BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan...

25
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian tentang perbenturan budaya khususnya pada novel seperti ini belum pernah dihadirkan dalam bentuk skripsi, akan tetapi ada beberapa penelitian yang sama-sama mengangkat penelitian mengenai budaya, akan tetapi dengan objek yang berbeda yaitu berobjekkan puisi dan novel dengan judul yang berbeda, namun mengangkat masalah sosial baik itu dari segi agama, hukum, ekonomi maupun budaya. Adapun penelitian terdahulu yang relevan sebelumnya dapat diuraikan sebagai berikut. Penelitian tentang pengkajian pada karya sastra sudah banyak dilakukan, bahkan ada penelitian pada sastra lisan dengan menggunakan pendekatan yang sama akan tetapi objek yang berbeda, yaitu dengan judul penelitian “Potret Sosial dalam Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia dan Yang Selalu Terapung Di Atas Gelombang.Karya Taufik Ismail” (Suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra) pada tahun 2007 oleh Nining Mudjulihi. Masalah yang dikaji adalah (1) bagaimana deskripsi puisi malu aku jadi orang Indonesia dan yang selalu terapung di atas gelombang? (2) potret social bidang apa saja yang terdapat dalam puisi malu aku jadi orang Indonesia dan yang selalu terapung di atas gelombang? Dan (3) bagaimana potret sosial dalam puisi malu aku jadi orang Indonesia dan yang selalu terapung di atas gelombang?.adapun yang menjadi aspek gambaran dalam sosiologi sastra adalah bagaimana keterkaitan karya sastra khusunya puisi dengan masyarakat. Dalam penelitian oleh Nining Mudjulihi ini berobjekkan karya sastra berbentuk puisi.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan...

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Relevan Sebelumnya

Penelitian tentang perbenturan budaya khususnya pada novel seperti ini

belum pernah dihadirkan dalam bentuk skripsi, akan tetapi ada beberapa

penelitian yang sama-sama mengangkat penelitian mengenai budaya, akan tetapi

dengan objek yang berbeda yaitu berobjekkan puisi dan novel dengan judul yang

berbeda, namun mengangkat masalah sosial baik itu dari segi agama, hukum,

ekonomi maupun budaya. Adapun penelitian terdahulu yang relevan sebelumnya

dapat diuraikan sebagai berikut.

Penelitian tentang pengkajian pada karya sastra sudah banyak dilakukan,

bahkan ada penelitian pada sastra lisan dengan menggunakan pendekatan yang

sama akan tetapi objek yang berbeda, yaitu dengan judul penelitian “Potret Sosial

dalam Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia dan Yang Selalu Terapung Di Atas

Gelombang.Karya Taufik Ismail” (Suatu penelitian dengan menggunakan

pendekatan sosiologi sastra) pada tahun 2007 oleh Nining Mudjulihi. Masalah

yang dikaji adalah (1) bagaimana deskripsi puisi malu aku jadi orang Indonesia

dan yang selalu terapung di atas gelombang? (2) potret social bidang apa saja

yang terdapat dalam puisi malu aku jadi orang Indonesia dan yang selalu terapung

di atas gelombang? Dan (3) bagaimana potret sosial dalam puisi malu aku jadi

orang Indonesia dan yang selalu terapung di atas gelombang?.adapun yang

menjadi aspek gambaran dalam sosiologi sastra adalah bagaimana keterkaitan

karya sastra khusunya puisi dengan masyarakat. Dalam penelitian oleh Nining

Mudjulihi ini berobjekkan karya sastra berbentuk puisi.

2

Berdasarkan hasil penelitian di atas diperoleh simpulan bahwa peneliti

melihat masyarakat pada masa terjadinya atau terciptanya puisi itu apa yang

terjadi pada masyarakatnya. Dalam arti saat Taufik Ismail menulis puisi apa yang

terjadi dan yang berkembang pada masyarakatnya. Puisi Malu Aku Jadi Orang

Indonesia tercipta pada saat di mana masyarakatnya sedang masa cintanya pada

bangsa Indonesia yang berubah karena akhlak pemerintah yang telah rusak.Puisi

ini menurut peneliti potret sosial dalam puisi dapat dilihat dari empat bidang yaitu

agama, ekonomi, politik dan hukum dan budaya.

Kemudian penelitian oleh Elviana Puluhulawa, dengan judul “Potret

Sosial Novel Mata Mutiara Karya Hamza Puadi” penelitian ini menggunakan

pendekatan yang sama yaitu pendekatan sosiologi sastra, yang bertujuan untuk

memperoleh deskripsi latar belakang sosial pengarang dalam menciptakan novel,

serta deskripsi dan analisis potret sosial yang kemudian dihubungkan dengan

kehidupan masyarakat pada umumnya, dilihat dari status sosial dan sosial budaya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang relevan sebelumnya baik dari segi objek penelitiannya

maupun tujuan penelitian. Penelitian ini lebih mengfokuskan pada potret

perbenturan budaya pada novel yaitu novel Kusut karya Ismet Fanany.

Persamaannya terdapat pada subjeknya yaitu masyarakat dan pandangan

masyarakat terhadap karya sastra. Lebih jelasnya bagaimana keterkaitan antara

karya sastra dan masyarakat.

3

2.2 Landasan Teori

Penelitian sastra, membutuhkan landasan kinerja yang didukung dengan

teori, karena penelitian sastra termasuk dalam kegiatan penelitian ilmiah.

Sebagaimana menurut Fokema (dalam Sandi, 2011: 9) studi ilmiah mengenai

sastra tidak dapat dimengerti tanpa dasar teori sastra. Berbicara mengenai teori

sastra, ada teori yang membahas mengenai interaksi manusia di dalam

masyarakat.

Dalam penciptaan sebuah karya sastra, ia memiliki kemampuan yang

tersembunyi untuk mempengaruhi untuk mempengaruhi perasaan dan pikiran

sehingga itu dapat mendorong timbulnya nila-nilai baru. Apapun bentuk karya

sastra seperti novel, cerpen, puisi maupun drama memiliki unsur yang terkandung

di dalamnya seperti unsur sosial, budaya, politik maupun ekonomi. Dalam hal ini

ada kaitannya tentang unsur sosial yang menyebabkan hadirnya gejala budaya

dalam karya sastra, khususnya dengan karya sastra bentuk prosa yaitu novel.

Realita sosial merupakan gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Gejala

sosial yang dinampakkan dalam karya sastra secara relevansinya adalah sebuah

kekuatan yang menjelma pada karya sastra itu. Gejala sosial merupakan dampak

dari pergaulan manusia dengan manusia lainnya, hubungan pergaulan ini dijalani

oleh manusia yang berbeda, yang memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda.

Dengan pergaulan yang didasari dengan latar belakang budaya yang berbeda akan

menimbulkan efek bertentangan dalam proses sosialnya, sehingga dengan

pemahaman yang berbeda ini akan saling mempengaruhi satu sama lain.

Pernyataan di atas, menyiaratkan bahwa pertemuan dua manusia atau bersatunya

4

dua budaya yang memiliki pertentangan mendasar akan mengakibatkan perubahan

budaya di antara keduanya.

2.2.1 Hakikat Budaya

Kata kebudayaan berasal dari kata “buddhaya” (Sansekerta), sebagai

bentuk jamak dari “buddhy” yang berarti “akal”. Koentjaraningrat (1990: 9)

membandingkan suatu kebudayaan, unsur kebudayaan atau peranata sosial dan

para ahli antropologi lebih cenderung merinci pada masalah kebudayaan.

Seringkali kebudayaan sering diartikan sebagai keseluruhan hasil cipta,

rasa dan karya. Cipta diartikan sebagai proses yang menggunakan daya berfikir

dan bernalar. Rasa adalah kemampuan untuk menggunakan panca indera dan hati

sedangkan karya adalah keterampilan tangan, kaki, bahkan seluruh tubuh manusia

(Soemardjan, Dkk 1984: 1)

Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala macam bentuk gejala

kemanusian baik yang mengacu pada sikap, konsepsi, idiologi, perilaku,

kebiasaan dan karya kratif, (Maryaeni, 2005: 5). Adapun seorang ahli budaya

Muhamad dalam (Harsojo 1986: 27) mengatakan hakikat budaya adalah hasil

cipta, karsa dan rasa yang diyakini masyarakat sebagai suatu yang benar dan

indah. Maksudnya budaya tersebut akan bermuara pada masyarakat yang penuh

dengan kedamaian, keamanan, peraturan dan kesejahteraan. Budaya dan

masyarakat adalah hubungan yang berkesinambungan yang bertujuan untuk

mempersatukan antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Kebudayaan juga

disebut sebagai aktivitas dari manusia yang termasuk pengetahuan, kepercayaan

dan adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan lain.

5

Secara garis besar Koejaraningrat (dalam Mustopo 1983: 89) membedakan

tiga wujud kebudayaan yaitu (1) kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai,

norma dan peraturan. (2) kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas manusia

dalam bermasyarakat dan (3) kebudayaan sebagai benda karya dari manusia. Dari

ketiga wujud kebudayaan di atas, wujud kebudayaan yang kedualah yang

digunakan atau merupakan landasan dari wujud budaya dalam penelitian ini.

Kebudayaan bersifat heterogen itu sebabnya tidak mengherankan begitu

banyak definisi mengenai kebudayaan. Kata kebudayaan bersifat universal namun

mengandung isi yang bervariasi. Kata kebudayaan sepadan dengan kata culture

dalam bahasa Inggris. Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa latin cotore

yang berarti merawat, memelihara, menjaga dan mengolah. Ciri-ciri kebudayaan

menurut (Maran 2000: 49) meliputi:

1) Kebudayaan adalah produk manusia, artinya kebudayaan adalah ciptaan

manusia sebagai pelaku sejarah dan kebudayaannya.

2) Kebudayaan selalu bersifat sosial, artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan

secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan

adalah suatu karya bersama, bukan karya perorangan.

3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar, artinya kebudayaan itu

diwariskan dari generasi yang satu ke generasi yang lain melalui suatu proses

belajar. Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan

belajar manusia.

4) Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi,

ungkapan kehadiran manusia. Sebagai ekspresi manusia kebudayaan itu tidak

6

sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik sebab mengekspresikan

manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya.

5) Kebudayaan adalah system pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak

seperti hewan, manusia memenuhi kebutuhannya dengan cara beradab atau

dengan cara-cara manusiawi.

E.B Tylor (dalam Harsojo, 1986: 92) berpendapat bahwa kebudayaan

adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, budaya dan

kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota

masyarakat. Dalam masyarakat, kebudayaan sering diartikan sebagai the general

body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, ilmu

pengetahuan dan filsafat atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia.

Dalam penggunaan seperti ini pengertian kebudayaan ditempatkan di

samping pengertian ekonomi, politik, hukum, budaya dan sedangkan dalam segi

pengertian ilmu sosial kebudayaan adalah seluruh cara hidup suatu masyarakat.

Manusia dan budaya atau kebudayaan tidak dapat terpisahkan karena manusia

adalah bagian dari masyarakat yang berangkat dari kondisi ini tidak dapat

dipisahkan dari kemampuan manusia untuk membudaya. Penyesuaian adalah

masalah dalam membudaya. Penyesuaian yang dimaksud adalah menyesuaikan

diri dengan alam atau manusia menyesuaikan diri dengan alam untuk

melangsungkan lingkungan hidupnya.

7

Manusia harus belajar, harus menciptakan syarat sendiri untuk dapat

menyesuaikan diri dengan hukum alam pada umumnya dan lingkungan pada

khusunya di mana ia hidup. Adapun syarat yang diciptakan untuk dapat hidup

dalam semua lingkungan alam, yang diperoleh dari pengumpulan pengalaman dan

pelajaran itu adalah kebudayaan (Harsojo, 1986: 95).

Berdasarkan definisi-definisi kebudayaan di atas dapat disimpulkan bahwa

kebudayaan merupakan kebiasaan manusia atau cara hidup yang didapat dari

penyesuaian dengan masyarakat ataupun alam yang berangkat dari ide dan

gagasan. Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2002: 64). sebagai

cultural universal yang bisa didapatkan pada semua bangsa, ialah:

1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,perumahan, alat-alat

rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya)

2) Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem

produksi, sistem didtribusi)

3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum

dan sistem perkawinan)

4) Bahasa (lisan maupun tertulis)

5) Kesenian (seni rupa, seni suara dan seni gerak)

6) Sistem pengetahuan

7) Religi

Dilihat dari segi latar belakang kestabilan kebudayaan, tidak pernah terjadi

dalam satu masyarakat bahwa sekaligus seluruh nilai dan pola kebudayaan itu

mengalami perubahan yang radikal. Dari ketujuh unsur kebudayaan, penelitian ini

8

masuk pada masalah yang ketiga yaitu system kemasyarakatan yang dilihat dari

system kekerabatan dan system perkawinan. System kekerabatan yang dimaksud

adalah hubungan sosial yang melewati perbedaan budaya antara masyarakat

Indonesia dan Barat khusunya masyarakat Amerika Serikat sedangkan system

perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan dua budaya yang mengalami

perbenturan melalui perkawinan budaya Indonesia dan Barat yang dilihat dari

peristiwa masalah rumah tangga dari tokoh utama dalam novel.

Masalah kekerabatan ini berhubungan dengan hubungan sosial masyarakat

yang memiliki metode perumusan umum dari kehidupan kekerabatan, dalam

masyarakat kecil dan lokal, kehidupan kekerabatan memang dapat mempengaruhi

aktivitas masyarakat. Aktivitas masyarakat yang dimaksud adalah aktivitas yang

berupa kebiasaan yang terpengaruh dengan hal baru atau terjadinya perubahan

masyarakat sekitar, maksudnya terjadi perpindahan masyarakat satu ke

masyarakat lain atau perpindahan tempat tinggal.

Jika dilihat pada masyarakat Indonesia umumnya biasanya hanya melihat,

meniru serta mengikuti budaya yang dilakukan masyarakat dari luar negeri tanpa

memikirkan sisi positif dan negatifnya, mereka hanya berfikir bahwa budaya luar

itu lebih maju dan harus mereka jadikan contoh. Akibatnya mereka terkadang

terjebak akan hal-hal negatif baru yang mereka tidak ketahui sebelumnya,

demikian juga sebaliknya masyarakat luar yang merasa lebih modern dan pintar

akan teknologi biasanya cenderung pamer dengan budaya yang mereka biasa

lakukan tanpa berfikir dampak positif atau negatif bagi bangsa kita, akibatnya

tidak sedikit dari masyarakat Indonesia justru menirukan hal-hal buruk saja,

9

meskipun ada juga hal baik yang mereka contoh. Hal inilah yang terkadang dapat

menimbulkan konflik pada masyarakat luas karena adanya perbedaan pandangan

kebudayaan. Akan tetapi, seiring dengan perubahan zaman yang semakin maju

perbedaan pandangan tentang kebudayaan ini mulai surut.

Menurut Soekanto (dalam Koentjaraningrat 2002: 233) faktor-faktor

penyebab perubahan/dinamika sosial dibagi menjadi dua golongan besar, yakni

sebagai berikut.

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat sendiri,

antara lain sebagai berikut:

1) Bertambahnya atau berkurangnya penduduk. Pertumbuhan penduduk yang

cepat dapat menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti

munculnya kelas sosial yang baru dan profesi yang baru.

2) Adanya penemuan baru (discovery). Penemuan baru dalam masyarakat di

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan

sosial.

3) Pertentangan (konflik) masyarakat. Dalam interaksi sosial di masyarakat yang

heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan (konflik) mungkin saja

terjadi baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan

kelompok dengan kelompok. Apalagi pada masyarakat yang berkembang dari

masyarakat tradisional ke masyarakat modern akan selalu terjadi pertentangan,

misalnya golongan muda yang ingin mengadopsi budaya asing, golongan tua

yang tetap mempertahankan tradisi lama. Konflik ini akan menimbulkan

10

perubahan nilai-nilai, pola perilaku dan interaksi yang baru di masyarakat

tersebut.

4) Terjadinya pemberontakan (revolusi). Revolusi adalah perubahan yang sangat

cepat dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Revolusi

akan berpengaruh besar pada struktur masyarakat dan lembaga-lembaga

kemasyarakatan.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat, antara lain

berikut ini:

1) Lingkungan alam fisik. Salah satu faktor penyebab perubahan yang bersumber

dari lingkungan alam seperti terjadinya bencana alam banjir, longsor, gempa

bumi, kebakaran hutan, dan sebagainya.

2) Peperangan. Peperangan antara negara satu dengan negara yang lain kadang

bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga

kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya negara yang

menang memaksakan nilai-nilai, cara-cara, dan lembaga yang dianutnya

kepada negara yang kalah.

3) Pengaruh kebudayaan lain. Di era globalisasi ini tidak ada satupun negara

yang mampu menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa lain. Interaksi

yang dilakukan antara dua negara mempunyai kecenderungan untuk

menimbulkan pengaruh lain kadang juga bisa menerima pengaruh dari

masyarakat lain. Dengan demikian akan timbul suatu nilai-nilai sosial budaya

yang baru sebagai akibat asimilasi atau akulturasi kedua budaya. Dalam

11

kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dikenal istilah-istilah

sebagai berikut.

a) Akulturasi (cultural contact). Akulturasi adalah suatu kebudayaan tertentu

yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun

unsur kebudayaan asing tersebut melebur/menyatu ke dalam kebudayaan

sendiri (asli), tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama.

b) Difusi. Difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat

ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat

lain. Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil penemuan-

penemuan.

c) Penetrasi. Penetrasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara

paksa, sehingga kebudayaan lama kalah. Apabila kebudayaan baru seimbang

dengan kebudayaan lama, masing-masing kebudayaan hampir tidak

mengalami perubahan atau tidak saling memengaruhi. Hal yang demikian

disebut hubungan symbiotik.

d) Asimilasi. Asimilasi adalah proses penyesuaian (seseorang/ kelompok orang

asing) terhadap kebudayaan setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok

baik asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.

e) Hibridisasi. Hibridisasi adalah perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh

perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat.

Berdasarkan uraian faktor penyebab adanya perubahan sosial di atas, itu

dakibatkan oleh aktivitas dari perbenturan-perbenturan yang terjadi dalam proses

sosial ada dua yaitu faktor internal atau yang berasal dari dalam masyarakat itu

12

sendiri dan faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar masyarakat. Yang

dimaksud perubahan sosial dalam penelitian ini adalah faktor eksternal atau yang

berasal dari luar masyarakat yaitu dari pengaruh budaya lain yang terdiri dari

akulturasi, difusi, penentrasi, asimilasi dan hibidisasi. Namun permasalahan

perubahan budaya yang ada dalam novel ini mengangkat pengaruh kebudayaan

Barat terhadap Indonesia dengan unsur Hibridisasi, akulturasi dan penetrasi.,

Perubahan kebudayaan dalam novel ini lebih di dominasi oleh perubahan

kebudayaan dari unsur hibridisasi yaitu perubahan sosial yang disebabkan oleh

perkawinan campuran antara orang asing dan penduduk setempat. Perbenturan

kebudayaan antara dua kebudayaan yang menimbulkan perubahan, perbenturan

yang dimaksud adalah perbenturan budaya Indonesia yang bertemu dengan

budaya Barat yang saling menimbulkan perubahan dan saling mempengaruhi satu

sama lain sehingga terjadi perubahan budaya, akan tetapi budaya Indonesialah

yang nampak dipengaruhi.

Proses hibridisasi terjadi apabila ada masyarakat asli menikah dan

menyesuaikan diri dengan kebudayaan asing sehingga kebudayaan masyarakat

pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur kebudayaan yang lama.

2.2.2 Masalah Budaya dalam Novel Kusut Karya Ismet Fanany

Dalam novel Kusut karya Ismet Fanany terdapat masalah budaya yaitu

masalah perbenturan budaya dalam hal ini budaya yang dimaksud adalah budaya

Indonesia dan budaya Barat, penjelasannya sebagai berikut.

13

a. Budaya Indonesia

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapat di jadikan

sebagai aset yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal negara lain. Budaya

lokal yang dimiliki Indonesia berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah

memiliki ciri khas budayanya, seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik,

ataupun adat istiadat yang dianut. Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat

memperkokoh ketahanan budaya bangsa dimata Internasional.

Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat

dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat pada

umumnya, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga

terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan

pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah

tersebut. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang di mana mereka

tinggal tersebar di pulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam

wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian

hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan

dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di

Indonesia yang berbeda.

Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di

Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga

memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia

adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat

heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok

14

sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban,

tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.

Keberagaman budaya memberikan manfaat bagi bangsa kita. Dalam

bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah dapat

memperkaya perbedaharaan istilah dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, dalam

bidang pariwisata, potensi keberagaman budaya dapat dijadikan objek dan tujuan

pariwisata di Indonesia yang bisa mendatangkan devisa. Pemikiran yang timbul

dari sumber daya manusia di masing-masing daerah dapat pula dijadikan acuan

bagi pembangunan nasional. Indonesia memiliki keberagaman agama atau

kepercayaan. Di Indonesia terdapat enam agama yang diakui secara resmi oleh

negara yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Selain itu

berkembang pula kepercayaan-kepercayaan lain di massyarakat.

Budaya orang Indonesia kental dengan ramah tamah, gotong royong,

saling hormat menghormati dan bermusyarawarah itu kerap kali kita lihat dari

budaya masyarakat Indonesia. walaupun bangsa Indonesia terdiri dari beberapa

ras, budaya, serta tradisi masing masing yang sudah dipastikan berbeda. Negara

Indonesia dikenal dengan kemajemukkan suku dan bertoleransi tinggi, ini

dibuktikan banyak sekali suku-suku yang ada di Indonesia, seperti Jawa, Sunda,

Batak, Dayak, dll. Tetapi semua itu tidak menjadi suatu perbedaan yang menuju

keperpecahan melainkan dengan perbedaan itu menciptakan sikap saling toleransi,

dan kita lebih menghargai akan budaya daerah yang lain. Serta perbedaan itu telah

di persatukkan oleh Bahasa Indonesia yang menjadi alat pemersatu suku-suku

yang ada di indonesia ini.

15

Di Indonesia sendiri budaya saling hormat-menghormati masih sangat

kental, dapat di lihat dari perilaku budaya cium tangan anak kepada kedua orang

tua ‘Salim’, serta budaya selalu menggunakkan tangan kanan ‘Jabat Tangan,

Memberi Barang atau Menerima Sesuatu’. Itu merupakan sedikit dari banyaknya

tradisi dan budaya bangsa indonesia yang sudah mengakar kuat kepada anak cucu

kita. budaya Indonesia sangatlah beraneka ragam bahkan kaya, apabila kita berada

di kota yang berbeda kita pasti juga akan menemukkan budaya yang berbeda pula.

Dalam adat budaya Indonesia, perkawinan merupakan salah satu

peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang

sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut

keturunan. Bagi lelaki Indonesia, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk

lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sementara bagi keluarga pihak

istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah

keluarga.

Masyarakat Indonesia memiliki sikap sosial yang tinggi, atau suka

berkawan. Hidup bergotong royong dengan sesama. Secara garis besar kehidupan

masyarakat Indonesia lebih banyak dihabiskan bergaul dengan sesama. Akan

tetapi dalam pergaulan masyarakat Indonesia memiliki keterikatan dengan adat

istiadat dan peraturan mengenai etika dalam bersikap.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dan

sosial kemasyarakatan Indonesia diikat atau dihubungkan dengan adat istiadat

yang berada di masyarakat tertentu. Adat istiadat ini lebih ke peraturan yang

16

diturunkan secara turun temurun dari generasi satu kegenarasi berikutnya dengan

melalui sikap, cara pandang dan kebiasaan.

Suatu perkawinan dianggap sangat penting bagi masyarakat Indonesia

karena selain menambah anggota keluarga dianggap juga sebagai penerus adat

istiadat keluarga atau melanjutkan nama keluarga. Kehidupan berkeluarga

dipandang sebagai bentuk hubungan yang sakral, di mana seorang istri memiliki

tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga dan suami memiliki tanggung jawab

sebagai tulang punggung keluarga, bahwa seorang suami sebagai kepala rumah

tangga yang juga mengikutsertakan istri dalam setiap urusan keluarga. Maksudnya

seorang suami menghargai istri dalam berumah tangga. Dalam bermasyarakat,

Indonesia memiliki ciri rasa bersosial yang tinggi. Masyarakat Indonesia lebih

suka berkelompok dan menjalin persaudaraan dengan sesama dibandingkan

dengan secara individu atau aktivitas bersama lebih baik dari pada sendiri.

b. Budaya Barat

Kebudayaan Barat tak bisa langsung diartikan kebudayaan yang datang

dari barat. Kebudayaan barat yang ditulis sebagai Western Culture. Hal ini

dikarenakan mungkin karena perbedaan ras, Agama, persamaan kebudayaan di

beberapa belahan negara, sehingga muncul istilah tersebut. Jadi, jika kita langsung

melogika. Budaya Barat bukanlah sebuah istilah sebuah arah mata angin yaitu

budaya pada bagian Barat kita melainkan sebuah istilah yang berawal dari

kawasan Eropa Barat.

17

Kebudayaan Barat adalah kebudayaan yang cara pembinaan kesadarannya

dengan cara mamahami ilmu pengetahuan dan filsafat. Mereka melakukan

berbagai macam cara diskusi dan debat untuk menemukan atau menentukan

makna seperti apa yang sebenarnya murni asli dari kesadaran. Mereka banyak

belajar dan juga mengajar yang awalnya datang dari proses diskusi dan perdebatan

yang mereka lakukan. Melalui proses belajar dan mengajar, para ahli kebudayaan

barat dituntut untuk pandai dalam berceramah dan berdiskusi. Hal itu dilakukan

karena pada akhirnya akan banyak yang mengikuti ajarannya.

Konsep budaya Barat umumnya terkait dengan definisi klasik dari Dunia

Barat. Ada 3 ciri dominan dalam budaya Barat antara lain yaitu yang pertama

adalah “penghargaan terhadap martabat manusia”. Hal ini biasa dilihat pada

nilai-nilai seperti: demokrasi, institusi sosial, dan kesejahteraan ekonomi. Yang

kedua adalah “kebebasan”. Di Barat anak-anak berbicara terbuka di depan orang

dewasa, orang-orang berpakaian menurut selera masing-masing, mengemukakan

pendapat secara bebas, tidak membedakan status sosial dan sebagainya. Yang

ketiga adalah “penciptaan dan pemanfaatan teknologi” seperti pesawat jet, satelit,

televisi, telepon, listrik, komputer dan sebagainya.Orang Barat menekankan

logika dan ilmu serta cenderung aktif dan analitis.

Budaya Barat menekankan analisis pengetahuan yang kritis dengan

mencari unsur sebab akibat dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal ini

dikarenakan kodrat manusia diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas

amat ditekankan seperti terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal

budi) dari Aristoteles atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada)

18

dari Descartes. Puncak rasionalitas dalam sejarah filsafat Barat terletak pada

Hegel dengan filsafatnya yang mengatakan bahwa yang nyata adalah rasional dan

yang rasional adalah nyata.

Dari segi pandangan bersosialisasi, budaya Barat terbiasa dengan hak-hak

individu dan cenderung tidak memperdulikan orang lain dan penuh kebebasan. Di

Barat orang tidak perduli dengan urusan orang lain, selama orang tersebut tidak

mencampuri kehidupannya. Dalam dunia Barat tidak ada lingkungan karib.

Manusia sejati adalah manusia yang bisa mencapai sesuatu bersandarkan

kemampuannya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Barat

lebih mendominankan kebebasan, penuh dengan analisis, lebih mementingkan

urusan pribadi dari pada kelompok, tingkat sosialitas yang cenderung rendah

karena lebih memiliki sikap individualisme yang menimbulkan ketidak pedulian

antar perilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak

akan peduli dengan kehidupan bangsa. Pandangan individu di atas, mempengaruhi

juga cara pandangan orang Barat terhadap hubungan perkawinan yang sebagian

besar berpandangan tidak peduli terhadap pasangan mereka. Pandangan tidak

peduli ini lebih ke perhatian pasangan yang cenderung berubah setelah menikah.

Masalah agama, bangsa Barat sebagian besar beragama Nasrani.

Dipercaya bahwa agama yang dianut mereka sekarang adalah agama warisan yang

merupakan kebenaran. Akan tetapi ada sebagian orang tidak memiliki

kepercayaan atau Atheis, mereka beranggapan kehidupan mereka di tangan

19

mereka sendiri oleh sebab itu unsur kebebasan berkembang di semua penjuru

dunia Barat.

Budaya Barat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Budaya Amerika

Serikat. Amerika Serikat adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi

kebebasan. Negara ini pada awal berdirinya memberlakukan kebijakan buka pintu

bagi para imigran yang datang dari seluruh dunia. Imigran yang datang ke

Amerika dan kemudian memilih untuk menetap dan menjadi warga Amerika, ada

juga pendatang atau imigran yang datang ke Amerika mengikuti sanak keluarga ,

suami atau istri yang bernegarakan Amerika. Akan tetapi saran dari pemerintah

Amerika diminta untuk tidak meninggalkan kebudayaannya dan tetap

mempraktekannya selama tinggal di Amerika.

Karena hal ini Amerika Serikat sekarang menjadi multikultur. Berbagai

macam budaya dunia bercampur di sana. Budaya country dan koboi yang terdapat

di sana hanya menjadi salah satu lambang terkenal Amerika. Masyarakat Amerika

Serikat yang mengakui bahwa mereka tidak memiliki budaya khusus turun

temurun dan menganggap bahwa budaya mereka adalah budaya "berusaha

menjadi yang terbaik".

Karena tidak ada faktor kasta, agama, dan budaya yang menghalangi hal

ini, mereka percaya di Amerika Serikat, orang yang berusaha untuk menjadi yang

terbaik, dapat menjadi yang terbaik. Budaya Amerika Serikat telah diekspor ke

seluruh dunia dan telah mempengaruhi seluruh dunia, khususnya dunia Barat.

20

2.2.3 Potret Perbenturan

Kata potret bersinonim dengan foto. Kata ini diartikan sebagai gambar

yang dihasilkan olah kamera, definisi lain dari kata potret adalah gambaran atau

lukisan dalam bentuk paparan, (KBBI, 2008: 999). Pengertian ini mengacu pada

gambaran atau lukisan berupa kata-kata, bukan seperti lukisan pemandangan dan

lain-lain yang dipajang di dinding. Potret adalah salah satu gaya baru yang

ditampilkan dalam menuangkan ide dalam bentuk kata-kata atau kalimat yang

menjelaskan maksud serta gambaran dari suatu objek.

Selanjutnya kata perbenturan adalah berkata dasar bentur atau terpukul.

Pebenturan berarti terjadi suatu yang berlawanan antara satu dengan yang lain.

Pembenturan adalah suatu proses atau perbuatan yang dihasilkan dari interaksi

saling tidak bebas sehingga terjadi saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini

permasalahan yang dihadapi adalah perbenturan budaya yang saling berlawanan

yaitu budaya Indonesia dan budaya barat khususnya Amerika Serikat.

Perbenturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbenturan

budaya Indonesia dan Barat, pertemuan dua budaya yang berlatar belakang

pemahaman dasar yang bertolak belakang yang saling bentur.

2.2.4 Hakikat Novel

Bentuk karya fiksi yang berupa prosa adalah novel dan cerpen. Novel

sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model

kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui sebagai unsur

instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain,

yang kesemuannya bersifat naratif.

21

Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman

Novelle, dan dalam bahasa Yunani novellus. Kemudian masuk ke Indonesia

menjadi novel. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian

yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette), yang berarti

sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun

juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan

aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus

(Nurgiyantoro, 1995: 9).

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan

watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk

prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di

sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Tuloli 2000: 25)

Novel merupakan keaslian ide dari pengarang dalam menciptakan

karyanya melalui pengalaman-pengalaman manusia baik dari diri pengarang itu

sendiri maupun orang lain. Dalam menciptakan sebuah novel pengarang biasanya

mengemukakan suatu secara bebas dalam menyajikan cerita dan lebih

menonjolkan permasalahan baik itu dari segi sosial, budaya, adat istiadat, hukum,

ekonomi dan lain-lain, yang sering kali tidak lepas dari permasalahan

kemanusiaan.

Novel juga merupakan struktur organisme yang kompleks, unik dan

mengungkapkan suatu secara tidak langsung. Cerita dalam novel berkonotasi

kelampauan, maksudnya pembaca hanya bisa membayangkan apa yang

22

dikisahkan pengarang. Sebuah novel memiliki beberapa ciri yang dapat dijadikan

sebagai pegangan untuk mengetahui apakah novel atau bukan. Tarigan (dalam

Nurgiantoro, 1995: 10) menyebutkan bahwa ciri-ciri novel adalah.

1) Jumlah kata lebih dari 35.000 buah;

2) Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang paling

pendek diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120 menit;

3) Jumlah halaman novel minimal 100 halaman;

4) Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku;

5) Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek dan emosi;

6) Skala novel luas;

7) Seleksi pada novel lebih luas;

8) Kelajuan pada novel kurang cepat;

9) Unsur-unsur kepadatan dan intensitas dalam novel kurang diutamakan.

Jenis-jenis novel yang dikemukakan oleh Tarigan (dalam Nurgiantoro, 1995:

19) ada bermacam-macam, seperti :

1) Novel Sosial, yaitu novel yang isinya menceritakan corak kehidupan dan

penghidupan masyrakat, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan masyarakat kota

dan masyarakat desa.

2) Novel bertendens, yaitu novel yang isinya mengungkapkan tendens/tujuan

untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.

3) Novel Sejarah, yaitu novel yang isinya erat berhubungan dengan peristiwa

sejarah, baik waktu maupun pelakunya.

23

4) Novel psikologi, yaitu novel yang mengutamakan pengungkapan tokoh-tokoh

pelaku dan aspek kejiwaanya.

5) Novel detektif, yaitu novel yang isinya mengungkapkan peristiwa yang

bersifat detektif, menceritakan kelihaian akar pikiran pelaku melakukan taktik

tertentu untuk membantu dan memenangkan pihak yang benar.

6) Novel adat, yaitu novel yang berisi masalah adat.

7) Novel percintaan, yaitu novel yang mengisahkan hubungan percintaan antara

pria dan wanita dengan berbagai rintangan dan cobaan.

8) Novel anak-anak, yaitu novel yang menceritakan dunia anak-anak.

9) Novel simbolik, yaitu novel yang isinya serta maksudnya disimbolkan

terhadap sesuatu yang dikisahkan.

Dari beberapa jenis novel yang dijelaskan di atas, novel Kusut karya Ismet

Fanany dalam penelitian ini masuk dalam jenis novel pertama yaitu jenis novel

sosial yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat, adat istiat dan

kebiasaan-kebiasaan yang mengalami perubahan.

2.2.5 Pendekatan Sosiologi Sastra

Sastra menampilkan kehidupan sementara kehidupan itu sendiri adalah

kenyataan sosial. Sastra dapat menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan

mencetuskan peristiwa tertentu. Sastra merupakan institusi sosial yang ditentukan

oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat. Dari asumsi ini maka lahirlah kajian

sastra menggunakan pendekatan sosial yang disebut dengan sosiologi sastra.

24

Sosiologi sastra yakni suatu ilmu mempermasalahkan tentang suatu karya

sastra yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya

sastra tersebut. Sosiologi sastra bisa dikatakan cabang penelitian sastra yang

bersifat reflektif, artinya penelitian sastra yang melihat masyarakat atau melihat

sastra sebagai refleksi dari kehidupan masyarakat. Sosiologi sastra memandang

sastra sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat sebagai kesadaran

kolektif (Ratna, 2003: 13).

Sosiologi sastra tidak bermaksud untuk melegimetimasikan hakikat fakta

ke dalam dunia imajinasi, sosiologi sastra bertujuan untuk meningkatkan

pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut Kutha

Ratna (2003: 3) Sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan yang menganalisis

keterkaitan antara karya sastra dan masyarakat.

Karya sastra mengandung unsur sosial yang dianggap penting dari

masyarakat yang dilukiskan, unsur yang terlihat penting dalam masyarakat yaitu

unsur budayanya, karena sebagian besar karya sastra melukiskan unsur

kebudayaan sosial pada waktu tertentu, misalnya karya sastra pada zaman

kemerdekaan karya sastra yang sering lahir pada zaman tersebut juga membahas

atau melukiskan budaya atau keadaan sosial pada zaman itu. Hal ini menjelaskan

bahwa karya sastra juga bisa disebut dokumen sosial budaya.

Penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra

mengacu pada tiga aspek, yaitu: sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra dan

sosiologi pembaca (Wellek dan Warren, 1993: 111). Khususnya pada penelitian

ini cenderung pada aspek kedua yaitu sosiologi pada karya sastra yang melihat

25

bagaimana budaya yang ada dalam karya sastra khusunya perbenturan budayanya.

Hal yang dilihat adalah masyarakat yang digambarkan dalam karya sastra yaitu

novel Kusut karya Ismet Fanany. Hal yang dilihat dalam novel ini adalah unsur

budaya yaitu perbenturan budaya yang terjadi dalam novel.

Penelitian ini dipandu dengan pendekatan sosiologi sastra Endraswara,

(2003: 77) mengemukakan bahwa sosiologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji

segala aspek kehidupan sosial manusia yang berhubungan dengan manusia itu

sendiri, lingkungan dan proses pembudayaan yang menjadi hakikat dari sosiologi.