BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Proses Pembelajaran
Untuk melakukan proses pembelajaran, terlebih dahulu harus di ketahui arti
proses pembelajaran, proses pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar di kelas,
yang ada hanya siswa dan guru yang didalamnya terjadi kegiatan interaksi timbal
balik yang berlangsung secara edukatif yang bertujuan untuk mencapai tujuan
belajar yang ingin di capai. Menurut Bafadal (2005:11), pembelajaran dapat
diartikan sebagai “ segala usaha atau proses belajar mengajar dalam rangka
terciptanya proses belajar mengajar yang efektif, dan efisien”.
Menurut Rooijakkers (1991:114) “ Proses pembelajaran merupakan suatu
kegiatan belajar mengajar menyangkut kegiatan tenaga pendidik, kegiatan peserta
didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidik dan peserta didik dan sumber
belajar suatu lingkungan belajar dalam kerangka keterlaksanaan progam
pendidikan.
Sedangkan menurut Winkel (1991:200) “ Proses pembelajaran adalah suatu
aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat simpulkan bahwa proses
pembelajaran adalah suatu kegiatan yang di lakukan oleh seorang guru dengan
siswa yang terjadi secara langsung di suatu lingkungan baik lingkungan dalam
kelas ataupun lingkungan luar kelas. Pembelajaran yang bersangkutan dengan
alam akan lebih efektif jika, pembelajaran tersebut di laksanakan di luar kelas,
karena di luar kelas siswa akan berinteraksi langsung dengan alam sehingga siswa
akan terbentuk suatu interaksi aktif dan menyenangkan antara guru dan siswa,
yang merangsang siswa berpikir kritis, kreatif. Jadi di dalam pembelajaran
9
tersebut akan menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang baru dan bersifat nyata
yang akan di ketahui siswa. Pengetahuan tersebut tidak hanya bersifat sementara akan
tetapi pengetahuan tersebut bersifat lama didalam pikiran siswa.
Proses pembelajaran secara nyata tersebut melibatkan siswa dalam aktivitas
penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks
kehidupan nyata yang mereka hadapi. Sehingga pembelajaran menjadi mudah diserap
oleh siswa karena sebelum pembelajaran tersebut berlangsung siswa sudah pernah
melihat, mengalami, bahkan sudah pernah di lakukan dalam kehidupan sehari-hari
mereka dengan cara ini siswa menemukan makna.
Penemuan sebuah makna merupakan ciri utama dari Contexstual Teaching and
Learning.
2.1.1.1 Model Pembelajaran
Model pembelajaran berawal dari kata “model” yaitu suatu rencana yang
menjelaskan suatu objek. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi antara
guru dengan siswa yang berada pada sebuah lingkungan belajar baik disuatu ruangan
atapun di luar ruangan. Jadi, model pembelajaran adalah cara seorang guru dalam
mengolah, mengarahkan suatu pembelajaran untuk menjadikan siswa mudah dalam
menerima penjelasan dari guru pada suatu lingkungan tertentu untuk mencapai tujuan
belajar.
Model pembelajaran menurut Richard I Arends adalah lebih mengacu pada
pendekatan yang akan di gunakan, termasuk didalamnya terdapat tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran
dan pengelolaan kelas.
pada penelitian ini akan dibahas mengenai model pembelajaran Kontekstual
(Contexstual Teaching and Learning). Elaine (dalam Rusman, 201:187) mengatakan
pembelajaran Kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual merupakan
usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa
10
berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia
nyata. Melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi
pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang
terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi
siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang di pelajarinya.
Ciri khas Contexstual Teaching And Learning ditandai oleh tujuh komponen utama
yaitu 1) Contructivism 2) inquiry 3) Questioning 4) learning community 5) modelling
6) reflection dan 7) Authentic Assessment.
Adapun tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan guru yaitu
:
1). Konstruktivisme
Pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang dihasilkan dan
diperbanyak melalui konteks yang minimal. Manusia harus membangun pengetahuan
itu memberi makna atau maksud yang melalui pengalaman nyata. Pengalaman akan
dirasakan memiliki makna atau maksud apabila secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa
itu sendiri.
2). Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari Contexstual Teaching and Learning (Contexstual
Teaching And Learning) melalui cara menemukan akan memberikan suatu
pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang di perlukan
bukan merupakan hasil dari mengingat berdasarkan materi yang didapat akan tetapi
seperangkat fakta-fakta, yang merupakan hasil menemukan sendiri.
3). Bertanya (questioning)
Seseorang akan tahu diawali dengan bertanya oleh karena itu, bertanya merupakan
strategi utama dalam Contexstual Teaching And Learning. Melalui bertanya
pembelajaran akan lebih hidup atau aktif, akan mendorong proses dan hasil
pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan bertanya maka:
1) Dapat memperdalam informasi yang telah di ketahui
11
2) Mengecek pemahaman siswa pada pembelajaran yang telah disampaikan
3) Membangkitkan minat siswa dalam bertanya
4) Mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
5) Mengetahui hal-hal yang di ketahui siswa dari pertanyaan yang diajukan oleh
siswa
6) Dapat membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan siswa
7) Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4). Masyarakat belajar (learning community)
Membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama serta memanfaatkan sumber belajar
dari teman-teman belajarnya. Ketika mereka saling bekerja sama maka pengetahuan
yang mereka dapatkan akan semakin bertambah. Ketika kita dan siswa dibiasakan
untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita
atau siswa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.
5). Pemodelan (modeling)
Pada pemodelan pembelajaran pada dasarnya perkembangan ilmu pengetahan dan
teknologi semakin berkembang, guru dituntut dengan segudang tuntutan yang harus
dihadapi serta dituntut untuk mencerdaskan siswa terutama pada sikap dan moral
yang yang berkarakter dan disamping itu banyak siswa beraneka ragam, dan berbeda
karakter, ini merupakan suatu tatangan untuk guru. Maka dari itu kini guru bukan
satu-satunya sumber belajar untuk siswa melainkan sebagai fasilitaor siswa yang
bertugas mendidik moral siswa. Seorang guru tidak lelah dalam mendidik moral
mereka, berbagai upaya dan cara yang telah ia lakukan. Maka dari itu, pada
pembuatan model dapat dijadikan cara alternatif untuk mengembangkan
pembelajaran agar dapat berjalan dengan lancar sesuai tujuan.
6). Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja di pelajari.
Melalui model Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) pengalaman belajar
tidak hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada dalam kelas, akan
12
tetapi jauh lebih penting dari itu bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut
keluar kelas atau lingkungan sekitar kelas yaitu pada saat ia dituntut untuk
menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir adalah melakukan penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan
berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap
pengalaman belajar siswa.
Jadi dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
(Contexstual Teaching and Learning) adalah pembelajaran yang bersifat nyata, dari
pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan pada pembelajaran
disekolah yang bisa menemukan suatu makna, makna yang berarti maksud dari
belajar. Dengan didasari tujuh komponen yang sudah di jelaskan di atas yang harus di
lakukan oleh seorang guru untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan.
Langkah-langkah model pembelajaran Kontekstual (Contexstual Teaching and
Learning ) pada kelas 4 pada materi IPA KD 2.4 Menjelaskan hubungan antara
struktur bunga dengan fungsinya adalah sebagai berikut sebelum guru melakukan
pembelajaran kontekstual pada anak sebaiknya guru membuat alur terlebih dahulu
yaitu :
a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar mandiri
yaitu siswa dapat mengingat kembali pengalaman yang pernah berkaitan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Melaksanakan kegiatan inquiry pada pembelajaran IPA bagian-bagian
tumbuhan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa, supaya siswa mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan materi bagian-bagian bunga.
d. Menciptakan masyarakat yaitu guru membaginya dalam kegiatan kelompok,
berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
e. Mengahadirkan sebuah model secara langsung, yaitu mengajak siswa keluar
kelas, dengan mengamati bunga-bunga yang ada dilingkungan sekitar.
13
f. Membiasakan anak untuk merefleksi pada setiap pembelajaran yang telah di
laksanakan.
g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya
pada masing-masing siswa.
Jadi pada model pembelajaran kontekstual ini siswa yang berperan aktif dalam proses
pembelajaran.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA yang diawali dengan kata “Pembelajaran” artinya menurut
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 yaitu
Pembelajaran merupakan sebuah proses interaksi antara peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono adalah kegiatan guru secara terprogam
dalam design intruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan
pada penyediaan sumber.
Sedangkan IPA menurut Trowbidge dan Bybee adalah tubuh (bangun)
pengetahuan dibentuk oleh proses pertemuan terus-menerus dan orang-orang yang
terlibat didalam kegiatan ilmiah.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara terbimbing.
Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang
bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam
tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini
menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses di perlukan untuk menciptakan
pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan
14
dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih keterampilan proses bagaimana
cara produk sains ditemukan.
Dari definisi “Pembelajaran” dan “IPA” di atas dapat di simpulkan bahwa
pembelajaran IPA merupakan sebuah pelajaran yang berkaitan dengan lingkungan
alam yang didalamnya ada interaksi antara siswa, guru, dan lingkungan alam.
Pembelajaran IPA tidak hanya fakta-fakta, prinsip-prinsip atau konsep-konsep saja,
akan tetapi suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA mengharapkan siswa bisa
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara langsung dan wahana untuk
mengaitkan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat belajar IPA
sebaiknya di lakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk atau negatif
terhadap lingkungan.
Pada pembelajaran IPA sebaiknya di laksanakan secara efektif dengan cara
a. Mampu memenuhi keingintahuan siswa misalnya pada saat kegiatan belajar
mengajar tentang bagian-bagian bunga sebaiknya siswa diajak langsung
keluar dari kelas, sehingga siswa mudah menyerap materi pelajaran yang
diberikan.
b. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkomunikasikan pengalaman
kehidupan sehari-hari kedalam proses pembelajaran sehingga siswa akan
menemukan sebuah makna dari pembelajaran tersebut.
c. Menyediakan sarana dan prasana untuk belajar. Misalnya belajar tentang
bagian-bagian bunga dengan begitu guru memberi kesempatan pada siswa
untuk keluar kelas lalu mengamati bunga yang berada di luar kelas.
d. Menyediakan kesempatan untuk mengekplorasi alam sekitar. Guru mengajak
siswa untuk berinteraksi dengan alam.
e. Penerapan IPA menegaskan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung dengan alam. Dalam pembelajaran tersebut siswa dibekali guna
mengembangkan sejumlah keterampilan bekerja ilmiah dan sikap ilmiah dalam
memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya sendiri dan alam sekitar.
Keterampilan yang meliputi: keterampilan mengamati dengan semua indra,
15
keterampilan memakai alat dan bahan secara benar yang selalu memperhatikan
keselamatan pada saat kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan data,
menafsirkan data, mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, serta
menggali dan memilah informasi secara fakta yang relevan untuk menguji
gagasan-gagasan atau memecahakan masalah-masalah dalam sehari-hari.
2.1.1.3 Sintak Pembelajaran IPA
Sintak (langkah) pembelajaran Kontekstual (Contexstual Teaching and Learning),
yaitu :
Model pembelajaran kontekstual merupakan model yang mengusahakan untuk
membuat siswa aktif dalam menggali kemampuan diri siswa dengan mempelajari
konsep-konsep sekaligus menerapkannya dan mengaitkannya dengan dunia nyata di
sekitar lingkungan siswa. Sejalan dengan itu, Elaine (dalam Rusman, 2012:187)
mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang
merangsang otak untuk menyususn pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut
lagi, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem
pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa
berada.
Hal inilah yang mendasari bahwa model kontekstual (Contexstual Teaching and
Learning) baik untuk diterapkan oleh guru dalam pembelajaran. seperti yang kita
ketahui, sejauh ini pembelajaran yang biasa guru lakukan masih bersifat
konvensional, monoton, dan masih terpusat kepada guru saja. Sehingga siswa tidak
memperoleh pengalaman belajar yang bermakna, dan tidak diikut sertakan terlibat
secara langsung dalam pemecahan masalah yang diberikan guru pada proses
pembelajaran. dengan demikian, siswa sekolah dasar khususnya cenderung diam,
terkadang terlihat mengantuk, kurang semangat dalam mengikuti pelajaran atau
jenuh.
16
Model pembelajaran kontekstual (Contexstual Teaching and Learning) pada intinya
adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata.
artinya siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang biasa dihadapi di lingkungan,
sehingga pada masanya nanti siswa dapat mampu mengatasi persoalan-persoalan
yang nyata yang dihadapi di lingkungannya. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran
kontekstual, pembelajaran bukan suatu transformasi pengetahuan yang diberikan guru
kepada siswa dengan cara menghafal beberapa konsep-konsep yang sepertinya
terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi
siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang di
pelajarinya. Hal ini sangat erat kaitanya dengan tujuan pendidikan nasional yang
ditetapkan pemerintah.
Adapun langkah-langkah yang harus di lakukan guru pada penerapan model
pembelajaran kontekstual (Contexstual Teaching and Learning) dalam proses
kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut di bawah ini.
a. Guru mengarahkan siswa untuk dapat mengembangkan pemikirannya, untuk
melakukan kegiatan belajar yang bermakna, berkesan, baik dengan cara meminta
siswa untuk bekerja sendiri dan mencari serta menemukan sendiri jawabannya,
kemudian memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan
keterampilannya yang baru saja ditemuinya. Misalnya pada pembelajaran IPA kelas 4
tentang bagian-bagian bunga pada pembelajaran ini siswa diminta untuk menemukan
nama-nama bagian bunga.
b. Dengan bimbingan guru, siswa di ajak keluar kelas untuk menemukan suatu fakta
atau jawaban dari permasalahan yang disajikan guru.
c. Memancing reaksi siswa untuk melakukan pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan
untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Pada saat pengamatan mengenai
bagian-bagian bunga guru harus memancing siswa untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan agar pemahaman siswa bertambah.
d. Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok untuk melakukan diskusi, dan
tanya jawab. Jika sudah selesai dalam mengajukan pertanyaan guru membentuk
17
siswa menjadi beberapa kelompok untuk melakukan diskusi mengenai bagian-bagian
bunga.
e. Guru mendemonstrasikan ilustrasi materi dengan model atau media yang
sebenarnya. Sesudah dikelompokkan kemudian guru mendemontrasikan ilustrasi
dengan media bunga secara kontekstual agar anak mengetahui bentuk nyata dari
wujud bunga, bagian-bagian bunga dan fungsi – fungsi bagian bunga.
f. Guru bersama siswa melakukan refleksi atas kegiatan yang telah di lakukan.
g. Guru melakukan evaluasi, yaitu menilai kemampuan siswa yang sebenarnya.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22).
Daryanto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang di lakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Djamarah (2008:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian hasil belajar
yaitu suatu pengetahuan-pengetahuan yang didapat oleh siswa dari hasil pengalaman
yang didapat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang menemukan sebuah
makna. Sama halnya pada pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning).
2.1.2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hasil Belajar
Ruang lingkup pada hasil belajar siswa yaitu ranah afektif, psikomotor, dan
kognitif. Ruang lingkup penilaian hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor. Bahasan utama ditekankan pada berbagai tingkatan
18
kemampuan dari masing-masing ranah hasil belajar. Selanjutnya dari masing-masing
tingkatan diberikan beberapa contoh bentuk instrumen penilaian.
Seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar terutama pada siswa yaitu jika
ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan
tersebut dapat ditunjukkan diantaranya dari kemampuan berpikirnya,
keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu obyek. Perubahan dari hasil belajar ini
dalam Taksonomi Bloom dikelompokkan dalam tiga ranah (domain), yakni:
(1) domain kognitif atau kemampuan berpikir
(2) domain afektif atau sikap
(3) domain psikomotor atau keterampilan.
Para siswa dapat dikatakan berhasil dalam suatu belajar jika pada diri mereka telah
terjadi perubahan dari salah satu aspek tersebut.
perubahan dalam aspek kemampuan bersikap misalnya dapat terjadi jika terjadi
perubahan sikap yang kurang sopan akan menjadi sikap yang sopan yang lebih
menghargai orang yang lebih tua. Contoh perubahan dalam aspek keterampilan
misalnya, dari tidak dapat melakukan wudlu menjadi terampil berwudlu, dari tidak
terampil melukis menjadi terampil melukis dan seterusnya. Contoh perubahan dalam
aspek berfikir adalah dari tidak tahu menjadi tahu. Contoh dalam perubahan berfikir
misalnya dari tidak tahu mengenai bagian-bagian setelah belajar akan mengerti.
Dalam penyelenggaraan tiga aspek di atas, sebaiknya dinilai secara menyeluruh,
karena prestasi belajar siswa sebaiknya memberikan gambaran secara menyeluruh
sebagai hasil belajar siswa. Maka dari itu guru atau pendidik diwajibkan untuk
memahami dan menguasai beberapa aspek perubahan teknik untuk menilai beberapa
aspek perubahan belajar peserta didik.
2.1.2.3 Pengukuran
Pengukuran adalah proses pemberian angka atau label kepada unit analisis
untuk merepresentasikan sebuah konsep. Proses ini sebaiknya cukup dketaui orang,
karena didalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan sebuah pengukuran.
19
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam
hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang
di lakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan,
dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium,
dan merasakan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik
utama yaitu:
1) penggunaan angka atau skala tertentu;
2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Dari dua pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa pengukuran adalah suatu
kegiatan yang bersifat belum ditentukan kebenarannya karena dengan menggunakan
kata mengira-ngira didalamnya mengandung makna pengukuran tersebut baru
terlintas difikiran. Untuk pengukuran hasil belajar secara Kontekstual pada
pembelajaran IPA kelas 4 yang harus diukur adalah proses siswa dalam bekerja.
Contohnya dalam mengamati sebuah bunga apakah mereka melakukan dengan
sungguh-sungguh atau tidak? dengan mengamati tersebut apakah dalam tes bisa
memberikan hasil yang memuaskan atau belum ? dari hal tersebut kita bisa mengukur
kemampuan seorang siswa dari proses dan kemudian hasil dari kegiatan mereka,
setelah itu kita bisa menarik kesimpulan seberapa besar hasil belajar.
2.1.2.4 Hasil Belajar IPA
Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan
standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir
pembelajaran. Hasil belajar seseorang tidak langsung kelihatan tanpa orang itu
melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang di perolehnya melalui
20
belajar. Namun demikian, hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang di capai siswa dalam mengikuti
program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Syah, (1997: 91-92) menyatakan bahwa hasil belajar juga dapat di lihat dari tiga
aspek, yaitu secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif
menekankan pada pengisian dan pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta-
fakta yang berarti. Aspek insitusional atau kelembagaan menekankan pada ukuran
seberapa baik perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam angka-angka.
Sedangkan aspek kualitatif menekankan pada seberapa baik pemahaman dan
penafsiran siswa terhadap lingkungan di sekitarnya. Sehingga dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan definisi dan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat di simpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah
mengikuti program belajar mengajar dalam bentuk tingkat penguasaan siswa terhadap
pengetahuan dan ketrampilan. Dengan demikian, hasil belajar IPA harus dikaitkan
dengan tujuan pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak
melupakan hakiakt IPA itu sendiri. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan
hakikat sains yang meliputi IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh
karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA
sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.
Dalam segi produk, siswa daharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA
dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi proses, siswa diharapkan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuan,
dan menerapkan konsep yang di perolehnya untuk memecahkan masalah yang
mereka hadapi dalam kehidupan sehahri-hari. Dari segi ilmiah, siswa diharapkan
mempunyai keinginan untuk mempelajari benda-benda yang ada di sekitarnya,
mempunyai rasa ingin tahu yag tinggi, lebih tekun, lebih kritis, waspada, selalu
21
bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan
mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, hasil belajar hasil yang dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang
mencakup penguasaan produk, proses, dan sikap ilmiah.
Contoh dalam materi bagian-bagian bunga, dimensi produk yang harus didapat
siswa yaitu pemahaman konsep bagian-bagian bunga serta fungsinya, perbedaaan
bunga sempurna serta nama dari masing-masing bagian bunga. Berawal dimensi
proses, siswa diharapkan mempunyai keinginan untuk mengetahui bagian, fungsi dari
bunga. Dan harapannya siswa dapat mengaitkan pembelajaran yang telah didapat
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 KAJIAN HASIL PEMBELAJARAN
Kajian hasil pembelajaran pada metode kontektual pembelajaran IPA kelas 4
pada materi bagian-bagian bunga. Siswa diharapkan pada hasil pembelajaran IPA
kelas 4 pada bagian-bagian bunga pada saat proses pembelajaran siswa bisa
mengaitkan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari mereka ke dalam proses
pelaksanaan pembelajaran. Sehingga pada saat pembelajaran berlangsung siswa
mudah menyerap pembelajaran yang di sampaikan oleh guru.
Pada hasil pembelajaran ini nanti diharapkan semua siswa dapat mencapai pada
tujuan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan dengan hasil nilai siswa yang
memuaskan bagi siswa itu sendiri dan semua pihak. Siswa bisa menerapkan ilmu
yang mereka dapat kedalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran
kontekstual (Contexstual Teaching and Learning) menajadi pembelajaran yang
bermakna.
2.3 KERANGKA BERPIKIR
Masalah pembelajaran IPA umumnya didominasi oleh pengenalan konsep-
konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa.
Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode
22
konvensional guru menggunakan metode ceramah dan latihan-latihan soal secara
individual, dan tidak ada interaksi antar siswa secara kelompok. Siswa cenderung
pasif selama proses belajar mengajar. Dalam hal ini penggunaan model pembelajaran
tertentu perlu diterapkan guna melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran IPA.
Model pembelajaran Kontekstual (Contexstual Teaching and Learning)
merupakan pembelajaran yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu
menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang
mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka
bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah
mereka miliki sebelumnya Elaine (2009). Dengan model pembelajaran Kontekstual
(Contexstual Teaching and Learning), pembelajaran siswa yang sebelumnya hanya
mendengarkan penjelasan dari guru menjadi lebih aktif, terdapat kerja kelompok yang
melibatkan interaksi antarsiswa maupun siswa dengan guru.
Pembelajaran diawali penyajian kelas oleh guru secara klasikal menggunakan
presentasi verbal atau teks. Setelah penyajian materi, siswa dibagi menjadi kelompok
kecil terdiri dari 1-2 siswa. Hal ini di lakukan agar siswa belajar untuk saling
menerima kekurangan maupun kelebihan orang lain. Setelah pembentukan kelompok,
anggota kelompok keluar dari ruang kelas untuk mengamati tumbuhan yang ada
ditaman sekolah. Fungsi utama dibentuk kelompok adalah memastikan bahwa semua
kelompok benar-benar belajar dan menjawab soal yang diberikan oleh peneliti
dengan tepat. Hasil kerja kelompok dibahas bersama-sama dengan dibimbing guru.
Melalui model pembelajaran Kontekstual (Contexstual Teaching and Learning),
diharapkan siswa dapat meningkatkan belajar secara berkelompok dan siswa lebih
aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu
menggunakan model pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif
dengan cara berdiskusi atau bekerjasama dalam kelompok sehingga siswa mampu
berfikir lebih kritis. Dengan langkah-langkah : (1) Penyajian kelas (2) Pembentukan
kelompok (3) Kerja kelompok. Penjelasan lebih rinci disajikan dalam bentuk gambar
seperti terlihat pada gambar 2.1 sebagai berikut
23
Standar Kompetensi : 2. Memahami hubungan antara struktur bagian
tumbuhan dengan fungsinya
Kompetensi dasar : 2.3 Menjelaskan hubungan antara struktur daun
dengan fungsinya.
2.4 Menjelaskan hubungan antara struktur bunga
dengan fungsinya
Tidak ada kerja
kelompok
Guru mendominasi kegiatan
PBM dengan ceramah Pembelajaran
Konvensional
Proses belajar berpusat pada guru Hasil belajar < 70
Pembelajaran Kontekstual
(Contekstual Teaching and
Learning)
1. Penyajian kelas
2. Pembentukan
Kelompok
3. Kerja Kelompok
4. Keluar dari kelas
5. Pengamatan
6. Presentasi kelas
1. Siswa dilatih mengaitkan
pengetahuan yang pernah
mereka alami dengan mata
pelajaran yang diajarkan
2. Siswa diharapkan berpartisipasi
aktif saling membantu dan
memotivasi dalam setiap
kegiatan.
3. Siswa diharapkan pembelajaran
yang mereka dapat menjadikan
pembelajaran yang bermakna.
Tes Formatif Pembelajaran berpusat pada siswa
Proses pembelajaran meningkat Hasil belajar IPA > 70
24
Gambar 2.1 Skema proses belajar dan hasil belajar IPA melalui model Kontekstual
(Contexstual Teaching And Learning)
Dari kerangka berpikir di atas dapat di jelaskan sebagai berikut dengan SK dan KD yang
sudah terlampir di atas maka pada saat guru mendominasi kegiatan PBM dengan ceramah
guru tidak mengadakan kerja kelompok sehingga, proses belajar berpusat pada guru. Jadi
untuk hasil belajar siswa kurang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70.
Maka dari itu dengan diterapkan model pembelajaran Contexstual Teaching and
Learning (CTL) siswa dilatih mengaitkan pengetahuan yang pernah mereka alami
dengan mata pelajaran yang diajarkan, siswa diharapkan berpartisipasi aktif saling
membantu dan memotivasi dalam setiap kegiatan, dan siswa diharapkan
pembelajaran yang mereka dapat menjadikan pembelajaran yang bermakna. dengan
7 aspek yaitu (1) Aspek penyajian kelas, (2) pembentukkan kelompok, (3) Kerja
kelompok, (4) Belajar langsung di luar kelas, (5) pengamatan (Observasi), (6)
Presentasi kelas dan (7) Tes.
Sehingga, pembelajaran tersebut berpusat pada siswa jadi, proses dan hasil
belajar siswa menjadi meningkat.
2.4 HIPOTESIS TINDAKAN
Dari kerangka berfikir yang telah dikemukakakan dapat dirumuskan hipotesis
tindakan sebagai berikut:
a. Model pembelajaran Kontekstual (Contexstual Teaching and Learning) dapat
meningkatkan proses pembelajaran IPA kelas 4 SD Negeri Sidorejo Lor 02 Salatiga
semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 pada aktivitas guru dan aktivitas siswa secara
signifikan minimal 10%.
Proses pembelajaran dengan menggunakan model Kontekstual (Contexstual Teaching and
Learning) pembelajaran IPA kelas 4 SD Negeri Sidorejo Lor 02 Salatiga semester 1 Tahun
Ajaran 2016/2017 secara signifikan mengalami ketuntasan belajar individual dengan nilai
hasil belajar IPA ≥ 70 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata
hasil belajar IPA meningkat minimal 7 nilai dari KKM ≥ 70 yang ditentukan oleh sekolah
yaitu 75 atau ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ≥ 90% dari 23 siswa.