BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil...
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley membagi tiga macam hasil belajar mengajar: (1) keterampilan
dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, (3) sikap dan cita-cita (Sudjana,
2004:22).
Dari situs indramunawar.blogspot.com menurut Dimyati dan Mudjiono,
hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa
dan dari sisi guru (Indra, 2009). Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Menurut Oemar Hamalik, hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi
dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi
lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,
organisasi, dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. Ranah
psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk
5
dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini
dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
2.1.2. Media Benda Konkret
Menurut Blake dan Horalsen dalam Darhim (1993:5), media adalah
saluran komunikasi atau perantara yang digunakan uintuk membawa atau
menyampaikan sesuatu pesan, di mana perantara itu merupakan jalan atau alat
untuk lalu lintas suatu pesan antara komunikator dan komunikan. Menurut
Mahidjojo dalam Darhim (1993:5) media adalah semua bentuk perantara yang
dipakai orang menyebarkan ide sehingga gagasannya sampai pada penerima.
Menurut Darhim (1993:6) media pembelajaran matematika didefinisikan
sebagai suatu alat peraga yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan
isi pembelajaran yang dituangkan dalam GBPP bidang studi matematika dan
bertujuan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
matematika adalah sesuatu yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar
untuk membantu menyampaikan materi pelajaran.
Penggunaan media pendidikan didasarkan pada:
a. Objek-objek matematika yang abstrak, perlu dicari upaya untuk dapat
dipahami secara bertahap oleh peserta didik.
b. Media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan.
c. Media dapat membangkitkan keingintahuan pada peserta didik.
Wibawa dan Mukti (1993:54) menyampaikan beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar penggunaan media menjadi lebih efektif, yaitu: (1) media harus
digunakan di kelas dengan kondisi semenarik mungkin, (2) setiap orang dalam
kelas itu harus dapat melihat media dengan mudah, (3) media harus digunakan
dalam hubungannya dengan materi pelajaran lainnya, (4) siswa perlu diberi
kesempatan semaksimal mungkin untuk menangani, mencoba dan mengamati
media, bertanya atau membuat generalisasi, (5) upayakan objek, sampel, atau
model lain yang tak ada kaitannya denga topik yang dibicarakan dialihkan dari
6
perhatian siswa, (6) bila perlu siswa dilatih untuk membuat media untuk
menjabarkan suatu objek, atau prinsip yang ia pelajari.
Dalam pdf Lilis Lisnawati, Widodo (2007:109) media benda konkret
adalah benda-benda asli apa adanya tanpa mengalami perubahan yang dijadikan
media dalam kegiatan pembelajaran. Media benda konkret sering disebut juga
media benda nyata atau realita. Realita adalah benda-benda nyata seperti apa
adanya atau aslinya, tanpa perubahan. Dengan memanfaatkan realita dalam proses
belajar siswa lebih aktif dapat mengamati, menangani, memanipulasi,
mendiskusikan, dan akhirnya menjadi alat untuk meningkatkan kemampuan siswa
untuk menggunakan sumber-sumber belajar serupa (Wibawa dan Mukti,
1993:55).
Anderson (1987: 183) berpendapat bahwa objek yang sesungguhnya, atau
benda model yang mirip sekali dengan benda nyatanya, akan memberikan
rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari tugas yang
menyangkut keterampilan psikomotor. Untuk mencapai hasil yang optimum dari
proses belajar mengajar mengajar, salah satu hal yang sangat disarankan adalah
digunakannya pula media yang bersifat langsung dalam bentuk objek nyata atau
realia (Ibrahim dan Syaodih, 2010:118).
Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan media
benda nyata ini. Ibrahim dan Syaodih (2010:119) menyatakan bahwa keuntungan
menggunakan media ini antara lain (1) dapat memberikan kesempatan
semaksimal mungkin pada siswa untuk mempelajari sesuatu ataupun
melaksanakan tugas-tugas dalam situasi nyata dan (2) memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengalami sendiri situasi yang sesungguhnya dan melatih
keterampilan mereka dengan menggunakan sebanyak mungkin alat indera.
Kelemahan dalam menggunakan objek nyata ini antara lain (1) membawa murid-
murid ke berbagai tempat di luar sekolah kadang-kadang mengandung resiko
dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya; (2) biaya yang diperlukan untuk
mengadakan berbagai objek nyata kadang-kadang tidak sedikit, apalagi ditambah
dengan kemungkinan kerusakan dalam menggunakannya; dan (3) tidak selalu
dapat memberikan semua gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti
7
pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga pengajaran
harus didukung pula dengan media lain.
Sejalan dengan Ibrahim dan Syaodih, Anderson (1987:187) menyatakan
beberapa kelebihan penggunaan media benda konkret antara lain (1) dapat
memberi kesempatan maksimal mungkin pada siswa untuk melaksanakan tugas-
tugas nyata, atau tugas-tugas simulasi, dan mengurangi transfer belajar; (2) dapat
memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang relevan dari
lingkungan kerja, dengan biaya yang sedikit; (3) memberi kesempatan pada siswa
untuk mengalami dan melatih keterampilan manipulatif mereka dengan
menggunakan indera peraba; dan (4) memudahkan pengukuran penilaian siswa,
bila ketangkasan fisik atau keterampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan.
Anderson juga memiliki pendapat yang sama mengenai keterbatasan penggunaan
media konkret ini, namun ia menambahkan bahwa menggunakan media konkret
dalam pembelajaran akan mengakibatkan sulitnya mengontrol hasil belajar,
karena konflik-konflik yang terjadi dengan pekerjaan, atau dengan lingkungan
kelas.
Menurut Dienes (dalam Hudoyo, 1998) bahwa setiap konsep atau prinsip
matematika dapat dimengerti secara sempurna apabila pertama-tama disajikan
kepada peserta didik dalam bentuk-bentuk konkret. Oleh karena itu betapa
pentingnya pemanfaatan benda-benda konkret/alat peraga baik yang dirancang
secara khusus ataupun benda-benda yang ada di lingkungan sekitar sebagai media
dalam pembelajaran matematika.
2.1.3. Pembelajaran Matematika di SD
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas. Objek
matematika merupakan benda pikiran yang bersifat abstrak dan tidak dapat
diamati dengan pancaindera. Objek matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-
konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif,
konsisten dan logis. Sudjadi (1999) menyatakan bahwa keabstrakan matematika
karena objek dasarnya yang berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip tersebut
bersifat abstrak. Ciri keabstrakan dan ciri lainnya yang tidak sederhana,
menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari, sehingga banyak peserta
8
didik yang merasa kesulitan belajar matematika. Oleh karena itu perlu ada
“jembatan” yang bisa menghubungkan antara keilmuan matematika dan
pembelajaran matematika. Salah satu cara untuk menjembatani agar matematika
yang bersifat abstrak tersebut mudah dipahami oleh peserta didik dengan
memanfaatkan media dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman
penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Matematika di Sekolah Dasar diutamakan agar
siswa mengenal, memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya
dengan praktik kehidupan sehari-hari (Slamet Haryanto, 1994:66).
Tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah adalah:
1. Mempersiapkan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
dan efektif.
2. Mempersiapkan agar siswa dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang
pendidikan dasar tersebut memberi tekanan pada penataan nalar dan pembentukan
sikap siswa serta memberi tekanan pada keterampilan dalam penerapan
matematika.
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah untuk:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung
(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menumbuhkan kemauan siswa, yang dialihgunakan, melalui kegiatan
matematika.
3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
9
4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin. (Depdikbud,
1994:111-112)
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Data hasil observasi yang dilakukan oleh Stefanus Suhartono di kelas V
SD Wonotingal 01 Semarang tahun pelajaran 2002/2003, peneliti menggunakan
media kartu pecahan dan diperoleh hasil sebagai berikut: tes uji coba nilai rata-
rata 3,7. Siklus 1 nilai lembar kerja rata-rata 8,07 nilai evaluasi rata-rata 8,11.
Siklus 2 nilai lembar kerja rata-rata 8,57 nilai evaluasi rata-rata 8,46. Siklus 3 nilai
lembar kerja rata-rata 9,43 nilai evaluasi rata-rata 8,46. Siklus 4 tes formatif (tes
akhir) nilai rata-rata 8,64. Dari hasil tersebut terlihat peningkatkan nilai awal tes
uji coba rata-rata 3,7 dan nilai tes akhir rata-rata 8,64.
Lies Erna Malaiati menggunakan media konkret pada pembelajaran
geometri siswa kelas V SDN 1 Tanjung Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten
Tahun Pelajaran 2009/2010 hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan, hal
ini dibuktikan dengan hasil pelaksanaan maksimal nilai rata-rata 4,4, namun hasil
pembelajaran belum maksimal karena masih terdapat 7 siswa yang belum tuntas
atau belum mencapai KKM 70. Siklus II pelaksanaan sudah maksimal terbukti
telah mencapai rata-rata 4,5. Hasil pembelajaran maksimal dibuktikan dengan
ketuntasan belajar sudah mencapai 89,3% dengan nilai rata-rata 7,41 atau di atas
KKM.
2.3. Kerangka Pikir
Mata pelajaran matematika seringkali menjadi pelajaran yang paling
ditakuti oleh hampir semua siswa begitu pula dengan orang dewasa. Maka dari
itu, guru diharapkan dapat menyampaikan materi pelajaran matematika secara
menarik dan mudah dipahami oleh siswa.
10
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Pada saat kondisi sebelum tindakan, guru belum menggunakan media
dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa rendah atau di bawah KKM.
Kemudian dilakukan tindakan yang terdiri dari dua siklus di mana masing-masing
siklus menggunakan media benda konkret. Setelah itu ditemukan kondisi akhir
hasil belajar siswa mengalami peningkatan.
2.4. Hipotesis
Mengacu pada landasan dan kerangka berpikir sebagaimana yang telah
diuraikan, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
“Penggunaan media benda konkret dalam pelajaran matematika dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok menentukan jaring-jaring
berbagai bangun ruang sederhana kelas V SD Negeri Ngijo 01 Semarang.”
Kondisi Awal
Siswa:
Hasil belajar
Matematika rendah
Kondisi Akhir
Siklus I Menggunakan media
benda konkret
Siklus II Menggunakan media
benda konkret
Guru belum
menggunakan
media dalam
pembelajaran
Guru menggunakan
media dalam
pembelajaran
Hasil belajar
Matematika
meningkat
Tindakan
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kolaborasi di mana guru kelas sebagai pelaksana penelitian tindakan kelas yang
dilakukan sedangkan peneliti berperan sebagai observer.
3.2. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan pada kelas V dengan jumlah siswa 29 anak yang terdiri dari
15 anak laki-laki dan 14 anak perempuan di SD Negeri Ngijo 01 Semarang
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Ngijo 01 Semarang yang berlokasi
di jalan Raya Ngijo, kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang
dan dilaksanakan pada bulan April 2012. Subjek dalam penelitian ini adalah
semua siswa yang ada di kelas V SD N Ngijo 01 Semarang Tahun Pelajaran
2011/2012, yaitu 29 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 14 siswa
perempuan. Hasil belajar matematika siswa kelas V masih rendah. Dari 29 anak
hanya 6 yang nilainya tuntas dari KKM dan sisanya yaitu sebanyak 23 siswa
mendapat nilai di bawah 65 atau belum mencapai KKM yang ditentukan.
3.3. Variabel yang Akan Diteliti
Variabel penelitian tindakan kelas ini ada dua yaitu variabel bebas dan
variabel terikat.
a. Variabel Bebas (X)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pembelajaran
matematika menggunakan media benda konkret.
b. Variabel Terikat (Y)
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah hasil belajar
siswa dalam mata pelajaran matematika pada materi pokok menentukan
jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok.
12
3.4. Rencana Tindakan
Sesuai dengan gagasan guru maka rencana penelitian ini berupa prosedur
kerja dalam penelitian tindakan yang akan ditempuh dalam dua siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai terdiri dari:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Analisis dan Refleksi
Rincian prosedur tindakan tiap siklus adalah sebagai berikut:
3.4.1. Siklus I
Secara terperinci prosedur penelitian tindakan kelas untuk Siklus I ini
diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Kegiatan dalam tahap perencanaan berikut ini adalah:
1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
2) Merancang rencana pembelajaran dengan kompetensi dasar
menentukan jaring-jaring bangun ruang sederhana
3) Mempersiapkan media konkret yang akan digunakan
4) Menyusun evaluasi
b. Pelaksanaan
Skenario pembelajaran yang telah dirancang pada tahap
perencanaan dilaksanakan sepenuhnya dalam tahap ini.
1) Membuka pelajaran
2) Menyampaikan materi sifat-sifat kubus dan balok dengan
menggunakan media benda konkret
3) Membagi siswa dalam kelompok untuk kegiatan pembelajaran
4) Membagi lembar kerja kelompok
5) Membagi lembar evaluasi
6) Menutup pelajaran
c. Analisis dan Refleksi
Hasil kerja evaluasi dianalisis dan dijadikan bahan renungan serta
refleksi diri oleh peneliti bersama dengan guru kelas. Kemudian hasil
13
analisis dan refleksi ini dijadikan dasar oleh peneliti bersama guru untuk
merancang pelaksanaan Siklus II.
3.4.2. Siklus II
Untuk Siklus II dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Kegiatan pada tahap ini meliputi:
1) Merancang kembali rencana pembelajaran
2) Mempersiapkan media yang diperlukan
3) Menyusun kembali lembar kerja evaluasi
b. Pelaksanaan
Rencana pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan
dilaksanakan sepenuhnya pada tahap ini. Kegiatan pelaksanaan tindakan
kelas pada siklus kedua ini adalah:
1) Membuka pelajaran
2) Menyajikan materi jaring-jaring kubus dan balok dengan
menggunakan media konkret
3) membagi kelompok, bertanya jawab, diskusi, serta memberikan
penugasan kepada siswa
4) Membimbing siswa dalam proses pembelajaran dan menarik
kesimpulan
5) Siswa dibagikan lembar evaluasi
6) Menutup pelajaran
7) Menganalisis hasil evaluasi
c. Refleksi dan Analisis
Hasil kerja siswa dalam mengerjakan lembar kerja dan evaluasi
didata dan dijadikan bahan untuk refleksi diri. Setelah diperoleh hasil
analisis, maka peneliti bersama dengan guru membandingkan hasil analisis
Siklus 1 dengan Siklus 2.
14
3.5. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam mutu
penelitian sehingga kecermatan dan ketelitian sangat diperlukan untuk
mendapatkan data yang baik.
3.5.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah:
a. Observasi terhadap kelas V SD Negeri Ngijo 01 Semarang pada saat
pembelajaran matematika. Observasi dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana penerapan model pembelajaran pada saat proses pembelajaran.
Observasi yang dilakukan tidak hanya kepada guru namun juga kepada
siswa.
b. Evaluasi hasil belajar siswa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran dan tingkat
pemahaman dalam pembelajaran matematika.
3.5.2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran
matematika di SD Negeri Ngijo 01 Semarang setelah menggunakan media benda
konkret yaitu:
a. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini
berupa lembar observasi guru dan lembar observasi siswa pada praktik
pembelajaran terhadap penggunaan media konkret pada setiap kegiatan
pembelajaran.
b. Soal Evaluasi
Soal evaluasi yang diberikan adalah soal evaluasi tertulis. Evaluasi ini
digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Evaluasi ini diberikan setelah akhir pembelajaran.
3.6. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil
belajar yang ditunjukkan dengan adanya kenaikan hasil evaluasi belajar siswa.
15
Peneliti menyatakan hasil belajar matematika meningkat jika sebanyak 85% dari
jumlah siswa atau sebanyak 25 siswa telah mencapai KKM. Untuk KKM yang
telah ditetapkan yaitu 65.
3.7. Teknik Analisis data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
komparatif, yaitu membandingkan nilai tes sebelum perbaikan, setelah Siklus I
dan setelah Siklus II. Berdasarkan perbandingan nilai tersebut, juga akan
diketahui perbandingan ketuntasan klasikal sebelum perbaikan, setelah Siklus I
dan setelah Siklus II.
Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa dianalisis dengan cara
menghitung ketuntasan belajarnya sebagai berikut:
a. Menghitung rata-rata nilai
Untuk menghitung rata-rata nilai menggunakan rumus:
xi =
Keterangan:
xi : rata-rata nilai
x : jumlah seluruh nilai
N : jumlah siswa
b. Menghitung ketuntasan belajar klasikal
Persentase =
x 100%
Dikatakan tuntas belajar secara klasikal jika seluruh populasi kelas telah
tuntas belajar.