BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat...

21
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Toeri Pada kerangka teori akan dibahas berbagai hal tentang hakekat belajar, hasil belajar dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar pada prinsipnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (HAM Surya, 2004: 13). Perubahan hasil belajar diharapkan berupa perubahan yang bersifat positif disadari, kantinyu, bersifat fungsional, permanen dan bersifat aktif. Perubahan akibat belajar tersebut mencakup aspek kogninitf, afektif dan psikomotornya. Proses belajar merupakan suatu rangkaian aktifitas individu mengubah tingkah laku dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Namun ada pula kebutuhan yang dapat dipenuhi tanpa harus belajar misalnya kebutuhan insting/naluri (lapar, haus). Proses belajar ini rnemerlukan kesiapan fisik, mental dan sosial individu. Individu mestinya dapat memahami kondisi lingkungan dan dapat mengaitkan berbagai aspek dengan situasi sekitarnya. Agar individu rnemperoleh hasil belajar sesuai dengan tujuannya maka diperlukan umpan balik. Pada dasarnya pengertian belajar banyak sekali macamnya. Kita tentu mengenal teori-teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli misalnya teori belajar Behavioristik yang dikemukakan oleh Thorndike. Menurut Thorndike (1874) belajar lebih bersifat meningkat bertahap (incremental) daripada karena hadirnya pemahaman (Hera Lestari, 2005: 87). Jadi belajar adalah satu kegiatan yang membutuhkan proses, entah itu lama atau sebentar tergantung pada hal yang dipelajari. Di sekolah siswa belajar untuk waktu yang lama dengan bermacam-macam mata pelajaran sesuai dengan tingkatannya. Ada juga teori belajar yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dan Carl Roger yaitu Teori Humanisme. Menurut teori Humanisrne proses belajar yang bermakna 6

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Toeri

Pada kerangka teori akan dibahas berbagai hal tentang hakekat belajar, hasil belajar

dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar.

2.1.1. Hakekat Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar pada prinsipnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai

hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (HAM

Surya, 2004: 13). Perubahan hasil belajar diharapkan berupa perubahan yang bersifat

positif disadari, kantinyu, bersifat fungsional, permanen dan bersifat aktif. Perubahan

akibat belajar tersebut mencakup aspek kogninitf, afektif dan psikomotornya.

Proses belajar merupakan suatu rangkaian aktifitas individu mengubah tingkah laku

dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Namun ada pula kebutuhan yang dapat

dipenuhi tanpa harus belajar misalnya kebutuhan insting/naluri (lapar, haus). Proses

belajar ini rnemerlukan kesiapan fisik, mental dan sosial individu. Individu mestinya

dapat memahami kondisi lingkungan dan dapat mengaitkan berbagai aspek dengan

situasi sekitarnya. Agar individu rnemperoleh hasil belajar sesuai dengan tujuannya

maka diperlukan umpan balik.

Pada dasarnya pengertian belajar banyak sekali macamnya. Kita tentu mengenal

teori-teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli misalnya teori belajar Behavioristik

yang dikemukakan oleh Thorndike. Menurut Thorndike (1874) belajar lebih bersifat

meningkat bertahap (incremental) daripada karena hadirnya pemahaman (Hera Lestari,

2005: 87). Jadi belajar adalah satu kegiatan yang membutuhkan proses, entah itu lama

atau sebentar tergantung pada hal yang dipelajari. Di sekolah siswa belajar untuk

waktu yang lama dengan bermacam-macam mata pelajaran sesuai dengan

tingkatannya.

Ada juga teori belajar yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dan Carl Roger

yaitu Teori Humanisme. Menurut teori Humanisrne proses belajar yang bermakna

6

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

7

adalah belajar yang melibatkan pengalaman langsung, berpikir dan merasakan, atas

kehendak sendiri dan melibatkan seluruh pribadi peserta didik. (Hera Lestari M, 2005).

Proses belajar yang melibatkan seluruh indra peserta didik akan lebih bermakna bagi

peserta didik karena diperoleh dengan mengembangkan potensi, minat dan kesadaran

diri yang baik sehingga anak merasa dihargai.

Lain lagi pendapat yang dikemukakan oleh Max Wertheimer dkk. bahwa teori

belajar kognitif merupakan teori belajar Konsep, hal tersebut juga dikemukakan oleh

Croser dan Flavell. Pada teori belajar Kognitif, Jean Piaget membaginya dalam

beberapa tahapan perkembangan kognitif anak dari usia 0-2 tahun merupakan

Periode Sensori Motor dimana individu menggunakan sensori motor untuk

mengenal lingkungan sekitarnya. Periode yang kedua adalah Periode

Praoperasional (Mulai usia 2-7 tahun). Pada periode ini individu sudah mulai

mengklasifikasi obyek secara sederhana. Periode Operasional Konkret (usia 7-12

tahun) merupakan periode yang ketiga. Individu sudah mulai mengkonversi

pengetahuam tertentu, mampu berpikir untuk mengoperasikan kaidah dan logika.

Sedangkan periode yang keempat adalah Periode Operasional Formal (12-15

tahun). Periode ini ditandai oleh kemampuan berpikir abstrak dan tidak terikat oleh

obyek-obyek yang bersifat konkret.

Dalam teori belajar bermakna yang dikemukakan Ausebel (1963) belajar

bermakna adalah belajar proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan

konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Sebagai landasan dalam

menguraikan mengenai belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa istilah

pendefinisian belajar dari berbagai sumber antara lain yang dikemukakan oleh Ngalim

Purwanto (2000: 84) beberapa pengertian belajar yaitu :

1) Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang perubahan dapat

mengarah kepada suatu tingkah laku yang baik, tetapi ada kemungkinan

mengarah kepada yang lebih buruk.

2) Belajar merupakan perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam

arti perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh kematangan tidak dianggap

sebagai hasil belajar seperti perubahan perubahan yang terjadi pada diri

seseorang bayi.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

8

3) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif menetap, harus

merupakan akhir suatu periode waktu cukup panjang. Berapa lama waktu periode

itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya

merupakan akhir dari suatu periode yang kemungkinan berlangsungnya proses,

mungkin makan waktu berhari-hari berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini

berarti kita harus mengesampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang

disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi ketajaman perhatian atau kepekaan

seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara.

4) Tingkah laku yang mengalami perubahan belajar yaitu menyangkut berbagai

aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian,

pemecahan suatu masalah atau berpikir ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau

sikap.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

sesuatu yang awalnya mampu melaksanakan sesuatu kemudian setelah terjadinya

interaksi akan terjadi perubahan-perubahan atau mampu melakukan sesuatu, adapun

wujudnya bermacam-macam, antara lain berupa sikap, tingkah laku, motivasi.

b. Faktor yang mempengaruhi belajar

Adapun faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan belajar di atas,

maka dapat dikatakan bahwa proses Pembelajaran merupakan interaksi dari

komponen-komponen materi, metode, media, guru, siswa (Suryobroto ,2006: 121).

Karena proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan dalam Belajar mengajar

(Depdikbud 2001/2002: 1), maka dalam pelaksanaannya guru harus dapat

menciptakan situasi aktif bagi murid. Proses belajar dalam konteks di atas dapat

diartikan sebagai suatu rangkaian aktifitas siswa dalam wujud interaksi dinamis untuk

mencapai perubahan perilaku dan pribadinya (Syamsu Yusuf, 2002: 35).

Seseorang mengalami proses belajar dengan ditandai adanya perubahan yang

diperoleh melalui pengalaman, praktek, latihan, disengaja, disadari sesuai dengan

yang diharapkan, mempunyai makna dan pengaruh bagi siswa, suatu saat dapat

dipergunakan bila diperlukan dengan demikian perubahan itu mencakup keseluruhan

perilaku secara terpadu.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

9

Menurut pandangan Bruner dalam Nouchi Nasution, (1999: 78) Belajar adalah

suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri sendiri seseorang.

Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti

berubahnya pengetahuan, pemahaman dan perubahan aspek-aspek lain yang ada

pada diri individu yang belajar.

Proses belajar merupakan proses aktif seseorang untuk menyimpulkan prinsip-

prinsip dan hukum kemudian mengetesnya. Dengan demikian belajar bukan hanya

aktifitas yang terjadi pada diri individu tetapi merupakan suatu yang terjadi atas usaha

individu sendiri dengan cara mengarah infomasi yang ada dan menerapkanya. Dalam

kegiatan belajar tidak jarang siswa mengalami kesulitan dan kesulitan merupakan

kondisi tertentu yang terjadi dengan adanya hambatan dalam kegiatan itu untuk

mencapai tujuan sehingga memerlukah usaha yang lebih keras lagi untuk

mengatasinya.

Adapun cara mengatasinya kesulitan itu menurut Ruseffendi (2001: 467) ialah

dengan cara mengatasi kel

1) Bentuk Motivasi Belajar .

Motivasi belajar dibedakan atas dua bentuk yaitu:

a) Motivasi ekstrinsik

Yaitu aktivitas belajar dilakukan berdasarkan kebutuhan dan dorongan

yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Misalnya,

siswa rajin belajar dapat memperoleh hadiah yang telah dijanjikan

kepadanya, atau siswa yang tekun belajar, selalu menghindari hukuman yang

diancamkan.

Motivasi ekstrinsik sesungguhnya bukanlah bentuk motivasi yang berasal

dari dalam diri siswa, tetapi berasal dari orang lain. Motivasi belajar

sesungguhnya selalu berpangkal pada suatu kebutuhan yang dihayati oleh

individu yang bersangkutan, sekalipun orang lain memegang peranan penting

dalam menimbulkan motivasi itu.

Yang khas pada motivasi ekstrinsik ini bukanlah ada atau tidak adanya

pengaruh dari luar, melainkan apakah kebutuhan yang diinginkan dapat

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

10

dipenuhi dengan melalui belajar atau juga dapat dipenuhi dengan cara

lain. Yang tergolong bentuk motivasi belajar ekstrinsik antara lain:

(1) Belajar demi memenuhi kewajiban;

(2) Belajar demi menghindari hukuman yang ncamkan;

(3) Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan;

(4) Belajar demi meningkatkan gengsi sosial;

(5) Belajar demi memperoleh pujian dari ng penting, misalnya guru dan orang

tua;

(6) Belajar demi tuntutan jabatan yang dipegang atau demi memenuhi untuk

persyaratan kenaikan pangkat administratif (Winkel,1991: 94).

b) Motivasi intrinsik

Yaitu kegiatan yang dilakukan dalam belajar dengan dimulai dan

diteruskan berdasarkan suatu penghayatan terhadap kebutuhan dan

dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu sendiri.

Misalnya, siswa belajar karena ingin mengetahui seluk-beluk suatu masalah

selengkap-lengkapnya, ingin menjadi orang dididik atau ingin menjadi ahli

dibidang studi tertentu dan lain sebagainya.

Semua keinginan itu berpangkal pada penghayatan kebutuhan dan siswa

berdaya upaya, melalui kegiatan belajar, untuk memenuhi kebutuhan itu.

Namun kebutuhan ini hanya akan dipenuhi dengan belajar giat, tidak ada

cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli, selain belajar. Biasanya

kegiatan belajar disertai pula minat dan perasaan bersaing, karena siswa

menyadari bahwa dengan belajar dia dapat memperkaya dirinya sendiri.

Mungkin ada orang yang beranggapan bahwa motivasi intrinsik adalah

untuk memotivasi yang berasal dari dalam diri siswa. Namun, dalam

terbentuknya motivasi intrinsik, biasanya orang lain memegang peranan,

misalnya orang tua atau guru menyadarkan anak tentang kaitan antara

belajar dengan menjadi orang yang berpengalaman (Winkel, 1999: 94-95).

Yang mendapat banyak perhatian dari para ahli psikologi adalah apa

yang dikenal dengan istilah achievment motivation ialah daya penggerak

dalam diri siswa untuk mencapai tarap prestasi belajar yang setinggi-

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

11

tingginya. Dengan demikian, achievment motivation dalam rangka belajar di

sekolah atau di kelas menjadi intensifikasi (peningkatan) dari bentuk motivasi

intrinsik. Terbangunnya motivasi untuk berprestasi, berkaitan erat dengan

kebutuhan individu tersebut terhadap apa yang dipelajarinya. Dengan

demikian, mereka akan berupaya untuk melaksanakan yang terbaik baginya.

Abin Syamsudin (1999: 30) mengatakan, meskipun motivasi itu

merupakan ingatan, namun tidaklah merupakan suatu substansi yang dapat

kita amati. Yang ingin kita lakukan ialah mengidentifikasi beberapa

indikatornya dalam hal-hal tertentu, yaitu:

(1) Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk

melakukan kegiatan);

(2) Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode

waktu tertentu);

(3) Persistensinya (ketepatan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan;

(4) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan

dan kesulitan untuk mencapai tujuan;

(5) Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan

jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan;

(6) Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target,

clan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;

(7) Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari

kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak);

(8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau

negatif).

2) Cara Mengukur Motivasi Belajar

Sementara itu, Brown dalam Ali Imron, (1999: 88) berpendapat bahwa

untuk mengukur atau mengetahui seberapa besar motivasi belajar seseorang

(siswa) dapat mengamati dari ciri-ciri:

a) Tertarik kepada guru, artinya tidak membenci bersikap acuh;

b) Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan;

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

12

c) Mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya

terutama kepada guru;

d) Ingin selalu bergabung dengan kelompok kelas;

e) Ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain;

f) Tindakan kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri;

g) Selalu mengingat pelajaran dan mempelajari kembali;

h) Selalu terkontrol oleh lingkungannya.

Pendapat lain lagi dikemukakan oleh H.J.M. Hermans, bahwa siswa yang

memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan berhasrat berprestasi baik

akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Kecenderungan mengerjakan tugas-tugas belajar yang menantang,

namun tidak berada di atas taraf kemampuannya;

b) Keinginan untuk bekerja dan berusaha sendiri, serta menemukan

penyelesaian masalah sendiri, tanpa disuapi terus-menerus oleh guru;

c) Keinginan kuat untuk maju dan mencari taraf keberhasilan yang sedikit di

atas taraf yang telah tercapai sebelumnya;

d) Orientasi pada masa depan. Keinginan belajar dipandang sebagai jalan

menuju ke realisasi cita-cita;

e) Pemilihan teman kerja atas dasar kemampuan teman itu untuk

menyelesaikan tugas belajar bersama, bukan atas dasar rasa simpati atau

perasaan senang terhadap teman itu;

f) Keuletan dalam belajar biarpun menghadapi rintangan (Winkel, 1991: 97-98).

Selanjutnya, Hermans dalam Winkel (1991: 98-99) mengemukakan empat

tipe siswa dalam motif berprestasi, yaitu :

a) Siswa yang berhasrat tinggi untuk berprestasi baik dan sekaligus

berkecenderungan positif untuk menghindari kegagalan;

b) Siswa yang berhasrat rendah untuk berprestasi, tetapi berkecenderungan

positif untuk menghindari kegagalan;

c) Siswa yang berhasrat tinggi untuk berprestasi tetapi berkecenderungan

negatif untuk menghindari kegagalan;

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

13

d) Siswa yang berhasrat rendah untuk berprestasi dan sekaligus

berkecenderungan negatif untuk menghindari kegagalan.

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya siswa:

a) Akan mencapai taraf prestasi belajar baik, kalau kemampuan belajarnya

tinggi dan ditempatkan dalam situasi belajar yang menantang baginya. Taraf

prestasi pelajar masih akan cukup, kalau kemampuan belajarnya terbatas,

asal tidak jelas-jelas kurang.

b) Akan berusaha sekuat tenaga dan akan berprestasi cukup baik, kalau

kemampuan belajarnya memungkinkan, asal situasi belajar teratur jelas dan

membuat dia merasa percaya pada diri sendiri.

c) Memiliki rasa percaya diri yang besar, namun kurang berhasrat berprestasi

baik. Kalau kemampuan belajarnya tinggi, siswa ini masih akan berprestasi

cukup, tanpa usaha.

d) Kurang percaya pada diri sendiri dan juga tidak berhasrat untuk berprestasi

baik. Siswa ini mudah menjadi kasus problematis bagi guru, apalagi bila dia

memiliki berkemampuan belajar rendah.

3) Upaya Peningkatan Motivasi Belajar

Akhirnya Hermane menyarankan kepada guru-guru dalam upaya

peningkatan motivasi belajar sebagai berikut:

a) Guru harus selalu berupaya meningkatkan hasrat siswa untuk berprestasi

baik, apabila hasrat itu kurang;

b) Menyesuaikan situasi dan suasana dalam kelas sedemikian rupa,

sehingga siswa yang kurang percaya diri sendiri, merasa aman dan

memperoleh sukses. Namun, perlu dijaga, supaya siswa yang kurang

percaya pada dini sendiri, tanpa takut gagal, tidak selalu tergantung

kepada guru. Sedikit demi-sedikit, siswa diajak untuk mencoba

mengusahakan sesuatu atas dasar inisiatif sendiri, tanpa merasa dicekam

oleh rasa takut gagal (Winkel, 1991: 98-99).

Pendapat lain dikemukakan oleh Brophy (1987) bahwa guru hendaknya

piawai dalam menyusun ruang kelas sedemikian rupa sehingga upaya

menciptakan kelas yang kondusif. Hal ini sangat penting terutama. dalam

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

14

kaitannya bahwa guru adalah active socialization agents yang dapat

mempengaruhi secara efektif motivasi belajar para siswanya. Berbagai

bentuk penugasan dan pemberian rewards juga sebagai faktor yang dapat

meningkatkan motivasi mereka (Lumdens dalam Linda S, 1990: 2).

Jadi, yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan daya

penggerak psikis seseorang, baik intern maupun ekstern yang menimbulkan

kegiatan belajar, arah dan kontinuitas belajar untuk mencapai tujuan belajar

yang dapat diukur dengan indikator-indikator yang muncul dari tingkah laku

dan perilaku seseorang ketika melakukan kegiatan belajar.

c. Alat Ukur Hasil Belajar

Alat ukur hasil belajar yaitu merupakan instrumen atau alat yang dipergunakan

untuk mengetahui hasil belajar. Karena hasil belajar itu penting sekali untuk diketahui

dapat memberi petunjuk di dalam pendidikan berikutnya.Untuk mengetahui hasil

belajar itu dipergunakan alat yang benar-benar dapat mengukurnya.

ST, Vembriarto (2005: 7) mengatakan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dapat

tidaknya siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam merencanakan.

Jadi alat ukur hasil belajar dari definisi itu dapat disebut evaluasi atau alat ukur hasil

belajar itu adalah evaluasi.Sedangkan menurut Saefudin Azwar mengatakan bahwa

test hasil belajar bertujuan untuk menunjukkan hasil belajar yang dicapai oleh siswa

dalam belajar.

Berdasarkan batasan ini penulis simpulkan bahwa alat ukur hasil belajar adalah

test hasil belajar, Test hasil belajar yang digunakan sebagai alat ukur hasil belajar

biasanya dikenal oleh masyarakat dengan nama test hasil belajar (THB) untuk itu

maka jelaslah sudah bahwa alat ukur hasil belajar adalah test hasil belajar atau

dikatakan dengan istilah lain test hasil belajar. Untuk dapat berhasil dengan baik

didalam menggunakan alat ukur itu atau test hasil belajar harus memperhatikan

beberapa prinsip dasar dalam pengukuranya prestasi menurut Norman (2004: 75)

prinsip-pririsip itu antara lain :

1) Harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan

tujuan pembelajaran.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

15

2) Harus mengukur sampel yang representatif dari materi yang mencakup program

pengajaran.

3) Harus memuat item-item yang penting cocok dengan guna mengukur hasil yang

diinginkan.

4) Harus dirancang agar cocok dengan penggunaan hasilnya.

5) Harus digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Jadi alat ukur hasil belajar yakni test hasil belajar harus memperhatikan prinsip-

prinsip didalam pembuatannya agar dapat berfungsi sesuai dengan kegunaanya.

Akan tetapi Sumadi Suryabrata (2003: 154) mengatakan dalam bukunya bahwa test

itu harus memenuhi syarat-syarat:

1) Falid yaitu taraf sejauh mana suatu test mengukur apa yang harus diukur atau

berfungsi sesuai dengan fungsinya.

2) Reliabel yaitu tetap, bahwa tes harus mengandung ketetapan yang baku dan tidak

dapat diubah-ubah sehingga dalam penyusunannya selalu tetap dan hasilnya

mudah terukur.

3) Standarisasi yaitu benar-benar sama dalam arti perlakuan Atau ukuran, biasanya

yang distandarisasikan adalah materi, penyelenggaraan test, scoring test dan

interprestasi test atau interprestasi hasil test.

4) Obyektif yaitu tidak mengandung makna bias atau subyektif, Akan tetapi harus

benar-benar murni dan ditest (obyektif dalam penilaianya).

5) Diskriminatif yaitu mampu menunjukkan daya beda gejala satu dengan lainya. Jadi

test diskriminatif mampu menunjukan perbedaan-perbedaan yang sekecil-kecilnya

mengenai faktor pada individu.

6) Comprehensif yaitu keseluruhan atau mampu mengungkapkan berbagai aspek

yang diungkap dengan secara menyeluruh atau banyak hal.

7) Mudah digunakan yaitu bahwa tes tersebut mudah dimengerti dan dalam segi

pelaksanaannya test atau tidak berbelit-belit.

Jadi tes kecuali harus memenuhi syarat-syarat di atas juga harus mempunyai

fungsi atau kegunaan. Kalau tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa,

tentu saja test tersebut memiliki fungsi mengukur kemampuan siswa. Seperti

diungkapkan oleh Susanto Prawirowardoyo (2005: 157) bahwa tujuan atau fungsi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

16

utama test ialah untuk menentukan apakah siswa dapat mencapai standar atau

kriteria yang ditentukan. Maka dapat dikatakan dalam melaksanakan test itu tidak

sekedar melaksanakan test atau evaluasi belajar belaka, akan tetapi benar-benar

mempunyai fungsi tertentu didalam proses pembelajaran dalam pendidikan.

2.1.2. Hakikat Media dalam Pembelajaran

Keberhasilan guru mengajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya

adalah penggunaan peraga dalam pembelajaran. Penggunaan peraga dalam

pembelajaran akan membawa dampak positif bagi pemahaman dan minat belajar siswa.

Dalam pembelajaran, peraga dapat meminimalkan atau bahkan meniadakan verbalisme

(ketergantungan untuk menggunakan kata-kata lisan dalam memberikan penjelasan).

Apalagi siswa SD yang berada dalam tahap berpikir operasional konkret. Kehadiran media

dalam pembelajaran dapat mewakili atau mengkonkretkan hal-hal abstrak yang sulit

dipahami siswa.

Perkembangan media pembelajaran itu sendiri diawali oleh Komensky, dalam bukunya

Orbis Sensualium Pictus (dunia tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun

1657. Buku ini sebenamya hanya buku bergambar, tetapi pembuatannya telah

menggunakan prinsip-prinsip yang modem. Konsep dasar yang digunakan oleh Komensky

berasal dari pemyataan Aristoteles, "Nihil est in intellect; quod non prius fuit in sensu”

(tak ada sesuatu dalam pikiran tanpa lebih dahulu melakukan penginderaan).

Penggunaan media dalam pembelajaran akan membantu guru dalam menyampaikan

materi pelajaran. Siswa lebih mudah memahami pesan yang disampaikan oleh guru,

sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran meningkat. Kehadiran

media dalam pembelajaran mempengaruhi minat belajar siswa. Siswa yang semula jenuh

oleh penjelasan guru menjadi antusias mengikuti pelajaran, karena pembelajaran menarik

dan tidak monoton. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pengertian, manfaat dan kriteria

media pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk membantu pembelajaran.

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa Latin yaitu bentuk jamak dari “medium” yang secara

harfiah berarti perantara atau pengantar. Kemudian menurut Basyirudin Usman

(2002: 12) Kata media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

17

digunakan untuk menyalurkan pesan (massage), merangsang pikiran, perasaan,

perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar dan

digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih konkret.

Perkembangan media pembelajaran menurut dalam Asep Heri Hermawan (2007:

18), telah menimbulkan revolusi empat kali dalam dunia Pendidikan. Revolusi pertama

telah terjadi beberapa puluh abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua menyerahkan

pendidikan anak-anaknya kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru; revolusi

kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai sarana utama pendidikan;

revolusi ketiga timbul dengan tersedianya media cetak yang merupakan hasil

menemukannya mesin teknik percetakan; dan revolusi keempat berlangsung

berkenaan meluasnya penggunaan media komunikasi elektronik.

Secara harfiah media diartikan sebagai medium atau perantara. Dalam kaitannya

dengan proses komunikasi pembelajaran, media diartikan sebagai wahana penyalur

pesan pembelajaran. Beberapa ahli dan asosiasi telah mengemukakan pengertian

media pembelajaran, antara lain:

1) Menurut NEA seperti dikutip Asep Heri Hermawan (2007: 11-18) mengartikan media

pembelajaran sebagai sarana komunikasi, baik dalam bentuk cetak maupun

pandang dengar.

2) Menurut Miarso dalam Asep Heri Hermawan (2007: 18) menegaskan bahwa media

pembelajaran adalah segala, sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik, sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar pada diri siswa.

3) Menurut Gagne dalam Slamet Trihartanto (2007: 2) Media pembelajaran adalah

berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya

untuk belajar.

Pernyataan lain disampaikan oleh Ashar Arshad (2002: 6) dengan memaknai

media adalah suatu teknologi, sehingga sifat media akan berubah-ubah dari masa

kemasa. Secara umum media merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan

informasi dari sumber kepada penerima informasi.(Etin Solihatin, 2008: 22).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

18

Menurut Sri Anitah (2009: 2) bahwa media pembelajaran adalah setiap orang,

bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan suatu kondisi memungkinkan

siswa menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media

merupakan suatu penghantar untuk menyampaikan suatu tujuan tertentu (materi

pelajaran) sehingga akan merangsang perasaan, perhatian dan kemauan siswa agar

terdorong untuk belajar.

b. Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Arsyad (2002: 26) fungsi media adalah untuk:

1) Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga memperlancar dan

meningkatkan proses dan hasil belajar;

2) Mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,

interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya dan memungkinkan

siswa belajar sendiri;

3) Dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang dan waktu;

4) Memberikan kesamaan pengalaman-pengalamanan kepada siswa tentang

peristiwa di lingkungannya.

Dalam menunjang proses pembelajaran media memiliki fungsi yang amat penting

seperti yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Encyclopedia of Educational

Research dalam Oemar Hamalik, (2004: 16) nilai atau manfaat perangkat pendidikan

adalah sebagai berikut:

1) Meletakkan dasar berpikir konkret dan mengurangi verbalisme dan memperbesar

perhatian siswa;

2) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, yang membuat

pelajaran lebih mantap;

3) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha

sendiri di kalangan siswa;

4) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu. Hal ini terutama, terdapat dalam

gambar hidup;

5) Membantu tumbuhnya pengertian. Dengan demikian media membantu

perkembangan kemampuan berbahasa;

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

19

6) Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain

serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman

yang lebih banyak dalam belajar.

Selanjutnya masih Oemar Hamalik (2004: 16-19) menyatakan bahwa selain

memiliki nilai atau manfaat di atas, media juga memiliki beberapa nilai praktis dan

ekonomis sebagai berikut:

1) Dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa. dua anak yang

hidup di dua masyarakat yang berbeda, maka akan mempunyai pengalaman yang

berbeda. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan yang terjadi antara datu

didwa dengan lainnya, jika siswa tidak mungkin untuk dibawa ke suatu objek, maka

objeklah yang dibawa ke siswa;

2) Dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu. Banyak hal yang tidak

mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh siswa hal tersebut disebabkan

oleh:

a) Objek terlalu besar.

b) Objek, makhluk hidup dan gerakan yang terlalu kecil untuk diamati dengan mats

telanjang.

c) Gerakan yang terlalu lambat, terlalu cepat, dan sulit ditangkap mata biasa.

d) Kejadian langka atau dapat membahayakan.

3) Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungan.

4) Menghasilkan keseragaman pengamatan.

5) Menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis.

6) Membangkitkan keinginan dan minat siswa.

Winkel (2007:188-189) beberapa hal manfaat dari media pengajaran yaitu:

1) Merekam dan menyimpan data informasi, misalnya bunyi suara berbagai jenis

burung direkam menggunakan Tape Recorder;

2) Memanipulir objek-objek tertentu, misalnya proses pembagian sel pada tumbuhan

menggunakan video sehingga dapat diperlihatkan hasilnya yang dipercepat atau

dilambatkan;

3) Menyebarluaskan data atau informasi, misalanya TV, Radio sehingga cepat

diketahui oleh orang lain dengan cepat.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

20

Menurut Kemp dan Dayton dalam Solihatin (2008: 23-25) mengidentifikasikan

manfaat media pembelajaran yaitu:

1) Menyampaikan materi dapat diseragamkan;

2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik;

3) Proses pembelajaran menjadi leih interaktif;

4) Efisiensi dalam waktu dan tenaga;

5) Meningkatkan kwalitas hasil belajar siswa;

6) Memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja;

7) Menumbuhkan sikap positip terhadap materi dan proses belajar;

8) Mengubah peran guru lebih positif dan produktif.

c. Alasan menggunakan media

Pemilihan media yang terbaik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu

bukanlah hal yang mudah. Tetapi bagaimanapun seorang guru harus menentukan

media yang paling tepat dalam memilih sehingga sesuai materi yang diperlukan

sebagai penunjang pembelajaran. Sehingga guru menggunakan media memiliki

alasan-alasan tertentu seperti yang dikemukakan oleh para ahli.

Bahwa dalam memperolehan ilmu pengetahuan dan keterampilan, perubahan

sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dan

pengalaman yang terjadi sebelumnya. Seperti yang dikemukakan oleh Bruner dalam

Azhar Arsyad (2009: 7) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman

langsung (enactive) yaitu bahwa belajar dapat menghasilkan pengalaman secara

langsung tanpa menunggu waktu tertentu, pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan

pengalaman abstrak (symbolic).

Perolehan hasil belajar yang akbstrak akan sulit membekas dan tahan lama,

seperti konsep kerucut pengalaman dari Dale dalam Azhar Arsyad (2009: 11) yang

merupakan elaborasi secara rinci dari tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan

oleh Bruner. Dalam kerucut pengalaman semakin ke atas semakin abstrak

pengalaman yang diperoleh, sehingga perlu mengktifkan semua alat indra supaya

dapat memperoleh hasil yang maksimal.

d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

21

Dalam penggunaan media pembelajaran hal yang harus diertimbangkan menurut

Solihatin (2008: 31-32) adalah tujuan; sasaran anak didik; karakteristik media; waktu;

biaya; ketersediaan; kontek penggunaan; dan mutu teknis. Pandangan lain

dinyatakan oleh Sri Anitah (2009: 93) hal yang perlu diperhatikan dalam

menggunakan media antara lain:

1) Media hendaknya dipandang bagian integral dalam sistem pembelajaran;

2) Media hendaknya dipandang sebagai sumber daya;

3) Media dapat dipergunakan untuk memahami tingkat hirarkhi dari jenis alat yang

digunakan;

4) Berlangsung terus menerus, sebelum, selama dan sesudah pemakaian;

5) Akan menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran.

Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan

teknologi oleh Seels dan Glasgow seperti yang dikutip Slamet Trikartanto (2007: 6)

media dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu:

1) Pilihan media tradisional

a) Visual diam yang diproyeksikan (OHP, slide, video).

b) Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, chart, grafik).

c) Audio (rekaman CD dan pita kaset).

d) Penyajian multimedia.

e) Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video).

f) Media cetak (buku, koran, majalah, hand-out).

g) Realiti (model, specimen, contoh, manipulative, peta, globe).

2) Pilihan media teknologi mutakhir

a) Media berbasis telekomunikasi (teleconference).

b) Media berbasis mikroprosesor (pembelajaran berbantuan komputer, permainan

komputer, pembelajaran interaktif).

Pengelompokan media banyak dianut oleh para pengelola pendidikan adalah

seperti disampaikan oleh Kemp dan Daytom dalam Slamet Trihartanto (2007: 7)

dikelompokkan menjadi delapan jenis yaitu: media cetak, media pajang, OHT dan OHP,

rekaman audiotape, slide dan filmstrip, penyajian multiimage, rekaman video, dan film

serta komputer.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

22

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran

antara lain:

1) Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran;

2) Aspek materi menjadi pertimbangan penting dalam memilih media. Sesuai

tidaknya media materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil

belajar siswa;

3) Kondisi subjek belajar seperti faktor umur, intelegensi dan lingkungan anak

menjadi titik perhatian dan pertimbangan dalam memilih media;

4) Ketersediaan media;

5) Media yang dipilih dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan secara tepai

dan bertiasil guna;

6) Biaya yang akan dikeluarkan seimbang dengan hasil yang akan dicapai (Nana

Sudjana, 2001: 4-5)

Sedangkan Duffy dalam Sri Anitah (2009: 91-92) untuk memilih media

pembelajaran maka aspek yang harus dipenuhi sehingga dapat bermanfaat bagi

siswa yaitu:

1) Kesesuaian dengan kurikulum dan pencapaian tujuan;

2) Interaksi pebelajar dan memberikan motivasi secara signifikan;

3) Mendukung materi pembelajaran;

4) Mudah dimanfaatkan;

5) Kwalitas teknis mencukupi.

e. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Nana Sudjana (2001: 3) mengelompokkan jenis media pembelajaran pertama,

media grafis (gambar, foto, grafik, poster, kartun, komik dan sejenisnya) dengan cirri

utama mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu bentuk

model seperti model padat, penampang, susun, kerja, mock up, diorama. Ketiga

media proyeksi seperti slide, filem, OHP dan keempat media lingkungan.

Menurut Syaiful Bahri dan Aswan (2006: 124) jenis media yaitu:

1) Media Auditif merupakan media yang mengandalkan kemampuan suara saja;

2) Media Visual yaitu media mengandalkan indra penglihatan;

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

23

3) Media Audiovisual (Audiovisual diam dan Audiovisual gerak) merupakan media

yang mempunyai unsur suara dan gambar.

f. Media Konkret

Salah satu upaya untuk mengatasi keadaan demikian ialah penggunaan media

secara terintegrasi dalam proses pembelajaran, karena fungsi media adalah sebagai

penyaji stimulus informasi dan meningkatkan keserasian dalam penerimaan

informasi. Di dalam kegiatan pembelajaran, media pembelajaran secara umum

manpunyai kegunaan untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi, keterbatasan

fisik dalam kelas, sikap pasif siswa, serta mempersatukan pengamatan mereka.

Lingkungan luar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar baik berupa

manusia, masyarakat, tumbuh-tumbuhan clan sumber-sumber alam lainnya, topik-

topik yang dipilih antara lain: (1) sesuai dengan program pembelajaran, (2) dapat

menarik perhatian siswa, (3) hidup dan berkembang di tengah masyarakat, (4) dapat

mengembangkan ketrampilan siswa berinteraksi deugan lingkungan, (5) dapat

meugembangkan peagalaman dan pengetahuan siswa.

Media Matematika di Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk media atau

sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Briggs dalam Noehi Nasution

dan A.A. Ketut Budiastra, (2000: 73) berpendapat bahwa harus ada sesuatu untuk

mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar. Karena itu

dia mendefinisikan Media sebagai wahana fisik yang mengandung materi

pembelajaran.

Sedangkan menurut Robert J. Havighurt dalam Rusna Ristasa, Prayitno (2006: 8)

menerangkan bahwa anak usia SD mempunyai karakter senang bermain, senang

bergerak, bekerja dalam kelompok, dan senang melakukan atau meragakan sesuatu

secara langsung. Implikasi dari karakter ini kita harus mampu merancang model

pembelajaran, merancang Media agar siswa bisa bergerak, bekerja, belajar secara aktif

dalam proses pembalajaran dan menemukan informasi.

Lain lagi pendapat Jean Pieget dalam Abim Syamsudin (2003: 50) bahwa

"Perkembangan kognitif anak usia SD berada pada tahap perkembangan operasional

konkret". Jadi pada anak usia ini akan lebih mudah memahami jika menggunakan objek

konkret dan anak dilibatkan secara langsung.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

24

Oleh karena itu, guru harus dapat mencari sumber daya yang ada untuk dijadikan

media pembelajaran atau alat bantu pembelajaran agar dapat melibatkan siswa secara

aktif supaya Media memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Menurut Rusna

Ristosa dan Prayitno (2006: 8), manfaat alat bantu pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Meletakan dasar-dasar berpikir konkret dan mengurangi verbalisme.

2) Memperbesar minat dan perbaikan siswa.

3) Meletakkan dasar-dasar penting untuk perkembangan belajar sehingga membuat

pelajaran lebih mantap.

Konkret diistilahkan nyata, semi nyata atau samar-samar (Kamus S.Purwadarminta

1985). Sehingga pengertian konkret adalah sesuatu yang nyata sesuai dengan bentuk

aslinya.

2.1.3. Mata Pelajaran Matematika

a. Pengertian pelajaran Matematika.

Matematika adalah ilmu hitung bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur

operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan (Hardinawati,

kamus pelajaran), Hasil Belajar Matematika, Rumus-rumus Geometri bangun datar.

1) Hasil belajar Matematika adalah suatu hasil usaha yang telah dicapai oleh siswa

dalam pelajaran matematika.

2) Rumus-rumus geometri bangun datar adalah rumus-rumus pada bangun datar

antara lain luas, keliling pada segi tiga, segi empat dan sebagainya.

b. Pemanfaatan Media dalam pembelajaran Matematika, Pecahan sederhana

1) Hakekat Pembelajaran adalah interaksi atau hubungan timbal balik antar siswa

dengan guru atau sesama siswa

2) Media Matematika adalah suatu benda kongkret yang dibuat atau disusun yang

digunakan untuk membantu mengembangkan konsep Matematika (R M Yuwono,

2005: 34)

3) Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran Matematika.

a) Dengan menggunakan Media lebih menarik minat siswa dalam mempelajari

matematika.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

25

b) Dengan Media menambah pengetahuan siswa dalam bangun datar dan

meningkat hasil belajarnya.

4) Pecahan Sederhana

Pecahan sederhana adalah pecahan yang nilainya paling kecil dalam bilangan

tersebut. Misalanya setengah ( 1

2 ), Seperempat (

1

4 ), Seper lima (

1

5 ),

Seperdelapan ( 1

8 ). Untuk membandingkan pecahan-pecahan tersebut dalam

Matematika dipergunakan lambang : < artinya lebih kecil, > artinya lebih besar

dan = sama dengan. Dalam membandingkan dengan muah menggunakan benda

konkret atau nyata atau dengan garis bilangan.

2.2. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Warsiti, Guru SD

Negeri Wotbuono, yang berjudul Penggunaan Media Konkret Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika. Pada penelitian ini dapat diketahui adanya beberapa faktor yang

merupakan hasil dari penelitian, yaitu : adanya peningkatan motivasi belajar siswa yang

ditandai dengan peningkatan keaktifan siswa pada saat mengikuti pembelajaran sebesar

30,3% dengan menggunakan metode konkret, peningkatan kreativitas siswa sebesar

36,4% dan efektif dalam penggunaan waktu, peningkatan hasil belajar siswa sebelum

penerapan tindakan dengan setelah tindakan sebesar 54,4%.

2.3. Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang berlangsung di kelas adalah pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual yang berpusat pada guru di mana guru hanya memakai metode ceramah

sehingga siswa pasif dan akibatnya hasil belajar rendah. Suatu pembelajaran akan efektif

bila siswa aktif melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Untuk

mengatasi hal di atas, guru mencoba menerapkan suatu metode pembelajaran yaitu

metode demonstrasi dengan media konkret.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8010/2/T1_262012607_BAB II.pdf · dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar. 2.1.1. Hakekat

26

Metode media konkret merupakan sebuah metode pembelajaran yang menggunakan

media benda konkret dengan melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan

menemukan alternative pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis.

Dengan metode ini siswa dilatih untuk mengembangkan ketrampilan bertanya,

berkomunikasi, menafsirkan, dan menyimpulkan bahasan dari suatu topik pembahasan.

Hasil yang diharapkan adalah optimal. Oleh karena itu, untuk mengukur keberhasilan

siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka pengukuran dilakukan dengan tes

formatif. Dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan metode media konkret ini

diharapkan dapat menimbulkan kreatifitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa

maupun terobosan-terobosan baru dalam pemecahan masalah sehingga siswa aktif

mengikuti pembelajaran dan mempengaruhi hasil belajarnya.

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Jika penerapan media konkret dilaksanakan dengan baik (sesuai sintaks) diduga dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 SD Negeri 2 Abean.

2. Berdasarkan sintaks metode diskusi dan tanya jawab berbantuan media kongkret maka

penerapan metode media konkret untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada

siswa kelas 3 SD Negeri 2 Abean Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat

dilakukan dengan tahapan: 1) guru mengajak siswa mengamati benda-benda nyata,

mengemukakan masalah yang akan didiskusikan serta memberikan pengarahan

seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya, 2) dengan bimbingan guru, siswa

membentuk kelompok diskusi, 3) siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing, 4)

tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, dan 5) siswa bersama guru membahas

hasil laporan diskusi serta membuat kesimpulan