Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V...

14
Pendahuluan Salah satu bentuk tingkah laku sosial adalah meningginya agresivitas sebagai reaksi emosi. Meningginya agresivitas ini merupakan bentuk dari tingkah laku sosial dan biasanya terjadi pada saat anak masuk sekolah. Hal ini dikarenakan anak mulai melakukan penyesuaian diri dengan keadaan fisik atau lingkungan baru tempat tinggalnya. Sebagai contoh anak yang terbiasa mendapat perhatian dari orangtuanya kemudian ketika anak masuk sekolah, perhatian dari guru dirasakan kurang jika dibandingkan dengan perhatian yang didapatnya dari orang tuanya. Maka anak akan berperilaku agar mendapat perhatian dari guru, seperti mengganggu temannya saat proses belajar mengajar berlangsung. Perilaku ini dapat dikategorikan sebagai agresivitas. Agresivitas adalah perilaku menyerang orang lain baik secara fisik (non verbal) maupun secara kata-kata (lisan/non verbal). Agresivitas pada kanak-kanak ini dapat berupa perilaku seperti memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah bahkan mencaci maki. (Yusuf, 2002). Dilihat dari jenis kelamin, agresivitas anak mulai tampak jelas perbedaannya pada masa awal sekolah. Anak laki laki pada umumnya memperlihatkan agresivitas fisik lebih tinggi daripada anak perempuan. Anak perempuan cenderung memperlihatkan agresivitas substansial dalam bentuk agresivitas verbal. Crik (dalam Waasdrop, 2009) mengatakan pula bahwa anak perempuan tidak kurang agresif dibandingkan dengan anak laki- laki, tetapi mereka cenderung untuk kurang terbuka dalam menunjukkan agresivitas mereka secara fisik.

Transcript of Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V...

Page 1: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Pendahuluan

Salah satu bentuk tingkah laku sosial adalah meningginya

agresivitas sebagai reaksi emosi. Meningginya agresivitas ini

merupakan bentuk dari tingkah laku sosial dan biasanya terjadi

pada saat anak masuk sekolah. Hal ini dikarenakan anak mulai

melakukan penyesuaian diri dengan keadaan fisik atau

lingkungan baru tempat tinggalnya. Sebagai contoh anak yang

terbiasa mendapat perhatian dari orangtuanya kemudian ketika

anak masuk sekolah, perhatian dari guru dirasakan kurang jika

dibandingkan dengan perhatian yang didapatnya dari orang

tuanya. Maka anak akan berperilaku agar mendapat perhatian dari

guru, seperti mengganggu temannya saat proses belajar mengajar

berlangsung. Perilaku ini dapat dikategorikan sebagai agresivitas.

Agresivitas adalah perilaku menyerang orang lain baik secara

fisik (non verbal) maupun secara kata-kata (lisan/non verbal).

Agresivitas pada kanak-kanak ini dapat berupa perilaku seperti

memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah

bahkan mencaci maki. (Yusuf, 2002).

Dilihat dari jenis kelamin, agresivitas anak mulai tampak jelas

perbedaannya pada masa awal sekolah. Anak laki laki pada

umumnya memperlihatkan agresivitas fisik lebih tinggi daripada

anak perempuan. Anak perempuan cenderung memperlihatkan

agresivitas substansial dalam bentuk agresivitas verbal. Crik

(dalam Waasdrop, 2009) mengatakan pula bahwa anak

perempuan tidak kurang agresif dibandingkan dengan anak laki-

laki, tetapi mereka cenderung untuk kurang terbuka dalam

menunjukkan agresivitas mereka secara fisik.

Page 2: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Crick & Grotpeter (dalam Leff, 2010) telah meneliti bahwa

anak perempuan dapat lebih bersikap agresif dibandingkan

dengan anak laki-laki. Hal ini didukung oleh Eagly (dalam krahe,

2005) yang menunjukkan bahwa perilaku agresif pada anak

perempuan sama dengan agresivitas yang diperlihatkan laki-laki

bila batasan peran gender yang menghalangi agresivitas ini

dihilangkan. Hariss (dalam Krahe, 2005) mengatakan bahwa anak

perempuan cenderung mudah terpancing emosinya ketika

mendapat ejekan dari temannya. Sedangkan anak laki-laki akan

menjadi agresif ketika mendapat serangan fisik dari orang lain.

Namun hasil penelitian berbeda ditunjukkan oleh Coi, Dodge,

dkk (dalam Utama, 2010), bahwa anak laki-laki pada umumnya

lebih agresif daripada anak perempuan. Ada pembuktian bahwa

anak laki-laki lebih cepat untuk berperilaku agresif bila

dibandingkan anak perempuan untuk mengekspresikan

agresivitas mereka secara fisik. Menurut penelitian Masykouri

(2007), anak laki-laki lebih banyak menampilkan agresivitas,

dibandingkan anak perempuan. Perbandingannya adalah 5

berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan

agresivitas kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak

perempuan.

Dengan adanya perbedaan pendapat dari para peneliti

sebelumnya mengenai agresivitas yang dilakukan pada masa

kanak-kanak akhir baik pada anak perempuan maupun anak laki-

laki serta fenomena tindak kekerasan yang umumnya dilakukan

pada masa kanak-anak akhir, maka penulis tertarik untuk meneliti

Page 3: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

apakah ada perbedaan agresivitas ditinjau dari perbedaan jenis

kelamin pada masa kanak-kanak akhir.

Page 4: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Landasan Teori

Buss dan Perry (1992) yang mengatakan bahwa agresivitas

adalah keinginan untuk menyakiti orang lain, untuk

mengekspresikan perasaan negatifnya seperti permusuhan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Breakwell (dalam Priliantini,

2008) juga menjelaskan agresivitas sebagai bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan orang lain yang

memiliki kemauan yang bertentangan dengan orang tersebut.

Menurut Buss & Perry (1992) ada 4 aspek penyebab

agresivitas, yaitu kemarahan, permusuhan, agresi verbal, dan

agresi fisik. Ditambahkan pula oleh santrock (2003), faktor-faktor

yang mempengaruhi agresivitas adalah identitas diri, kontrol diri,

usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di

sekolah, kehidupan dalam keluarga pengaruh teman sebaya, kelas

sosial ekonomi dan kualitas tingkatntempat tinggal.

Masa kanak-kanak akhir, menurut Hurlock (1997), adalah

masa yang berlangsung dari umur 6-12 tahun. Pada usia ini anak

memasuki dunia sekolah dimana akan terjadi perubahan besar

pola kehidupan anak. Hal ini juga didukung oleh Yusuf (2002)

yang mengatakan bahwa tingkat usia ini merupakan permulaan

masa sekolah dan hal ini berlangsung antara umur 6-12 tahun

(masa usia sekolah dasar atau masa kanak-kanak akhir).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Bierman, et.al

(2008) melakukan penelitian di Amerika pada dua sekolah yang

berbeda dengan tingkat perilaku agresif sama. Dengan penelitian

tersebut, Thomas dan Bierman menyimpulkan perilaku agresif

anak mulai ditunjukkan pada awal masuk sekolah dasar dan

Page 5: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

perilaku ini dapat mengganggu proses belajar di sekolah. Hal ini

didukung oleh Patterson (dalam Kempes, 2008), anak SD

berperilaku agresif karena mereka memiliki masalah di rumah

mereka. Masalah di rumah ini kemudian mereka generalisasikan

ke sekolah, sehingga timbul masalah perilaku di sekolah.

Penelitian Patterson dilakukan pada sebuah sekolah dasar di

Pennysylvania. Hasilnya, anak yang memiliki masalah di

rumahnya, cenderung akan berperilaku agresif (seperti

mengganggu temannya). Mereka akan cenderung kurang dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga kurang

memiliki teman untuk bermain.

Hal ini juga didukung oleh Philip (1968) yang mengatakan

bahwa masalah agresivitas menjadi salah satu permasalahan yang

dihadapi oleh para guru. Dalam penelitiannya, Philip memilih

subjek kelas V SD karena mereka cenderung sudah memiliki

stabilitas emosi, sehingga perilakku mereka akan cenderung

stabil.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Cote,

Vaillancourt, dkk (dalam Close,2009) yang mengatakan perilaku

agresif secara fisik mengalami penurunan frekuensi dari anak

usia dini ke anak SD. Perilaku agresif seperti menggosip dan

kenakalan sosial akan menurun pada masa anak-anak akhir dan

menjadi stabil. Walaupun perilaku agresif ini masih tetap ada,

namun perilaku agresif ini tidak mengalami peningkatan. Hal ini

dikarenakan bahwa pada masa anak-anak akhir, daya pikir anak

sudah berkembang menjadi konkret dan rasional. Pada masa ini,

Page 6: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

anak akan mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol

ekspresi emosinya (yusuf, 2002).

Hal ini didukung pula oleh Crik (dalam Waasdrop, 2009) yang

mengatakan bahwa perempuan tidak kurang agresif dibandingkan

dengan laki-laki, tetapi mereka cenderung untuk kurang terbuka

dalam menunjukkan perilaku agresif mereka secara fisik. Hal ini

dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Dalam

penelitian ini, Crick melihat sikap yang diperlihatkan oleh

perempuan jika mengalami masalah di kantor. Mereka tidak

menyelesaikan masalah mereka dengan fisik, namun mereka

lebih menggunakan agresi verbal seperti menyindir dan

menggosip. Selain itu, Crick & Grotpeter (dalam Leff, 2010)

telah meneliti bahwa anak perempuan dapat lebih bersikap agresif

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan

lebih cepat mengalami ketegangan emosi sehingga menimbulkan

reaksi emosional yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Page 7: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Metode

Partisipan

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah siswa

sekolah dasar Tri Tunggal Semarang Kelas V yang berjumlah

181 siswa.

Pengukuran skala

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket.

Angket yang digunakan adalah angket agresivitas Santisteban dan

Alvarado (2009). Angket agresivitas ini terdiri dari empat aspek,

sesuai dengan Aggression Questionnaire oleh Buss dan Perry

yang penulis jadikan sebagai bahan acuan, yaitu agresif fisik,

agresif verbal, amarah dan permusuhan.

Angket ini terdiri dari 29 item dalam skala likert, yang terdiri

dari pernyataan favorable dan unfavorable di mana setiap item

memiliki empat alternatif jawaban yaitu : sangat setuju (SS),

setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Skoring angket agresivitas untuk pernyataan favorable, pilihan

jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) diberi skor 3,

tidak setuju (TS) diberi skor 2, dan sangat tidak setuju (STS)

diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable, pilihan

jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, setuju (S) diberi skor 2,

tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS)

diberi skor 4.

Page 8: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai perbedaan

perilaku agresif ditinjau dari jenis kelamin pada masa kanak-

kanak akhir, maka diperoleh hasil T hitung sebesar 3.246 dan

nilai signifikansi 0,001 (p ≤ 0,005) yang artinya dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat perilaku agresif yang

signifikan jika ditinjau dari jenis kelamin pada masa kanak-kana

akhir. Tingkat perilaku agresif anak laki-laki lebih tinggi

(44.6977) bila dibandingkan dengan anak perempuan pada masa

kanak-kanak akhir (40.4947).

Santrock (2002) mengatakan bahwa pada masa kanak-kanak

akhir, anak mulai belajar meninggalkan dunia fantasi yang

berlebihan dan mulai belajar memasuki dunia nyata dengan

menunaikan tugas umum dan tugas sosial dengan tanggung

jawab. Saat anak mulai belajar memasuki dunia nyata dan

meninggalkan dunia fantasinya serta bergaul dengan orang-orang

disekitarnya, maka akan terjadi perubahan pada diri anak (baik

perubahan positif maupun negative) yang dapat berpengaruh pula

pada agresifitasnya.

Menurut Taylor (2009), salah satu faktor yang membuat

adanya perbedaan perilaku agresif antara anak laki-laki dan anak

perempuan pada masa kanak-kanak akhir adalah cara

penyelesaian masalah atau konflik sosial yang terjadi dalam

kehidupan sosialisasi mereka. Anak laki-laki cenderung lebih

menggunakan perilaku agresi (agresi fisik) untuk menyelesaikan

masalah mereka. Namun anak perempuan cenderung

menggunakan strategi non agresif. Anak perempuan lebih sering

Page 9: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

mengutarakan perasaan dan permasalahan yang mereka hadapi

secara terbuka.

Hal ini didukung pula oleh hasil yang diperoleh melalui

pembagian skala pengukuran pada siswa-siswi di Sekolah Dasar

Tri Tunggal Semarang. Dari data yang diperoleh dapat dilihat

bahwa rata-rata perilaku agresif fisik anak laki-laki 157,75.

Sedangkan untuk perilaku agresif fisik anak perempuan 154,75.

sehingga dapat dilihat bahwa perilaku agresif anak laki-laki lebih

tinggi bila dibandingkan dengan anak perempuan.

Pengaruh yang berasal dari lingkungan juga dapat

mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku. Baik

llingkungan sekolah, lingkungan rumah maupun lingkungan

masyarakat luas. Dalam keseharian, anak laki-laki cenderung

ingin menunjukkan sisi maskulin yang mereka miliki. Maka kita

akan sering melihat anak laki-laki menyelesaikan permasalahan

yang mereka miliki dengan kekuatan fisik (agresi fisik). Berbeda

dengan anak perempuan yang dituntut untuk menjadi feminism,

maka anak perempuan akan memilih cara yang lebih halus untuk

menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Hal ini sesuai

dengan pendapat dari Taylor (2009).

Pengaruh pola asuh dan kehidupan dalam keluarga juga dapat

mempengaruhi perilaku agresif ada anak. Salah satunya adalah

cara mendidik anak. Anak laki-laki cenderung dididik untuk

menjadi lebih mandiri dan kuat dalam kehidupan sehari mereka.

Karena anak laki-laki cenderung maskulin. Hal ini berbeda

dengan anak perempuan yang dididik untuk lebih menonjolkan

sisi feminimnya, lebih halus dalam bertutur kata dan tingkah

Page 10: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

lakunya. Cara mendidik dengan memberikan hukuman fisik, tutur

bahasa orang tua dalam kesehariannya juga dapat memiliki peran

dalam membentuk karakter anak. Anak akan cenderung untuk

meniru apa yang orang tua mereka lakukan (koeswara, 1988).

Page 11: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat

ditarik kesimpulan bahwa:

1. Ada perbedaan agresivitas yang signifikan antara anak

laki-laki dan anak perempuan.

2. Menunjukkan bahwa hasil rata-rata, bahwa tingkat

agresivitas anak laki-laki lebih tinggi anak

perempuan pada masa kanak-kanak akhir.

3. Tingkat agresivitas pada masa kanak-kanak akhir di

Sekolah Dasar Kristen Tri Tunggal termasuk ke

dalam kategori rendah.

Saran

1. Bagi Subjek

Anak dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan

dapat menghargai orang lain. Misalnya dengan tidak

berperilaku agresif terhadap teman, bersikap sopan

terhadap guru, dan tidak bersikapmatau berbicara

kasar terhadap orang lain.

2. Bagi orang tua

Orangtua dapat memberikan contoh yang baik bagi

anak (tidak membedakan antara anak laki-laki dan

anak perempuan). Cara mendidik anak dalam

keluarga sangatlah penting, sehingga disarankan

kepada orang tua jangan melakukan tindakan

Page 12: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

kekerasan fisik (memukul, menendang ) dan verbal

(mencaci, berkata kotor) dalam mendidik anak.

3. Bagi Guru dan sekolah

Guru dan sekolah dapat memberikan bimbingan

optimal dan menerapkan kedisiplinan di dalam dan di

luar sekolah tanpa membedakan laki-laki dan

perempuan. Serta dapat memberikan contoh yang

baik untuk dapat dijadikan teladan bagi anak.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat memperluas permasalahan

perbedaan agresivitas pada masa kanak-kanak akhir.

Misalnya menambahkan faktor-faktor yang dapat

menyebabkan munculnya agresivitas pada anak.

Page 13: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

Daftar pustaka

Buss,A.H & Perry, M. (1992). The Aggression Questionnaire.

Journal of personality dan social psychology vol 63,

no 3, hal 452-459. The American Psychological

Assosiation.

Buss,A.H & Perry, M. (2007). The generalizability of the Buss-

Perry Aggression Questionnaire. International

journal of metods in psychiatric research. res 16:124-

136.published online in wiley interscience.

Close,D & Ostrov,M.( 2009). A Longitudinal Study of Forms

and Functions of Aggressive Behavior in Early

Childhood. Society for Research in Child

Development. Vol 80, Number 3, 828–842

Hurlock,E,B.(1997) Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih Bahasa :

Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta : Erlangga.

Kempes,M.M & Sterck.M.(2008). Conflict management in 6–8-

year-old aggressive Dutch boys: do they

reconcile?.Department of Developmental Psychology,

Utrecht University, Heidelberglaan. Behaviour 145,

1701-1722

Mesman,J. & Alink,L.(2008). Observation of Early Childhood

Physical Aggression: A Psychometric Study of the

System for Coding Early Physical Aggression.

Department of Developmental Psychology, Vrije

Universiteit Amsterdam. Vol 34,539-552

Philip, N.B. (1968). Problem behaviour in the elementary school

society for researh in child development. Inc. Child

Development, 1968, 39, 895-903.

Priliantini, A. (2008). Hubungan antara gaya menejemen konflik

dengan kecenderungan perilaku agresif narapidana

usia remaja di lapas pria tanggerang. Psikologi

Page 14: Agresivitas ditinjau dari jenis kelamin di kelas V SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/562/2/T1_802007021_Full... · fisik (non verbal) ... agresiv. itas. mereka secara fisik.

edukasi. Jurnal pendidikan psikologi konseling vol 6

hal 10-20.

Santisteban, C. & Alvarado, M.J. (2009). The Aggression

Questionnaire for Spanish Preadolescents and

Adolescents: AQ-PA. The Spanish Journal of

Psychology 2009, Vol. 12, No. 1, 320-326

Santrock. J.W. (2003). Adolence : Perkembangan remaja.

Jakarta:Erlangga.

Stephen.L. & Waasdrop,E.T. & Paskewich,B. & Gullan,L.R.

(2010). The Preventing Relational Aggression in

Schools Everyday Program: A Preliminary

Evaluation of Acceptability and Impact. School

Psychology Review.Volume 39, No. 4, pp. 569–587

Taylor,E.S. & Peplau,A.L. & Sears,O.D. (2009). Psikologi Sosial

edisi 12. Jakarta : Kenana Prenada Media Group.

Thomas,E.D. & Bierman,L.K. & Thompson.C. & Powers, J.C.

(2008). Double Jeopardy: Child and School

Characteristics That Predict Aggressive-Disruptive

Behavior in First Grade. School Psychology Review,

Volume 37, No. 4, pp. 516–532

Waasdrop,E.Tracy. & Bradshaw,P.C. (2009). Child and Parent

Perceptions of Relational Aggression Within Urban

Predominantly African American Children’s

Friendships: Examining Patterns of Concordance.

Journal Child Fam Study, 18:731–745

Yusuf.S.H.(2002). Psikologi perkembangan anak dan remaja.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.