makalah ikterus fix.doc

82
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune’ yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk. 1 Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu dipikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Ikterus merupakan suatu sindroma yang dikarakteristikkan oleh adanya hiperbilirubinemia dan deposit pigmen empedu pada jaringan termasuk kulit dan membran mukosa. Secara 1

Transcript of makalah ikterus fix.doc

Page 1: makalah ikterus fix.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti

kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien

ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek

atau direk. 1

Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat

ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga

perlu dipikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Ikterus merupakan suatu

sindroma yang dikarakteristikkan oleh adanya hiperbilirubinemia dan deposit

pigmen empedu pada jaringan termasuk kulit dan membran mukosa. Secara garis

besar ikterus dapat digolongan menjadi ikterus fisiologis maupun patologis.

Ikterus patologis sering didapatkan pada dewasa, dan terbagi menjadi beberapa

tipe, yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan

ikterus post hepatika (obstruksi). Terdapat dua bentuk ikterus obstruksi yaitu

obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Ikterus obstruksi intra hepatal dimana

terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang

menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan ikterus obstruksi ekstra

hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang

menyebabkan tanda-tanda stasis empedu.1 Yang merupakan kasus bedah adalah

1

Page 2: makalah ikterus fix.doc

ikterus obstruksi ekstra hepatal sehingga sering juga disebut sebagai “surgical

jaundice”, ikterus obstruksi ini terbanyaknya disebabkan oleh batu kandung

empedu, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini

dan tepat.

2

Page 3: makalah ikterus fix.doc

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Hepar

Gambar 2.1 Anatomi Hepar

(http://benviemedicshop.com/wp-content/uploads/2014/01/anatomi-hepar.jpg.

Diakses tanggal 6 Februari 2015 pukul 19.00 WIB)

Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar yang terletak di intra

peritoneum. Berbentuk sebagai suatu piramida tiga sisi dengan dasar menuju ke

kanan dan puncak menuju ke kiri. . Permukaan ke caudo dorsal menunjuk ke alat-

alat dalam perut sehingga disebut fascies visceralis. Tepi kaudal antara fascies

diaphragmatica dan fascies visceralis disebut margo inferior. Hepar yang normal

tidak melewati arcus costarum dan pada saat inspirasi kadang-kadang dapat

teraba.1

Berat hepar berkisar antara 1,2– 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan

orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat

kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas

atas hepar sejajar dengan ICS V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari

3

Page 4: makalah ikterus fix.doc

iga IX kanan ke iga VII kiri. Permukaan posterior hepar berbentuk cekung dan

terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum

minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena

porta, dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik

kandung empedu.2

Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya

perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran

kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan

kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan sebuah daerah

yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava

inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior.2,3

Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungsi lain

antara lain :

1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari GIT.

2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing.

3. Sintesis protein plasma mencakup: pembekuan darah, mengangkut hormon

tiroid, steroid, dan kolesterol.

4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.

5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal

6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak

7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.3

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan kantong kecil yang berfungsi umtuk

menyimpan empedu. Empedu adalah cairan pencernaan berwarna kuning

4

Page 5: makalah ikterus fix.doc

kehijauan yang dihasilkan oleh hati. Kandung empedu memiliki bentuk seperti

buah pir dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot yang terletak

di dalam fossa dari permukaan visceral hati.3,4

Bagian-bagian dari kandung empedu terdiri dari: 5

1. Fundus vesikafelea dengan bentuk bulat, merupakan bagian kandung

empedu yan paling akhir setelah korpus vesikafelea.

2. Korpus vesikafelea yaitu merupakan bagian terbesar dari kandung

empedu, di dalamnya berisi getah empedu. Getah empedu adalah suatu

cairan yang disekresi setiap hari oleh hati yang dihasilkan setiap hari 500-

1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi meningkat

sewaktu mencerna lemak.

3. Kolum yaitu bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak

antara korpus dan daerah duktus sistika.

4. Infundibulum dikenal juga sebagai kantonr Hartmann, merupakan bulbus

divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung

kemih.

5. Duktus sistikus yang menghubungkan kandung empedu ke duktus

koledokus. Berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan

duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.

6. Duktus hepatikus saluran yang keluar dari leher kandung empedu.

7. Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.

5

Page 6: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.2 Anatomi Kantung Empedu 1

(http://adamimages.com/Abdominal-organs-Illustration/PI27498/F4. Diakses

tanggal 6 Februari 2015 pukul 19.00 WIB)

Gambar 2.3 Anatomi Kantung Empedu 2

(http://adamimages.com/Gallbladder-Illustration/PI11087/F4. Diakses tanggal

6 Februari 2015 pukul 19.00 WIB)

6

Page 7: makalah ikterus fix.doc

Kandung empedu memiliki beberapa fungsi, antara lain: 3

1. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada

didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini

adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Untuk membuang limbah

tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan

kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

2. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.

Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi

bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.

2.3 Ikterus

2.3.1 Definisi

Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit, dan mata akibat bilirubin

yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang

dari 9µmol/L (0,5mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat

diatas 35 µmol/ L (2 mg).1

Gambar 2.4 Ikterus

(http://www.gponline.com/red-flag-symtoms-jaundice-adult/haematology/article/

893041. Diakses tanggal 6 Februari 2015 pukul 19.00 WIB)

2.3.2 Fisiologi Metabolisme Bilirubin

7

Page 8: makalah ikterus fix.doc

Berikut ini akan dijelaskan mengenai metabolisme pembentukan bilirubin,

meliputi:6

1. Eritrosit yang sudah tua akan difagosit oleh monosit dan makrofag dan

sebagiannya lagi akan didestruksi/katabolisasi di sistem retikuloendotelial

seperti hati dan limfa, sementara sel darah yang telah difagosit itu akhirnya

juga akan dibawa menuju sre untuk mengalami katabolisasi lebih lanjut.

2. Didalam sel hemoglobin, suatu bentuk protein yang terdapat dalam

eritrosit, akan dipecah menjadi 3 komponen yaitu heme, ferum (besi), dan

globin. Globin akan menuju siklus metabolisme yang lain sedangkan besi

akan digunakan kembali oleh tubuh untuk pembentukan eritrosit baru dan

akhirnya heme akan dikonversi menjadi biliverdin yang berwarna

kehijauan.

3. Biliverdin akan keluar dari sre menjadi bentuk bilirubin tak terkonjugasi

atau bilirubin indirek, karena sifatnya yang tidak larut air maka untuk

ditranspor didalam plasma, dibutuhkan suatu pembawa yaitu albumin.

Bersama dengan albumin bilirubin indirek akan bersirkulasi dan akan

mengalami ambilan oleh hepatosit.

4. Bilirubin inderek akan diikat oleh suatu protein yang dihasilkan hati yaitu

protein y, lalu bilirubin indirek + protein y akan mengalami reaksi

enzimatik, yaitu oleh enzim glukuronil transferase dan kemudian

mengalami pengikatan lagi dengan protein z, maka bilirubin tersebut

menjadi bentuk terkonjugasi/bilirubin direk yang memiliki sifat larut

dalam air.

5. Bilirubin akan dikeluarkan dari hati melalui traktus biliaris dan nantinya

8

Page 9: makalah ikterus fix.doc

akan bercampur dengan garam - garam empedu, dan kemudian memasuki

saluran cerna.

6. Didalam saluran cerna bilirubin akan dimetabolisme lebih lanjut oleh

bakteri usus menjadi sterkobilin (dan juga urobilin) yang mewarnai faeces

sebagian kecil akan diserap dan dibawa ke dalam sirkulasi portal, dan

kemudian ke ginjal dimana bilirubin ini akan mewarnai urine (disini

namanya berganti menjadi urobilin) dan dikeluarkan bersama dengan urine

(serta faeces) dari tubuh.

Gambar 2.5 Metabolisme Bilirubin

(Crawford, M. James. 2010. The Biliary Tract. Robin & Cotran Pathologic Basis

of Disease. Philadelphia)

2.3.3 Patogenesis Ikterus9

Page 10: makalah ikterus fix.doc

Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Bila kadar bilirubin

sudah mencapai 2–2,5 mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada sklera dan

mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna

kuning. 7

Gambar 2.6 Klasifikasi Ikterus

(Silbernagl, Stefan. 2000, Color Atlas of Pathophysiology, New York: Thieme)

1. Ikterus Pra Hepatik 5

Produksi bilirubin yang berlebihan ini diakibatkan karena adanya

abnormalitas pada hemolisis sel darah merah (sehingga disebut juga ikterus

hemolitik).

Kapasitas sel hepar mengadakan konjugasi terbatas, sehingga peningkatan

produksi heme (dari pemecahan hemoglobin) sehingga bilirubin inderek tinggi.

Terjadi akumulasi pembentukan bilirubin inderek, juga akan meningkatkan

jumlah bilirubin direk secara progresif. Sehingga urobilinogen yang dihasilkan

10

Page 11: makalah ikterus fix.doc

melebihi normal yang mengakibatkan peningkatan kandungan urobilinogen dalam

feses tinggi.

Peningkatan produksi bilirubin dapat disebabkan oleh:

a) Kelainan sel darah merah (sferosit herditer, inkompabilitas Rh, HbS pada

anemia sel sabit).

b) Infeksi malaria, sepsis, dll.

c) Toksin dari luar tubuh (obat-obatan) dan dari dalam tubuh (transfuse,

eritroblastosis fetalis).

Gambar 2.7 Ikterus Pra Hepatik

(http://nerdyna.blogspot.com/2011/09/mata-kuning-ikterus.html. Diakses tanggal

6 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

11

Page 12: makalah ikterus fix.doc

2. Ikterus Hepatika / Parenkimatosa 5

Ikterus pada kasus ini terjadi karena adanya kelainan konjugasi pada sel hati

sehingga jumlah bilirubin inderek tinggi. Beberapa penyakit akibat gangguan pada

konjugasi bilirubin yaitu:

Hepatitis A,B,C,D atau E.

Sirosis hepatis.

Kolestasis akibat obat (klorpromazin).

Zat yang meracuni hati seperti fosfor, kloroform dll.

Tumor hati multiple (jarang).

Gambar 2.8 Ikterus Hepatika

(http://nerdyna.blogspot.com/2011/09/mata-kuning-ikterus.html. Diakses tanggal

6 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

12

Page 13: makalah ikterus fix.doc

3. Ikterus Pasca Hepatik / Obtruksi 5

Ikterus obstruksi terjadi bila :

- Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke

sinusoid. Hal ini disebut ikterus obstruksi intra hepatal. Biasanya tidak

disertai dengan dilatasi saluran empedu.

- Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstra hepatal.

Hal ini disebut sebagai ikterus obstruksi ekstra hepatal. Oleh karena

adanya sumbatan maka akan terjadi dilatasi pada saluran empedu. Karena adanya

obstruksi pada saluran empedu maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin

terkonyugasi atau bilirubin II) dari saluran empedu ke dalam darah sehingga

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah. Bilirubin

direk larut dalam air, tidak toksik dan hanya terikat lemah pada albumin. Oleh

karena kelarutan dan ikatan yang lemah pada albumin maka bilirubin direk dapat

diekskresikan melalui ginjal ke dalam urine yang menyebabkan warna urine gelap

seperti teh pekat. Urobilin feses berkurang sehingga feses berwarna pucat seperti

dempul (akholis).

13

Page 14: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.9 Ikterus Pasca Hepatik / Obstruksi

(http://nerdyna.blogspot.com/2011/09/mata-kuning-ikterus.html. Diakses tanggal

6 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

2.3.4 Diagnosis

Diagnosis ikterus obstruksi beserta penyebabnya dapat ditegakan berdasarkan

Anamnesis (gambaran klinis), pemeriksaan fisis, laboratorium dan pemeriksaan

penunjang diagnostik.3

2.3.5 Gambaran Klinis

1. Anamnesis 3

a.   Riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin serum >

2,5 mg/dl.

14

Page 15: makalah ikterus fix.doc

b. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh.

c. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x

pemeriksaan berturut-turut.

d. Riwayat anemia, terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan anemia

hemolitik.

e. Nyeri perut terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan

oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi

berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang

menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu

munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan

makanan berlemak yang diikuti mual, muntah.

f.   Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca

caput pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier.

g. Demam. Pada obstruksi mekanik muncul setelah nyeri timbul.

Sedangkan pada inflamasi demam muncul bersamaan dengan nyeri

h. Usia. Pada usia muda kebanyakan hepatitis, sedangkan usia tua lebih

sering keganasan

i. Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo,

promiskuitas, pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B,

pembedahan sebelumnya.

j.   Makanan dan obat. Contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan

batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan

merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga akan

15

Page 16: makalah ikterus fix.doc

menyebabkan fatty liver disease.

k. Gejala-gejala sepsis lebih sering menyertai ikterus akibat sumbatan batu

empedu, jarang pada keganasan.

l. Gatal-gatal. Karena penumpukan bilirubin direk pada kolestasis.

2. Pemeriksaan Fisik 3

a) Ikterus pada sklera atau kulit

b) Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi,

gynekomastia, asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting

edema), scratch effect.

c) Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar,

obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar

mengecil pada sirosis.

d) Kandung empedu membesar atau tidak (Courvoisier sign). Positif bila

kantung empedu tampak membesar, biasanya pada keganasan karena

dilatasi kandung empedu. Negatif bila kantung empedu tidak tampak

membesar, biasanya pada obstruksi batu karena adanya proses inflamasi

pada dinding kantung empedu.

e) Murphy’s sign. Positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis

terinfeksi.

←3. Pemeriksaan Laboratorium 3

a)  Pemeriksaan darah lengkap, amilase, albumin, faktor pembekuan, serum

transaminase (SGOT/SGPT), AFP, LDH, Alkali Fosfatase, γ-Glutamil

Transpeptidase)

b) Urinalisis terutama bilirubin direk (terkonjugasi) dan total.

16

Page 17: makalah ikterus fix.doc

c) Marker serologis hepatitis untuk hepatitis.3

4. Pemeriksaan penunjang 3

1. Pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan

penyebab obstruksi. Yang perlu diperhatikan adalah:

a) Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung

empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2–3x6cm, dengan

ketebalan sekitar 3 mm.

b) Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. Bila diameter

saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan

dilatasi duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal disertai

pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi ekstra hepatal

bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu

intra hepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukan

ikterus obstruksi ekstra hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut

di bagian proksimal duktus sistikus.

c) Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas

tinggi disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada

perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor

akan terlihat massa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas

rendah dan heterogen.

d) Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti

menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal.

e) Bertujuan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier

17

Page 18: makalah ikterus fix.doc

serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu.

2. Pemeriksaan CT scan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya

dilatasi duktus intra hepatik yang disebabkan oleh oklusi ekstra hepatik

dan duktus koledokus akibat kolelitiasis atau tumor pankreas. Selain itu

juga ditujukan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier

serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu.

3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography). Pemeriksaan

ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak sumbatan. ERCP

memberi gambaran langsung tentang keadaan duktus biliaris dan sangat

berguna mencari etiologi obstruksi ekstrahepatal dan mengekstraksi batu

empedu.

4. Biopsi Hepar, biasanya untuk memastikan etiologi obstruksi intrahepatal.

2.3.6 Penatalaksanaan 3

Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk

menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila

penyebabnya adalah batu maka dilakukan tindakan pembedahan. Bila

penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan

penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase

untuk mengalihkan aliran empedu tersebut. Pembedahan terhadap batu sebagai

penyebab obstruksi, yang dapat dilakukan antara lain:

a) Kolesistektomi terbukaadalah mengangkat kandung empedu beserta

seluruh batu. Indikasi paling umum untuk kolesistektomia adalah biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopik, indikasi awal hanya pasien dengan batu

18

Page 19: makalah ikterus fix.doc

empedu simptomatik tanpa adanya kolesistitis akut.

c) Sfingterotomi/papilotomi. Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus

koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi/papilotomi untuk mengeluarkan

batunya. Cara ini dapat digunakan setelah ERCP kemudian dilanjutkan

dengan papilotomi. Tindakan ini digolongkan sebagai surgical Endoscopy

Treatment (SET).

d) Pembedahan terhadap striktur/ stenosis; striktur atau stenosis dapat terjadi

dimana saja dalam sistem saluran empedu, apakah itu intra hepatik atau

ekstra hepatik. Tindakan yang dilakukan yaitu :Mengoreksi striktur atau

stenosis dengan cara dilatasi atau sfingterotomi, Dapat juga dilakukan

tindakan dilatasi secara endoskopi (Endoscopic Treatment) setelah

dilakukan ERCP. Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka

dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya dengan

melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-digestif (by-pass).

e) Pembedahan terhadap tumor; tumor sebagai penyebab obstruksi maka

perlu dievaluasi lebih dahulu apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat

direseksi. Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi

kuratif. Hasil reseksi perlu dilakukan pemeriksaan PA. Bila tumor tersebut

tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan pembedahan paliatif saja yaitu

terutama untuk memperbaiki drainase saluran empedu misalnya dengan

anastomosis bilo-digestif atau operasi by-pass.

19

Page 20: makalah ikterus fix.doc

2.4 Gangguan Saluran Empedu

2.4.1 Kolestasis

a. Definisi

Kolestasis adalah penyumbatan aliran empedu dari hati ke usus, yang dapat

disebabkan oleh kelainan pada saluran intra hepatik dan/atau ekstra hepatik. 5

Gambar 2.10 Kolestasis

20

Page 21: makalah ikterus fix.doc

(http://www.netteranatomy.com/common/showimage.cfm?

bFlag=1&imgFile=268-X7746.jpg(online). Diakses tanggal 7 Februari 2015

pukul 20.00 WIB)

Penyebab kolestasis dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :

1. Berasal dari hati (Intrahepatik):1

Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke

sinusoid. Hal ini disebut sebagai ikterus obstruksi intrahepatal. Biasanya

tidak disertai dengan dilatasi saluran empedu. Obstruksi ini bukan

merupakan kasus bedah. Contoh :

a. Hepatitis

b. Penyakit hati alkoholik

c. Sirosis bilier primer

d. Akibat obat- obatan

e. Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada

kehamilan)

2. Berasal dari luar hati (Ekstrahepatik):1

a. Batu saluran empedu

b. Penyempitan saluran empedu o.k tumor saluran empedu (pertemuan

antara saluran empedu dan saluran pancreas), tumor kaput pancreas,

atresia saluran empedu.

c. Tumor ganas empedu.

Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstrahepatal. Hal ini disebut

sebagai ikterus obstruksi estrahepatal. Oleh karena adanya sumbatan maka

akan terjadi dilatasi pada saluran empedu. Karena adanya obtruksi pada

21

Page 22: makalah ikterus fix.doc

saluran empedu maka terjadi refluks biliribun direk (bilirubin terkonyugasi

atau bilirubin II) dari saluran empedu ke dalam darah sehingga

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah.

Bilirubin direk larut dalam air, tidak toksik dan hanya terikat lemah pada

albumin. Oleh karena kelarutan dan ikatan yang lemah pada albumin maka

pada bilirubin direk dapat diekskresikan melalui ginjal ke dalam urine

yang menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat. Urobilin feses

berkurang sehingga feses berwarna pucat seperti dempul. Karena terjadi

peningkatan kadar garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-gatal

(pruritus). Batu kandung empedu bisa menyumbat aliran empedu dari

kandung empedu, dan menyebabkan nyeri (kolik bilier) atau peradangan

kandung empedu (kolesistitis). Batu juga bisa berpindah dari kandung

empedu ke dalam saluran empedu, sehingga terjadi kuning (jaundice)

karena menyumbat aliran empedu yang normal ke usus. Penyumbatan

aliran empedu juga bisa terjadi karena adanya suatu tumor.1

b. Gejala Klinis 8

a. Jaundice dan urine yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin

yang berlebihan di dalam kulit dan urine.

b. Feses terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus.

c. Feses juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (steatore) karena dalam

usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam

makanan.

d. Berkurangnya empedu dalam usus juga menyebabkan berkurangnya

penyerapan kalsium dan vitamin D.

22

Page 23: makalah ikterus fix.doc

e. Jika kolestasis menetap, kekurangan kalisium dan vitamin D akan

menyebabkan pengeroposan tulang dan dapat menyebabkan rasa nyeri di

tulang serta patah tulang.

f. Terjadi gangguan penyerapan dari bahan- bahan yang diperlukan untuk

pembekuan darah sehingga pasien cenderung mudah mengalami

perdarahan Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan

gatal- gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit).

g. Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan

kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena

lemak.

h. Gejala lainnya bergantung pada penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri

perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.

c. Diagnosis 8,9

1. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, maka pada pemeriksaan fisik akan

ditemukan;

a. Pembuluh darah yang memberikan gambaran seperti laba-laba

b. Pembesaran limfa

c. Pengumpulan cairan dalam perut (asites).

2. Jika penyebabnya di luar hati, bisa ditemukan:

a. Demam

b. Nyeri yang berasal dari saluran empedu atau pancreas

c. Pembesaran kandung empedu

3. Kadar enzim alkalin fosfatase sangat tinggi

23

Page 24: makalah ikterus fix.doc

4. Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanya kelainan, maka hampir

selalu dilakukan pemeriksaan USG atau CT scan untuk membantu

membedakan penyakit hati dengan penyumbatan pada saluran empedu.

5. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, maka dilakukan biopsi hati.

6. Jika penyebabnya adalah penyumbatan saluran empedu, maka dilakukan

pemeriksaan endoskopi.

d. Penatalaksanaan 10

1. Penyumbatan di luar hati biasanya dapat di obati dengan cara pembedahan

atau endoskopi terapeutik

2. Penyumbatan di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, bergantung

pada penyebabnya.

a. Jika penyebabnya adalah obat, maka hentikan obat.

b. Jika penyebabnya adalah hepatitis, maka biasanya kolestatis dan

jaundice akan menghilang sejalan dengan membaiknya penyakit.

3. Cholestyramine, diberikan per-oral (ditelan), bisa digunakan untuk

mengobati gatal-gatal. Obat ini terkait dengan produk empedu tertentu

dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali dan menyebabkan iritasi

kulit.

4. Pemberian vitamin K bisa memperbaiki proses pembekuan darah.

5. Kalsium dan vitamin D tambahan sering diberikan jika kolestasis menetap,

tetapi tidak terlalu efektif dalam mencegah penyakit tulang.

6. Jika terlalu banyak lemak yang dibuang ke dalam feses, maka diberikan

tambahan trigliserida.

2.4.2 Penyakit Batu Empedu (Kolelitiasis)

24

Page 25: makalah ikterus fix.doc

a. Definisi

Gallstones dan biliary calculus merupakan istilah kolelitiasis dimaksudkan

untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu

yang terbentuk di dalam kandung empedu.10

b. Patofisiologi

Gambar 2.11 Patofisiologi Kolelitiasis

(Silbernagl, Stefan. 2000, Color Atlas of Pathophysiology, New York: Thieme)

Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu

empedu dibagi menjadi tiga tipe utama, yaitu batu kolesterol (batu kolesterol

25

Page 26: makalah ikterus fix.doc

murni, batu kombinasi, batu campuran), batu pigmen (batu kasium bilirubinat,

batu hitam atau pigmen murni), dan batu empedu yang jarang (batu kalsium

karbonat, dan batu kalsium asam lemak), yaitu:11

1. Batu Kolesterol

a. Soliter (single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal

Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto

rontgen terlihat intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan

permukaan licin atau noduler. Batu ini tidak mengandung kalsium sehingga tidak

dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.

b. Batu kolesterol campuran

Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu

yaitu mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada

permukaannya terdapat endapan pigmen kalsium.

c. Batu kolesterol ganda

Jenis batu ini jarang ditemui dan bersifat radio transulen.

2. Batu pigmen

Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam

kalsium dan matriks dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, keras,

amorf, bulat, berwarna hitam atau hijau tua. Alasannya ± 10 % radioopaque.

3. Batu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80 %), dan terdiri

atas kolesterol, pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein.

Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat

radioopaque.

26

Page 27: makalah ikterus fix.doc

Menurut Sjamsuhidajat (2010), Batu kolesterol mengandung paling sedikit

70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit dan

kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen.

Dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaanya mungkin licin atau

multifaset, bulat, berduri, da nada yang seperti buah murbei.12

Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering ditemukan

kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,

kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.13

Gambar 2.12 Batu Kolelitiasis

( Crawford, M. James. 2010. The Biliary Tract. Robin & Cotran Pathologic Basis

of Disease. Philadelphia )

Secara normal, kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena

mengandung garam empedu terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya

dalam bentuk micellar solution. Jika rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu

dan phosphatidylcholine meningkat, kelebihan kolesterol dalam batas minimal,

kejenuhannya akan meningkat (supersaturasi) dalam larutan lumpur. Adanya

supersaturasi oleh peningkatan rasio kolesterol, akan menyebabkan hepar

mensekresi kolesterol konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel unilamelar dalam

27

Page 28: makalah ikterus fix.doc

kandung empedu dimana phosphatidylcholine menjadi kulit luar pembungkus

vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika jumlah kandungan kolesterol relatif

meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk (diameter melebihi 1000 nm).

Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan cairan dalam bentuk

kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu empedu.14

Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan

phosphatidylcholine adalah: 15

Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis

kolesterol (peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl

[HMG]-CoA-kolesterol reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi

kolesterol seperti progesterone selama kehamilan.

Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam

empedu pada penyakit Crohn’s atau setelah reseksi ataupun selama puasa

dan nutrisi parenteral.

Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol

ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang

memberikan warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung

kalsium karbonat dan fosfat, dimana batu coklat juga mengandung stearat,

palmitat dan kolesterol. Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi pada

empedu, yang dipecahkan hanya dalam micelles, ini merupakan penyebab utama

pembentukan batu empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam

empedu.16

28

Page 29: makalah ikterus fix.doc

Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak

terkonjugasi adalah:7

Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang

mana terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi dengan

perantara enzim glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis hepar.

Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya

monoglukoronat.

Dekonjugasi enzimatik (β-glucosidase) oleh bakteri.

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu

sehingga terjadi pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam

presipitat sebagai garam kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme

pertama diatas, mengandung komponen tambahan, kalsium karbonat dan fosfat,

inilah yang akan menurunkan kapasitas keasaman dalam kandung empedu.16

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,

phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam air,

juga merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu. Gangguan

pengosongan kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab baik karena

insufisiensi CCK (tidak ada asam lemak bebas yang dilepaskan dalam lumen pada

insufisiensi pancreas) sehingga rangsangan kontraksi ke kandung empedu

melemah, ataupun karena vagotomy nonselektif tidak terdapat sinyal kontraksi

dan asetilkolin. Kontraksi kandung empedu melemah juga pada keadaan

29

Page 30: makalah ikterus fix.doc

kehamilan. Saat itu menjadi waktu yang sangat cukup terjadi endapan kristal

untuk membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi mukus (dirangsang oleh

prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti kristalisasi.1

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika

terjadi penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan

meningkat dalam saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah

sumbatan menyebabkan nyeri viseral pada daerah epigastrik, mungkin dengan

penyebaran nyeri ke punggung dan disertai muntah. 6

c. Faktor Resiko 1

1. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap

peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang

menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.

Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan

kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung

empedu.

2.Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya

usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.

3. Obesitas

Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin,

diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan

30

Page 31: makalah ikterus fix.doc

peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk

pengembangan batu empedu kolesterol.

4.Statis Bilier

Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi

yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla

spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral

(TPN), dan penurunan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan

pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung).

Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam empedu, serta

meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestinal.

5. Obat-obatan

Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker

prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat

hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier

dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin

muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi

pengosongan kantung empedu.

6. Diet

Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam

desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat

dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi

kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.

7. Keturunan

31

Page 32: makalah ikterus fix.doc

Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah

turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik

fraternal.

8. Infeksi Bilier

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada

pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan

mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat

presipitasi.

9.Gangguan Intestinal

Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau

kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen

pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan

konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu empedu.

10. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit

berkontraksi.

11. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati

intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam

kandung empedu.

c. Signs and symptoms 17

Penyakit batu empedu memiliki 4 tahapan sebagai berikut:

32

Page 33: makalah ikterus fix.doc

- Lithogenic state, di mana kondisi mendukung pembentukan batu empedu

- Batu empedu asimtomatik

- Batu empedu simtomatik, ditandai dengan episode kolik bilier

- Penyakit batu empedu dengan berbagai penyulit

Karakteristik kolik bilier meliputi hal – hal berikut ini: 17

- Episode sporadis dan tak terduga

- Nyeri yang terlokalisasi pada epigastrium atau kuadran kanan atas, kadang-

kadang menjalar ke ujung kanan scapular.

- Rasa sakit yang dimulai postprandially, biasanya berlangsung 1-5 jam,

meningkat terus selama 10-20 menit, dan kemudian berkurang secara bertahap.

- Nyeri yang konstan yaitu tidak berkurang dengan emesis, antasid, buang air

besar, kentut, atau perubahan posisi, dan kadang-kadang disertai dengan

diaforesis, mual, dan muntah

- Gejala nonspesifik (misalnya, gangguan pencernaan, dispepsia, bersendawa, atau

kembung)

d. Diagnosis

1. Anamnesis 1

- Asimtomatik

Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa

mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang

benar-benar mempunyai batu asimtomatik, akan merasakan gejalanya yang

membutuhkan intervensi setelah lima tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara

tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala

gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara kebetulan pada

33

Page 34: makalah ikterus fix.doc

saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan

sama sekali.

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua

jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu

sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu

empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti

rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas

abdomen dapat terjadi.

- Rasa Nyeri dan Kolik Bilier

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan

mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan

mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier

disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial

kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60

menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa

nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam

waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali

serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan

intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak

mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri

bukan bersifat kolik melainkan presisten.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu

yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh

batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh

34

Page 35: makalah ikterus fix.doc

dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian

kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran

kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dam menghambat

pengembangan rongga dada.

Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga

membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin

dianggap dapat meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.

- Ikterus

Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan

presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.

Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala

yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap

oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa

berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang

mencolok pada kulit.

- Perubahan Warna Urin dan Feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.

Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan

biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.

- Defisiensi Vitamin

Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K

yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-

vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat

mengganggu proses pembekuan darah normal. Bilamana batu empedu terlepas

35

Page 36: makalah ikterus fix.doc

dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan

isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif

singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini

dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

Gambar 2.13 Skema Kolelitiasis 1

(http://2013/03/kolelitiasis-batu-kantung.html. Diakses tanggal 7 Februari 2015

pukul 20.00 WIB)

36

Page 37: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.14 Skema Kolelitiasis 2

(http://2013/03/kolelitiasis-batu-kantung.html. Diakses tanggal 7 Februari 2015

pukul 20.00 WIB)

37

Page 38: makalah ikterus fix.doc

e. Pemeriksaan Fisik 1,7,21

Batu kandung empedu apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan

dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,

hidrop kandung empedu, empiyema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada

pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak

anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah

sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Batu saluran empedu – batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam

fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila

kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila

sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

f. Pemeriksaan Penunjang

Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan

ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar

bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus

koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum

biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST

(SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila

obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.7

Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan

penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.

38

Page 39: makalah ikterus fix.doc

Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi

untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X. Pemeriksaan radiologis – foto

polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung

empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat

dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan

lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di

fleksura hepatika. 18

Gambar 2.15 Gambaran Radiologi Kolelitiasis

(http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm030898. Diakses tanggal

7 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur

diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan

akurat, dan dapat digunakan pada prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping 39

Page 40: makalah ikterus fix.doc

itu, pemerikasaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur

ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam

harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra

sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu

yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan

maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit

dideteksi karena terhalang oleh udara didalam usus. Dengan USG punktum

maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas

daripada di palpasi biasa.1

USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan

merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan

mencapai 95%. Kriteria batu kandung empedu pada US yaitu dengan acoustic

shadowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu. Walaupun demikian,

manfaat US untuk mendiagnosis BSE relatif rendah. Pada penelitian kami yang

mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas US didapatkan sebesar 40%,

spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam mendeteksi BSE disebabkan : a) bagian

distal saluran empedu tempat umumnya batu terletak sering sulit diamati akibat

tertutup gas duodenum dan kolon dan b) saluran empedu yang tidka melebar pada

sejumlah kasus BSE.1

40

Page 41: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.16 Gambaran USG Kolelitiasis

(http://2013/03/kolelitiasis-batu-kantung.html. Diakses tanggal 7 Februari 2015

pukul 20.00 WIB)

Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun

untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat

dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk

mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk

melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan

isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan

dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu

yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu,

bayangannya akan nampak pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal pada

keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl,

obstruksi pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena pada

keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan

41

Page 42: makalah ikterus fix.doc

kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Cara

ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan

ultrasonografi.19

Gambar 2.17 Gambaran Kolesistografi Kolelitiasis

(http://2013/03/kolesistografi.html. Diakses tanggal 8 Februari 2015 pukul 20.00

WIB)

Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang

hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi

insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai

duodenum pasrs desenden. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus

koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke

dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi

percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini

dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk

mengambil batu empedu.19

42

Page 43: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.18 Gambaran ERCP Kolelitiasis

(http://alfianfreezone.blogspot.com/2013/03/makalah-kmb-i-kolelitiasis-batu-

kantung.html. Diakses tanggal 8 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan

adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walaupun

demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding US. 14

Gambar 2.19 Gambaran CT Scan Kolelitiasis

(http://alfianfreezone.blogspot.com/2013/03/makalah-kmb-i-kolelitiasis-batu-

kantung.html. Diakses tanggal 8 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

43

Page 44: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.20 Gambaran MRI Kolelitiasis

(http://alfianfreezone.blogspot.com/2013/03/makalah-kmb-i-kolelitiasis-batu-

kantung.html. Diakses tanggal 8 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

g. Penatalaksanaan 6,7,15

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak.19 Pilihan penatalaksanaan antara lain :20

- Kolesistektomi terbuka – operasi ini merupakan standar terbaik untuk

penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling

bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%

pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.

Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut.

44

Page 45: makalah ikterus fix.doc

Gambar 2.21 Metode Operasi Kolelitiasis

(http://medicastore.com/images/metode operasi kolesistektomi.jpg&imgref.

Diakses tanggal 8 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

- Kolesistektomi laparaskopi – indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis

simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya

pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan

kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledukus. Secara teoritis,

keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat

mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat

cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang

belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan

insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih

sering pada kolesistektomi laparaskopi.

Obat dapat diberikan dalam bentuk pil untuk melarutkan batu empedu

kolesterol. Namun, obat ini dapat berlangsung 2 tahun atau lebih untuk bekerja,

dan batu dapat kembali setelah perawatan berakhir. Bahan kimia juga dapat

dilewatkan ke dalam kandung empedu melalui kateter. Perawatan ini sulit untuk

melakukan, sehingga tidak dilakukan lagi. Shock wave lithotripsy (ESWL) dari

45

Page 46: makalah ikterus fix.doc

kantong empedu juga telah digunakan untuk orang yang tidak dapat menjalani

operasi. Perawatan ini tidak digunakan sesering dulu karena batu empedu sering

datang kembali. 21

h. Komplikasi 16,17

Berikut beberapa penjelasan tentang komplikasi kolelitiasis:

- Hidrops

Hidrops biasanya disebabkan oleh stenosis atau obstruksi duktus sistikus

sehingga tidak dapat diisi lagi oleh empedu. Dalam keadaan ini tidak terdapat

peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya, tetapi ada bukti

peradangan kronis dengan adanya mukosa gundul. Kandung empedu berdinding

tebal dan terdistensi oleh materi steril mukoid. Sebagian besar pasien mengeluh

efek massa dalam kuadran kanan atas. Hidrops kandung empedu dapat

menyebabkan kolesistisi akut.

- Kolesistitis akut

Hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh

batu yang terjebak dalam kantung empedu. Trauma mukosa kantung empedu oleh

batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam

empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik yang memperberat proses

peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteri sangat sedikit, tetapi kemudian

dapat terjadi supurasi. Komplikasi kolesistisis akut adalah empiema, nekrosis, dan

perforasi.

46

Page 47: makalah ikterus fix.doc

- Empiema

Empiema adalah lanjutan dari kolisistisis akut. Pada empiema atau kolesistisis

supuratif, kandung empedu berisi nanah. Penderita menjadi semakin toksik,

demam tinggi, menggigil dan leukositosis.

- Nekrosis dan Perforasi

Kolesistisis akut bisa berlanjut ke nekrosis dinding kantung empedu dan

perforasi. Batu empedu yang tertahan bias menggoresi dinding nekrotik, sinus

Roktiansky-Aschoff terinfeksi yang berdilatasi bias memberika titik lemah bagi

ruptura. Biasanya rupture terjadi pada fundus, yang merupakan bagian vesica

biliaris yang paling kurang baik vaskularisasinya. Ruptur ke dalam cavitas

peritonialis bebas jarang terjadi dan lebih bias memungkinkan terjadinya

perlekatan dengan organ-organ yang berdekatan dengan pembentukan abses local.

Ruptura ke dalam organ berdekatan menyebabkan fistula saluran empedu.

- Peritonitis

Ruptura bebas empedu ke dalam cvitas peritonialis menyebabkan syok parah.

Karena efek iritan garam empedu, peritoneum mengalami peradangan.

2.4.3 Kolesistitis

a. Definisi

Kolesistitis adalah peradangan akut pada dinding kandung empedu yang

terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu empedu. Terbagi 2 tipe,

kolesistitis akut sebagian besar disebabkan adanya obstruksi di duktus sistikus

oleh batu, sedangkan kurang lebih 10% tanpa disertai batu, sedangkan kolesistitis

kronik hampir selalu disertai batu. 19,21

47

Page 48: makalah ikterus fix.doc

b. Faktor Pencetus

1. Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang

menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu.

2. Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja fosfolipase

pada lesitin dalam kandung empedu) dan faktor jaringan lokal lainnya.

3. Peradangan bakteri yang mungkin berperan pada 50-85% pasien

kolesistitis akut. Penyebab paling sering adalah Escherichia coli. Klebsiela

sp, Streptococcus grup D,Stapilococcus sp, dan Clostridium sp. 22

Gambar 2.22 Patofisiologi Kolesistitis

(Silbernagl, Stefan. 2000, Color Atlas of Pathophysiology, New York: Thieme)

48

Page 49: makalah ikterus fix.doc

c. Gejala Klinis 23

1. Serangan kolik biliaris (awal)

2. Nyeri abdomen kanan atas sesudah makan-makanan yang mengandung

banyak lemak.

3. Nyeri kolesistitis dapat menyebar ke antarscapula, scapula kanan, atau

bahu.

4. Ikterus (jarang), hanya akan tampak bila ada hambatan aliran empedu.

5. Mual muntah

6. Demam ringan

d. Pemeriksaan Fisik 21

Triad nyeri kuadran kanan atas abdomen, demam, leukositosis berkisar

antara10.000-15.000 sel/µL, dengan pergeseran ke kiri.

e. Pemeriksaan Laboratorium 21

Pada hitung jenis, bilirubin serum sedikit meningkat (<85,5 µmol/L);

peningkatan sedang aminotransferase serum (dari 5 kali lipat).

f. Pemeriksaan Radiologis 21

USG; keuntungan relatif mudah dikerjakan, cepat dan non-invasif, dapat

mendeteksiadanya penebalan dinding kandung empedu, gambaran batu (90-95%),

dan komplikasi perforasi. CT Scan; jauh lebih mahal dibanding USG.

g. Penatalaksanaan 2, 21

Pengobatan umum meliputi istirahat, pemberian cairan parenteral, diit

ringan tanpa lemak serta obat menghilangkan nyeri seperti petidin dan anti

spasmodik. Terapi definitif kolesistitis akut yang sekarang banyak dianjurkan

adalah kolesistektomi dini dalam 72 jam pertama, sedangkan terapi medik hanya

49

Page 50: makalah ikterus fix.doc

dianjurkan untuk pasien dengan risiko operasi tinggi atau yang menolak operasi.

Pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis kronik tindakan kolesistektomi

akan memberikan hasil yang sangat baik dengan komplikasi yang sangat rendah.

2.4.4 Tumor Ganas Kandung Empedu

Karsinoma kandung empedu jarang ditemukan. Biasanya didapatkan pada usia

lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu kandung empedu. Resiko timbulnya

keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung empedu. Tumor ganas

primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran invasi

langsung ke dalam hati dan porta hati.23 Ini adalah jenis kanker yang paling umum

melibatkan traktus biliaris ekstrahepatik. Kandung empedu yang berkalsifikasi

atau seperti porselen berkaitan dengan insiden 20% dari kanker kandung empedu.

Metastasis terjadi ke kelenjar getah bening regional, hati, dan paru. Kadang

karsinoma ditemukan secara tidak sengaja sewaktu melakukan kolesistektomi

untuk kolelitiasis, dan sering terjadi penyebaran. Patogenesisnya masih belum

jelas. 22

Gambar 2.23 Tumor Ganas Saluran Empedu

(http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-symptoms/bile-duct-cancer-

symptoms/. Diakses tanggal 8 Februari 2015 pukul 20.00 WIB)

50

Page 51: makalah ikterus fix.doc

a. Gejala Klinis 23

Sering ditemukan nyeri menetap di perut kuadran kanan atas, mirip kolik

bilier. Apabila terjadi obstruksi duktus sistikus, akan timbul kolesistitis akut.

Gejala lain yang dapat terjadi adalah ikterus obstruksi dan kolangitis akibat invasi

tumor ke duktus koledokus.

b. Pemeriksaan Fisik 24

Pada pemeriksaan fisik dapat diraba massa di daerah kandung empedu.

Pada pemeriksaan penunjang USG dan CT scan dengan ditunjang pemeriksaan

CEA dan CA 19.9 dapat menemukan tumor.

c. Penatalaksanaan 24

Pencegahan dengan melakukan kolesistektomi pada penderita kolelitiasis

merupakan cara yang paling baik. Cara ini terbukti menurunkan angka kejadian

karsinoma kandung empedu. Apabila ditemukan karsinoma kandung empedu

sewaktu laparatomi, harus dilakukan kolesistektomi dan reseksi baji hepar selebar

3-5 cm disertai diseksi kelenjar limfe regional didaerah ligamentum

hepatoduodenale.

d. Prognosis 24

Prognosis jangka panjang dengan karsinoma kandung empedu adalah

buruk, dengan angka kelangsungan hidup 5 tahun yang dilaporkan adalah kurang

dari 5%. Pasien dengan lesikecil yang ditemukan secara kebetulan pada saat

kolesistektomi, mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk kelangsungan

hidup jangka lama.

51

Page 52: makalah ikterus fix.doc

BAB 3

KESIMPULAN

Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit, dan mata akibat bilirubin

yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang

dari 9µmol/L (0,5mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat

diatas 35 µmol/ L (2 mg).

Secara garis besar ikterus dapat digolongan menjadi ikterus fisiologis

maupun patologis. Ikterus patologis sering didapatkan pada dewasa, dan terbagi

menjadi beberapa tipe, yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika

(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Terdapat dua bentuk ikterus

obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Yang merupakan kasus

bedah adalah ikterus obstruksi ekstra hepatal sehingga sering juga disebut sebagai

“surgical jaundice”, ikterus obstruksi ini terbanyaknya disebabkan oleh batu

kandung empedu, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari

diagnosis dini dan tepat. Selain disebabkan oleh batu empedu, ikterus jenis ini

juga dapat disebabkan oleh kolesistitis, kanker saluran empedu, kanker kandung

empedu, dan kanker kaput pancreas. Untuk dapat mendiagnosis penyebab ikterus

obstruksi ekstrahepatal, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat

disertai pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologis yang dapat dipilih

antara lain pemeriksaan sinar-X abdomen, USG, CT Scan abdomen,

kolesistografi, ERCP, MRCP, MRI, sehingga dapat ditentukan penatalaksanaan

yang sesuai dengan penyebab ikterus obstruksi ekstrahepatal tersebut.

52

Page 53: makalah ikterus fix.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. hal: 570-579.

2. Sloane Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2009. hal 112-117.

3. Brunicardi F, Charles, et al. Gallbladder and the Extrahepatic Biliary

System. Principles of Surgery. 8th ed. New York: McGaw Hill. 2005. Hal

1187-1193.

4. Guyton dan Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2008. hal 843-845.

5. Grant. Metode Anatomi berorientasi Pada Klinik. John V. Basmajian &

Charles E. Slonecker. Ed. 11 Jilid 1. FKUI. 2005. hal 203-204.

6. Kaplain, Lee M, dkk. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. H.A, Ahmad,

eds. EGC : Jakarta. 2009. hal 57-63.

7. Silbernagl S, Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology. New York:

Thieme Stuttgart. 2007. hal 164-169.

8. Spencer SS. Saluran Empedu. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah.

Jakarta:EGC, McGrawHill. 2006. hal 455-469.

9. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell

Science. 2006. hal: 531-534.

10. Lesmana L. Penyakit Batu Empedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi ke IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2006. hal: 479-481.

11. Beckingham, IJ. Gallstone disease. In: ABC of Liver, Pancreas and Gall

Bladder. London: BMJ Books. 2007. Hal: 271-275.

12. Greenberger NJ, Paumgartner G. Disease of The Gallbladder and Bile

Duct. In: Kasper et all, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine.

16th ed. London: McGraw-Hill. 2005. Hal 231-232.

13. Sekijima J.H, Lee, Sum P. Gallstones and Cholecystitis. In: Humes D,

Dupon L, editors. Kelley’s Textbook of Internal Medicine. 4th ed. 2013.

hal 367-368.

53

Page 54: makalah ikterus fix.doc

14. Naheed T, Akbar N. Frequency Of Gallstones In Patient Of Liver

Cirrhosis-A Study In Lahore. Pak J Med Sci 20(3). 2005. 215-218.

15. Zhang Y et all. Factor Influencing The Prevalence of Gallstones in Liver

Chirrhosis. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 2006. 62(9):

1455-1458.

16. Conte D et all. Close Relation Between Cirrhosis and Gallstones. 2006.

Arc Intern Med ; 159 (11):49-52

17. Heuman M Douglas. Cholelithiasis. Avaliable

from:http://www.emedicine.com/med/topic836.htm . Last update agust,

20th  Jan 2015 (diakses pada tanggal 6 Februari 2015 pukul 20.00 WIB).

18. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of

Medicine. Avaliable

from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318. Last update 25

November 2007 (diakses pada tanggal 6 Februari 2014 pukul 20.00 WIB).

19. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I.

Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2009. 380-384.

20. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles

of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. 459-

464.

21. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from

:   http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000273.htm . Last

update 18 Juli 2013 (diakses pada tanggal 6 Februari 2015 pukul 20.00

WIB).

22. Crawford, M. James. The Biliary Tract. Robin & Cotran Pathologic Basis

of Disease. Philadelphia : Saunders. 2010. hal 165-170.

23. Wibowo Soetamto, Kanadihardja Warko, Sjamsuhidajat R, de JW. Saluran

Empedu dan Hati. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi tiga. Jakarta: EGC. 2010.

hal 663-679.

24. Sherlock S, Dooley J. Disease of the Liver and Billiary System. 11 th ed.

Oxford: Blacwell Science. 2007. hal 551-57.

54