BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika di...

22
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD Suherman (2001) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran. Menurut Mulyono (2010: 252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedang fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lebih lanjut Mulyono menyebutkan bahwa ciri utama matematika adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya suatu simbol, namun di setiap simbol terdapat sebuah arti, yang digunakan untuk berfikir. 2.1.1.1 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD Berdasarkan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI yang tercantum dalam peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 disebutkan bahwa matematika merupakan suatu mata pelajaran yang mempunyai ruang lingkup meliputi operasi bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Adapun tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, dan (2) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap uletdan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan ruang lingkup dan tujuan pembelajaran

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pembelajaran Matematika di...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD

Suherman (2001) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan

yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain

diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan

aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan

hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran. Menurut Mulyono (2010:

252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedang fungsi

teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lebih lanjut Mulyono menyebutkan

bahwa ciri utama matematika adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga

tidak melupakan cara bernalar induktif.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian

matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya suatu simbol, namun di

setiap simbol terdapat sebuah arti, yang digunakan untuk berfikir.

2.1.1.1 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD

Berdasarkan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI yang tercantum

dalam peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 disebutkan bahwa

matematika merupakan suatu mata pelajaran yang mempunyai ruang lingkup

meliputi operasi bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Adapun

tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, dan (2) memiliki sikap menghargai

kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,

dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap uletdan percaya diri dalam

pemecahan masalah. Berdasarkan ruang lingkup dan tujuan pembelajaran

8

matematika tersebut, maka untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,

menyelesaikan masalahdan menafsirkan solusinya. (BSNP, Standar Isi 2006: 147-

148).

2.1.1.2 Manfaat dan Tujuan Pengajaran Matematika di SD

Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun

2006 adalah sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar Matematika yang hendak dicapai dalam proses

pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu

kurikulum SD 2006, meskipun demikian guru harus menjabarkan lebih dahulu

menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang disebut indikator.

Adapun kompetensi dasar Matematika yang digunakan dalam penelitian ini

sesuai dalam buku kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI sebagai berikut:

9

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika

Kelas 5 SD Semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Melakukan operasi hitung bilangan

bulat dalam pemecahan masalah

1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan

sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran.

1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB

1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat

1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana

1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung,

KPK dan FPB

2. Menggunakan pengukuran waktu,

sudut, jarak, dan kecepatan dalam

pemecahan masalah

2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam

2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu

2.3 Melakukan pengukuran sudut

2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan

2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan

kecepatan

3. Menghitung luas bangun datar

sederhana dan menggunakannya

dalam pemecahan masalah

3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang

3.2 Menyelesaik-an masalah yang berkaitan dengan luas bangun

datar

4. Menghitung Volume Kubus Dan

Balok Dan Menggunakannya Dalam

Pemecahan Masalah

4.1 Menghitung volume kubus dan balok

4.2 Menyelesaik-an masalah yang berkaitan dengan volume kubus

dan balok

Sumber : Permendiknas Tahun 2006. No 22 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang

bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan pembelajaran

yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus. Standar kompetensi dan

kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,

kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam

merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses

dan Standar Penilaian.

10

2.1.2 Model pembelajaran TGT

Aktivitas belajar adalah kegiatan yang melibatkan siswa dalam bentuk sikap,

pikiran, perhatian dalam suatu kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses

belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Belajar dengan

permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa

dapat belajar lebih santai di samping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran,

persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Usaha ini salah satunya ditunjang dengan

metode sebagai salah unsur yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar

karena fungsinya sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan

sebagai alat untuk mencapai tujuan (Djamarah & Zain, 2010: 72) guna mewujudkan

hal tersebut dibutuhkan strategi dan metode dalam belajar untuk menciptakan

perubahan dan mencapai tujuan dari belajar itu sendiri. Salah satu model yang

digunakan adalah Teams Games Tournament (TGT).

Model TGT cocok digunakan dalam pembelajaran matematika karena

memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dalam proses pembelajaran dengan

saling berdiskusi menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan dalam kelompok masing-

masing. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran matematika bahwa seiring

perkembangan matematika yang begitu pesat serta diperlukannya matematika dan

pola pikirnya dalam berbagai bidang, maka guru perlu secara sengaja merancang

pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan nilai-nilai edukatif dalam

matematika secara aktif kepada siswa. Perencanaan pembelajaran yang demikian

menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-design. Guru

secara sengaja mendesain pembelajaran matematika yang memungkinkan di

dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh kembangnya

kepribadian siswa.

Steve Parson (Slavin, 2010: 167) menyatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TGT yang mempunyai ciri khas games dan tournament ini

menciptakan warna yang positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa

11

terhadap permainan tersebut. Model ini dapat membuat peserta didik tidak merasa

bosan sehingga dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari hasil belajarnya.

Dian Rizki dan Rachman, A (2013:2), menyatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TGT adalah model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa

sebagai tutor sebaya, mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan

semangat belajar dan mengandung reinforcement. Selanjutnya dipaparkan Slavin,

Robert E (2005:163), menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT

menggunakan permainan akademik. Para ahli Frank Lyman dan Spencer Kagan

(Anita Lie, 2002:56), menyatakan bahwa Model TGT (Teams Games Tournament)

mengandung kegiatan-kegiatan bersifat permainan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas mengenai pengertian TGT, dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran

kooperatif yang mengandung unsur permainan akademik yang mengandung

reinforcement dan melibatkan siswa sebagai turor sebaya.

2.1.2.1 Tahap-tahap Pembelajaran

Menurut Slavin (2010: 166) model pembelajaran kooperatif tipe Teams

games tournament (TGT) memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut.

1. Presentasi kelas (class precentation).

Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran yang

diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini

berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan

oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam mengikuti game dan

turnamen.

2. Kelompok (teams).

Kelompok terdiri dari empat sampai lima orang yang heterogen misalnya

berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika memungkinkan suku, ras,

atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk

meyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan semua anggota

mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan sebaik-baiknya.

12

Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan hal yang terbaik bagi

kelompoknya dan adanya usaha kelompok melakukan untuk membantu anggota

kelompoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik dan

menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara siswa dan meningkatkan percaya

diri.

3. Permainan (game).

Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetes

siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok. Game dimainkan

dengan meja yang berisi tiga siswa yang mewakili tiga kelompok yang berbeda.

Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha untuk menjawab pertanyaan

sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan pemain untuk menantang

jawaban yang lain.

4. Pertandingan (tournament).

Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat

presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-tugasnya. Untuk

turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa yang

mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian kemampuan

yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan penilaian sistem penilaian

kemampuan perorangan dalam STAD. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi

siswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai

kelompok mereka menjadi terbaik.

Menurut Johnson & Johnson (2001), model TGT ini meliputi tiga tahap, yaitu:

1) Tahap mengajar (teaching)

Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam

kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya saja dari

suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi siswa dalam

belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi tersebut, dan

memberikan petunjuk pelaksanaan model pembelajaran TGT termasuk

13

pembentukan kelompok. Tahap ini dapat dilaksanakan dalam satu kali

pertemuan.

2) Tahap belajar dalam kelompok (team study)

Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari materi

pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi

tersebut.Jika ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bertanya

pada guru. Setiap anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya dengan suara

perlahan, sehingga kelompok yang lain tidak terganggu.

3) Tahap Kompetisi (tournament)

Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan anggotanya untuk maju ke meja

kompetisi, di atas meja tersebut telah tersedia kartu.Kemudian siswa mengambil

sebuah kartu dan membacanya keras-keras. Kelompok yang mengambil

pertanyaan tersebut harus menjawab, jika jawaban salah maka kelompok lawan

dapat mengajukan jawabannya.Setiap jawaban kelompok yang benar diberikan

poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlah sebagai skor kelompok.

Selanjutnya menurut Slavin (2010:170) model pembelajaran TGT terdiri dari siklus

regular dari aktifitas pengajaran yaitu:

a) Pengajaran. menyampaikan materi.

b) Belajar tim. Para siswa mengerjakan lembar-kegiatan dalam tim mereka untuk

menguasai materi.

c) Turnamen. Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang

homogen, dengan meja turnamen 3-5 peserta.

14

Adapun alur penempatan peserta turnamen menurut Slavin (2010: 168) dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alur Penempatan Peserta Turnamen

Slavin (2010) menyatakan bahwa dalam pengimplementasian model

pembelajaran TGT, yang harus diperhatikan yaitu:

1. Pembelajaran terpusat pada siswa

2. Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi

3. Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan

persoalan)

4. Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim

5. Dalam kompetisi diterapkan sistem point

6. Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan

dalam kinerja akademik

7. Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang

diterbitkan secara mingguan

8. Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal

Tournamen 2 Tournamen 1 Tournamen 4 Tournamen 3

15

9. Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.

Memperhatikan langkah-langkah di atas diharapkan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat menjadi salah satu model

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,

menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang

diharapkan. Sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Adapun langkah-

langkah TGT yang diterapkan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1) Guru melakukan presentasi kelas untuk menerangkan materi yang diajarkan

2) Guru membagi siswa dalam kelompok secara heterogen untuk kegiatan tim

3) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim

4) Guru mengkondisikan kelas untuk kegiatan game dan tournament. Pada kegiatan

tournament siswa dibagi ke dalam meja tournament berdasarkan kemampuan

akademik.

5) Guru memberikan penilaian

6) Guru memberi penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatife Model TGT

Seperti halnya metode pembelajaran yang lain TGT juga mempunyai kelebihan

dan kekurangan.

1) Kelebihan TGT

Keunggulan implementasi model TGT dapat dicapai apabila kondisi

pembelajaran dapat diciptakan secara efektif, di antaranya adalah :

a) Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan adanya kegiatan kelompok

b) Menumbuhkan sikap sosial siswa

c) Mendukung proses pembelajaran yang menyenangkan dengan adanya kegiatan

games.

d) Kegiatan tournament membuat siswa belajar berkompetisi secara adil dan jujur.

16

2) Kekurangan TGT.

Beberapa kekurangan TGT yang kemungkinan perlu diantisipasi oleh guru

diantaranya adalah:

a) Bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang banyak

b) Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal

turnamen.

c) Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah.

2.1.3 Pengertian belajar dan pembelajaran

2.1.3.1 Pengertian Belajar

Slameto (2003:13) menyatakan belajar merupakan suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru,

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Untuk mendapatkan sesuatu seseorang harus melakukan usaha agar

apa yang di inginkan dapat tercapai. Usaha tersebut dapat berupa kerja mandiri

maupun kelompok dalam suatu interaksi. Adapun Syah (2006: 109) mendefinisikan

belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap

sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses

kognitif. Dari berbagai pengertian belajar tadi dapat ditarik pengertian bahwa belajar

merupakan suatu usaha yang menyebabkan perubahan mental secara keseluruhan

yang bersifaf positif dan menetap.

Dewasa ini belajar sering diasosiasikan dengan kegiatan pendidikan di sekolah,

yaitu dalam proses belajar mengajar/pembelajaran di kelas. Menurut Usman (2008:

12) pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru

sebagai pemegang peranan utama. Pembelajaran merupakan suatu proses yang

mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik

yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut

Mulyana (2008:17), pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang

sistematis dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan

belajar membelajarkan. Teori Vygotsky, yang dikutip oleh Daniel Muijs dan David

17

Reynolds percaya bahwa interaksi anak dengan orang lain melalui bahasalah yang

paling kuat mempengaruhi tingkat pemahaman konseptual yang dapat dicapai anak.

Jadi bagi Vygotsky, cooperation (kerja sama)lah yang menjadi dasar belajar.

Vygotsky sangat percaya bahwa kita dapat belajar dari orang lain baik yang seumur

maupun yang lebih tua dan memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah inti dari

sebuah pendidikan sebagai upaya yang sistematis yang mengandung interaksi dengan

orang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran dan merubah tingkah laku akibat dari

kegiatan belajar yang telah dilakukan secara berkelompok. Perubahan itu hasil yang

telah dicapai dari proses belajar.

2.1.3.2 Hasil belajar

Menurut Widiyoko, Eko Putro (2009:1), mengemukakan bahwa hasil belajar

terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan menuju

evaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Hasil belajar merupakan segala

upaya yang menyangkut aktivitas otak (proses berpikir) terutama dalam ranah

kognitif, afektif,dan psikomotor. (Arikunto,2003:114-115). Bloom (Suprijono,

2012:6), mengatakan bahwa: hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,

dan psikomotorik. Domain kognitif meliputi: knowledge (pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application

(menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis

(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk, bangunan baru), dan evaluation

(menilai). Domain afektif meliputi: receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization

(karakterisasi). Sedangkan domain psikomotor meliputi keterampilan produktif,

teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai definisi hasil belajar di atas,

dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah angka yang diperoleh untuk mengukur

18

kemampuan yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diukur

dengan teknik tes dan non-tes.

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk memberikan masukan atau informasi

secara komprehensif tentang hasil belajar siswa mulai dari proses pembelajaran

hingga hasil akhir pembelajaran. Evaluasi proses belajar adalah evaluasi atau

penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung (Wardani,

Naniek Sulistya dkk, 2010). Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang

dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar

peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan

secara berkesinambungan. (Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto, 2012:51).

Berikut dibawah ini dijelaskan mengenai jenis-jenis evaluasi pembelajaran

menurut Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto (2012:6):

Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran

Jenis-jenis evaluasi pembelajaran dibedakan menjadi 5 dan diuraikan sebagai

berikut:

1. Evaluasi Formatif Yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan,

tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang telah

dicapai peserta didik.

2. Evaluasi Sumatif Yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur

wulan, semester atau tahun ajaran) seperti ujian umum.

3. Evaluasi Diagnostik Yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan peserta didik dan

faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya.

4. Evaluasi Penempatan Yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan peserta didik sesuai

dengan bakat, minat,dan kemampuannya, misalnya pemilihan jurusan.

5. Evaluasi Seleksi Yakni penilaian yang ditujukan untuk memillih orang yang paling tepat

pada kedudukan atau posisi tertentu.

19

Prinsip Evaluasi Pembelajaran

Permendikbud No. 23 tahun 2016 menyebutkan bahwa ada beberapa prinsip

penilaian hasil belajar

a) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

b) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

c) adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,

budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

d) Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

e) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

f) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang

sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta

didik.

g) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

h) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

i) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung jawabkan, baik dari segimekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya

Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tentulah merupakan hasil dari

pengamatan dan pengukuran guru terhadap apapun yang dilakukan peserta didiknya

sehari-hari. Menurut Allen dan Yen (1979) dalam Wardani, Naniek Sulistya dan

Slameto (2012:2), pengukuran yang dilakukan dimaksudkan sebagai penetapan angka

dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu.

Dalam kegiatan pengukuran, diperlukannya instrumen atau alat-alat yang

membantu dalam proses pengukuran. Adapun instrumen atau alat-alat yang

digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik seperti tes, lembar observasi,

panduan wawancara, sikap skala dan angket. Dalam perencanaan menyusun

instrumen evaluasi hasil belajar, yang perlu dilakukan adalah menyusun kisi-kisi/blue

print dan menentukan KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal. Kisi-kisi (testblue print

20

atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan butir-butir

pernyataan/pertanyaan yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai tujuan

belajar berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan sikap atau

psikomotor tertentu. Penyusunan kisi-kisi digunakan untuk pedoman menyusun atau

menulis soal menjadi perangkat tes. Demikian, dari tes tersebut akan diperoleh skor

pengukuran yang digunakan sebagai dasar evaluasi, selanjutnya skor yang diperoleh

dari tes tersebut diupayakan dapat mencapai hasil minimal sesuai dengan KKM.

KKM merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik

mencapai ketuntasan dan harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai.

Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga

dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus).Angka maksimal 100 merupakan

kriteria ketuntasan ideal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20

Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang

ditentukan oleh satuan pendidikan.

Teknik yang digunakan dalam penilaian pembelajaran untuk mengukur hasil

belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan teknik tes dan teknik nontes.

Teknik Tes

Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

memperoleh informasi tentang trait atu sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir

pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

(Suryanto Adi, dkk., 2009). Sama halnya dengan pendapat Poerwanti, Endang

(2008:1-5) mengatakan bahwa tes merupakan seperangkat tugas yang harus

dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk

mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang

dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Adapun menurut

Arikunto dan Jabar (2004) mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur

yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara

atau aturan yang telah ditentukan.

21

Mendasarkan pada beberapa pendapat ahli mengenai pengertian tes di atas,

dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat berisi pertanyaan yang direncanakan

untuk mengukur pemahaman siswa dengan menggunakan cara dan aturan tertentu.

Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukan oleh Poerwanti, Endang

(2008:4-9) sebagai berikut:

Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

1. Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun

jawabannya.

2. Tes lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam

bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu

penyelenggaraan tes yang baku, karena itu hasil dari tes lisan biasanya tidak

memiliki informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.

3. Tes unjuk kerja Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian

kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya

1. Tes Esai (Essay-type Test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntuk siswa mengorganisasikan gagasan-

gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya

dalam bentuk tulisan.

2. Tes Jawaban Pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta

menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi memberikan jawaban-

jawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas

maupun angka-angka.

3. Tes objektif Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk

menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes

pilihan jawaban (selected response tes).

Teknik Nontes

Wardani, Naniek S. dan Slameto (2012:7-11), mengatakan bahwa: teknik

nontes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau

salah. Instrumen nontes dapat berbentuk kuesioner atau inventori.Kuesioner berisi

sejumlah pertanyaan atau pernyataan.Sedangkan inventori merupakan instrumen

22

yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta

didik.

Teknik tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan

psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada

beberapa macam teknik nontes menurut Poerwanti, Endang (2008:3-19 3-31) yaitu:

1. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan

secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang

untuk mengamati unjuk kerja dan kemampuan belajar siswa, maupun observasi informal

yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara

lisan dan spontan, tentang kawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.

3. Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data

deskriptif.Teknik ini biasanya berupa angket sikap (attitude questionnaires).

4. Work sample analysis (analisa sampel kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam

pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengena kesalahan atau jawaban benar yang

sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola dan lain sebagainya.

5. Task analysis (analisis tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills

dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills

yang diperlukan.

6. Checklists dan rating scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,yang sulit

dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif,

tergantung format yang dipergunakan.

7. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu

yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.

23

8. Komposisi dan presentasi

Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.

9. Proyek individu dan Kelompok

Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk

individu maupun kelompok.

2.1.4 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

2.1.4.1 Pengertian PTK

Arikunto (2006) menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

merupakan suatu pencermataan dari kegiatan pembelajaran yang berupa sebuah

tindakan dan sengaja dilakukan di dalam kelas. Lebih lanjut Arikunto menjelaskan

bahwa PTK merupakan kegiatan ilmiah yang terdiri dari Penelitian-Tindakan-Kelas,

dengan definisi Penelitian menurut Arikunto adalah kegiatan pengamatan suatu obyek

yang sesuai aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi dalam rangka

peninkatan mutu suatu hal yang dirasa penting oleh peneliti. Selanjutnya pengertian

Tindakan menurut Arikunto adalah suatu kegiatan yang sengaja dilakukan dengan

tujuan tertentu, kegiatan tersebut berbentuk rangkaian siklus. Arikunto juga

menjelaskan pengertian Kelas sebagai kelompok peserta didik yang sama dan

menerima pelajaran yang sama dari seorang pendidik.

Suhardjono (2007) memaparkan bahwa PTK merupakan penelitian tindakan

yang dilakukan di ruang kelas dan bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan

mutu dari proses maupun praktik pembelajaran. Sejalan dengan pengertian tersebut

Kunandar (2008) menjelaskan PTK sebagai kegiatan yang dilakuakn pendidik atau

bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk meningkatkan

atau memperbaiki mutu dari proses pembelajaran yang berlangsung di kelas.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan

penelitian yang sengaja dirancang untuk dapat memperbaiki atau mengatasi

permasalahan yang terjadi di kelas. PTK dalam penelitian ini merupakan jenis PTK

kolaborasi, adapun kolaborasi yang dilakukan adalah kolaborasi dengan guru kelas V

24

di SDN Sidorejo Kidul 03. Kolaborasi yang dilakukan antara lain, peneliti merancang

dan menyiapkan segala instrumen yang akan digunakan dalam PTK. Selanjutnya

guru memberikan masukan sehingga instrumen yang dirancang sesuai dengan kondisi

kelas dan dapat digunakan. Pada penelitian ini peneliti akan mengajar dan guru kelas

V akan memberikan penilaian pada lembar observasi guru dan siswa. Lembar

observasi diisi oleh guru dengan tujuan hasilnya sesuai dengan keadaan, bukan dari

sudut pandang peneliti sendiri.

2.1.4.2 Tujuan PTK

Suhardjono (2007: 61) mengatakan bahwa tujuan penelitian tindakan kelas itu

adalah :

a) Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran

disekolah

b) Membantu tenaga kekependidikan lainnya mengatasai masalah pembelajaran dan

pendidikan di dalam kelas.

c) Meningkatkan sikap professional pendidik dan tenaga kependidikan

d) Menumbuh-kembangkan budaya akademik dilingkungan sekolah sehingga

tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan

pembelajaran secara berkelanjuta (sustainable)

Menurut Santyasa (2007), tujuan PTK digolongkan dalam dua tujuan yakni

tujuan utama dan tujuan sertaan. Adapun tujuan utama adalah (1) melakukan

perbaikan dan peningkatan layanan pendidik dalam menangani proses pembelajaran.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis

kondisi, kemudian mencoba secara sistematis berbagai model pembelajaran alternatif

yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan masalah pembelajaran.

Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan, melaksanakan tindakan, melakukan

evaluasi, dan refleksi. (2) Melakukan pengembangan keterampilan. Tujuan ini

dilandasi oleh tiga hal penting, (1) kebutuhan pelaksanaan tumbuh dari pendidik

sendiri sesuai dengan permasalahan yang dialami di kelas, bukan karena ditugaskan

25

oleh orang lain ataupun pihak lainnya, (2) proses latihan terjadi secara hand-

on dan mind-on, tidak dalam situasi artifisial, (3) produknyas adalah sebuah nilai,

karena keilmiahan segi pelaksanaan akan didukung oleh lingkungan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa

peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk

memecahkan masalah pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Penelitian tersebut

antara lain penelitian yang dilakukan oleh Korayanti (2013) yang berjudul

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)

untuk meningkatkan prestasi belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa kelas IV

SD Negeri Mancasan Gamping Sleman Yogyakarta pada materi Sumber Daya Alam

dan Pemanfaatannya dalam Kegiatan Ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pada siklus yang pertama, sebanyak 63,33% siswa berhasil memperoleh nilai rata-rata

60,37. Adapun pada siklus yang kedua 80% siswa memperoleh nilai dengan rata-rata

69,90. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas 4

Sekolah Dasar Negeri 01 Macanan dalam meningkatkan prestasi belajar IPS.

Keunggulan dari penelitian ini yaitu terciptanya kerjasama diantara siswa yang lain

atau anggota kelompok yang lain, sedangkan kelemahannya yaitu masih belum bisa

sepenuhnya mengaktifkan siswa, Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan ini

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diharapkan

meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2007) yang berjudul model pembelajaran

kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) sebagai upaya meningkatkan

keaktifan belajar matematika siswa pada pokok bahasan peluang dan statistika di

smp negeri 4 depok yogyakarta kelas IX C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

keaktifan belajar matematika siswa setelah dilakukan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) menunjukkan bahwa rata-rata

26

seluruh aspek keaktifan belajar matematika siswa kelas IX C SMP Negeri 4 Depok

Yogyakarta pada pokok bahasan Peluang dan Statistika mengalami peningkatan. Hal

ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil rata-rata persentase lembar

observasi keaktifan belajar siswa untuk tiap siklus, yaitu pada siklus I keaktifan siswa

sebesar 61,17% untuk siklus II sebesar 71,11%. Selain itu hasil dari angket respon

siswa terhadap pembelajaran juga meningkat yaitu sebesar 63% pada siklus I dan

sebesar 70,11% pada siklus II. Keunggulan dari penelitian ini yaitu terciptanya

aktualisasi bersaing secara seimbang antar siswa, sedangkan kelemahannya yaitu

masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan siswa, Oleh karena itu, penelitian yang

akan dilakukan ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang

diharapkan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Mencermati keberhasilan yang ditujukkan oleh penelitian-penelitian terdahulu

maka peneliti menerapkan model TGT dalam pembelajaran matematika untuk

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V di SDN Sidorejo Kidul 03. Adapun yang

membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian lainnya adalah subyek

penelitian. Penelitian ini bersubyek pada siswa kelas V di SDN Sidorejo Kidul 03.

Selain itu materi yang diajarkan juga berbeda di mana dalam penelitian ini materi

yang diajarkan adalah operasi hitung bilangan bulat.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran matematika dikelas SD Negeri

Sideroje Kidul 03 yang berpusat pada guru. Guru belum memberikan kegiatan yang

bisa membuat siswa berinteraksi dalam pembelajaran sehingga menyebabkan siswa

bosan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Hasil belajar dalam proses pembelajran

tersebut tidak masksimal. Ketuntasan belajar hanya mencapai 56.25%, ini

menunjukkan hampir setengah dari jumlah keseluruhan siswa mendapat nilai di

bawah KKM.

Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan hasil

belajar matematika siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan

27

perbaikan proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif

TGT (Teams Games Tournament). Pada TGT terdapat kegiatan Tim yang dapat

menumbuhkan rasa kerjasama antar siswa dalam kelompok, selanjutnya kegiatan

games melatih siswa untuk memiliki tanggung jawab pribadi dengan permainan yang

menyenangkan, kegiatan turnamen melatih siswa untuk berkompetisi secara

seimbang. Melalui upaya tersebut maka pembelajaran dapat menjadi lebih

menyenangkan, dengan demikian kualitas pembelajaran dikelas 5 SD Negeri Sidorejo

Kidul 03 dapat dikatakan meningkat. Berdasarkan uraian diatas, kerangka berpikir

pada penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan Peningkatan Hasil Belajar

Matematika Melalui Model Pembelajaran TGT sebagai berikut.

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Team Games Tounament (TGT)

Model TGT

Hasil belajar

Butir Soal

Presentasi kelas :pemberian materi guru kepada siswa

Tim : untuk menumbuhkan rasa kerjasama antar siswa

dalam kelompok

Games : tanggung jawab pribadi dengan permainan yang

menyenangkan

Tournament : aktualisasi karena bersaing secara seimbang

Skor Tes

KD:

1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran.

1.2 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan dan penaksiran

28

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka berfikir, maka hipotesis tindakan yang diajukan

dalam penelitian ini adalah diduga model pembelajaran TGT dapat meningkatkan

hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Sidorejo Kidul 03 Salatiga semester

1 tahun pelajaran 2016/2017.