BAB II HT

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Definisi Menurut Joint National Committee 7 (JNC VII) (2003), hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, sedangkan menurut WHO tahun 1999, hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mm Hg sistolik dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak menggunakan anti hipertensi. 4 2.1.2 Epidemiologi Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat diseluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%. 2 Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan bagi mereka yang 3

description

medic

Transcript of BAB II HT

Page 1: BAB II HT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Menurut Joint National Committee 7 (JNC VII) (2003), hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau

tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, sedangkan menurut WHO

tahun 1999, hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140

mm Hg sistolik dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada

seseorang yang tidak menggunakan anti hipertensi.4

2.1.2 Epidemiologi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua

golongan masyarakat diseluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita

hipertensi terus bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa

Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%,

Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi

berkisar 6-15%.2

Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa

adanya hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak

adanya gejala atau dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita

hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ

tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung),

ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya. Sehingga, hipertensi disebut

sebagai silent killer.2

Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang

tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena

stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih

besar terkena serangan jantung 4-7 kali. 5

2.1.3 Etiologi

3

Page 2: BAB II HT

4

Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial dan sekunder.

Sebanyak 90 % hipertensi esensial dan hanya 10 % yang penyebabnya

diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh darah, dan kelainan

hormonal.6

1) Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan

hipertensi essensial (hipertensi primer). Beberapa mekanisme yang

mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah

diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan

patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun

temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan

bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis

hipertensi primer.6,7

2) Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder

dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi

renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular

adalah penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu,

baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi

atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah.6,4

2.1.4 Faktor Resiko

Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko

yang reversible dan irreversibel. Faktor risiko yang irreversibel adalah usia,

ras Afrika-Amerika, dan riwayat keluarga yang memiliki hipertensi.

Sedangkan faktor risiko yang bersifat reversible adalah prehipertensi, berat

badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung

natrium tinggi, merokok, dan sindroma metabolik.8

1. Usia

Tekanan darah meningkat seiring dengan berjalanya usia. Tekanan

sistolik meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan diastolik

Page 3: BAB II HT

5

tidak berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merpakan

jenis hipertensi yang paling ditemukan pada orang tua.8

2. Ras Afrika-Amerika

Hipertensi lebih sering terdapat pada ras AFrika-Amerika

dibandingkan dengan orang kulit putih, dan pada kedua ras tersebut

biasanya lebih banyak pada golongan sosioekonomi rendah. 8

3. Berat Badan Berlebih

Semakin tinggi berat badan, semakin banyak darah yang dibutuhkan

untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Volume

darah meningkat di dalam pembuluh darah dan terjadi peningkatan

tekanan dinding arteri.8

4. Kurang Aktivitas

Orang yang kurang aktivitas cenderung memiliki denyut jantung yang

lebih banyak. Semakin tinggi denyut jantung, semakin berat jantung

harus bekerja pada setiap kontraksi dan lebih kuat tekanan pada

arteri.8

5. Konsumsi Tinggi Natrium

Konsumsi makanan yang mengandung banyak natrium dapat

menyebabkan tertahannya air di dalam pembuluh darah, sehingga

meningkatkan tekanan darah. Kalium membantu menyeimbangkan

banyaknya natrium di dalam sel. Jika kurang mengkonsumsi natrium,

maka akan banyak terakumulasi natrium di dalam darah.8

6. Merokok

Zat-zat kimia pada rokok dapat menyebaban kerusakan pada dinding

arteri yang menyebabkan penyempitan arteri sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah.8

7. Sindroma Metabolik

Sindroma metabolik didefinsikan sebagai jika tiga dari criteria

terpenuhi: lingkar perut membesar (pria: > 100 cm, wanita: 90 cm),

gula puasa darah terganggu (normal < 126 md/dl), peningkatan

tekanan darah 130/85 mmHg, trigliserida plasma 150 mg/dl, atau

kolesterol HDL <40 mg/dL ,<50 mg/dL pada wanita. Di hipotesiskan

Page 4: BAB II HT

6

bahwa resistensi insulin mungkin merupakan patofisiologi teradinya

sindroma metabolik.8

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok

normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.7

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah JNC 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99Hipertensi Stadium II ≥160 atau ≥ 100

2.1.6 Manifestasi Klinis Hipertensi

Gejala yang paling sering muncul adalah nyeri kepala. Hipertensi

yang meningkat dengan cepat dapat menimbulkan gejala seperti somnolen,

bingung, gangguan penglihatan, mual dan muntah.9

Pada aldosteronism primer, pasien merasakan lemas otot, polyuria,

dan nocturia karena hipokalemia. Hipertensi kronik sering menyebabkan

pembesaran jatung kiri, yang dapat menimbulkan gejala sesak napas yang

berhubungan dengan aktivitas dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

Keterlibatan cerebral karena stroke yang disebabkan oleh trombosis atau

hemoragik dari mikroaneurisma.9

2.1.7 Patofisiologi

Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah

yang dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (Cardiac Output) dan

tonus dari arteri (peripheral resisten). Faktor-faktor ini menentukan

besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi cardiac

output dan resistensi perifer. Hipertensi terjadi karena kelainan dari salah

faktor tersebut. 10

Page 5: BAB II HT

7

Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac

output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan

cairan (preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf

simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak

meningkat yaiutu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. 10

Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi

karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload,

sehingga meningkatkan cardiac output. 10

2.1.8 Penegakan Diagnosis

Menurut European Society of Hypertension (ESH) dan European

Society of Cardiology (ESC) 2007, prosedur diagnosa hipertensi terdiri atas:

pemeriksaan tekanan darah, identifikasi faktor resiko, dan pemeriksaan

adanya kerusakan organ dan penyakit lain yang terjadi bersamaan atau

menyertai keadaan klinis yang ada.

1) Anamnesis

Dari anamnesis dapat kita peroleh keterangan-keterangan dari

pasien. Pada kasus hipertensi kita dapat memperoleh hal yang penting

dari anamnesis seperti:

a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

b. Indikasi adanya hipertensi sekunder

1. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

2. Adanya penyakt ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria,

pemakaian obat – obat analgesic dan obat/bahan lauin

3. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi

(feokromositoma)

4. Episode lemah otot dan tetani (alosteronisme)

c. Faktor – faktor risiko :

1. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau

keluarga pasien

2. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya

3. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya

4. Kebiasaan merokok

Page 6: BAB II HT

8

5. Pola makan

6. Kegemukan

d. Gejala kerusakan organ

1. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attacks, deficit sensoris atau motoris

2. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

3. Ginjal : poliuri, nokturia, hematuria

4. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten

2. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

3. Faktor – faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan

2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah

dikedua lengan.mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan

neurologi, payah jantung kongestif, diseksiaorta ).Palpasi denyut nadi di

keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit

pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.

3) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menentukan adanya

penyakit penyerta sistemik, yaitu :

a. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)

b. Diabetes (melalui pemeriksaan gula darah)

c. Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta

memperkirakan laju filtrasi glomerulus)

2.1.9 Penatalaksanaan

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis

penatalaksanaan:12

1. Penatalaksanaan Farmakologis

Page 7: BAB II HT

9

Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan

darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya

komplikasi. Pengobatan ini adalah pengobatan jangka panjang dengan

kemungkinan besar untuk seumur hidup.

Tabel 3 Klasifikasi dan Tatalaksana Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi

tekanan darah

TDS

mmHg

TDD

mmHg

Perubahan

gaya hidup

Terapi obat awal

Tanpa Indikasi

yang Memaksa

Dengan Indikasi

yang Memaksa

Normal <120 Dan < 80 Dianjurkan

Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89 Ya Tidak ada obat

antihipertensi

yang dianjurkan

Obat-obatan

untuk compelling

indication

Hipertensi

Stadium 1

140-159 Atau 90-99 Diuretika jenis

thiazide untuk

sebagian besar,

dapat

dipertimbangkan

ACEI, ARB,

BB, CCB, atau

kombinasi.

Obat-obatan

untuk compelling

indications.

Obat

antihipertensi

lainnya

(diuretika, ACEI,

ARB, BB, CCB)

sesuai kebutuhan

Hipertensi

Stadium 2

160 atau 100 Kombinasi 2

obat untuk

sebagian besar

(umumnya jenis

thiazide dan

ACEI atau ARB

atau (BB atau

CCB)

Obat-obatan

untuk compelling

indications.

Obat

antihipertensi

lainnya

(diuretika, ACEI,

ARB, BB, CCB)

Page 8: BAB II HT

10

sesuai kebutuhan

Keterangan:

ACEI : Angiotensin converting enzyme inhibitor BB : Beta blocker

ARB : Angiotensin reseptor blocker CCB : Calcium channel blocker

Tabel 4 Indikasi dan Kontra Indikasi Golongan obat

antihipertensi

No. Golongan Contoh Obat Indikasi Kontra Indikasi

1 ACE Inhibitor

Captopril Hipertensi ringan-berat, gagal Jantung

Stenosis aorta, gagal ginjal, hamil, laktasi.

2 Beta Blocker

Bisoprolol Terapi hipertensi tunggal ataupun kombinasi Syok kardiogenik, gagal

jantung, sinus bradikardi, AV block

Propanolol terapi hipertensi, angina pectoris, ansietas takikardi, disaritmia jantung, profilaksis AMI

Syok kardiogenik, gagal jantung, sinus bradikardi, AV block

3 Calcium Channel Blocker

Amlodipine Terapi hipertensi lini petama, terapi tunggal ataupun kombinasi, angina pectoris, angina stabil,

Hiperensi berat, sensitif terhadap dihidropiridin, angina tak stabil

Nifedipine Hipertensi, angina pectoris kronik stabil, Infark miokard

Syok KV, hamil & laktasi, infark moikard akut

4 Angiotensin Receptor Blocker

Valsartan Hipertensi, gagal jantung, pasca infark miokard

Gagal hati, sirosis hepatis, obstruksi saluran empedu, hamil & laktasi

5 Diuretik Furosemide Edema yang berhubungan dengan gagal jantung kongertif, sirosis hati, peny. ginjal, terapi tambahan pada edema paru akut, hipertensi.

Gangguan fungsi ginjal, oligouria, anuria, hipokalemia, hiponatremia, hipotensi

HCT (Hydrochlorothiazide)

Deuretik, edema, terapi tambahan pada hipertensi

Anuria, dekompensasi ginjal.

2. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Modifikasi kebiasaan hidup dilakukan pada setiap penderita

hipertensi, meskipun cara ini tidak dapat dilakukan sebagai cara

Page 9: BAB II HT

11

tunggal untuk setiap derajat hipertensi, akan tetapi cukup potensial dalam

menurunkan faktor resiko kardiovaskuler dan bermanfaat pula

menurunkan tekanan darah. Disamping itu diharapkan memperbaiki

efikasi obat antihipertensi. Keuntungan lain karena merupakan upaya

penatalaksanaan hipertensi yang murah dengan efek samping minimal.

Menurut JNC 7, modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan

penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut:

a)Menurunkan berat badan (index masa tubuh diusahakan 18,5 - 24,9

kg/m2) diperkirakan menurunkan TDS 5-20 mmHg/10 kg penurunan

berat badan.

b) Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi

makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi

asam lemak jenuh diharapkan menurunkan TDS 8-14 mmHg

c)Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram

NaCI), diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg

d) Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30

menit/hari diharapkan menurunkan TDS 4-9 mmHg

e)Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Mengurangi

konsumsi alkohol 2 gelas ( 30 mL ethanol) per hari pada laki-laki

dan1 gelas per hari pada wanita dan pasien kurus diharapkan dapat

menurunkan TDS 2–4 mmHg

2.1.10 Komplikasi

1. Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan

kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan

hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran

jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.9

2. Otak

Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan

hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena

hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan

Page 10: BAB II HT

12

peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia> 65 tahun. Pengobatan

pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke

hemorgik.9

3. Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering

terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati,

tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika

ada proteinuria. 9

2.1.11 Pencegahan

Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan

pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain dengan cara

sebagai berikut:2

1. Mengurangi konsumsi garam.

2. Menghindari kegemukan (obesitas).

3. Membatasi konsumsi lemak.

Olahraga teratur.

4. Makan banyak buah dan sayuran segar.

5. Tidak merokok dan minum alkohol.

6. Latihan relaksasi atau meditasi.

7. Berusaha membina hidup yang positif.

2.2 Pendekatan Kedokteran Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan

komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran, dan

mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang

generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran

tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula

bahwa dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari

keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan

ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk

menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memerhatikan

Page 11: BAB II HT

13

latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini

bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan

berkesinambungan bagi pasiennya.13

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh

yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di mana

tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan

umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ tubuh atau jenis

penyakit tertentu saja.14

2.2.1 Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga

Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik salah

satunya menurut Ikatan Dokter Indonesia melalui Muktamar ke-18 di

Surakarta tahun 1982 sebagai berikut.13

a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi

sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat

sekitarnya.

b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan

memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna,

jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.

c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan

mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin.

d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan

berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.

e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat

pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

2.2.2 Azas-azas / Prinsip-prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga

Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti

anjuran WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan

untuk dapat meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam

melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip pelayanan atau pendekatan

Page 12: BAB II HT

14

kedokteran keluarga adalah memberikan atau mewujudkan sebagai

berikut.13

a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif

b. Pelayanan yang kontinu.

c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.

d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif.

e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari

keluarganya.

f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan

lingkungan tempat tinggalnya.

g. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.

h. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.

i. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.

2.2.3 Hak dan Kewajiban Dokter Keluarga

1) Hak Dokter Keluarga

Dokter keluarga memiliki hak atau wewenang dalam

menjalankan praktik kedokterannya. Adapun hak atau wewenang

dokter keluarga sebagai berikut.13,15

a. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard;

b. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat;

c. Melaksanakan tindakan pencegahan penyakit;

d. Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer;

e. Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal;

f. Melakukan tindakan prabedah, bedah minor, rawat pascabedah di

unit pelayanan primer;

g. Melakukan perawatan sementara;

h. Menerbitkan surat keterangan medis;

i. Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap; dan

j. Memberikan perawatan di rumah untuk keadaan khusus.

2) Kewajiban Dokter Keluarga

Page 13: BAB II HT

15

Di samping hak atau wewenang yang dimiliki oleh dokter

keluarga, seorang dokter keluarga juga memiliki kewajiban yang

harus diselenggarakan dengan baik. Adapun kewajiban dokter

keluarga sebagai berikut.13,15

a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna,

menyeluruh, dan bermutu guna penampisan untuk pelayanan

spesialistik yang diperlukan;

b. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan

tepat;

c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada

saat sehat dan sakit;

d. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan

keluarganya;

e. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya

peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan

rehabilitasi;

f. Menangangi penyakit akut dan kronik

g. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke

rumah sakit;

h. Tetap bertanggungjawab atas pasien yang dirujuk ke dokter

spesialis atau di rawat di rumah sakit;

i. Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan;

j. Bertindak sebagai mitra, penasikat, dan konsultan bagi pasiennya;

k. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan

pasiennya;

l. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard; dan

m. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran

secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

2.2.4 Kompetensi Dokter Keluarga

Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang

lebih dari lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi

Page 14: BAB II HT

16

inilah yang perlu dilatihkan melalui program pelatihan. Secara garis

besar, kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter keluarga adalah

sebagai berikut.16

a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran

keluarga.

b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan keterampilan

klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga.

c. Menguasai keterampilan berkomunikasi.

d. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien yang

beguna untuk sebagai berikut.

1. Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota

keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko

kesehatan keluarga;

2. secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk

bekerja sama menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan

kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta

pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga; dan

3. dapat bekerja sama secara profesional secara harmonis dalam

satu tim pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.

e. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan klinis.

f. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan

spiritual.

1. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan

memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa

pelayanan untuk menyelesaikan masalahnya; dan

2. Menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga yang

bermutu sesuai dengan standard yang ditetapkan.

g. Memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan

pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi

kesehatan atau Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat/JPKM).

Page 15: BAB II HT

17

Untuk semua memiliki kompetensi tersebut, dokter keluarga

setidaknya telah menjalani standard pendidikan dokter keluarga

sebagai berikut.

a. Paket A : konsep kedokteran keluarga;

b. Paket B : manajemen klinik DK;

c. Paket C : keterampilan klinis; dan

d. Paket D : keluasan wawasan ilmu dan penerapannya

2.2.5 Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter

Layanan Primer

Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat

kesehatan mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat

maupun di kala sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter

keluarga menyediakan program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya

yang sehat, dan program pengobatan atau pemulihan bagi mitranya

yang sedang jatuh sakit. Program ini harus spesifik dan sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal ini dapat dipenuhi bila

pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan Medifa yang

menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan (assessment

– targeting – intervention – monitoring) yang membentuk satu siklus

pelayanan terpadu.13

A. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)

Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya

dengan melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko

dan kodisi kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan

pribadi dari mitranya.

B. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)

Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada

dokter keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang

dimiliki mitranya, sehingga dokter keluarga dapat menyusun

program kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap

mitra.

Page 16: BAB II HT

18

C. Intervensi proaktif (Intervention)

Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,

menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak

mengikuti program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan

kebutuhannya. Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang

sehat dapat tetap sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko

dapat dikurangi kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari,

dan yang saat ini menderita suatu penyakit dapat segera pulih,

dicegah terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan

seminimal mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke

spesialis.

D. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)

Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau

dan dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter

keluarga untuk meningkatkan kualitas program dan memotivasi

mitranya (monitoring).

Upaya pemeliharaan yang sinambung ini dapat dilakukan

berkat penerapan teknologi informasi yang tepat sebagai alat kerja

dokter keluarga.

2.2.6 Bentuk dan Fungsi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami-sitri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu

dengan anak.13

Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam menurut Goldenberg

(1980) sebagai berikut.13

A. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.

B. Keluarga besar (extended family)

Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak

kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut

garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan

Page 17: BAB II HT

19

ataupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat

berasal dari pihak suami atau istri.

C. Keluarga campuran (blended family)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta

anak-anak tiri.

D. Keluarga menurut hukum umum (common law family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam

perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

E. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)

Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah

bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah

menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.

F. Keluarga hidup bersama (commune family)

Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal

bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan

bersama.

G. Keluarga serial (serial family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan

mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan

masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan

pasangan masing-masing, semuanya mengganggap sebagai satu

keluarga.

H. Keluarga gabungan (composite family)

Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-

anaknya atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang

hidup bersama.

I. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)

Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.

Fungsi keluarga di Indonesia menurut PP No. 21 tahun 1994 sebagai

berikut.14

a. Fungsi keagamaan

b. Fungsi budaya

c. Fungsi cinta kasih

d. Fungsi melindungi

Page 18: BAB II HT

20

e. Fungsi reproduksi

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan

g. Fungsi ekonomi

h. Fungsi pembinaan lingkungan

2.2.7 Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)

Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR

keluarga. APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang

digunakan untuk mengukur sehat tidaknya suatu keluarga yang

dikembangkan oleh Rosen, Geyman, dan Leyton. Lima fungsi pokok

yang dinilai dalam tingkat kesehatan keluarga sebagai berikut.13

A. Adaptasi (Adaptation)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima

bantuan yang diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.

B. Kemitraan (Partnership)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi,

turun rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan

suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga

lainnya.

C. Pertumbuhan (Growth)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan

yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan

atau kedewasaan setiap anggota keluarga.

D. Kasih sayang (Affection)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang

serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.

E. Kebersamaan (Resolve)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan

dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.

2.2.8 Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan

A. Penyakit keturunan

Page 19: BAB II HT

21

1. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor

lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya).

2. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan

keluarga).

3. Perlu marriage counseling dan screening

B. Perkembangan bayi dan anak

Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-

fungsi yang sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan

perilaku.

C. Penyebaran penyakit

1. Penyakit infeksi

2. Penyakit neurosis

D. Pola penyakit dan kematian

Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan

dan kematian.

E. Proses penyembuhan penyakit

Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga

dengan fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada

keluarga dengan fungsi keluarga sakit.