lapkas fix.doc

58
BAB 1 ILUSTRASI KASUS A. Identitas Pasien Nama : An.R Umur : 3 th Alamat : Pohara Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Taman Kanak-Kanak Suku : Tolaki Agama : Islam Berat Badan : 18 Kg Tanggal MRS : 1 Januari 2015 B. Anamnesis Keluhan Utama : Nyeri perut bawah tengah Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah tengah yang dialami sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri dirasakan terus menerus, terasa seperti tertusuk-tusuk, mekanisme kejadiannya ketika pasien sedang bermain di ruang nonton di rumahnya pasien bergantungan di atas TV, tiba-tiba pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter 1

Transcript of lapkas fix.doc

Page 1: lapkas fix.doc

BAB 1

ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : An.R

Umur : 3 th

Alamat : Pohara

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Taman Kanak-Kanak

Suku : Tolaki

Agama : Islam

Berat Badan : 18 Kg

Tanggal MRS : 1 Januari 2015

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri perut bawah tengah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah tengah yang dialami

sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri dirasakan terus menerus,

terasa seperti tertusuk-tusuk, mekanisme kejadiannya ketika pasien sedang

bermain di ruang nonton di rumahnya pasien bergantungan di atas TV, tiba-

tiba pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter dan terpukul di perut

bawah pasien, tidak ada riwayat pingsan, mual ataupun muntah, namun

menurut ibu pasien, pasien tidak bisa buang air kecil sejak kejadian, buang

air besar tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak ada keluhan atau penyakit yang pernah dialami pasien.

1

Page 2: lapkas fix.doc

C. Pemeriksaan Fisik

Primary Survey

A : Clear

B : Spontan, pernapasan 24x/menit, reguler, tipe thoracoabdominal

C : Tekanan Darah : 100/60 mmHg, Nadi : 120 x/m, kuat angkat

D : GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor diameter 3mm/3mm, RCL +/+ RCTL +/+

E : Suhu Axilla : 36,5° C

Secondary Survey

Kepala dan Leher

- Kepala: tidak ada kelainan

- Mata: tidak ada kelainan

- Hidung: tidak ada kelainan

- Telinga: tidak ada kelainan

- Leher : tidak ada kelainan

Thorax

- Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi (-)

- Palpasi : nyeri tekan (-), Vokal Fremitus simetris kiri dan kanan

- Perkusi :sonor pada paru kiri dan kanan.

- Auskultasi : vesikuler +/+, Bunyi tambahan: ronki -/-

Abdomen

- Inspeksi

Abdomen datar, tidak tampak distensi, tidak tampak massa, tidak

tampak darm contour, tidak tampak darm steifung tidak tampak venektasi,

tampak jejas pada regio illiaca dextra ukuran 1x0,5 cm dan regio illiaca sinistra

ukuran 1x1 cm

2

Page 3: lapkas fix.doc

- Auskultasi

- Peristaltik (+) kesan normal

- Palpasi

- Defans muscular pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan pada regio

suprapubik

- Perkusi

Timpani, pekak hepar (+), nyeri ketok diseluruh regio abdomen

Rectal Touche:

- Sfingter ani mencekik

- Mukosa rekti licin

- Ampula rekti tidak kolaps

- Tidak teraba masa

- Tidak ada nyeri tekan

- Sarung tangan: Feses (+) . lendir (-), darah (-)

Extremitas:

- Superior: tidak ditemukan kelainan

- Inferior: tidak ditemukan kelainan

D. Resume

Pasien seorang anak, usia 3 tahun mengeluh nyeri perut terutama di bagian

bawah tengah sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan terus-

menerus dan hilang timbul . Mekanisme kejadiannya ketika pasien sedang

bermain di ruang nonton di rumahnya pasien bergantungan diatas TV, tiba-tiba

pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter dan terpukul di perut bawah

pasien, tidak ada riwayat pingsan, vomiting ataupun nausea, namun menurut ibu

pasien, pasien tidak bisa buang air kecil sejak kejadian, buang air besar tidak ada

keluhan.

3

Page 4: lapkas fix.doc

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 120

x/m, frekuensi napas 24 x/ m, suhu 36,5 ºC. Pada inspeksi regio abdomen tidak

ditemukan adanya massa, distensi (-), darm contour (-), dan darm steifung (-),

namun ditemukan adanya jejas pada regio illiaca dextra 1x0,5 cm dan regio

illiaca sinistra dengan ukuran 1x1 cm, Pada auskultasi didapatkan peristaltik

kesan normal. Pada palpasi terdapat defans muscular pada seluruh regio

abdomen, nyeri tekan regio suprapubik. Pada perkusi timpani, pekak hepar, nyeri

ketok (+) di seluruh regio abdomen.

E. Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

WBC : 13,64 x 103/uL

RBC : 5,74 x 106/uL

HB : 15,2 gr/dl

HCT : 42,2 %

PLT : 334 x 103/uL

USG Abdomen

4

Page 5: lapkas fix.doc

Hasil Baca USG Abdomel

- VU : dinding kanan tidak intak, tampak balon kateter yang melewati dinding

VU

5

Page 6: lapkas fix.doc

- Tampak cairan bebas intraabdominal hepar, lien, GB kedua ginjal dalam batas

normal

- Pankreas sulit dievaluasi

- Kesan : Gambaran ruptur vesika urinaria-buli disertai cairan bebas

intraabdominal.

F. Diagnosis :

Ruptur Vesika Urinaria e.c Trauma Tumpul Abdomen

G. Penatalaksanaan

- Terapi cairan : IVFD RL 20 tpm

- Antibiotik : Cefotaxime 1 gr/IV

- Analgetik : ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

- H2RA : Ranitidin ½ amp/ 8 jam / IV

- Pasang kateter

- Rencana operasi

H. Follow Up Perawatan

Tanggal Keterangan

1–1- 2015 S : nyeri perut bawah tengah, pasien rewel,gelisah, dan tidak

bisa buang air kecil, buang air besar tidak ada keluhan

O : sakit sedang, CM

TD : 100/60 mmHg N : 120x/menit RR : 24x/menit T :

36,5o C

Abdomen :

I : datar, distensi (-), darm contour (-),dan darm steifung

(-) tampak jejas pada regio illiaca dextra ukuran 1x0,5

6

Page 7: lapkas fix.doc

cm dan regio illiaca sinistra ukuran 1x1cm

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan pada regio suprapubik, Defans muscular

pada seluruh regio abdomen.

P : Timpani, pekak hepar, nyeri ketok diseluruh regio

abdomen

A : Ruptur Vesika Urinaria e.c Trauma Tumpul Abdomen

P : Terapi cairan : IVFD RL 20 tpm

Antibiotik : cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV

Analgetik : Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

H2RA : Ranitidin ½ amp/ 8 jam / IV

Pasang kateter

Rencana operasi

1-1-2015 Operasi laparatomi explorasi + repair vesika urinaria

Terapi post operasi:

- IVFD RL 16 tpm

- Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV

- Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV

- Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

2-1-2015 S : Nyeri perut luka operasi (+), BAB (+), flatus (+), kencing

terpasang kateter urin

O : sakit sedang, CM

TD : 100/60 mmHg N : 92x/menit RR : 20x/menit T :

36,8o C

Abdomen :

7

Page 8: lapkas fix.doc

I : verban kering, terpasang drain (produksi drain 10 cc)

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (+)

P : timpani, pekak hepar (+)

A : ruptur vesika urinaria post repair Hari 1

P : IVFD RL 16 tpm

Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV

Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV

Inj. ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

minum sedikit-sedikit

Mobilisasi ( miring kiri kanan)

3-1-2015 S : Nyeri luka operasi (+) berkurang, BAB (+), mobilisasi (+),

kencing terpasang kateter urin

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 88x/menit RR : 18x/menit T :

36,6o C

Abdomen :

I : verban kering, luka operasi kering, terpasang drain

(produksi drain (5 cc))

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (+) berkurang

P : timpani, pekakhepar (+)

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 2

P : IVFD RL 16 tpm

Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV

Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV

8

Page 9: lapkas fix.doc

Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

Ganti verban

Rawat luka

Diet bebas

Mobilisasi (jalan-jalan)

4-1-2015 S : Nyeri perut (-), mobilisasi (+)

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 87 x/menit RR : 18 x/menit T :

36,6o C

Abdomen :

I : verban kering, luka operasi kering

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (+) berkurang

P : timpani, pekakhepar (+)

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 3

P : IVFD RL 16 tpm

Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV

Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV

Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

Diet bubur

Mobilisasi

5-1-2015 S : Nyeri perut (-), tidak ada keluhan

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 88 x/menit RR : 19 x/menit T :

36,4o C

Abdomen :

I : luka kering

9

Page 10: lapkas fix.doc

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (-)

P : timpani, pekakhepar (+)

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 4

P : IVFD RL 16 tpm

Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV

Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV

Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV

Ganti verban

Rawat luka

Mobilisasi

6-1-2015 S : nyeri perut (-), tidak ada keluhan

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :

36,5o C

Abdomen :

I : luka kering

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (-)

P : timpani, pekak hepar

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 5

P : Ganti verban

Rawat luka

7-1-2015 S : nyeri perut (-), tidak ada keluhan

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :

36,5o C

10

Page 11: lapkas fix.doc

Abdomen :

I : luka kering

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (-)

P : timpani, pekak hepar

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 6

P : Ganti verban

Rawat luka

8-1-2015 S : nyeri perut (+)

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :

36,5o C

Abdomen :

I : luka post operasi terbuka

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (-)

P : timpani, pekakhepar (-)

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 7

P : Ganti verban , rawat luka, aff drain

9-1-2015 S : nyeri perut (-), tidak ada keluhan

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :

36,5o C

Abdomen :

I : luka kering

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (-)

11

Page 12: lapkas fix.doc

P : timpani, pekakhepar

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 8

P : Rawat luka

10-1-2015 S : tidak ada keluhan

O : sakit sedang, CM

TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :

36,5o C

Abdomen :

I : luka kering

A : peristaltik (+) kesan normal

P : nyeri tekan (-)

P : timpani, pekak hepar

A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 9

P : Ganti verban, aff kateter, boleh pulang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Histologi

Vesika urinaria (kandung kemih) adalah suatu organ berongga yang terletak

dibelakang tulang simfisis pubis dan menempati sebagian besar rongga pelvic.

Dalam keadaan buli penuh, letaknya lebih tinggi dari tulang simpisis pubis sehingga

dapat diraba atau diperkusi dari luar. Bila isi buli melebihi kapasitas buli over

distensi, baik akut maupun kronis, maka usus akan terdorong ke atas dan benjolan

dapat terlihat dari luar. Berdasarkan topografinya pada laki-laki di bagian posterior

buli terdapat vesika seminalis, vas deferen, ureter dan rectum. Daerah fundus dan

posterior di lapisi oleh peritoneum. Secara garis besar dibagi atas dua komponen yaitu

12

Page 13: lapkas fix.doc

korpus yang terletak di atas orifisium ureter, dan dasar buli yang terdiri dari trigonum

posterior deep destrusor dan dinding anterior buli. Secara histologis otot longitudinal

dari dasar buli meluas ke arah distal ke dalam uretra membentuk lapisan longitudinal

yang melingkari leher buli.1,5

Gambar 1. Anatomi Bladder

Bagian atas kandung kemih ditutupi oleh peritoneum yang membentuk

eksavasio retro vesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan

dari rectum oleh duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis.

Permukaan superior seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan

gulungan ileum dan kolon sigmoid sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat

ke dinding lateral pelvis.1

Dinding buli terdiri dari 3 lapis yaitu: lapisan mukosa, lapisan otot dan lapisan

lemak. Pada bagian tengah, lapisan muscular dibentuk oleh otot polos yang disebut

detrusor. Otot detrusor yang arah seratnya saling menyilang sedemikian rupa

sehingga kontraksi otot-otot tersebut menyebabkan buli mengkerut, dengan demikian

terjadi pengosongan isi rongga. Ureter bermuara pada trigonum buli dengan

menembus otot detrusor secara obliq. Perjalanan ureter yang seperti ini dapat

13

Page 14: lapkas fix.doc

memberikan suatu mekanisme katup untuk mencegah kembalinya urin dari buli ke

ginjal.5

a. Lapisan otot kandung kemih

Lapisan otot kandung kemih terdiri atas otot polos yang tersusun dan saling

berkaitan disebut muskulus detrusor vesika. Peredaran darah vesika urinaria berasal

dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka

interna. Venanya membentuk pelvikus venosus vesikalis berhubungan dengan

pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.2

Gambar 2. Anatomi Bladder

b. Pembuluh Limfe

Suplai arteri pada kandung kemih bagian superior, media, dan inferior vesika

berasal dari anterior trunkus hipogastrik. Obturator dan arteri gluteal inferior yang

juga memberikan suplai pada cabang kecil visceral kandung kemih. Pada wanita ,

cabang ini juga berasal dari arteri uterin dan vagina. Vena berasal dari pleksus yang

berada di permukaan inferior dan fundus dekat prostat.2,7

c. Persarafan

14

Page 15: lapkas fix.doc

Fungsi dari sistem urinaria bagian bawah adalah bergantung dari fungsi sistem

persarafan dari otak. Sistem persarafan dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem

saraf tepi. Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis. Sistem saraf tepi

mencakup saraf autonom dan somatik. Sistem saraf autonom tidak dibawah kontrol

kesadaran dan disebut sistem involunter.2,7

Sistem saraf involunter mencakup, sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

Sistem saraf simpatis yang berasal dari segmen thorakolumbal (T11-L2) dan sacral

pada medulla spinalis yang berjalan menuju ke ganglia mesenterika inferior (pleksus

mesentarika inferior) lalu menuju ke nervus hipogastrik atau nervus pelvikus yang

berjalan pada rantai paravertebral yang berada pada kandung kemih dan uretra.

Sistem saraf ini mengatur pengisian kandung kemih melalui (1) merelaksasi otot

kandung kemih sehingga dapat diisi oleh urin, dan (2) mengkontraksikan sfingter

uretra internal dalam mecegah urin memasuki uretra. Sistem saraf parasimpatis yang

berasal dari S2-S4 yang berjalan dari sacral dan nervus pelvikus yang menuju ke

ganglia yang berada pada pleksus pelvikus dan dinding kandung kemih. Saraf

parasimpatis dapat menimbulkan keinginan untuk berkemih atau pengosongan

kandung kemih malalui (1) stimulasi otot kandung kemih untuk berkontraksi

sehingga menyebabkan sensasi berkemih dan (2) merelaksasi sfingter uretra internal

yang menyebabkan urin masuk uretra.1

Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra eksternal untuk

mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. Fungsi

sistem persarafan bergantung pada pelepasan zat kimiawi yang kita kenal dengan

neurotransmitter. Zat yang peling penting mempengaruhi kandung kemih adalah

asetilkolin (ACH) yang dilepaskan oleh akson parasimpatis post ganglionic. Ketika

ACH dilepas ia akan menyebabkan otot-otot kandung kemih mengalami kontraksi.

Pelepasan ACH ini diakibatkan adanya stimulasi dari M3 reseptor muskarinik yang

terdapat pada otot polos kandung kemih.2

Pelepasan zat kimiawi ini mengatur respon dari sistem persarafan pada

kandung kemih. Selain asetilkolin, sistem saraf simpatis postganglionic juga

15

Page 16: lapkas fix.doc

melepaskan noradrenalin yang diaktivasi oleh reseptor ᵦ3 adrenergik yang

merelaksasikan otot polos kandung kemih dan adanya aktivasi dari a1 adrenergik

yang mengkontraksikan otot polos uretra.1

Gambar 3. Persarafan vesica urinaria

d. Pengisian dan pengosongan kandung kemih

- Pengisian

Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas

spiral longitudinal dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi

peristaltik ureter 1-5 kali/menit akan menggerakkan urin dari pelvis renalis ke

dalam kandung kemih. Ureter yang berjalan miring melalui dinding kandung

kemih untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang perilstatik

untuk mencegah urin tidak kembali ke ureter. 1,2

Apabila kandung kemih terisi penuh, permukaan superior membesar,

menonjol ke atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum akan

16

Page 17: lapkas fix.doc

menutupi bagian bawah dinding

anterior kolum kandung kemih yang

terletak di bawah kandung kemih

dan permukaan atas prostat. 1

Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan kosong akan

berlipat-lipat. Lipatan ini akan hilang apabila kandung kemih terisi penuh.

Daerah membran mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih

yang dinamakan trigonum. Vesika urinaria menembus dinding kandung secara

miring membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urin ke ginjal pada

waktu kandung kemih terisi.1

- Pengosongan

Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan

kandung kemih selama berkemih. Berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,

serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter otot

rangka yaitu sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung

kemih dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.1,2,7

B. Fisiologi

Ada tiga fungsi utama buli yaitu : sebagai reservoir urin, fungsi ekpulsi urin, dan

anti refluk. Sebagai reservoir buli-buli berkapasitas 400-500 cc. Fase pengisian buli

ditandai dengan penyesuaian volume buli-buli terhadap peningkatan jumlah urin pada

suatu tekanan yang rendah, kurang 20 cm H2O. Menjelang fase pengisian, otot

detrusor mengalami relaksasi untuk mengakomodasikan peningkatan volume.

Dengan penuhnya volume buli-buli akan menyebabkan peregangan dinding yang

dapat merangsang reseptor sehingga otot buli berkontraksi, tekanan dalam buli

meningkat dan uretra posterior membuka. Keadaan ini dirasakan sebagai perasaan

ingin kemih, namun masih dapat diatur secara volunter oleh spingter eksterna. Pada

17

Page 18: lapkas fix.doc

kondisi ini kedudukan kandung kemih dipertahankan oleh kelompok otot-otot levator

ani terutama otot pubokoksigeus.5

Mekanisme proses Miksi ( Mikturisi ). Miksi ( proses berkemih ) ialah proses di

mana kandung kencing akan mengosongkan diri ketika sudah penuh dengan urin.

Mikturisi ialah proses pengeluaran urin sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan

(dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh

kontraksi otot perut yang menambah tekanan intra abdominalis, dan organ organ lain

yang menekan kandung kencing sehingga membantu mengosongkan urin.5

Refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, yang

dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Refleks mikturisi

merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang lebih tinggi yang

akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi sebagai berikut :

1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat

sebagian, kecuali bila mikturisi diinginkan

2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks

mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-menerus

melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya

Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi sacral

untuk membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat yang sama menghambat

sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.5

Dalam keadaan normal kandung kemih dan uretra berhubungan secara simultan

dalam penyimpanan dan pengeluaran urin. Selam penyimpanan, leher kandung kemih

dan uretra proksimal menutup, dan tekanan intra uretra berkisar antara 20-50 cmH2O.

Sementara itu otot detrusor berelaksasi sehingga tekanan kandung kemih tetap

rendah.4,5

Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase

pengosongan kandung kemih :

1. Fase pengisian (filling phase)

18

Page 19: lapkas fix.doc

Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya

harus melebihi tekanan intra vesika kecuali pada saat miksi. Selama masa

pengisian, ternyata hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan intra vesika, hal

ini disebabkan oleh kelenturan dinding vesika dan mekanisme neural yang

diaktifkan pada saat pengisian vesika urinaria. Mekanisme neural ini termasuk

refleks simpatis spinal yang mengatifkan reseptor ᵦ pada vesika urinaria dan

menghambat aktifitas parasimpatis. Selama masa pengisian vesika urinaria

tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada detrusor. 2,3,5

Tekanan normal intra vesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan

tekanan intrauretra dalam keadaan istirahat antara 50-100 cm H2O.

Selama pengisian vesika urinaria, tekanan uretra perlahan meningkat.

Penin gkatan pada saat pengisian vesika urinaria cenderung kerap mengalami

peningkatan aktifitas spinchter otot lurik. Refleks simpatis juga meningkatkan

stimulasi reseptor pada otot polos uretra dan meningkatkan kontraksi uretra

pada saat pengisian vesika urinaria.2,3,5

2. Fase miksi (voiding phase)

Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului

kontraksi otot detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama peningkatan

sensasi distensi untuk miksi. Pusat miksi terletak pada batang otak. Reflek

simpatis dihambat, aktifitas efferent somatic pada otot lurik sfinter dihambat

dan aktifitas parasimpatis pada otot detrusor ditingkatkan. Semua ini

menghasilkan kontraksi yang terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan

dengan penurunan resistensi yang melibatkan otot lurik dan polos uretra.

Terjadi penurunan leher vesika urinaria dan terjadi aliran urin. Ketika miksi

secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher vesika

urinaria ke arah simfisis pubis, leher vesika tertutup dan tekanan detrusor

menurun.5

19

Page 20: lapkas fix.doc

Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara

sebagai berikut : mula-mula, orang tersebut secara volunter

mengkontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan tekanan di dalam

kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan memasuki leher kandung

kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga

meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan

refleks mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra eksterna.

Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-10

milimeter urin di dalam kandung kemih.5

C. Definisi

Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan darurat

bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dapat

menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara

anatomi buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis

sehingga jarang mengalami cedera. 7

Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas yang

disebabkan fragmen patah tulang pelvis (90%) yang mencederai buli-buli.

Trauma tumpul menyebabkan ruptur vesika urinaria-buli terutama bila vesica

urinaria penuh atau terdapat kelainan patologik seperti tuberculosis, tumor, atau

obstruksi sehingga trauma kecil sudah menyebabkan ruptur. Ruptur vesika

urinaria-buli dapat juga terjadi secara spontan, hal ini biasanya terjadi jika

sebelumnya terdapat kelainan pada dinding vesica urinaria.7

Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat

dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan

uretra membranasea terikat diafragma urogenital. Bila buli-buli yang penuh

dengan urin mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan tekanan intra

vesikel yang dapat menyebabkan contosio buli-buli/buli- buli pecah. Keadaan ini

dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal.

20

Page 21: lapkas fix.doc

Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapat menimbulkan gejala dan tanda

rangsang peritonium termasuk defans muskuler dan sindrom ileus paralitik.

Angka kejadian trauma pada buli-buli diperkirakan 2% dari seluruh kejadian pada

trauma urogenital.7

D. Etiologi

Trauma vesika urinaria terbanyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau

kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen dari fraktur tulang pelvis mencederai

kandung kemih. Kemungkinan cedera kandung kemih dapat bervariasi berdasarkan

dari isi kandung kemih, sehingga apabila kandung kemih penuh lebih mungkin untuk

terjadinya cedera dibandingkan pada saat kandung kemih kosong. Fraktur tulang

pelvis dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih, pada kontusio

kandung kemih hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa

eksravasasi urin.5,6

Ruptur dinding ekstraperitoneal kandung kemih biasanya akibat tertusuk fragmen

fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian

ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. Trauma tumpul kandung kemih

dapat menyebabkan ruptur kandung kemih terutama bila kandung kemih penuh atau

terdapat kelainan patologik seperti tuberkulosis, tumor atau obstruksi sehingga

menyebabkan ruptur. Trauma vesika urinaria tajam akibat luka tusuk atau luka

tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui daerah suprapubik ataupun

transperineal. Penyebab lain adalah instrumentasi urologik misal perforasi iatrogenik

pada kandung kemih pada reseksi transurethral sistoskopi (TUR).5

E. Epidemiologi

Penyebab trauma kandung kemih paling sering adalah kecelakaan kendaraan

bermotor, dimana kedua sabuk pengaman mengkompresi kandung kemih. Sekitar 60 -

90 % (rata-rata 80 %) dari pasien cedera kandung kemih akibat trauma tumpul

biasanya disertai dengan fraktur tulang panggul dan 30% dari pasien dengan fraktur

21

Page 22: lapkas fix.doc

tulang panggul terdapat cedera pada kandung kemih, termasuk kontusio kandung

kemih. Sekitar 25% dari ruptur intraperitoneal kandung kemih terjadi pada pasien

tanpa fraktur panggul. Ruptur intraperitoneal tercatat sekitar sepertiga dari cedera

kandung kemih . Sedangkan untuk ruptur ekstraperitoneal tercatat 60 % dari sebagian

besar cedera kandung kemih dan biasanya berhubungan dengan fraktur panggul.8

F. Klasifikasi

Berdasarkan dari letak rupturnya dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Ruptur Vesica Urinaria Ekstraperitoneal

Kebanyakan vesica urinaria ruptur ekstraperitoneal dapat dikelola

dengan aman dengan drainase kateter sederhana (yaitu, uretra atau

suprapubik). Biarkan kateter selama 7-10 hari.5

Hampir semua cedera kandung kemih ekstraperitoneal sembuh dalam 3

minggu. Jika pasien dibawa ke ruang operasi untuk cedera yang berhubungan,

ruptur ekstraperitoneal dapat diperbaiki bersamaan jika pasien stabil.5

Kandung kemih dengan ekstravasasi ekstraperitoneal yang luas sering

diperbaiki melalui pembedahan. Intervensi bedah dini mengurangi rawat

rumah sakit dalam waktu lama dan komplikasi potensial.5

b. Ruptur Vesica Urinaria Intraperitoneal

Kebanyakan, pecah kandung kemih intraperitoneal memerlukan

eksplorasi bedah. Cedera ini tidak sembuh dengan kateterisasi berkepanjangan

saja. Urin mengambil jalur yang paling resistensi dan terus bocor ke rongga

perut. Hal ini menyebabkan peritonitis, perut kembung, dan gangguan

elektrolit.5

Cedera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American Association for the

Surgery of Trauma (AAST) - Organ Injury Scale (OIS) menjadi 5 grade, yaitu :

22

Page 23: lapkas fix.doc

Grade (AAST) : Jenis Cedera Deskripisi Kerusakan

I Hematoma

Laserasi

Kontusio dan hematoma

intramural

Laserasi sebagian dari dinding

buli - buli

II Laserasi Laserasi dari dinding

ekstraperitoneal buli – buli <

2 cm

III Laserasi Laserasi dari dinding

ekstraperitoneal > 2 cm atau

intraperitoneal < 2 cm

IV Laserasi Laserasi ekstraperitoneal > 2

cm

V Laserasi Laserasi intraperitoneal atau

ekstraperitoneal yang meluas

ke dalam kandung kemih

leher atau muara uretra

trigonum.

23

Page 24: lapkas fix.doc

Grade I Grade II

Kontusio dan hematoma intramural Laserasi dari dinding ekstraperitoneal

Laserasi sebagian dari dinding buli – buli buli – buli < 2 cm

Grade III

Laserasi dari dinding ekstraperitoneal > 2 cm atau intraperitoneal < 2 cm

24

Page 25: lapkas fix.doc

Grade IV Grade V

Laserasi ekstraperitoneal > 2 cm Laserasi intraperitoneal atau

ekstraperitoneal yang meluas ke

dalam leher kandung kemih

atau muara uretra (trigonum).

Selain itu dari Konsensus Societe Internationale D'Urologie mengklasifikasikan

cedera kandung kemih menjadi empat jenis dengan tidak memperhitungkan panjang

atau luas dari laserasi dinding kandung kemih, yaitu :

Tipe 1 adalah memar kandung kemih

Tipe 2 yaitu ruptur dinding intraperitoneal

Tipe 3 yaitu ruptur dinding ekstraperitoneal

Tipe 4 yaitu gabungan antara ruptur dinding intraperitoneal dan ekstraperitoneal

25

Page 26: lapkas fix.doc

G. Tanda dan Gejala

1. Anamnesis4,5

Keluhan utama :

Nyeri di daerah supra simpisis

Kencing darah atau bercampur darah

Tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing

Keadaan umum : gelisah, cemas

2. Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah : meningkat

Denyut nadi : meningkat

Respirasi rate : meningkat

3. Riwayat trauma

Instrumentasi di daerah urethra buli – buli

a. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi:5,9

Adanya jejas di daerah symphysis atau pelvis

Kualitas urin yang keluar ( hematuria)

Abdomen distended bagian bawah(supra symphisis)

2. Palpasi: 5,9

Nyeri tekan di supra symphisis / abdomen bawah

Abdomen tegang ( peritonitis )

Buli – buli tidak teraba( kosong)

Terdapat infiltrat urin di daerah prevesikal

3. Perkusi : nyeri ketok supra symphisis

4. RT : prostat melayang/ tidak teraba ditempat

26

Page 27: lapkas fix.doc

H. Patofisiologi

Kasus ruptur vesica urinaria jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena posisi

anatomis dari vesica urinaria yang apabila tidak terdistensi maksimal berada di

belakang tulang pelvis (ekstraperitoneal), sehingga dapat terlindungi. Namun apabila

buli-buli (vesica urinaria) terdistensi dengan maksimal, posisi buli-buli dapat menjadi

lebih superior bahkan mungkin sampai ke cavum abdomen (intraperitoneal) yaitu

setinggi 8-10 cm di belakang symphisis pubis. Oleh karena itu ruptur vesica urinaria

tergantung dari derajat distensinya.6,9,10

Kebanyakan kasus ruptur pada vesica urinaria yang terjadi ekstraperitoneal,

terjadi karena kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan patahnya tulang pelvis

sehingga vesica urinaria cedera. Trauma tumpul dapat mengakibatkan ruptur vesika

urinaria-buli terutama apabila kandung kemih penuh atau terdapat kelainan patologik

seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga menyebabkan ruptur. Selain itu

27

Page 28: lapkas fix.doc

ruptur vesica dapat juga disebabkan karena trauma tajam yang jarang terjadi karena

luka tusuk maupun luka akibat tembakan. 6,9,10

Fraktur pada tulang panggul juga dapat menimbulkan kontusio atau ruptur

kandung kemih, pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli

dengan hematuria tanpa eksravasasi urin. Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal

biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung

kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. 6,9,10

Kandung kemih dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehingga ketika

terjadi fraktur pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka fragmen dari fraktur

pelvis dapat mencederai kandung kemih dan dapat terjadi ruptur ekstraperitoneal.

Apabila terdapat urin yang terinfeksi dapat mengakibatkan abses dalam pelvis dan

infeksi pelvis yang berat. Pada saat kandung kemih terisi penuh kemudian tiba – tiba

terjadi benturan atau pukulan langsung ke perut bagian bawah dapat menyebabkan

gangguan pada kandung kemih. 6,9,10

Jenis gangguan biasanya adalah gangguan intraperitoneal. Ruptur

intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan atau kompresi pada perut bagian bawah

pasien dengan kandung kemih yang penuh sehingga menyebabkan peningkatan

mendadak tekanan intraluminal kandung kemih kemudian menyebabkan pecahnya

puncak yang merupakan bagian terlemah dari kandung kemih. Puncak dari

lengkungan kandung kemih ditutupi oleh peritoneum, maka cedera yang terjadi di

daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi intraperitoneal. Jika diagnosis segera

ditegakkan dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala yang dapat ditemukan

selama beberapa hari, tetapi jika terdapat urin yang terinfeksi, maka akan cepat

berlanjut menjadi peritonitis dan akut abdomen. 6,9,10

28

Page 29: lapkas fix.doc

I. Diagnosis

Penegakan diagnosis untuk ruptur vesika urinaria yaitu :

a. Anamnesis

Ketika dilakukan anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan adanya nyeri di

daerah suprapubik. Dengan keluhan penyerta seperti keluarnya darah saat

buang air kecil, anuria atau sulit kencing, dan bila ditelusuri akan terdapat

riwayat trauma pada penderita.

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik inspeksi, akan ditemukan beberapa hal yang

menunjukan adanya perlukaan (jejas) di daerah pelvis, dan adanya distensi

abdomen bagian bawah (supra symphisis). Pada palpasi akan ditemukan

adanya abdomen yang tegang, kosongnya buli-buli/hilangnya kandung kemih

dan juga nyeri tekan pada abdomen bawah. Pada saat melakukan perkusi akan

ditemukan nyeri ketok kostovertebrae.

c. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan darah, akan ditemukannya penurunan hematokrit yang

menunjukan adanya kehilangan darah periode akut. Pada pemeriksaan

radiologi akan ditemukan gambaran fraktur pada pelvis. Pemeriksaan

cystography akan menunjukan adanya gambaran ekstravasasi di

ekstraperitoneal ataupun intraperitoneal, hal ini nantinya akan membantu

dalam menentukan letak ruptur dan bagaimana penatalaksanaannya.

Diagnosis dari ruptur vesica urinaria ini dapat ditegakan bila terdapat

kemiripan/kesamaan tanda dan gejala serta gambaran seperti di atas.3,2

29

Page 30: lapkas fix.doc

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah (kadar hematokrit)

Pemeriksaan darah rutin pada pasien ruptur vesika urinaria akan

menunjukan adanya penurunan hematokrit. Kadar normal hematokrit pada

anak adalah 33-38%, pada pria dewasa 40-48%, dan bagi wanita dewasa

adalah 37-43%. Pada kasus ruptur vesika urinaria akan terjadi penurunan nilai

hematokrit yang drastis, hal ini dikarenakan adanya peristiwa kehilangan

darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misalnya pada kecelakaan).

Penurunan hematokrit juga digunakan untuk mendiagnosis anemia, leukimia,

gagal ginjal kronik, malnutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkus

peptikum. Sebaliknya, peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada pasien

dengan dehidrasi, diare berat, eklampsia, efek pembedahan, luka bakar, dan

lain-lain.6,3,7

2. Pemeriksaan radiologi (Foto rontgen)

Pemeriksaan menggunakan foto rontgen ini dilakukan pada bagian

pelvis. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah ada fraktur tulang pelvis

atau tidak. Dalam kasus ruptur vesika urinaria, kebanyakan kasus ini

disebabkan karena adanya fraktur tulang pelvis. Gambaran foto tulang pelvis

yang normal, tidak akan menunjukan adanya retakan atau patahan di tulang

pelvis. 6,3,7

3. Pencitraan (Cystography)

Pemeriksaan cystography atau lebih dikenal dengan sistogram biasanya

digunakan untuk memeriksa adanya ruptur vesika urinaria dan tumor vesika

urinaria. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberi kontras ke dalam vesika

urinaria kemudian dibuat beberapa foto. Pada kasus ruptur vesika urinaria,

pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya ruptur vesika urinaria

30

Page 31: lapkas fix.doc

dan lokasi ruptur, baik intraperitoneal maupun ekstraperitoneal. Foto pada

ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal akan menunjukan adanya gambaran

ekstravasasi seperti nyala api di daerah perivesikal, sedangkan pada intra

peritoneal terlihat kontras masuk ke dalam rongga abdomen. 6,3,7

Gambar IV. Gambaran normal buli yang terisi kontras

Gambar V. Ruptur Ekstraperitoneal Vesika Urinaria. Tampak ekstravasasi (tanda panah)

terlihat di luar kandung kemih pada pelvis pada pemeriksaan sistogram

Gambaran VI. Ruptur Intraperitoneal Vesika Urinaria. Pada gambaran sistogram

menunjukkan kontras yang mengisi di sekitar usus

31

Page 32: lapkas fix.doc

4. Pemeriksaan urin

Pemeriksaan urin pada kasus ruptur vesika urinaria ditujukan untuk

mengetahui ada tidaknya darah dalam urin. Adanya darah dalam urin

(hematuria) menunjukan bahwa adanya ruptur vesika urinaria, sedangkan bila

ternyata tidak terdapat darah pada urin maka tidak terdapat ruptur vesika

urinaria.9

K. Penatalaksanaan

1. Medikametosa

a. Hentikan syok

b. Hentikan perdarahan

c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruptur intraperitoneal

dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

d. Pasang kateter sederhana 7-10 hari untuk ruptur ekstraperitoneum

e. Pembedahan

Teknik operasi :

1) Posisi terlentang

2) Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.

3) Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.

4) Dengan pembiusan umum.

5) Insisi kulit midline ± 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan

6) M. rektum abdominis dipisahkan pada linea alba (tengah-tengah)

7) Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga buli-buli  terlihat

keseluruhannya dengan jelas.

8) Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah,

ukuran dan bentuk robekannya :

32

Page 33: lapkas fix.doc

a) Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement

pada tepi-tepinya.

b) Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans

peritoneal

9) Pasang DK 16F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli,

dan pastikan DK masuk di dalam buli (balon kateter jangan

dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada

kasus – kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di

pasang kateter sistostomi nomor 22 atau 24.

10) Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu :

a) Jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut  3-0 secara jelujur

biasa

b) Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu

11) Kembangkan balon kateter dengan larutan garam fisiologis ± 10cc

12) Lakukan test buli-buli, untuk mengecek jahitan buli (bocor atau tidak)

13) Cuci lapangan operasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih

14) Pasang drain redon perivesikal (di cavum Retzii) dan fiksasi dengan

silk 1-0 di kulit

15) Tutup lapangan operasi lapis demi lapis

a) Dekatkan M. rektus abdominis dengan chromic 2-0 satu-satu

b) Jahit lemak subkutan dengan plain cat-gut 3-0 satu-satu

c) Jahit kulit dengan silk 3-0 satu-satu

- Komplikasi operasi

Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

33

Page 34: lapkas fix.doc

Perawatan Pascabedah :

1) Lepas kateter pada hari ke 7

2) Lepas drain redon setelah lepas kateter dan produksinya < 20 cc dalam

2 hari berturut-turut.

3) Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi

f. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi

2. Non Medikametosa

1. Istirahat tirah baring

2. Diet makanan

3. Menyarankan pasien kembali beraktivitas normal dalam waktu 4-6

minggu.

L. Komplikasi

a. Peritonitis

Merupakan inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau

sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi peritoneal oleh

bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar

(contoh: sirosis dengan asites, sistem urinarius ) dan sekunder inflamasi dari

saluran GI, ovarium atau uterus, cedera traumatik atau kontaminasi bedah.7

b. Fistula

Merupakan saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ

bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan, atau

menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh bagian

luar.2

34

Page 35: lapkas fix.doc

c. Pyelonephritis ( infeksi ginjal)

Merupakan jenis infeksi saluran urin spesifik yang umumnya dimulai

dari uretra dan menjalar ke ginjal.2

d. Sepsis

Merupakan kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam

nyawa, yang ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau

dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri) yang tanda-

tanda dan gejala-gejalanya memenuhi paling sedikit dua dari kriteria-kriteria

berikut dari sindrom respon peradangan sistemik atau sistemic inflammatory

response syndrome (SIRS):

1. Denyut jantung yang meningkat (tachycardia) >90 detak per menit waktu

istirahat

2. Temperatur tubuh tinggi (>100.4F atau 38C) atau rendah (<96.8F atau

36C)

3. Kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau

PaCO2 (tekanan parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) <32 mm

Hg

4. Jumlah sel darah putih yang abnormal (>12000 sel/µL atau <4000 sel/µL

atau >10% bands [tipe yang belum matang dari sel darah putih.6

M. Prognosis

Apabila ruptur pada vesica urinaria segera dioperasi maka penyakit ini akan

segera membaik dan tidak terjadi komplikasi yang membahayakan. Namun. Jika

tidak segera dioperasi maka pada robekan buli-buli intraperitoneal dapat

menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga peritoneum.

Keadaan tersebut dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa.6

35

Page 36: lapkas fix.doc

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah

ruptur vesika urinaria e.c trauma tumbul abdomen. Berdasarkan  anamnesis

didapatkan bahwa pasien merupakan seorang anak laki-laki, usia 3 tahun mengeluh

keluhan nyeri perut bawah tengah yang dialami sejak 2 jam sebelum masuk Rumah

Sakit, nyeri dirasakan terus menerus, terasa seperti tertusuk-tusuk, mekanisme

kejadiannya ketika pasien sedang bermain di ruang nonton di rumahnya pasien

bergantungan di atas TV, tiba-tiba pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter

dan terpukul di perut bawah pasien, tidak ada riwayat pingsan, mual ataupun muntah,

namun menurut ibu pasien, pasien tidak bisa buang air kecil sejak kejadian, buang air

besar tidak ada keluhan.

Pada pasien terjadi ruptur vesika urinaria dikarenakan trauma tumpul

abdomen akibat tertindis TV, trauma tumpul abdomen disebabkan oleh cedera

struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama, yaitu

tenaga kompresi (hantaman) dan tenaga deselerasi. Tenaga kompresi (compression or

concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap

objek yang terfiksasi. Hal yang sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan

hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.

Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan sobekan linier organ-organ yang

terfiksasi.

Trauma tumpul akibat hantaman secara umum dibagi ke dalam 3 mekanisme,

yang pertama adalah ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan pergerakan

yang berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya, kekuatan hantaman

36

Page 37: lapkas fix.doc

menyebabkan organ viseral yang padat serta vaskularisasi abdomen menjadi ruptur,

terutama yang berada di daerah hantaman.

Yang kedua adalah ketika isi dari intra abdomen terhimpit antara dinding

depan abdomen dan kolumna vertebralis atau posterior kavum thorak. Hal ini dapat

merusak organ-organ padat visera seperti hepar, limpa dan ginjal.

Ketiga adalah kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan tekanan

intra abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi ruptur organ.

Pada penderita ini terjadinya jejas pada abdomen disebabkan karena terhimpitnya

pasien saat terjadi kecelakaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya himpitan pada

organ intra abdomen antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis.

Gejala utama pada ruptur vesika urinaria adalah nyeri abdomen. Nyeri,

kekakuan, tegang pada abdomen merupakan tanda klasik patologi intraabdomen.

Nyeri tekan dan defans muscular disebabkan karena pergerakan yang tiba-tiba dan

iritasi membrane peritoneal hingga ke dinding abdomen. Iritasi disebabkan adanya

darah atau isi lambung pada kavum peritoneal, penjalaran nyeri pada area

epigastrium sampai ke punggung.

Pada pemeriksaan fisik, pada inspeksi kadang ditemukan jejas, distensi

abdomen. Bradikardi mengindikasikan adanya darah bebas di intra peritoneal pada

pasien dengan cedera trauma tumpul abdomen.

     Pada palpasi didapatkan nyeri tekan, konsistensi yang lunak dan terasa penuh

dapat mengindikasikan perdarahan intraabdomen.

       Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis ruptur vesika

urinaria, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka bunyi peristaltik usus menurun

atau tidak terdengar sama sekali.

Penatalaksanaan : Pada saat ini penatalaksanaan pada ruptur vesika urinaria

dilakukan dengan sistogram dan laparoskopi yang merupakan gold standard dalam

diagnosis dan terapi ruptur vesika urinaria. Sistogram merupakan pemeriksaan

radiologi kandung kemih, setelah kandung kemih diisi oleh suatu medium kontras

37

Page 38: lapkas fix.doc

melalui kateter. Sedangkan laparoskopi merupakan suatu instrumen untuk melihat

rongga peritoneum, struktur rongga pelvik dan dapat juga dipakai untuk tindakan

operatif. Sistogram sangat berguna selama laparoskopi untuk mengetahui lokasi atau

bagian vesika urinaria yang mengalami ruptur. Bersamaan dengan hal tersebut,

laparoskopi dilakukan untuk menjahit bagian vesika urinaria yang ruptur. Selain

sistogram, dapat juga digunakan sistouretrogram. Sistouretrogram merupakan suatu

pemeriksaan radiografik kandung kemih dan uretra.

Tindakan yang diberikan pada pasien ini berupa IVFD RL 20 tpm, cefotaxime

1 gr/ 12 jam/ IV, Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV, Ranitidin ½ amp/ 8 jam / IV, Pasang

kateter dan operasi. Hal tersebut dilakukan untuk stabilisasi kondisi pasien.

     Komplikasi ruptur vesika urinaria yang dapat terjadi adalah peritonitis. oleh

kontaminasi peritoneal oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan

gangguan usus dasar.

     Pada pasien ini terdapat peritonitis, hal ini ditandai dengan adanya nyeri perut

yang sangat hebat di seluruh lapangan abdomen. Pada tanda klinis didapatkan

distended abdomen.

38

Page 39: lapkas fix.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B. Purnomo. Dasar – dasar Urologi. Edisi II. Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang. 2003. Hal 23-25.

2. Chris T. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Buku Ajar Edisi IV. Media

Aesculapius.

3. Djakovic E. 2012. Guidelines Urologic Trauma. European Association of

Urology.

4. Mikulska M. 2009. Laparoscopic treatment of traumatic bladder ruptur. Review

Article. Central European Journal of Urology.

5. Muter A. 2010. Bladder Injuries: Evaluation, Management, and Outcome.

Original Article Vol. 52, No. 2. Dept. of Surgery College of medicine. Baghdad

University.

6. Purnomo, BP. 2011. Dasar-dasar Urologi: Trauma Urogenitalia. Edisi Kedua.

Jakarta. CV Sagung Seto. Hal 9. 3-104.

7. Pereira T.M.B. 2012. Bladder injuries after external trauma. Original Article

Received: 26 September 2011 / Accepted: 12 April 2012.

8. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke dua. Jakarta:

PenerbitBuku Kedokteran EGC.

9. Soemarko M. 2004. Hubungan peningkatan tekanan intravesika urinaria dengan

Perdarahan intraperitoneal akibat trauma tumpul abdomen. The association of

increasing intravesica urinarial pressure with Intraperitoneal bleeding caused by

blunt abdominal inyury. Fakultas Kedokteran Unibraw.

10. Santucci A. 2000. Bladder injuries: evaluation and management. Department of

Urology, University of California School of Medicine, San Francisco, California,

and Urology Service, San Francisco General Hospital, USA.

39

Page 40: lapkas fix.doc

40