaporkan selama operasi jantung konvensional

[23]. Ini memberi kesan bahwa FTCA tidak meningkatkan insidensi kesadaran

dibanding dengan operasi jantung konvensional.

Gambar 33-1 Forrest plot dari mortalitas yang mengindikasikann tidak adanya

perbedaan saat anestesi jantung jalur-cepat (fast-track cardiac anesthesia/FTCA)

dibandingkan dengan anesthesia narkotik dosis tinggi konvensional. TCA, traditional

cardiac anesthesia.

FTCA terlihat aman dibandingkan dengan anesthesia narkotik dosis tinggi. Ini

mengurangi durasi ventilasi dan ICU LOS dengan sangat, tanpa meningkatkan

insiensi kesadaran atau kejadian merugikan lainnya [20,21]. Ini tampak efektif dalam

menurunkan biaya dan pemanfaatan sumber [24]. Layaknya sesuatu, ini menjadi

standar perawatan pada banyak pusat jantung. Praktik biasa pada banyak institusi

adalah untuk menangani semua pasien sebagai kandidat jalur-cepat dengan tujuan

yang memungkinkan ekstubasi trakheal lebih awal untuk tiap pasien. Akan tetapi, jika

komplikasi terjadi yang akan mencegah ekstubasi trakheal lebih awal, kemudian

strategi tatalaksana dimodifikasi sesuai dengan itu. Ini telah menunjukkan bahwa

faktor-faktor risiko untuk penundaan ekstubasi trakheal (>10 jam) meningkat dengan

22

Page 23: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

usia, jenis kelamin, penggunaan pompa balon intra-aortik (intra-aortic balloon

pump/IABP) postoperatif, inotropik, perdarahan, dan aritmia atrial. Faktor-faktor

risiko untuk pemanjangan ICU LOS (>48 jam) adalah mereka dari penundaan

ekstubasi trakheal ditambahn MI preoperatif dan insufisiensi ginjal postoperatif [25].

Perawatan sebaiknya diberikan untuk menghindari perdarahan luas (antifibrinolisis)

dan untuk mengatasi aritmia baik secara profilaksis atau pada kejadian (β-blockers,

amiodaron).

Gambar 33-2 Forres plot yang menunjukkan perbedaan rata-rata berat pada waktu

ekstubasi. CI, confidence interval; FTCA, fast-track cardiac anesthesia;TCA,

traditional cardiac anesthesia.

Model Pemulihan Post Operasi Jantung

Kegagalam banyak percobaan FTCA randomisasi untuk menunjukkan penurunan

pada pemanfaatan sumber cenderung berakar dari model ICU transisional yang

digunakan oleh pusat-pusat tersebut selama periode penelitian. Termasuk saat

percobaan dikombinasikan pada meta-analisis, ICU LOS berkurang hanya dalam 5

jam meskipun pasien-pasien yang diekstubasi rata-rata 8 jam lebih awal [21]. Secara

khas, pasien-pasien yang diekstubasi dalam 24 jam pertama dari masuk ICU

dipindahkan ke bangsal pada hari 1 postoperatif pada pagi hari atau awal siang. Ini

memungkinkan following daytime kasus jantung untuk memiliki tempat tidur ICU

yang tersedia namun mencegah pasien dipindahkan selama waktu malam hari. Dua

model telah diusulkan untuk diuraikan dengan masalah ini: model parallel dan model

terintegrasi (Gambar 33-3). Pada model parallel, pasien diakui secara langsung ke

CRA, simana mereka dimonitor dengan perawat 1:1 sampai ekstubasi trakea. Setelah

ini, tingkat perawatan dikurangi untuk mencerminkan pengurangan kebutuhan

perawatan dengan rasio 1:2 atau 1:3. Beberapa pasien yang membutuhkan ventilasi

sepanjang malam dipindahkan ke ICU untuk lanjutan perawatan. Kekurangan primer

dengan model parallel adalah pemisahan fisik dari CRA dan ICU, yang mendorong

pada dua unit terpisah, dan dengan demikian, tidak mengeliminasi kebutuhan untuk

23

Page 24: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

pemindahan pasien. Model terintegrasi mengatasi keterbatasan karena semua pasien

diakui untuk area fisik yang sama, namun tatalaksana postoperatif seperti rasio

perawat-terhadap-pasien bervariasi berdasarkan pada kebutuhan pasien [26-28].

Karena perawatan dihitung untuk 45% sampai 50% dari biaya ICU, yang

menurunkan kebutuhan perawatan dimana mungkin menciptakan penyimpanan

terbesar. Penyimpanan biaya lainnya dari penurunan pengukuran gas darah arterial

(ABG), penggunaan obat-obat sedative, dan pemeliharaan ventilator kecil. Tujuan

dari unit postoperatif yang memungkinkan tingkat monitoring bervaraisi dan

perawatan berdasar pada kebutuhan pasien [28]. Selanjutnya, FTCA telah

ditunjukkan untuk praktik efektif-biaya yang mengurangi pemanfaatan sumber

setelah pasien keluar dari indeks opname di Rumah Sakit sampai dengan 1 tahun

follow-up [29].

MANAJEMEN AWAL DARI PASIEN-PASIEN ANESTESI JANTUNG

JALUR-CEPAT: 24 JAM PERTAMA

Pada saat kedatangan di CRA, tatalaksana awal dari pasien-pasien jantung terdiri dari

menjamin pemindahan perawatan yang efisien dari staf ruang operasi ke staf CRA,

sementara pada saat yang sama memelihara tanda vital pasien tetap stabil. Ahli

anestesi sebaiknya menyampaikan parameter-paramaeter klinis yang penting pada tim

CRA. Untuk menyelesaikan ini, beberapa pusat telah merencanakan handoff sheet

pada bantuan dalam pemindahan perawatan. Kerja laboratorium awal seharusnya

dikirimkan (Tabel 33-2). Elektrokardiogram seharusnya diminta, namun radiograf

thorak diperlukan hanya pada kondisi tertentu (Tabel 33-3). Suhu pasien sebaiknya

direkam, dan jika rendah, pengukuran penghangatan kembali yang aktif harus dimulai

dengan tujuan menghangatkan kembali pasien pada 36.5°C. Menggigil dapat

ditangani dengan meperidin dosis rendah (12.5 dampai 25 mg intravena). Akan tetapi,

hipertermia umum dalam 24 jam pertama setelah operasi jantung dan dapat

dihubungkan dengan peningkatan pada disfungsi neurokognitif, mungkin hasil dari

24

Page 25: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

bypass kardiopulmoner yang mengalami eksaserbasi-menginduksi lesi neurologis

[30,31] (Kotak 33-2).

TABEL 33-2 Pemeriksaan Laboratorium Awal yang Diusulkan

pada Kasus Rutin dengan Pemeriksaan

Laboratorium Tembahan untuk Diminta yang

Diindikasikan

Rutin

CBC

Elektrolit

BUN/kreatinin

aPTT/INR

ABG

Sebagaimana diindikasikan

Fibrinogen

LFT (AST/ALT)

Kalsium

Magnesium

Enzim-enzim jantung(CK-MB, CK, troponin I)

ABG, arterial blood gas; ALT, alanine aminotransferase; aPTT, activated partial thromboplastin time;

AST, aspartate aminotransferase; BUN, blood urea nitrogen; CBC, complete blood count; CK, creatine

kinase; CK-MB, creatine kinase myocardium band; INR, international normalized ratio; LFT, liver

function test.

TABEL 33-

3

Indikasi yang diusulkan untuk Permintaan Radiografi Thorak

Respirasi

Rasio PaO2/FiO2 > 200

Tekanan puncak > 30 cmH2O

Udara masuk yang asimetris

Sirkulasi

25

Page 26: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Ketidakpastian posisi kateter arteri pulmonalis (jejak yang buruk, tidak mampu

untuk mendesak)

Hipotensi resisten terhadap terapi

Perdarahan besar

Gastrointestinal

Selang makanan nasogastrik/orogastrik

KOTAK 33-2 Tatalaksana Awal pada Pasien-pasien

Anestesi Jantung Jalur Cepat

Normotermia

Hemoglobin > 7 g/dL

PaCO2 35 sampai 45 mmHg

SaO2 > 95%

Tekanan darah rata-rata > 50 sampai 70 mmHg

Kalium 3.5 sampai 5.0 mEq/L

Gula darah < 10.0 mmol/L (<200 mg/dL)

Manajemen Ventilasi: Pengakuan untuk Ekstubasi Trakheal

Kebutuhan ventilator harus diatur dengan tujuan untuk ekstubasi trakheal lebih awal

pada pasien-pasien (Tabel 33-4). ABG pada awalnya digambarkan dalam ½ jam

setelah admisi dan kemudian diulang saat dibutuhkan. Pasien-pasien harus sadar dan

kooperatif, secara hemodinamik stabil, dan tidak memiliki perdarahan aktif dengan

koagulopati. Kekuatan respirasi sebaiknya diperkirakan dengan genggaman tangan

atau mengangkat kepla untuk memastikan hilangnya blockade muskuler. Suhu pasien

seharusnya lebih dari 36° C, terutama normotermik. Saat kondisi tersebut ditemukan

dan hasil ABG berada dalam rentang referensi, ekstubasi trakheal dapat dilakukan.

ABG sebaiknya didapatkan sekitar 30 menit setelah ekstubasi trakheal untuk

memastikan ventilasi adekuat dengan pemeliharaan PaO2 dan PaCO2.

26

Page 27: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Ketidakmampuan untuk mengekstubasi pasien sebagai akibat dari kegagalan

respirasi, ketidakstabilan hemodinamik, atau sejumlah besar drainase mediastinal

akan memerlukan strategi penghentian ventilator yang lebih komplek (lihat Bab 35).

Beberapa pasoen dapat datang setelah ekstubasi di OR. Perhatian yang hati-hati

sebaiknya diberikan untuk pasien-pasien tersebut karena mereka dapat mengalami

kegagalan respirasi yang terjadi setelahnya. Rata-rata respirasi pasien harus dimonitor

tiap 5 menit selama beberapa jam pertama. ABG harus didapatkan pada admisi dan

30 menit kemudian untuk memastikan pasien tidak menahan karbondioksida. Jika

respirasi pasien menjadi compromised, ventilator bantuan harus diberikan.

Pengukuran sederhana seperti pengingat untuk menghirup mungkin efektif pada

pasien yang dianestesi/diberikan narkotik. Nalokson dosis rendah (0.04 mg intravena)

dapat juga berguna. Percobaan dari tekanan jalan nafas positif atau tekanan jalan

nafas positif bilevel dapat memberikan bantuan yang cukup untuk memungkinkan

ventilasi adekuat. Reintubasi sebaiknya dihindari karena dapat memperlambat

pemulihan, akan tetapi, mungkin diperlukan jika penilaian yang disebutkan lebih

awal gagal, yang berakibat pda hipoksemia, hiperkarbia, dan penurunan tingkat

kesadaran.

TABEL 33-4 Tujuan Manajemen Ventilasi selama Percobaan Inisial

Penghentian Ventilator dari Ekstubasi

Parameter-parameter ventilasi awal

A/C pada 10-12 denyut/menit

TV 8-10 mL/kgBB

PEEP 5 cmH2O

Pemeliharaan ABG

pH 7.35-7.45

PaCO2 35-45

PaO2 > 90

Saturasi > 95%

27

Page 28: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Kriteria Ekstubasi

ABG seperti di atas

Sadar dan waspada

Stabil secara hemodinamik

Tidak ada perdarahan aktif (<400 mL/2 hari)

Suhu > 360C

Kembalinya kekuatan otot (>5 detik, mengangkat kepala/genggaman tangan kuat)

ABG, arterial blood gas; A/C, assist-controlled ventilation; PEEP, positive end-

expiratory pressure; TV, tidal volume.

Pengaturan Kadar Hemoglobin

Anemia sering terjadi selama dan setelah operasi jantung sebagai akibat dari

perubahan delusional dan perdarahan. Meskipun ambang transfusi hemoglobin adalah

10 g% adalah yang sering, peningkatan bukti mengusulkan bahwa ambang 7g%

adalah aman [32]. Akan tetapi, pada periode post-CPB, pasien-pasien dengan

revaskularisasi yang tidak lengkap atau dengan pembuluh darah target yang buruk

dapat memerlukan ambang transfusi yang lebih tinggi [32]. Sebagai akibatnya,

transfusi darah seharusnya dibedakan untuk tiap pasien namun pasti digunakan untuk

memelihara kadar hemoglobin minimal pada 7g%.

Tatalaksana Perdarahan

Drainase selang thorak seharunya dicek tiap 15 menit setelah admisi ICU untuk

memperkirakan status koagulasi pasien. Meskipun hilangnya darah sering dibagi

menjadi dua tipe, operasi atau medis, menentukan penyebab perdarahan seringkali

sulit. Saat perdarahan melebihi 400 mL/jam selama jam pertama, 200 mL/jam untuk

tiap 2 jam pertama, atau 100 mL/jam melebihi 4 jam pertama, pengembalian ke OR

untuk reeksplorasi thorak sebaiknya dipertimbangkan. Akan tetapi, situasi klinis

harus dibedakan untuk tiap pasien, dan dalam menghadapi koagulopati yang

28

Page 29: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

diketahui, kehilangan darah yang lebih liberal sebelum reeksplorasi thorak mungkin

dapat diterima. Terdapat sejumlah penyebab medis untuk perdarahan setelah operasi

jantung. Disfungsi platelet setelah operasi jantung sering terjadi. Sirkuit CPB sendiri

mendorong pada aktivasi kontak dan degranulasi platelet, yang berakibat pada

disfungsinya. Heparinisasi residual adalah umum post operasi jantung dan sering

terjadi saat darah pompa yang diheparinisasi ditransfusikan setelah CPB atau

protamin yang tidak cukup diberikan. Fibrinolisis juga sering terjadi setelah CPB,

secara predominan disebabkan oleh host dari inflamasi yang teraktivasi dan jalur

koagulasi. Faktor-faktor koagulasi dapat turun dari aktivasi pada permukaan udara-air

arau dari dilusi dengan larutan pompa-priming CPB. Hipotermia juga dapat

memperburuk kaskade koagulasi dan mendorong pada perdarahan lebih lanjut. Tes

koagulasi konvensional berguna untuk mengidentifiaksi abnormalitas koagulasi yang

berkontribusi pasa perdarahan. Tes laboratorium yang umum meliputi activated

partial thromboplastin time (aPTT), international normalized ratio (INR), hitung

trombosit, kadar fibrinogen, dan d-dimer. Sayangnya, sebagian besar pengukuran

konvensional membutuhkan 20 sampai 40 menit sebelum hasil tersedia. Ini

mendorong pada perkembangan metode baru untuk membantu memandu terapi. Tes-

tes poin perawatan di tempat tidur adalah memberikan hasil yang lebih cepat, relevan

secara klinis dibandingkan dengan uji laboratorium. Penggunaan tes poin perawatan

seperti tromboelastografi telah terbukti menurunkan kebutuhan transfusi tanpa

meningkatkan kehilangan darah dan seringkali digunakan, khususnya kasus kesulitan

jantung yang mengikuti [33,34] (lihat Bab 17 dan 28 sampai 31).

Terapi medis awal dari kehilangan darah yang terlalu banyak terdiri dari 50

sampai 100 mg protamin intravena untuk mamastikan hilangnya heparin secara

lengkap. Ini mungkin perlu untuk diulang jika darah pompa CPB yang diheparinisasi

telah diberikan setelah protamin hilang. Meskipun reinfusi darah selang thorak umum

untuk untuk menghindari paparan terhadap packed red blood cell donor, ini tidak lag

digunakan secara rutin dalam praktik karena darah ini dikerahui mengandung

29

Page 30: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

koagulasi yang diaktivasi dan mediator-mediator inflamasi yang dapat mempengaruhi

peningkatan risiko untuk infeksi [35].

Fresh-frozen plasma biasanya diberikan pada kondisi peningkatan INR (>1.5).

Kadar trombosit kurang dari 100.000/mm3 dapat memerlukan transfusi trombosit,

namun perhatian harus diberikan saat mempertimbangkan cara ini. Transfusi

trombosit membawa risiko terbesar untuk komplikasi terkait transfusi dari beberapa

komponen darah, secara khas sepsis dari kontaminasi bakteri. Trombosit sebaiknya

digunakan hanya saat jumlah trombosit rendah atau pasien diketahui memiliki

disfungsi trombosit, sekunder terhadap penggunaan asam asetilsalisilat, inhibitor

glikoprotein IIb/IIIa, atau clopidogrel [36]. Pengukuran fisik tertentu sebaiknya

dilakukan, yang meliputi penghangatan pasien hipotermik. Keuntungan dari tekanan

ekspirasi akhir positis pada perdarahan postoperatif adalah samar dan kemungkinan

memiliki keuntungan kecil dalam menghadapi perdarahan operasi atau pada pasien-

pasien yang mengalami koagulopati [37,38]. Penggunaan antifibrinolitik setelah

operasi jantung adalah kemungkinan dari keuntungan kecil karena beberapa

percobaan randomisasi tidak mampu untuk menunjukkan efikasi antifibrinolitik yang

digunakan setelah operasi [39,40] (Kotak 33-3).

Faktor VIIa barubaru ini menjadi tersedia dan mulai dikenalkan untuk terapi

hemofili yang ada dengan perdarahan. Ini dikenalkan pada operasi jantung sebagai

terapi pertolongan pada pasien-pasien dengan perdarahan yang tidak terkontrol,

biasanya pada keberadaan akibat koagulasi normal dan tidak adanya bukti operasi

dari perdarahan [41]. Meskipun seringkali digunakan pada OR sebelum

mengembalikan ke ICU, ini masih sering diberikan pada ruangan ICU. Dosis inisial

berada pada rentang 75 sampai 100 μg/kgBB, namun perhatian lebih dari komplikasi

trombotik telah mendorong pada penurunan dosis yang memiliki rentang turun

sekecil 17 μg/kgBB [41,43].

KOTAK 33-3 Manajemen Pasien dengan Perdarahan

Tinjau waktu koagulasi teraktivasi, waktu protrombin, rasio normalisasi

30

Page 31: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

internasional, hitung trombosit

Protamin jika terkait dengan heparin yang berlebih (reinfusi dari darah

pompa)

Tangani penyebab medis: trombosit, fresh-frozen plasma,

cryoprecipitate jika sekunder terhadap penurunan fibrinogen

Faktor VIIa harus dipertimbangkan jika perdarahan berlanjut mesipun

profil koagulasi normal

Tangani penyebab operatif: re-eksplorasi

Manajemen Elektrolit

Hipokalemia adalah sering setelah operasi jantung, khususnya jika diuretik diberikan

intraoperatif. Hipokalemia berkontribusi terhadap peningkatan automatisitas dan

dapat mendorong pada aritmia ventrikuler, takilardia ventrikuler, atau fibrilasi

ventrikuler. Terapi terdiri dari infuse kalium (20 mEq kalium dalam 50 mL D5W

yang diinfuskan dalam 1 jam) sampai kalium melampaui 3.5 mEq/mL. Pada pasien-

pasien dengan kontraksi ventrikuler premature yang sering disebabkan oleh

peningkatan automatisitas, 5.0 mEq/mL kalium mungkin diperlukan. Hipomagnesia

berkontribusi pada pre-eksitasi ventrikuler dan dapat berkontribusi pada atrial fibrilasi

(AF). Ini sering pada pasien-pasien malnutrisi dan pasien yang sakit, kejadian yang

sering pada kondisi operasi jantung. Tatalaksana terdiri dari bolus intermiten dari

magnesium-1 sampai 2 gram dalam 15 menit. Hipokalemia juga sering selama

operasi jantung dan dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Bolus kalsium klorida

atau kalsium glukonat intermiten (1 gram) mungkin diperlukan (Tabel 33-5).

TABEL 33-5 Abnormalitas Elektrolit Umum dan Kemungkinan Pilihan Terapi

Hipokalemia

SSx: kelemahan otot, depresi segmen ST, gelombang “u”, pendataran gelombang-T,

pre-eksitasi venrikuler

Rx: KCl IV 10-20 mEq/jam melalui kateter sentral

31

Page 32: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Hiperkalemia (K+ > 5.2 mmol/L)

SSx: kelemahan otot, gelombang T puncak, hilangnya gelombang P, pemanjangan

PR/ORS

Rx: CaCl2 1 gram, insulin/glukosa, HCO3-, diuretic, hiperventilasi, dialisis

Hipokalemia (Ca2+ terionisasi < 1.1 mmol/L)

SSx: hipotensi, gagal jantung, pemanjangan interval QT

Rx: CaCl2 atau Ca glukonat

Hiperkalsemia (Ca2+ terionisasi > 1.3 mmol/L)

SSx: perubahan status mental, koma, ileus

Rx: dialisis, diuretic, mitramisin, kalsitonin

Hipermagnesemia (Mg2+ < 0.7 mmol/L)

SSx: kelemahan, tidak ada reflek

Rx: hentikan infuse Mg, dieresis

Hipomagnesemia (Mg2+ < 0.5 mmol/L)

SSx: aritmia, pemanjangan interval PR dan QT

Rx: Infusi Mg 1 sampai 2 gram

IV, intravenous; Rx, treatment; SSx, signs and symptoms.

Manajemen Glukosa

Diabetes merupakan komorbiditas yang sering (lebih dari 30%) dan merupakan faktor

risiko yang diketahui untuk outcome yang merugikan pada pasien-pasien yang ada

untuk operasi jantung [44-46]. Hiperglikemia sendiri sering selama CPB. Faktor-

faktor risiko untuk hiperglikemia meliputi diabetes, pemberian steroid sebelum CPB,

pemberian volume larutan yang mengandung glukosa, dan penggunaan infuse

epinefrin [47]. Kontrol glukosa perioperatif yang buruk berhubungan dengan

peningkatan pada mortalitas dan morbiditas, yang meliputi peningkatan risiko untuk

infeksi dan pemanjangan durasi ventilasi [48-52]. Pada penelitian luas prospektif,

randomisasi, terkontrol dari kontrol glukosa darah yang sulit (kadar glukosa darah 4.1

sampai 6.5 mmol/L) selama perawatan ICU postoperatif, penurunan pada mortalitas

32

Page 33: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

ditunjukkan oleh penulis dibandingkan dengan kontrol glukosa yang lebih bebas

(kadar glukosa darah 12 mmol/L) [52]. Penelitian ini mendaftarkan pasien-pasien

diabetik dan hiperglikemik nondiabetik yang menjalani operasi kardiothoraksik dan

menunjukkan bahwa menajemen glukosa yang ketat berguna pada CRA. Akan tetapi,

penelitian multisenter baru-baru ini lainnya, sebaik metaanalisis dari kontrol glukosa

yang ketat di ICU, mendukung peningkatan pada bahaya, kemungkinan terkait

dengan peningkatan pada hipoglikemia episodic [53,54]. Oleh karena itu, harus hati-

hati untuk menerima kadar glukosa darah yang lebih bebas (<10.0 mmol/L) untuk

mengurangi episode hipoglikemik.

Kontrol Nyeri

Kontrol nyeri setelah operasi jantung telah menjadi perhatian seperti dosis narkotik

telah dikurangi untuk memfasilitasi protokol jalur-cepat. Morfin intravena masih

merupakan jalur utama terapi untuk pasien-pasien post operasi jantung. Pendekatan

paling umum dari permintaan-pasien, morfin intravena yang diberikan perawat, dan

terapi ini masih popular karena 1:1 sampai 1:2 perawatan secara khas diberikan

selama pemulihan jantung. Akan tetapi, dengan perubahan untuk cakupan perawat

yang lebih fleksibel dan, oleh karena itu, rasio perawat-terhadap-pasien yang lebih

tinggi, morfin analgesia pasien-terkontrol menjadi sangat popular. Beberapa

penelitian telah menguji penggunaan morfin analgesia pasien-terkontrol pada pasien

setelah operasi jantung [55-61]. Pencarian meta-analisis pada morfin analgesia

pasien-terkontrol untuk nyeri postoperatif menunjukkan keuntungan tambahan kecil.

Akan tetapi, pasien-pasien muda, mereka yang menggunakan narkotik sebelum

operasi atau yang dipindahkan pada bangsal regular dalam 24 jam, dapat berguna dari

analgesia pasien-terkontrol untuk manajemen nyeri [62] (Tabel 33-6; lihat Bab 38).

33

Page 34: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Teknik Anestesi Regional

Morfin Intratekal

ITM telah diteliti pada penelitian randomisasi sebagai adjuvant untuk kontrol nyeri

pada pasien-pasien bedah jantung, dengan dosis yang berkisar dari 500 μg sampai 4

mg [63-72]. Sebuah meta-analisis dari 17 penelitian randomisasi terkontrol,

membandingkan ITM dengan terapi standar. Tidak terdapat perbedaan pada

mortalitas, MI, atau waktu ekstubasi. Terdapat penurunan paling sederhana pada

penggunaan morfin dan skor nyeri, sedangkan insidensi pruritus meningkat.

Analgesia Epidural Thorakal

Analgesia epidural thorakal telah meningkatkan beberapa popularitas sebagai metode

dari kontrol nyeri intraoperatif dan postoperatif yang diberikan pada operasi jantung

(lihat Tabel 33-6). Bukti terbaik untuk keuntungan datang dari metaanalisis dari

15penelitian randomisasi terkontrol [73]. Analgesia epidural thorakal tidak secara

signifikan mempengaruhi indseidensi mortalitas atau MI. Ini secara signifikan

menurunkan aritmia, komplikasi pulmonal, dan waktu untuk ekstubasi trakheal.

Semua penelitian randomisasi dilakukan pada pasien-pasien CABG. Tidak terdapat

laporan komplikasi sebagai akibat dari insersi epidural, hematoma epidural secara

rinci; akan tetapi, semua percobaan tidak secara adekuat memiliki kekuatan untuk

mendeteksi komplikasi. Usaha telah dibuat untuk memperhitungkan risiko untuk

hematoma epidural yang menggunakan rangkaian dipublikasikan yang tersedia,

dengan estimasi risiko maksimum yang memiliki rentang dari 1:1000 sampai 1:3500

tergantung pada keterbatasan kepercayaan yang dipilih (99% vs 95%) [74]. Sebuah

tinjauan retrospektif luas melaporkan tidak adanya hematoma epidural pada 727

pasien yang menjalani operasi jantung dengan CPB yang menerima analgesia

epidural thorakal pada hari operasi (pada saat masuk ke dalam OR) [75].

34

Page 35: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

TABEL 33-6 Pilihan Manajemen Nyeri setelah Operasi Jantung

Analgesia Pasien-Terkontrol

Mungkin merupakan keuntungan padastepdown unit

Pengurangan konsumsi morfin 24-jam ditunjukkan pada 2 dari 7 percobaan

randomisasi

Morfin Intratekal

Dosis yang diteliti: 500µg sampai 4 mg

Mungkin merupakan keuntungan dalam menurunkan skor nyeri VAS

*Potensial untuk depresi respirasi

Pengaturan dosis yang ideal tidak dipastikan; rentang, 250-400 µg

Epidural Thoraksik

Dosis yang umum dari literatur

Ropivacaine 1% dengan μg/mL fentanil pada 3-5 mL/hari

Bupivakain 0.5% dengan 25 μg/mL morfin pada 3-10 mL/hari

Bupivakain 0.5% sampai 0.755 pada 2-5 mL/hari

Penurunan skor nyeri

Durasi intubasi yang lebih pendek

*Risiko untuk hematoma epidural sulit untuk dikuantifikasi

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid

Dosis umum untuk literature

Indometasin 50-100 mg PR BID

Diclofenak 50-75 mg PO/PR tiap 8 jam

Ketorolak 10-30 mg IM/IV tiap 8 jam

Penurunan penmanfaatan narkotik

Banyak penelitian obat yang berbeda; kesulitan untuk menentukan keunggulan dari

agen yang diberikan

*Dapat meningkatkan kejadian merugikan yang serius (satu percobaan yang menggunakan inhibitor

siklooksigenase 2- spesifik)

BID, twice daily; IM, intramuscular; IV, intravenous; PO, orally; PR, rectally; VAS, visual analogue scale.

35

Page 36: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

Setidaknya 1 jam yang berlalu antara insersi kateter epidural dan pemberian

heparin. Terdapat 9 insersi kateter yang gagal dan 4 analgesia blok yang gagal dengan

11 perdarahan pada penelitian ini [75]. Sayangnya, populasi dari pasien-pasien bedah

jantung meningkat pada pengobatan trombosit, seperti clopidogrel atau prasugrel,

yang meningkatkan risiko untuk hematoma epidural [76]. Risiko untuk hematoma

epidural dan keterlambatan potensial untuk operasi dari perdarahan telah membatasi

adopsi luas dari analgesia epidural thoraksik untuk operasi jantung, khususnya di

Amerika Serikat (lihat Bab 38).

Obat-obat Anti-inflamasi Nonsteroid

Penggunaan NSAID memiliki popularitas yang meningkat pada pendekatan

multimodal, yang memungkinkan penurunan baik pada tingkat nyeri dan efek

samping markotik (lihat Tabel 33-6). NSADID konvensional, yang memblok secara

non selektif isoenzim cyclooxygenase-2 (COX-2), mengurangi inflamsi, demam, dan

nyari, dan juga memblok isoenzim COX-1 yang berakibat pada efek samping

toksisitas gastrointestinal dan disfungsi trombosit [77]. Sejumlah penelitian

randomisasi telah menguji manfaat dari penggunaan NSAID untuk kontrol nyeri

postoperatif [61,78-88]. Sebagai tambahan, meta-analisis mencari pada manfaat

NSAID pada kondisi operasi jantung dan thorakal menunjukkan penurunan pada

konsumsi narkotik pada pasien yang diberikan NSAID [89]. Seebagian besar pasien

lebih muda dari 70 tahun dan tidak memiliki disfungsi ginjal yang ada bersamaan.

NSAID yang digunakan pada meta-analisis ini inhibitor COX nonselektif. Beberapa

penelitian telah mengusulkan peningkatan kejadian yang merugikan, khususnya pada

pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, yang menerima NSAID selektif COX-2

baik pada kondisi jantung perioperatif dan pada pasien rawat jalan. Untuk alasan ini,

NSAID selektif COX-2 tidak lagi digunakan pada sebagian besar senter jantung [90].

Oleh karena itu, meskipun NSAID memiliki efek samping teoretik, manfaat dalam

menurunkan konsumsi narkotik dan perbaikan skor nyeri skala analog visual

ditunjukkan dengan baik; beberapa pusat berlanjut untuk menggunakan NSAID

36

Page 37: Caplan Cardiac Anestesi 1002-1015 (1)

nonselektif sebagai analgesia adjuvant pada operasi jantung [91]. Akan tetapi,

NSAID sebaiknya dihindari pada pasien-pasien dengan insufisiensi ginjal, riwayat

gastritis, atau penyakit ulkus peptic. Terapi ranitidine adjuvant harus dipertimbangkan

untuk mencegah iritasi gaster.

37