BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

12
8 BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi Regional Geologi regional daerah penelitian terdiri dari fisiografi, stratigrafi, tatanan tektonik dan struktur geologi regional. Fisiografi dan stratigrafi regional daerah penelitian diambil dari Geologi Lembar Kotaagung berdasarkan penelitian Amin dkk. (1993). Tatanan tektonik dan struktur geologi daerah penelitian secara umum diambil dari penelitian Pulunggono dkk. (1992). Geologi regional secara spesifik dijelaskan sebagai berikut. II.1.1. Fisiografi Secara fisografi, Geologi Lembar Kotaagung dibagi menjadi lima satuan morfologi, yaitu Satuan Dataran rendah sepanjang tepian bagian barat, Pegunungan dan Perbukitan di bagian barat, tengah dan timurlaut, Perbukitan Bergelombang, Dataran Tinggi dan Kerucut Gunungapi (Amin dkk., 1993) yang diperlihatkan pada Gambar II.1. Satuan Perbukitan Bergelombang tersebar sangat luas hingga 70% dari total luas lahan yang tersusun atas sedimen Tersier, gunungapi Kuarter, batuan terobosan, dan sedikit batuan malihan. Satuan ini memiliki elevasi hingga 750 m diatas muka laut. Daerah penelitian (kotak merah) masuk kedalam Satuan Perbukitan Bergelombang dengan lajur tektonik berada pada Lajur Bengkulu (Gambar II.1). Satuan Pegunungan menempati 20% dari luas total dengan elevasi 7001.500 m diatas muka laut dan disusun oleh batuan beku, malihan dan batuan gunungapi muda dengan lereng curam dan lembah sempit, satuan ini sebagian besar berada di Lajur Bukit Barisan. Satuan Dataran Rendah memiliki topografi bervariasi dengan ketinggian hingga 40 m diatas muka laut dan tersusun atas endapan aluvial dan tuf yang berada di depresi Sesar Semangko dan tepian pantai barat. Satuan Kerucut Gunungapi berada pada Gunung Tanggamus dengan ketinggian 2.102 m, Gunung Rindingan ketinggian 1.608 m dan Gunung Sekincau ketinggian 1.718 m dengan pola aliran sungai radial menempati 5% daerah Lembar Kotaagung (Amin dkk., 1993).

Transcript of BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

Page 1: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

8

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR

II.1. Geologi Regional

Geologi regional daerah penelitian terdiri dari fisiografi, stratigrafi, tatanan tektonik

dan struktur geologi regional. Fisiografi dan stratigrafi regional daerah penelitian

diambil dari Geologi Lembar Kotaagung berdasarkan penelitian Amin dkk. (1993).

Tatanan tektonik dan struktur geologi daerah penelitian secara umum diambil dari

penelitian Pulunggono dkk. (1992). Geologi regional secara spesifik dijelaskan sebagai

berikut.

II.1.1. Fisiografi

Secara fisografi, Geologi Lembar Kotaagung dibagi menjadi lima satuan morfologi,

yaitu Satuan Dataran rendah sepanjang tepian bagian barat, Pegunungan dan

Perbukitan di bagian barat, tengah dan timurlaut, Perbukitan Bergelombang, Dataran

Tinggi dan Kerucut Gunungapi (Amin dkk., 1993) yang diperlihatkan pada Gambar

II.1. Satuan Perbukitan Bergelombang tersebar sangat luas hingga 70% dari total luas

lahan yang tersusun atas sedimen Tersier, gunungapi Kuarter, batuan terobosan, dan

sedikit batuan malihan. Satuan ini memiliki elevasi hingga 750 m diatas muka laut.

Daerah penelitian (kotak merah) masuk kedalam Satuan Perbukitan Bergelombang

dengan lajur tektonik berada pada Lajur Bengkulu (Gambar II.1).

Satuan Pegunungan menempati 20% dari luas total dengan elevasi 700–1.500 m diatas

muka laut dan disusun oleh batuan beku, malihan dan batuan gunungapi muda dengan

lereng curam dan lembah sempit, satuan ini sebagian besar berada di Lajur Bukit

Barisan. Satuan Dataran Rendah memiliki topografi bervariasi dengan ketinggian

hingga 40 m diatas muka laut dan tersusun atas endapan aluvial dan tuf yang berada di

depresi Sesar Semangko dan tepian pantai barat. Satuan Kerucut Gunungapi berada

pada Gunung Tanggamus dengan ketinggian 2.102 m, Gunung Rindingan ketinggian

1.608 m dan Gunung Sekincau ketinggian 1.718 m dengan pola aliran sungai radial

menempati 5% daerah Lembar Kotaagung (Amin dkk., 1993).

Page 2: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

9

Gambar II.1. Peta fisografi dan lajur tektonik lembar Kotaagung (Amin dkk., 1993).

II.1.2. Stratigrafi Regional

Berdasarkan Geologi Regional Lembar Kotaagung, pengendapan batuan di daerah

penelitian terdiri dari dua Zaman pengendapan. Pengendapan yang pertama dimulai

sejak Zaman Tersier Atas–Zaman Neogen (Miosen Akhir hingga Pliosen) yang

mengendapkan Formasi Simpangaur (Tmps) pada Lajur Bengkulu. Pengendapan

kedua dimulai sejak Zaman Kuarter (Plistosen hingga Holosen) yang mengendapakan

Batuan Gunungapi Kuarter Tua (Qv) pada Lajur Barisan.

Lajur Bengkulu merupakan lajur pengendapan yang selaras pada Cekungan Bengkulu.

Cekungan Bengkulu merupakan cekungan depan busur yang terpisah dari Cekungan

Sumatera Selatan akibat pengangkatan Bukit Barisan sejak Zaman Paleogen (Barber

dkk., 2005). Stratigrafi regional daerah penelitian digambarkan dengan kolom

stratigrafi (Gambar II.2) untuk memperlihatkan umur, lajur tektonik pengendapan dan

hubungan pengendapan Formasi Simpangaur dengan endapan Batuan Gunungapi

Kuarter Tua.

Page 3: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

10

Gambar II.2. Stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan Geologi Lembar Kotaagung

(Amin dkk., 1993).

Pada Geologi Lembar Kotaagung dijelaskan bahwa Formasi Simpangaur (Tmps)

ditindih secara tidak selaras oleh Batuan Gunungapi Kuarter Tua (Qv).

Ketidakselarasan tersebut dapat dilihat melalui hubungan Formasi Simpangaur ditindih

oleh Formasi Bintunan yang berumur Pliosen–Plistosen (Amin dkk., 1993).

Ketidakselarasan pada daerah penelitian ditemukan pada hubungan kelompok batuan

Lajur Bengkulu terhadap Lajur Barisan. Kelompok batuan Lajur Bengkulu berupa

Formasi Lemau, Simpangaur dan Bintunan yang diendapkan pada masa susut laut di

lingkungan yang beragam. Lingkungan pengendapan pada Lajur Tektonik Bengkulu

berada pada laut dangkal hingga peralihan air payau pada masa Miosen Akhir hingga

Pliosen. Sedangkan kelompok batuan Lajur Barisan yang menindih Lajur Bengkulu

berupa Batuan Gunungapi Kuarter Tua, diendapkan pada masa vulkanisme lanjut di

Lajur Barisan sejak Plistosen hingga Holosen. Akibat pengangkatan kuat Lajur Barisan

pada Plio-Plistosen menyebabkan perubahan lingkungan pengendapan sehingga

Batuan Gunungapi Kuarter Tua diendapkan di lingkungan darat menindih Formasi

Simpangaur (Amin dkk., 1993).

Stratigrafi regional dari formasi batuan paling tua hingga paling muda pada daerah

penelitian dijabarkan sebagai berikut:

Page 4: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

11

1. Formasi Simpangaur (Tmps) diendapkan pada Kala Miosen akhir hingga Pliosen

selama periode susut laut di dalam Cekungan Bengkulu (Amin dkk., 1993). Formasi

Simpangaur dikenal dengan mudah oleh keberadaan sedimen berlumpur dan

cangkang kerang karena diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga air payau.

Batuan penyusun Formasi Simpangaur terdiri dari batupasir dan batulanau tufan, tuf

dan konglomerat aneka bahan mengandung moluska dan cangkang kerang serta

setempat terdapat sisipan lignit. Tebal formasi ini bervariasi dari 200–700 m dan

tersebar luas berarah barat laut–tenggara. Formasi Simpangaur ditindih secara tidak

selaras oleh Batuan Gunungapi Kuarter Tua (Amin dkk., 1993).

2. Batuan Gunungapi Kuarter Tua diendapkan pada Kala Plistosen hingga Holosen

selama periode pengangkatan lajur barisan dan diendapkan pada lingkungan darat

(Amin dkk., 1993). Satuan ini dicirikan oleh aktivitas puncak vulkanisme pada Lajur

Barisan dan menghasilkan material endapan lava andesitik, basal, tuf, dan breksi

vulkanik. Tebal satuan ini diperkirakan sekitar 300 m dan terendapkan di bagian

tengah hingga utara daerah penelitian.

II.1.3. Tatanan Tektonik Dan Struktur Geologi Regional

Melalui Geologi Regional Lembar Kotaagung terdapat kejadian tektonik yang sudah

dimulai sejak Paleozoikum hingga Resen, akan tetapi struktur kuat yang terlihat

sekarang berupa sesar dan lipatan dibentuk pada kejadian tektonik Tersier Awal hingga

Kuarter Awal (Amin dkk., 1993). Subduksi lempeng Samudra Hindia-Australia yang

menunjam terus menerus pada Kapur Awal hingga Tersier Awal dari barat Pulau

Sumatera dengan sudut penunjaman palung yang landai membentuk Lajur

Magmatisme Barisan (Hamilton, 1973). Berawal dari subduksi berarah barat hingga

selatan tersebut, maka terjadi puncak vulkanisme pada Lajur Barisan yang disertai

dengan pengangkatan pada Miosen–Holosen (Amin dkk., 1993).

Kejadian geologi pada sumatera bagian selatan termasuk daerah penelitian secara

umum dipengaruhi oleh proses struktur dengan beberapa periode kompresional dan

ekstensional sejak Zaman Jura hingga Resen (Pulunggono dkk., 1992). Proses struktur

tersebut diperlihatkan pada model struktur dinamik Gambar II.3 berikut.

Page 5: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

12

Gambar II.3. Peta periode subduksi di sumatera bagian selatan (Pulunggono dkk., 1992).

Periode subduksi yang berkembang pada sumatera bagian selatan mengalami

perubahan zona dan arah subduksi sehingga terjadi proses struktur yang bersifat

kompresional dan ekstensional pada Zaman Jura Akhir hingga Tersier (Pulunggono

dkk., 1992). Proses dan periode subduksi tersebut dijelaskan pada Gambar II.4.

Gambar II.4. Periode dan perubahan arah subduksi serta arah tegasan (Pulunggono dkk.,

1992).

Lokasi Penelitian

Page 6: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

13

Pada bagian A adalah proses subduksi periode Jura Akhir hingga Kapur Awal, yang

merupakan proses struktur kompresional, sedangkan pada bagian B adalah proses

subduksi periode Kapur Akhir hingga Tersier Awal yang merupakan proses struktur

ekstensional dan pada bagian C adalah proses subduksi periode Miosen Tengah hingga

Resen yang merupakan proses struktur kompresional.

Struktur geologi utama yang terlihat di daerah penelitian adalah struktur yang terbentuk

dominan pada Zaman Tersier hingga Kuarter (Amin dkk., 1993). Struktur yang

dominan ditemui di Lembar Kotaagung berupa sesar dan kelurusan dengan arah barat

laut–tenggara, timur laut–barat daya, utara–selatan dan barat barat laut–timur tenggara,

struktur tersebut dominan pada batuan Pra-Holosen. Jenis sesar regional tersebut

dijelaskan sebagai berikut:

1. Sesar barat laut–tenggara, merupakan Sesar Mendatar Menganan Sumatera yang

membentang sepanjang Pulau Sumatera dan berada di barat Lajur Barisan. Sesar

sumatera kurang lebih terdiri dari 18 bagian sesar yang saling terhubung dan paling

ujung berada di sumatera bagian selatan, yaitu Sesar Mendatar Menganan

Semangko. Sesar Semangko merupakan sesar pembuka jalur Sesar Sumatera. Sesar

berpola barat laut–tenggara ini diperkirakan berumur Jura Akhir hingga Kapur Awal

dengan pola tektonik kompresional.

2. Sesar timur laut–barat daya, merupakan sesar yang memotong pola barat laut–

tenggara. Pola sesar ini sangat terlihat pada kelurusan busur belakang dan berumur

sekitar Tersier Awal (Holder, 1990 dalam Amin dkk., 1993). Sesar ini teraktifkan

beberapa kali pada Pliosen–Plistosen.

3. Sesar utara–selatan dan utara barat laut–selatan tenggara, sesar pola ini ditemukan

memotong sesar berarah barat laut–tenggara dan timur laut–barat daya sehingga

sesar ini merupakan sesar yang lebih muda. Tipe sesar ini merupakan sesar mendatar

mengiri dan dianggap sebagai struktur tarikan, akan tetapi keberadaan pada daerah

penelitian tidak dapat dibuktikan (Holder, 1990 dalam Amin dkk., 1993).

4. Sesar barat barat laut–timur tenggara, merupakan sesar yang lebih muda dari seluruh

pola sesar yang ada karena sesar ini memotong sesar utama barat laut–tenggara dan

Page 7: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

14

timur laut–barat daya yang membuktikan terbentuk diakhir periode sekitar Tersier

Akhir. Berdasarkan pola kelurusan pada lembar regional diperkirakan adanya dua

tegasan utama yang yang bekerja dalam bentuk kompresional pada periode Tersier

Akhir. Kompresional pertama berarah utara–selatan membentuk Sesar Mendatar

Sumatera berarah barat laut–tenggara dan sesar mendatar mengiri sepanjang timur

laut–barat daya. Kompresional kedua berarah timur laut–barat daya hingga timur–

barat yang kemudian mengaktifkan beberapa sesar barat laut–tenggara (Holder,

1990 dalam Amin dkk., 1993). Melalui perubahan dan pengaktifan kembali

beberapa sesar yang lebih tua, maka pola tegasan utara–selatan berubah menjadi

barat–timur yang diperkirakan terjadi pada Pliosen–Plistosen (Amin dkk., 1993).

II.2. Teori Dasar

Teori dasar yang digunakan pada analisis provenance batupasir terdiri dari klasifikasi

batupasir, batuan sumber dan asal batuan sumber serta lingkungan tektonik pengendapan

batupasir yang dijelaskan secara rinci pada sub bab berikut.

II.2.1. Klasifikasi Batupasir

Berdasarkan persentase kehadiran matriks, batupasir dapat diklasifikasikan menjadi

arenites apabila jumlah matriks kurang dari 15%, wackes apabila jumlah matriks 15–

75% yang kemudian diidentifikasi berdasarkan kehadiran mineral kuarsa, feldspar dan

fragmen batuan, sedangkan untuk jumlah matriks lebih dari 75% diidentifikasi sebagai

mudrocks (Pettijohn, 1975). Klasifikasi tersebut diperlihatkan pada Gambar II.5

Gambar II.5. Klasifikasi Batupasir (Pettijohn, 1975).

Page 8: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

15

Dalam klasifikasi jenis batuan sedimen terutama sedimen silisiklastik, parameter

penting yang mendasar dan harus dipahami secara teliti adalah tekstur batuan (Boggs,

2009). Tekstur sangat berpengaruh dalam mengetahui kondisi porositas dan

permeabilitas batuan. Tekstur terdiri dari tiga sifat dasar dalam batuan sedimen, yaitu

ukuran butir, bentuk butir (kebundaran, tekstur permukaan butir), dan

kemas/pengemasan dan orientasi butir (Boggs, 2009).

II.2.3. Batuan Sumber (Provenance)

Batuan sumber pada jenis batuan sedimen terkhusus pada batupasir secara pegamatan

petrografi diidentifikasi melalui kehadiran mineral–mineral yang dominan berupa

mineral kuarsa, mineral feldspar dan fragmen batuan asing. Dalam melakukan

identifikasi terhadap mineral tersebut dilakukan deskripsi berupa warna, belahan,

bentuk butir, kembaran, sudut pemadaman dan kehadiran inklusi. Pada pengamatan

petrografi, kuarsa dapat hadir dalam bentuk kuarsa plutonik dan kuarsa vulkanik.

Kuarsa plutonik (plutonic quartz) hadir dengan kenampakan kristal tunggal atau kristal

jamak yang hadir lebih kecil dari 3%, pemadaman tidak bergelombang hingga lemah,

kemungkinan hadir inklusi fluida dan inklusi mineral seperti apatite dan zircon. Kuarsa

vulkanik (volcanic quartz) hadir dengan kenampakan kristal tunggal, pemadaman tidak

bergelombang dan retakan besar pada mineral akibat pendinginan yang cepat (Krynine,

1940 dalam Folk, 1974; Bernet dan Basset, 2005) diperlihatkan pada Gambar II.6.

Dalam mengidentifikasi mineral feldspar, parameter yang digunakan adalah bentuk

dari fragmen feldspar yang menunjukkan hubungan resistensi mineral terhadap erosi

yang berlangsung dari sumbernya. Selain menggunakan parameter bentuk butir,

parameter jenis feldspar yang diidentifikasi berdasarkan sudut gelapan dapat menjadi

pendukung dalam menentukan sumber mineral feldspar dari batuan beku vulkanik

ataupun dari batuan beku plutonik. Selain mengidentifikasi batuan sumber dari mineral

kuarsa dan feldspar, kehadiran fragmen batuan asing merupakan parameter penting

dalam menentukan batuan sumber. Selain untuk mengidentifikasi batuan sumber,

fragmen batuan asing dan kuarsa jamak dapat digunakan untuk mengidentifikasi asal

batuan sumber dengan menggunakan klasifikasi Dickinson dan Suczek (1979) yang

Page 9: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

16

diperlihatkan pada Gambar II.6. Pada diagram klasifikasi tersebut terdapat kehadiran

komponen Qp yang merupakan persentase komponen kuarsa jamak, Lv merupakan

komponen fragmen batuan beku vulkanik, dan Ls merupakan komponen fragmen

batuan sedimen.

Gambar II.6. Klasifikasi genetik mineral kuarsa (atas) dari Krynine (1940) dan klasifikasi asal

batuan sumber (bawah) dari Dickinson dan Suczek (1979).

Page 10: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

17

II.2.4. Lingkungan Tektonik Pengendapan

Lingkungan tektonik pengendapan dikelompokkan menjadi Blok Benua (continental

block), Busur Magmatik (magmatic arc) dan Orogenesa Terdaurkan (recycled

orogeny) yang diperlihatkan oleh diagram klasifikasi Dickinson dkk. (1983) pada

Gambar II.7. Blok benua (continental block) merupakan lingkungan tektonik

pengendapan pada blok benua yang terbagi atas interior craton dan pengangkatan

basement. Interior craton menghasilkan sedimen di pemekaran benua dan berdekatan

dengan batas pasif benua. Pengangkatan basement menghasilkan sedimen ke cekungan

lokal yang terdeformasi berupa intracontinental wrench tectonism, pemekaran benua,

dan continental margin. Orogenesa terdaurkan (recycled orogeny) merupakan

lingkungan tektonik pengendapan dari perlapisan batuan yang terlipat, terangkat, dan

tersesarkan dengan material sedimen yang sangat dominan ditemukan bersumber dari

batuan metamorf dan batuan sedimen.

Busur magmatik (magmatic arc) merupakan lingkungan tektonik pengendapan dengan

material sedimen yang berasal dari busur vulkanik yang merupakan batas benua aktif.

Material sedimen yang dihasilkan dari busur magmatik secara dominan terdiri dari

material yang didominasi fragmen batuan beku vulkanik dan di bagian lain didominasi

oleh material kuarsa-feldspar yang berasal dari batuan beku plutonik. Lingkungan

tektonik busur magmatik terbagi atas tiga bagian berdasarkan komposisi material

penyusun yaitu,

a. Undissected arc, merupakan lingkungan tektonik pengendapan yang dicirikan oleh

sumber material dari pengerosian yang minim dari tubuh busur vulkanik aktif.

Lingkungan pengendapan busur ini berada pada palung, cekungan busur depan,

batas samudera di busur belakang dan cekungan lokal pada busur vulkanik.

Karakteristik material endapan dari busur ini adalah kandungan plagioklas-feldspar

dan fragmen batuan vulkanik yang dominan dengan fenokris plagioklas. Jenis

kuarsa dominan dari busur ini ditandai oleh kuarsa jernih dan tidak memiliki

vakuola/inklusi.

Page 11: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

18

b. Dissected arc, merupakan lingkungan tektonik pengendapan yang dicirikan oleh

sumber material dari pengerosian kuat dari tubuh busur vulkanik aktif. Lingkungan

pengendapan busur ini berada pada cekungan busur depan dan busur belakang.

Karakteristik material endapan dari busur ini adalah kandungan plagioklas-feldspar

dan fragmen batuan non-vulkanik yang dominan dibanding fragmen batuan

vulkanik. Jenis kuarsa plutonik dengan vakuola dan inklusi menjadi lebih dominan

dari kuarsa vulkanik jernih dan tidak memiliki vakuola/inklusi pada busur ini.

c. Transitional arc, merupakan lingkungan tektonik pengendapan yang berada diantara

undissected arc dan dissected arc. Busur ini dicirikan oleh sumber material dari

batuan plutonik yang dapat diperhitungkan dan batuan vulkanik yang merupakan

sumber utama. Lingkungan pengendapan busur ini berada pada palung, busur

depan, intra-arc, busur belakang. Jenis material non vulkanik yang dapat

diperhitungkan daripada fragmen kuarsa yang bersumber dari batuan beku vulkanik

(Dickinson dkk., 1983).

Parameter pengamatan kategori sumber lingkungan tektonik pengendapan terdiri dari

jumlah butir kuarsa total Q (Qm+Qp), jumlah feldspar total F (Plagioklas+K-Feldspar),

fragmen batuan L (Lm+Lv+Ls) yaitu jumlah fragmen batuan metamorf, vulkanik, dan

sedimen. Parameter selanjutnya adalah jumlah fragmen batuan total Lt (L+Qp).

Diagram klasifikasi tersebut diperlihatkan pada Gambar II.7 berikut.

Gambar II.7. a) Diagram segitiga QFL dan b) QmFLt (Dickinson dkk., 1983).

a b

Page 12: BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN TEORI DASAR II.1. Geologi ...

19

Dalam melakukan analisis kategori sumber lingkungan tektonik pengendapan,

digunakan diagram klasifikasi QFL dan QmFL. Kedua diagram ini menekankan aspek

spesifik yang berbeda. Diagram QFL dapat mengidentifikasi sumber lingkungan

tektonik berdasarkan aspek kestabilan butir yang digambarkan dari resistensi butir

kuarsa, feldspar dan fragmen batuan terhadap erosi dan pelapukan. Sedangkan untuk

diagram QmFL mengidentifikasi lingkungan tektonik pengendapan berdasarkan aspek

ukuran butir yang menggambarkan resistensi butir dari fragmen batuan kurang stabil,

mineral feldspar dan kuarsa tunggal yang bersumber dari batuan beku (Dickinson dkk,

1983).