BAB II fix.doc

24
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kematangan Emosi 2.1.1 Pengertian Kematangan Emosi Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976), kematangan emosi adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal. Chaplin (1989) mendefenisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan emosional. Ditambahkan Chaplin, kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seperti anak-anak, kematangan emosi sering kali berhubungan dengan control emosi (dalam Rizqi, 2011). Hurlock (1996) mengungkapkan bahwa individu dikatakan matang emosinya jika tidak meledakkan emosinya

Transcript of BAB II fix.doc

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kematangan Emosi2.1.1 Pengertian Kematangan Emosi

Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976), kematangan emosi adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal. Chaplin (1989) mendefenisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan emosional. Ditambahkan Chaplin, kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seperti anak-anak, kematangan emosi sering kali berhubungan dengan control emosi (dalam Rizqi, 2011).Hurlock (1996) mengungkapkan bahwa individu dikatakan matang emosinya jika tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya. Individu yang memiliki kematangan emosi memiliki cara-cara yang lebih dapat diterima oleh orang lain dan dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum beraksi secara emosional, serta tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (dalam Hurlock, 1996).Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kematangan emosi adalah kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat dengan usia dewasa dari pada bertingkah laku seperti anak-anak. Semakin bertambah tua individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta daripada perasaan.

2.1.2 Aspek-aspek Kematangan Emosi

Katkovsky dan Gorlow (1976) (dalam Rizqi, 2011), mengemukakan tujuh aspek-aspek kematangan emosi, yaitu :

a. Kemandirian

Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.b. Kemampuan menerima kenyataanMampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidk selalu sama dengan orang lain, mempunyai kesempatan , kemampuan, serta tingkah intelegensi yang berbeda dengan orang lain.

c. Kemampuan beradaptasiOrang yang matang secara emosi, mampu beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya dan mampu menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi dalam keadaan apapun.d. Kemampuan merespon dengan tepatIndividu yang matang secara emosi memiliki kepekaan untuk merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak diekspresikan.

e. Merasa amanIndividu yang memiliki tingkat kematangan emosi yang tinggi mampu menyadari bahwa sebagai makhluk social kita memiliki ketergantungan kepada orang lain serta tidak mementingkan diri sendiri.

f. Kemampuan berempatiMampu berempati di maksudkan sebagai kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.

g. Kemampuan menguasai amarahIndividu yang matang emosinya daoat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah, dan ia dapat mengendalikan perasaan amarahnya tersebut.2.1.3 Kriteria Kematangan Emosi

Hurlock (1996) memberikan beberapa kriteria kematangan emosi sebagai berikut:

1. Adanya emosi yang terkontrol dan terarah Individu yang matang emosinya tidak meledakkan emosinya begitu saja, tetapi ia akan mampu mengontrol dan ekspresi emosi yang disetujui secara social. Dengan kata lain menunjukkan perilaku yang diterima secara sosial. 2. Stabilitas emosiIndividu yang matang emosinya akan memberikan reaksi emosianal yang stabil dan tidak berubah-ubah dari emosi atau suasana hati yang sekarang ke suasana hati yang seperti pada periode sebelumnya.

3. Bersikap kritis terhadap situasi yang ada Individu yang matang emosinya tidak akan bertindak tanpa ada pertimbangan lebih dulu

4. Kemampuan penggunaan katarsis emosi yang positif Indivdu yang matang emosinya mempunyai kemampuan untuk menggunakan dan menyalurkan sumber-sumber emosi yang timbul.

2.1.4 Faktor-faktor Kematangan Emosi

Untuk membantu individu dalam pencapaian emosi dapat dibedakan menjadi dua macam, antara lain:

1 Usia.Faktor usia tidak menjamin kematangan emosi seseorang, tetapi dengan bertambahnya usia seseorang diharapkan lebih matang pula emosi seseorang tersebut. Makin bertambah kemampuan seseorang tersebut maka akan mampu menerima berbagai hal yang mungkin menimbulkan perasaan marah, takut, cemas dan sebagainya (Hurlock, 1996).2. Pengalaman. Kematangan adalah produk belajar yang hanya akan dicapai melalui pelatihan, disiplin dan pengalaman bahwa potensi psikologis individu dapat digunakan, agar matang secara emosional seseorang harus mengalami langsung berbagai peristiwa yang merangsang bangkitnya emosi (Hurlock, 1996).2.2Aggressive Driving2.2.1Pengertian Aggressive Driving

Menurut Tasca (2000) suatu perilaku mengemudi dikatakan agresif jika dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan resiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, serta upaya untuk menghemat waktu (dalam Utami, 2010).

National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) mengartikan aggressive driving sebagai suatu pengoperasian kendaraan bermotor dengan cara yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau mungkin membahayakan seseorang, atau properti. Karakter agresif dapat dideteksi dari gaya mengemudi dan gerakan laju kendaraan bermotor atau mobilnya (Tasca, 2000 dalam Utami, 2010).

Menurut Houston, Harris dan Norman (2003), aggressive driving merupakan pola disfungsi dari perilaku social yang mengganggu keamanan public. Aggressive Driving dapat melibatkan berbagai perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh disuasana lalu lintas tenang (dalam Utami, 2010).

Sedangkan menurut James dan Nahl (2000) mengemudi agresif adalah mengemudi dibawah pengaruh gangguan emosi, menghasilkan tingkah laku yang memaksakan suatu tingkat resiko pada pengemudi lain. Dikatakan agresif karena mengamsusikan bahwa orang lain mampu menangani tingkat resiko yang sama, dan mengamsusikan bahwa seseorang berhak meningkatkan resiko orang lain untuk terkena bahaya (dalam Utami, 2010).

Dari beberapa definisi yang di ungkapkan oleh para ahli mengenai aggressive driving, maka dapat disimpulkan bahwa aggressive driving adalah mengemudi yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat wajtu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk membuntuti, mengklakson, menyalip, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh ketika suasana lalu lintas tenang, memotong lampu merah, sehingga dapat membahayakan orang lain atau property jalan. Di sebut agresif, karena dapat membahayakan atau mengganggu ketentraman orang lain serta mengganggu keamanan publik.2.1.5 Aspek-aspek Aggressive Driving

Tasca (2000), mengemukakan beberapa aspek yang dapat dikategorikan sebagai mengemudi agresif, antara lain :1. Membuntuti terlalu dekat

2. Keluar masuk jalur

3. Menyalip dengan kasar

4. Memotong kedepan kendaraan yang berada dijalur engan jarak yang dekat

5. Menyalip dari bahu jalan

6. Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda

7. Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip

8. Tidak mau meberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke dalam jalur

9. Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah-pindah jalur

10. Melewati (melanggar) lampu merah.

11. Melewati tanda yang mengharuskan berhenti sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.2.1.6 Faktor-faktor penyebab Aggressive Driving

Menurut Tasca (2000), factor-faktor penyebab aggressive driving adalah sebagai berikut:

1. Usia dan jenis kelamin

Hasil penelitian Parry (1968) menunjukan bahwa kebanyakan aggressive driving yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara usia 17-35 tahun, lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada rentang usia yang sama. Aggressive driving termasuk perilaku melanggar lalu lintas, menurut Tasca (2000) pengemudi laki-laki cenderung meremehkan resiko yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas. Menurut mereka, peraturan lalu lintas adalah sesuatu yang menjengkelkan dan berlebihan. Sedangkan pengemudi perempuan cenderung memandang peraturan lalu lintas sebagai sesuatu yang penitng, jelas dan masuk akal. Oleh karena itu pengemudi laki-laki lebih banyak terlibat perilaku aggressive driving dari pada pengemudi perempuan.

2. Anonimitas

Suatu kondis mengemudi yang memungkinkan seorang pengemudi tidak diketahui identitasnya. Keadaan tersebut memberikan kesempatan untuk lolos begitu saja dari diketahuinya seseorang sebagai pengemudi yang melakukan aggressive driving.3. Faktor social

Banyaknya kasus aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku seperti ini normal dan dapat diterima. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan para pengemudi merasa bahwa perilaku aggressive driving yang dilakukannya tidak terkontrol, sehingga para pengemudi tetap melakukan aggressive driving.

4. Kepribadian

Grey, dkk. (1989) melaporkan bahwa factor pribadi yang telah diidentifikasi sebagai berhubungan dengan kecelakaan kendaraan umunya termasuk agresi tingkat tinggi dan permusuhan, daya saing, kurang kepedulian terhadap orang lain, sikap mengemudi yang tidak baik, mengemudi untuk pelepasan emosional, impulsive dan mengambil resiko.

5. Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan salah satu factor penyebab perilaku aggressive driving. Dilakukan review terhadap berbagai penelitian yang berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan resiko tarakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memiliki gaya hidup seperti minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, merokok, dan kelelahan karena begadang. Perilaku tersebut merupakan perilaku aggressive driving.6. Tingkah Laku Pengemudi

Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa orang yang merasa dirinya memiliki keterampilan yang tinggi dalam menangani kendaraan lebih memungkinkan untuk mengalami kemarahan dalam situasi lalu lintas yang menghambat laju kendaraannya, sehingga orang tersebut lebih berpeluang untuk melakuka aggressive driving.

7. Factor Lingkungan

Kemacetan serta kepadatan merupakan factor utam penyebab terjadinya aggressive driving, dapat diketahui, pengemudi yang sudah terbiasa dengan keadaan macet akan bisa terhindar dari perilaku aggressive driving, namun sebaliknya, ketika pengemudi yang tidak terbiasa dengan kndisi kemcetan yang padat, akan memicu terjadinya perilaku aggressive driving.2.1.7 Dampak Perilaku Aggressive Driving

Menurut Dukes, et al. (2001) perilaku aggressive driving seperti pengendara yang menyalip secara tiba-tiba dapat menimbulkan dampak negative terhadap pengendara, bisa saja memicu munculnya kemarahan saat berkendara. Hal tersebut dirasa lebih berbahaya dari pada keadaan lalu lintas yang menghambat seperti kemacetan, dan lampu merah. Kecerobohan pengendara lain direpresentasikan sebagai ancaman yang berbahaya di jalan, sehingga hal ini membuat pengendara lain yang merasa berbahaya menjadi marah kemudian juga melakukan aggressive driving (dalam, Muhaz 2013).2.2 Remaja2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere (adolescentia) yang berarti tumbuh,tumbuh menjadi dewasa (Mighwar, 2006). Menurut Santrock (2009) remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan dewasa yang mencangkup perubahan biologis, kognitif, dan social emosional.

Remaja menurut PBB (BKKBN, 2014) adalah individu yang berusia mulai dari 15-24 tahun. Sedangkan, berdasarkan pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2012).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi perkembangan dari kanak-kanak menuju dewasa dimana terjadinya perubahan fisik/bilogis, kognitif, dan social emosional yang umumnya dimulai pada usia belasan tahun sampai usia dua-puluhan tahun serta belum menikah.

2.2.2 Fase Fase Perkembangan Remaja

Fase perkembangan merupakan penahapan rentang dalam perjalanan kehidupan individu yang diwarnai dengan ciri maupun pola tingkah laku khusus. Hurlock (1999) menjelaskan tahap-tahap perkembangan individu pada remaja meliputi :1. Pre Adolesence, pada umumnya wanita usia 11-13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari pada itu.2. Early Adolesence, pada usia 16-17 tahun.

3. Late Adolesence, masa perkembangan yang terakhir sampai masa usia kuliah perguruan tinggi.

2.2.3 Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (2004), meliputi :1. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya

2. Mencapai peran social

3. Menerima keadaan fisiknya

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

6. Mempersiapkan karir ekonomi.

2.4 Pengendara2.4.1Pengertian Pengendara

Menurut PP No. 43 tahun1993, pengendara atau pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau orang yang sedara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor. Pengendara atau pengemudi harus mematuhi persyaratan agar dapat mengemudikan kendaraan. 2.4.2Kriteria Pengendara

Menurut Hamidan (2001) dalam Komariah (2007) persyaratan mengemudi adalah :1. Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi).2. Cukup umur3. Sehat jasmani dan rohani4. Berpengalaman tentang peraturan lalu lintas5. Cakap mengemudikan kendaraan

2.4.3Pengendara Remaja

Masa remaja menurut Hurlock (2000) berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia yang matang secara hukum (Hurlock, 2000). Sedangkan batasan usia remaja menurut Santrock (2003) periode remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18- 22 tahun (dalam Utami, 2010).

Batasan usia pengemudi remaja sendiri telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Pengemudi remaja termasuk ke dalam golongan pengemudi usia muda. Menurut Ferguson (2003), pengemudi muda adalah mengemudi yang berada pada rentang usia 18-24 tahun. Pengemudi pada usia ini cenderung untuk menilai situasi berbahaya kurang beresiko daripada pengemudi yang lebih tua (Ferguson, 2003 dalam Utami 2010).2.5Hubungan Kematangn Emosi dengan Aggressive Driving Behavior pada Remaja

Berdasarkan riset yang dilakukan di Amerika kebanyakan kecelakaan terjadi karena pengemudi masih belum bisa mengatur emosinya dan belum bisa berfikir jauh atas apa yang telah dilakukannya. Hal ini yang mempengaruhi perilaku agresif dalam berkendara (aggressive driving). Seperti memaki pengendara lain dan juga membunyikan klakson berkali-kali dengan intensitas yang cukup tinggi, dan juga tidak mau mengalah.

Tasca (2000) menyatakan bahwa aggressive driving dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian individu berhubungan dengan cara pemikiran, emosi, dan sifat faktor fisiologis, otak individu tidak dapat lagi memproduksi sejumlah endorphin yang memberikan perasaan nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, lingkungan teman sebaya. Aggressive driving merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas di dunia yang telah banyak menyebabkan korban meninggal dunia di jalan, dan kematangan emosi merupakan salah satu faktor yang diduga terkait dengan terjadinya aggressive driving (dalam, Muhaz 2013).

2.6Kerangka Berfikir

Untuk membantu menjelaskan bagaimana kematangan meosi berhubungan dengan aggressive driving behavior, peneliti menggunakan teori kematangan emosi dan teori perilku agresi. Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976), kematangan emosi adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal.

James dan Nahl (2000), menerangkan bahwa aggressive driving behavior merupakan kebiasaan yang dipelajari seseorang dari lingkungan social, yaitu para pengemudi yang ada disekitarnya. Aggressive driving merupakan kebiasaan budaya yang dibawa dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal seperti ini mengubah sikap tentang bahaya melanggar lampu merah serta bermain handphone pada saat mengemudi dapat diterima. Aggressive driving secara langsung juga dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya factor usia. Pada dasarnya rata-rata pelaku yang melakukan pelanggaran tersebut adalah usia remaja yang belum matang emosinya, karena tidak bisa mengontrol diri dengan baik. Dari sinilah dapat diketahui bahwa seorang yang belum matang emosinya cenderung melakukan aggressive driving behavior.

Remaja memperhatikan perilaku aggressive driving yang ada di lingkungan social, kemudian hasil pengamatan tersebut disimpan oleh remaja dalam ingatan, karena emosi remaja belum matang, remaja bisa saja menirukan perilaku tersebut dan termotivasi untuk melakukan tingkah laku tersebut. Oleh sebab itu sebaiknya bagi remaja yang melakukan aggressive driving tersebut diberikan hukuman sehingga remaja tidak akan lagi melakukan perilaku aggressive driving.Tabel 2.1

Kerangak berpikir

2.7HipotesisHipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ho: Tidak ada hubungan negative yang signifikan antara kematangan emosi dengan agrressive driving behavior pada pengendara motor remaja.

Ha : Ada hubungan negative yang signifikan antara kematangan emosi dengan agrressive driving behavior pada pengendara motor remaja.

Daftar Pustaka

Hurlock, Elizabeth B (1990). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Muhaz, Muhammad. 2013. Kematangan Emosi Dengan Aggressive Driving Pada Mahasiswa. Jurnal Online Psikologi. Vol 1, No 2. 2013.

Utami, Nadiyya. 2010. Hubungan Persepsi Resiko Kecelakaan Dengan Aggressive Driving Pada Pengemudi Motor Remaja. Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2010.

Rizqi, M. Ilmi. 2011. Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Self Injury Pada Remaja. Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2011Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja.Jakarta: Rajawali Pers.

AGRRESSIVE DRIVING TINGGI

RENDAH

KEMATANGAN EMOSI

REMAJA

AGRRESSIVE DRIVING RENDAH

TINGGI